Kerangka Konsepsional

D. Kerangka Konsepsional

Salah satu substansi UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah larangan terhadap persekongkolan dalam kegiatan tender. Falsafah yang terkandung dalam kegiatan tender adalah menciptakan persaingan usaha yang sehat dan jujur. Dalam kegiatan tender, melekat unsur moral dan etika, bahwa pemenang tender tidak dapat diatur, sehingga diperoleh harga terendah melalui

penawaran terbaik pemenang tender. 7

Persekongkolan dalam kegiatan tender merupakan perbuatan yang dilakukan oleh peserta tender untuk memenangkan satu peserta tender melalui persaingan semu. 8 Oleh karena itu, tender kolusif tidak terkait dengan struktur pasar dan tidak terdapat unsur persaingan. Persekongkolan dalam kegiatan tender merupakan perbuatan yang mengutamakan aspek perilaku, berupa perjanjian untuk bersekongkol yang dilakukan secara diam-diam. Dalam persekongkolan tender, penawar menentukan perusahaan tertentu

yang harus mendapat pekerjaan melalui harga kontrak yang diharapkan. 9

7. R. Shyam Khemani, A Framework for the Design and Implementation of Competition Law and Policy, 1st edition, (Washington, D.C.: The World Bank Washington, D.C. and Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) Paris, 1998), p. 23.

8. Sutrisno Iwantono, “Filosofi yang Melatar-belakangi Dikeluarkannya UU Nomor 5 Tahun 1999”, dalam Emmy Yuhassarie dan Tri Harnowo, ed., Proceeding 2002: Undang-undang No. 5/1999 dan KPPU, cet. 1 (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum bekerjasama dengan Pusdiklat Mahkamah Agung RI, dan Konsultan Hukum EY Ruru dan Rekan, 2003), h. 6.

9. A. M. Tri Anggraini, Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat: Per se Illegal atau Rule of Reason, cet. 1, (Jakarta: Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 364.

Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaingan Usaha

Sanksi Dalam Perkara Persekongkolan Tender Berdasarkan UU nO.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Kecenderungan tersebut terdapat di semua negara termasuk Indonesia, seperti tender arisan di beberapa proyek lembaga atau instansi pemerintah. 10

Persekongkolan dalam kegiatan tender merupakan praktik persaingan usaha tidak sehat, karena pelaku usaha yang seharusnya bersaing dalam kegiatan tender, melakukan kesepakatan tertentu guna memenangkan salah satu penawar dalam tender. Secara sederhana, hal tersebut merupakan kesepakatan untuk menyamarkan persaingan, pengaturan pemenang tender melalui pengelabuhan penawaran harga, bahkan United Nations Conferences on Trade and Development (UNCTAD) menyatakan, bahwa ”Collusive tendering is inherently anti competitive, since it contravenes the very purpose of inviting tenders, which is to procure goods and services on the most favorable prices and conditions...” 11

Persekongkolan dalam kegiatan tender mengakibatkan proses persaingan terhambat, hambatan untuk masuk ke pasar bersangkutan, biaya tinggi, dan hilangnya barang berkualitas. Di samping itu, kondisi pasar selalu dikendalikan oleh pelaku usaha yang sama dengan identitas berbeda,

sehingga tidak terdapat pemerataan kesempatan bagi pelaku usaha lain. 12 Penelitian ini menggunakan beberapa batasan istilah yang terkait dengan

persekongkolan dalam tender, yakni sebagai berikut:

1. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan hokum, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha ekonomi. 13

2. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang, dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

3. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar yang bersangkutan bagi kepentingan pelaku

usaha yang bersekongkol. 14 Konsep persekongkolan selalu melibatkan dua pihak atau lebih untuk melakukan kerjasama. Pembentuk UU memberi tujuan persekongkolan secara limitatif, yaitu untuk menguasai pasar bagi kepentingan pihak-pihak yang bersekongkol.

4. Pasar bersangkutan adalah pasar yang terkait dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang, dan atau jasa

10. Sutrisno Iwantono, Filosofi yang Melatar-belakangi Dikeluarkannya UU No. 5/1999, Op. Cit., h. 6.

11. Knud Hansen et. Al., Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999: Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, cet. II (Jakarta: Deutsche Gesselschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) bekerjasama dengan PT Katalis, 2002), h. 313-314.

12. Ningrum N. Sirait, Hukum Persaingan, Hukum Persaingan di Indonesia: UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, cet. I (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004), h. 22.

13. Pasal 1 angka 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 14. Pasal 1 angka 8 UU Nomor 5 Tahun 1999

Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaingan Usaha

Dr. Anna Maria Tri Anggraini, S.H., L.LM.

tersebut. 15 Penguasaan pasar merupakan perbuatan yang diantisipasi dalam persekongkolan, termasuk dalam kegiatan tender. 16

5. Persekongkolan dalam kegiatan tender menurut pengertian di beberapa Negara merupakan perjanjian beberapa pihak untuk memenangkan pesaing dalam suatu kegiatan tender. 17

6. Tender adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. 18 Pengertian tender mencakup tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan, mengadakan barang dan atau jasa, membeli suatu barang dan atau jasa, menjual suatu barang dan atau jasa. 19

7. Barang adalah setiap benda, baik berujud maupun tidak berujud, baik bergerak maupun tidak bergerak yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 20 Sedangkan barang tidak berujud diartikan sebagai jasa. 21

8. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 22