Pemeriksaan Tinja pada Infeksi Nematoda Usus

2.6. Pemeriksaan Tinja pada Infeksi Nematoda Usus

Pemeriksaan yang umumnya dilakukan dalam mendiagnosis infeksi nematoda usus berupa mendeteksi telur cacing atau larva pada feses manusia Suali, 2009; Maguire, 2010; WHO, 2012. Pemeriksaan rutin feses dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis dilakukan untuk menilai warna, konsistensi, jumlah, bentuk, bau, dan ada-tidaknya mukus. Pada pemeriksaan ini juga dinilai ada- tidaknya gumpalan darah yang tersembunyi, lemak, serat daging, empedu, sel darah putih, dan gula sedangkan pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk memeriksa parasit dan telur cacing Swierczynski, 2010. Pemeriksaan mikroskop telur-telur cacing dari feses terdiri dari dua macam cara pemeriksaan, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan kuantitatif dilakukan dengan metode Kato dan Metode Stoll. Pemeriksaan kualitatif dilakukan dengan metode natif direct slide , Metode Apung Flotation method, Metode Selotif dan Metode Modifikasi Kato Katz. Pemeriksaan kuantitatif diperlukan untuk menentukan intensitas infeksi atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per gram tinja EPG pada setiap jenis cacing. Hasil pemeriksaan tinja kualitatif berupa positif atau negatif cacingan. Prevalensi cacingan dapat berupa prevalensi seluruh jenis cacing atau per jenis cacing. . Teknik Kato-Katz merupakan metode yang dipergunakan secara luas dalam survei epidemiologi terhadap infeksi cacing yang terdapat di dalam usus manusia intestinal helminth Glinz et al., 2010; World Heatlh Organization, 2012. Teknik ini dipilih karena mudah, murah, dan mempergunakan sistem yang dapat mengelompokkan intensitas infeksi menjadi beberapa kelas berbeda berdasarkan perhitungan telur cacing. Teknik Kato-Katz memiliki kelemahan, yaitu tingkat kesensitivitasan rendah dalam mendeteksi infeksi dengan intensitas ringan. Pemakaian sampel feses yang sedikit sekitar 41,7 mg menyebabkan teknik Kato-Katz memiliki Universitas Sumatera Utara sensitivitas yang rendah dalam mendeteksi telur cacing yang memiliki frekuensi sedikit atau sangat berkelompok sensitivitas analitik secara teori = 24 telur per gram feses Glinz et al., 2010. Namun, sensitivitasnya dapat ditingkatkan dengan melakukan beberapa pemeriksaan Kato-Katz apusan tebal yang dipersiapkan dari sampel feses sebelumnya, atau lebih baik lagi dari beberapa sampel feses. Klasifikasi intensitas infeksi merupakan angka serangan dari masing-masing jenis cacing. Klasifikasi tersebut digolongkan menjadi tiga, yaitu ringan, sedang dan berat. Intensitas infeksi menurut jenis cacing dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2. - Klasifikasi Intensitas Infeksi Menurut Jenis Cacing WHO, 2012 No. Klasifikasi Jenis cacing telur Cacing gelang Cacing cambuk Cacing tambang 1. Ringan 1 - 4.999 1 – 999 1 - 1.999 2. Sedang 5.000 - 49.999 1.000 - 9.000 2.000 - 3.999 3. Berat ≥50.000 ≥10.000 ≥4.000 sensitivitas analitik secara teori = 24 telur per gram feses Namun, pada penelitian ini hanya dilakukan pemeriksaan tinja secara kualitatif dengan Teknik Modifikasi Kato Katz dengan menilai positif atau negatif cacing pada feses . Angka kejadian infeksi cacing dapat berupa seluruh jenis cacing atau per jenis cacing. Selain pemeriksaan Kato-Katz, terdapat juga pemeriksaan antibodi, deteksi antigen, dan diagnosis molekular dengan menggunakan PCR World Heatlh Organization, 2012. Serodiagnosis dapat menjadi pemeriksaan pilihan dalam mendiagnosis infeksi nematoda usus. Kekurangan pemeriksaan ini adalah bersifat invasif seperti dengan pengambilan sampel darah, antibodi tetap terdeteksi setelah penatalakasanaan, dan terdapat kemungkinan terjadinya reaksi silang dengan nematoda lainnya Knopp et al., 2008. Akibatnya, fungsi pemeriksaan serologi ini masih kontroversial, terutama pada daerah endemis. Universitas Sumatera Utara

2.7. Transmisi Telur Cacing ke Tubuh Manusia oleh Pedagang Makanan Food Handler