Seni Budaya Maritim

5. Seni Budaya Maritim

Perkembangan seni budaya maritim terlihat sejak zaman Indonesia Hindu-Budha. Pada masa ini telah dikenal pula berbagai jenis kapal yang dijadikan hiasan. Seni ini terdapat

30 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam kurun Niaga 1450-1680 I: Tanah di Bawah Angin (Jakarta: Yayasan Obor, 1992), 200-201

31 Pierre-Yves Manguin, The Merchant and the King: Local Perceptions of an ancient maritime trade and the foundation of harbour statein Insular Southeast Asia, “Urbanization and State Formation in

Eraly Southeast Asia” (AAS Meeting March, 1989, ), 69 32 A.B. Lapian, Sejarah Nusantara Sejarah Bahari, 28

Sebagai contoh di Borobudur tidak kurang dari sepuluh relief yang melukiskan perahu atau kapal baik itu perahu lesung, kapal besar yang tidak bercadik, maupun kapal yang bercadik. Kapal yang terbesar mempunyai dua tiang, sedangkan haluan dan buritannya meruncing ke atas. Layar besar yang dipakai pada waktu itu jelas berbentuk segi empat,

hanya layar di bagian buritan ada yang berbentuk segi tiga. 33 Jadi meskipun pada masa wangsa Sailendra memfokuskan pada sistem agraris, namun dengan adanya relief

itu menunjukkan aktivitas laut juga mendapat perhatian, baik oleh penguasa maupun oleh rakyat.

Sedangan di Sumatra, sejalan dengan kepergian raja Sriwijaya, Balaputra dewa dari tanah Jawa bersamaan itu pula berpindahnya langgam seni khas daerah Jawa Tengah bagian Selatan ke tanah Sumatra. Kelihatannya, Raja Balaputra dewa mencintai seni. Hal ini terbukti dengan usahanya mengembangkan kesenian dari wangsa Sailendra di Sriwijaya. Sayangnya bangunan yang dahulu begitu megah dan indah

kebanyakan telah lenyap ditelan masa. 34 Tentunya saja dapat diperkirakan bahwa perhatian seni Sriwijaya berhubungan dengan aktivitas maritim yang menjadi ciri khas

kerajaan tersebut. Begitu pula karya seni kesusasteraan yang berkaitan dengan kemaritiman adalah syair Perahu karya Hamzah Fansuri. Pada syair ini manusia diibaratkan perahu yang mengarungi lautan zat Tuhan dengan menghadapi segala macam marabahaya yang hanya dapat diatasi dengan tauhid dan ma’rifat. Cerita ini menafsirkan bahwa para pelaut atau pedagang yang berlayar harus menguasai teknik dan metode pelayaran agar tidak tersesat serta tenggelam. Cerita Amir Hamzah juga berkaitan dengan aktivitas laut. Cerita ini memaparkan aktivitas penyebaran agama Islam di Sumatra, Jazirah Malaya, dan Jawa. Hal ini mengingat Islam pada saat itu identik dengan perdagangan, bahkan

merupakan salah satu saluran islamisasi menggunakan media dagang. 35 Seni budaya peninggalan kerajaan Islam lainnya adalah kompleks kraton seperti

di Aceh, Samodra Pasi, Banten Cirebon, dan Mataram. Susunan halaman sampai yang dinamakan dalem pada kraton tersebut mengingatkan kita pada tradisi seni akhir Indonesia Hindu dalam pembuatan komplek candi dan bangunan pura di Bali. Begitu

33 Marwati Joened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, 112

34 Achadiati, Peradaban Manusia Zaman Sriwijaya, 24 34 Achadiati, Peradaban Manusia Zaman Sriwijaya, 24

Dilihat dari sudut arsitektur, masjid kuno di Indonesia menunjukkan kekhasan dimana atapnya bertingkat 2,3,5, dengan denah persegi empat atau bujur sangkar dengan serambi di depan atau di samping. Pada bagian depan atau samping terdapat kulah . Gaya masjid dengan atap bertingkat adalah pengaruh seni bangunan candi yang dikenal pada zaman Indonesia-Hindu. Bangunanan beratap tingkat juga seperti Meru

yaitu sebuah gunung Kahyangan tempat para dewa. 36 Di sisi lain bangunan Cina Muslim pada abad ke-15 mempunyai pengaruh yang cukup penting di Demak dan

Jepara. Seperti di Masjid Demak dan Masjid Mantingan Jepara. 37 Orang-orang Cina sangat boleh jadi telah membantu pembagunan beberapa masjid besar, tapi gaya itu

khusus untuk di daerah tertentu saja, bukan Asia Tenggara