Sistem Informasi Geografis (SIG)

E. Sistem Informasi Geografis (SIG)

1. Pengertian

a. Definisi

Sistem informasi geografis adalah alat bantu yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kembali kondisi alam 1dengan menggabungkan data Sistem informasi geografis adalah alat bantu yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kembali kondisi alam 1dengan menggabungkan data

kebiasaan/pola hidup masyarakat dan lain-lain). Hasil pengolahan data tersebut disajikan dalam bentuk peta digital. xi

b. Subsistem SIG

Jika definisi diatas diperhatikan, maka SIG dapat diuraikan menjadi subsistem sebagai berikut 22 :

i. Data input; bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data

spasial dan atribut dari berbagai sumber untuk ditransformasikan dari format aslinya ke dalam format SIG.

ii. Data output; menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis

data dalam bentuk softcopy maupun hardcopy (tabel, grafik, peta dan lain-lain)

iii. Data manajemen; mengorganisasikan data spasial maupun atribut ke

dalam sebuah basis data sehingga mudah dipanggil, di-update dan di-edit

iv. Data manipulasi dan analisis; menentukan informasi yang dapat

dihasilkan oleh SIG dan melakukan pemodelan untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

Jika subsistem di atas diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan, proses dan keluaran yang ada didalamnya, maka SIG dapat

digambarkan sebagai berikut 22 :

DATA INPUT OUTPUT

DATA MANAGEMENT &

Peta lapangan

Storage

(database)

Data digital Tabel lain

Peta (tematik, Laporan topografi, dll)

Citra satelit

Informasi Digital (softcopy) Foto udara

Processing

Data lainnya

Gambar 2.4. Uraian subsistem-subsistem sistem informasi geografis

c. Komponen

i. Perangkat Keras, terdiri dari 22 :

- CPU

: Pentium II-IV (tergantung volume data)

- RAM

: 64-128 Mb

- Media Penyimpan : 2 GB - Alat memasukkan data : Keyboard, mouse, digitizer, kamera

digital dan sebagainya

- Alat Presentasi : monitor, printer - Alat Pelengkap lain : jaringan internet (modem, ISP dan

sebagainya)

ii. Perangkat Lunak; yang banyak dipakai adalah Arc view yang

dikembangkan oleh ESRI (Environmental System Research Institute).

d. Cara Kerja d. Cara Kerja

ditampilkan dalam bentuk unsur peta seperti sungai, kebun, taman, jalan dan lain-lain, yang diorganisasikan menurut lokasinya. Peta digital dapat dibuat dengan menggunakan keyboard, mouse, digitizer, kamera digital, scanner dan sebagainya.

ii. Menyimpan informasi deskriptif unsur-unsur peta sebagai atribut

didalam basis data, kemudian membentuk dan menyimpannya dalam tabel-tabel relasional.

iii. Menghubungkan unsur-unsur peta dengan tabel-tabel yang

bersangkutan, sehingga data atribut dapat diakses melalui unsur- unsur peta dan sebaliknya unsur peta dapat diakses melalui atribut.

2. Sistem informasi geografis dalam sistem informasi surveilans epidemiologi DBD

Dalam sistem informasi surveilans epidemiologi DBD, sistem informasi geografis dapat digunakan untuk memetakan faktor risiko sebagai data spasial yang dibedakan sesuai tingginya faktor risiko. Dalam rangka kewaspadaan dini, faktor risiko ini diperoleh dengan melakukan survei di wilayah puskesmas yang dilakukan sebelum musim penularan. Dari informasi ini dapat direncanakan suatu bentuk intervensi untuk

mengantisipasi terjadinya DBD dalam rangka sistem kewaspadaan dini 11 . Setelah memasuki musim penularan, kasus DBD yang diperoleh dari form So dan form KD/RS serta kasus tambahan dari kegiatan PE diintegrasikan ke dalam peta dengan cara “spot map” yaitu meletakkan titik pada peta sesuai tempat tinggal penderita. Dengan cara tersebut dapat dijelaskan terjadinya DBD dikaitkan dengan faktor risiko dan determinan penyakit lannya yang meliputi faktor lingkungan, perilaku, kependudukan mengantisipasi terjadinya DBD dalam rangka sistem kewaspadaan dini 11 . Setelah memasuki musim penularan, kasus DBD yang diperoleh dari form So dan form KD/RS serta kasus tambahan dari kegiatan PE diintegrasikan ke dalam peta dengan cara “spot map” yaitu meletakkan titik pada peta sesuai tempat tinggal penderita. Dengan cara tersebut dapat dijelaskan terjadinya DBD dikaitkan dengan faktor risiko dan determinan penyakit lannya yang meliputi faktor lingkungan, perilaku, kependudukan

pemberantasan penyakit DBD 11 .