Teknologi Perkapalan

1. Teknologi Perkapalan

Kapal dan perahu yang ada di Indonesia sebelum kapal api ditemukan terbagi dalam dua kelompok besar. Berdasarkan teknik pembuatan maka ada yang disebut kapal lesung dan kapal papan. Meskipun kapal atau perahu lesung paling sederhana, namun teknik pembuatannya memerlukan keahlian dan pengalaman yang khusus. Mulai dari memilih kayu yang cocok, cara menebang pohon, sampai pada pekerjaaan mengeruk batangnya dan para tukang harus memenuhi persyaratan yang tinggi. Pembuatan kapal memerlukan kesabaran dan ketekunan bekerja, sedang penggunaan alat yang serba Kapal dan perahu yang ada di Indonesia sebelum kapal api ditemukan terbagi dalam dua kelompok besar. Berdasarkan teknik pembuatan maka ada yang disebut kapal lesung dan kapal papan. Meskipun kapal atau perahu lesung paling sederhana, namun teknik pembuatannya memerlukan keahlian dan pengalaman yang khusus. Mulai dari memilih kayu yang cocok, cara menebang pohon, sampai pada pekerjaaan mengeruk batangnya dan para tukang harus memenuhi persyaratan yang tinggi. Pembuatan kapal memerlukan kesabaran dan ketekunan bekerja, sedang penggunaan alat yang serba

pembuatannya tidak hanya tergantung dari satu batang kayu saja yang dikeruk bagian dalamnya. Dengan demikian maka jenis dan bentuknya lebih banyak lagi dan kemungkinan untuk membuat kapal yang lebih besar tidak begitu terbatas. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa kemajuan teknik perkapalan Indonesia hampir tidak ada, sehingga sukar bagi kita untuk merekonstruksi sejarah perkembangan perkapalan Indonesia.

Namun evolusi teknologi kapal dapat dirunut pada zaman prasejarah, dimana sampan sudah cukup dikenal disamping rakit yang dibuat dari bambu dengan atau tanpa lantai papan di atasnya. Bukti yang menunjukkan hal itu adalah ditemukannya ukisan pre-histori yang ditemukan di Pulau Kei kecil yang terdapat di dinding gua atau batu karang terdapat gambar sampan, walaupun tidak jelas bentuknya. Daerah yang cukup maju dalam teknologi perkapalan di nusantara adalah Sulawesi. Tradisi teknologi perkapalan dengan membuat kapal cadik berganda sudah cukup dikenal di utara dan selatan Sulawesi. Dalam tahapan selanjutnya perahu bercadik ganda tersebar

sampai ke pantai timur Madgaskar bersamaan persebaran jenis perahu cadik tunggal. 2 Pada masa Sriwijaya, teknologi perkapalan juga sudah dikembangkan untuk

mengawasi perdagangan dan daerah koloninya. Jadi untuk mengarungi lautan, Sriwijaya menggunakan kapal besar dalam jalur perdagangan di Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan. Bobot kapal Sriwijaya mencapai 250 sampai 1000 ton, dengan panjang 60 meter. Kapal itu mampu memuat penumpang sekitari 1000 orang, berat ini belum termasuk muatan barang. Kapal Jung Cina pada abad ke-16 tidak lebih dari tiruan

bentuk kapal Sriwijaya. 3 Kondisi perkapalan di Sriwijaya sebagai negara Maritim jelas membuktikan suatu kemampuan mengagumkan yang dimiliki oleh pelaut Indonesia.

Jika bukti ini benar teknologi kapal dapat dipandang yang terbaik di Asia Tenggara. Antonio Galvao menguraikan tentang cara orang Maluku membuat kapal. Kapal dibuat dengan bentuk di tengah-tengahnya menyerupai telur dan kedua ujungnya

1 Marwati Joened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 111

2 A.B. Lapian, Sejarah Nusantara Sejarah Bahari (Jakarta: Fak. Sastra UI, 1992), 11 3 Nia Kurnia Sholihat Irfan, Kerajaan Sriwijaya Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya (Jakarta: Giri Mukti Pasaka, 1983), 67 2 A.B. Lapian, Sejarah Nusantara Sejarah Bahari (Jakarta: Fak. Sastra UI, 1992), 11 3 Nia Kurnia Sholihat Irfan, Kerajaan Sriwijaya Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya (Jakarta: Giri Mukti Pasaka, 1983), 67

lubang kecil untuk memasukkan pena tersebut. 4 Tradisi pembuatan kapal pribumi mengalami perubahan signifikan sejak

kedatangan kapal Portugis di perairan Indonesia. Hal ini terjadi karena banyak orang Portugis bekerja sebagai penasehat dan arsitek kapal seperti yang dilakukan oleh Van Linschotten pada akhir abad ke-16. Disamping menjadi penasehat, sebagai contoh orang Portugis yang ada di Malaka juga mengajarkan teknik membuat kapal jenis Eropa. Salah satu karya gabungan antara arsitek Indonesia dan Portugis pada akhir abad ke-16 adalah kapal perang Banten. Menurut kesaksian Willem Lodwycksz, kapal perang ini menyerupai kapal galai dengan dua tiang layar. Keistimewaaannnya adalah dua serambi yang sempit merupakan emperan yang mengikuti bagian buritan kapal. Ruangan bawah hanya dipakai untuk budak dan pengayuh. Mereka seolah-olah dikurung sedangkan tentara berada di geladak supaya dapat berperang dengan leluasa.

5 Pada abad ke-15, di Maluku telah dikenal perahu “cora-cora” yang dipergunakan untuk mengangkut orang dan bahan. Model perahu ini cukup bagus sehingga

digambarkan oleh Pigafetta sebagai perahu terbaik pada abad ke-15. Pusat pembuatan kapal di Nusantara yang terkenal adalah di Jawa. Galangan kapal ini pada abad ke-16 sangat terkenal di Asia Tenggara. Keahlian arsitek kapal Jawa begitu tersohor sehingga Albuqurque membawa 60 tukang yang cakap pada waktu ia meninggalkan Malaka pada tahun 1512. Namun kapal yang dibuat di Jawa ini terbatas pada kapal-kapal kecil yang bisa berlayar cepat untuk keperluan perang. Disamping itu dibuat pula kapal muatan dengan tonnage yang kecil. Menurut orang Belanda pusat galangan kapal di Jawa adalah Lasem yang terletak antara pelabuhan terkenal, Tuban dan Jepara dan yang dekat dengan hutan jati Rembang. Jadi diperkirakan puluhan pasokan kapal yang digunakan oleh Adipati Unus untuk menggempur Malaka adalah dari galangan kapal Lasem ini. Teknologi perkapalan di Jawa pada abad ke-16 sudah

4 Marwati Joened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, 113 5 C.C. Macknight, The Study of Praus in the Indonesian Archipelage , dalam “the Indian Ocean in Focus

International conference on Indian Ocean Studies” , (Australia: Perth Western Australia, 1980), 9. Untuk memberi gambaran yang lebih rinci lihat pula Marwati Joened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III , 115 International conference on Indian Ocean Studies” , (Australia: Perth Western Australia, 1980), 9. Untuk memberi gambaran yang lebih rinci lihat pula Marwati Joened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III , 115

Di bagian Timur kepulauan nusantara, pusat galangan kapal terdapat di pulau- pulau Kei. Setiap tahun suatu aramada kapal dan perahu yang baru selesai dibuat berangkat dari Kei ke pelabuhan Maluku untuk dijual. Para pengunjung pulau Kei memuji keahlian orang Kei dalam teknologi membuat kapal. Banyaknya variasi tipe kapal, teknologi perkapalan yang menimbulkan rasa kagum pada setiap pengunjung asing. Gambaran yang demikian menunjukkan bahwa tradisi maritim yang telah mempengaruhi budaya Kei didukung oleh sebuah pengetahuan teknik perkapalan yang

sudah mulai sebelum abad ke-19. 7 Dalam tahapan perkembangan selanjutnya seiring dengan masuknya bangsa

barat dapat dipastikan kapal pribumi tidak murni lagi. Kapal pribumi pada abad ke-17, yaitu pada masa kedatangan Belanda dan Inggris dimungkinkan telah mengalami perubahan sebagai akibat bersentuhan dengan budaya Portugis dan Spanyol. Demikian pula pada abad ke-16 mungkin juga mengalami pengaruh kapal India (Gujarat), Persia, Arab. Terlepas dari semua itu, keadaan ini menunjukkan bahwa jiwa bahari telah

menghasilkan banyak jenis kapal sesuai dengan keperluan setempat. 8