Manfaat praktis Landasan Teoritis
Dari pengertian tersebut di atas maka unsur-unsur atau elemen pokok gadai yaitu: 1.
Gadai adalah jaminan untuk pelunasan utang. 2.
Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferent pelunasan hutang kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.
3. Obyek gadai adalah barang bergerak.
4. Barang bergerak yang menjadi obyek gadai tersebut diserahkan kepada kreditur dalam
kekuasaan kreditur.
9
Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah PT.Pegadaian.
PT. Pegadaian merupakan lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai. Sebelum berubah menjadi Persero,
PT. Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara BUMN yang berstatus sebagai Perusahaan Umum, dimana mengenai BUMN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara dan kemudian berubah menjadi Persero yang pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, merumuskan:
”Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
9
Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, hlm.228
PT. Pegadaian menjalankan tugasnya sesuai dengan perintah jabatannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 yaitu PT. Pegadaian ikut membina perekonomian pada
masyarakat dengan memberikan pinjaman uang dengan sistem gadai. PT. Pegadaian tidak mempermasalahkan asal dari barang jaminan yang diberikan oleh nasabah
karena dalam Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa “Barangsiapa
menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau piutang yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dianggap sebag
ai pemiliknya sepenuhnya.” Pemberian pinjman gadai dilakukan secara tertulis dalam bentuk akta tanah dibawah tangan,
yang dinamaan dengan Surat Bukti Kredit SBK. Bentuk, isi dan syarat-syarat pemberia pinjaman gadai sudah dibakuan lebih dahulu oleh pihak Pegadaian dalam Surat Bukti Kredit tersebut.
Apabila Surat Bukti Kredit disetujui oleh nasabah maka perjanjian gadai tersebut telah sah berlaku dan kedua belah pihak harus menjalankan isi dari perjanjian tersebut. Sesuai dengan Pasal 1338
KUH Perdata bahwa : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”. Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui
peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Beribicara menyangkut perlindungan hukum bagi debitur dalam perjanjian gadai, maka
perlindungan hukum dalam perjanjian gadai dapat dilihat pada perjanjian gadai yang ada. Perjanjian gadai secara keseluruhan dicantumkan dalam Surat Bukti Kredit. Apabila Surat Bukti
Kredit disetujui oleh nasabah maka perjanjian gadai tersebut telah sah berlaku dan keduabelah pihak harus menjalankan isi dari perjanjian tersebut. Sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata
bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Perlindungan hukum terhadap debitur dalam perjanjian gadai ini dapat dilihat pada angka 4 dalam perjanjian gadai yang menyatakan Barang jaminan sebagaimana diuraikan di halaman
depan, bila dikemudian hari barang jaminan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125 dari nlai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal. Pegadaian tidak bertanggung jawab
kerugian apabila terjadi force majeure, antara lain bencana alam, huru-hara dan perang. Pada saat Surat Bukti Kredit SBK ditandatanganni dan barang jamian diserahkan kepada
Pegadaian, maka barang jaminan itu menjadi tanggung jawab Pegadaian sampai dengan barang jaminan itu ditebus oleh nasabah. Tanggung jawab diartikan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah perbuatan hal tersebut bertanggungjawab atau sesuatu yang dapat
dipertanggungjawabkan.
10
Dalam hal ini PT. Pegadaian memiliki kewajiban-kewajiban terhadap barang gadai yaitu antara lain:
a. Pemegang gadai bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemunduran harga barang gadai
jika itu terjadi akibat kesalahan atau kelalaian kreditur Pasal 1157 ayat 1 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.
b. Kewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadai dijual.
Kewajiban memberitahukan ini selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf, atau jika demikian
halnya pos yang berangkat pertama Pasal 1156 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pemberitahuan kepada pemberi gadai serta perhitungan tentang pendapatan dari
penjualan benda gadai adalah perwujudan dari asas itikad baik, yaitu untuk mencegah pemegang gadai menjual benda gadai secara diam-diam.
10
Depdiknas, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 739.
c. Pemegang gadai harus memberikan perhitungan tentang pendapatan dari penjualan barang
gadai dan setelahnya mengambil pelunasan utangnya, harus menyerahkan kelebihannya kepada debitur.
d. PT. Pegadaian harus mengembalikan barang gadai, apabila utang pokok, bunga, dan biaya
untuk menyelamatkan barang gadai telah dibayar lunas.
11
Selain terdapat dalam Pasal 1157 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat juga pada angka 4 isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak yang telah dibakukan PT.
Pegadaian, menyatakan, barang jaminan sebagaimana diuraikan di halaman depan, bila di kemudian hari barang jaminan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125 dari nilai taksiran,
setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal. Lain halnya apabila kreditor dapat membuktikan bahwa benda gadai tersebut hilang atau dicuri
bukan karena kelalaiannya atau disebabkan karena terjadi force majeure. Fource majeure ini terdapat dalam Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1245 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan: Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga
apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang terduga, pun tak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.
Selanjutnya Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan: “Tidaklah biaya
rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau
lantaran hal- hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.”
11
Oey Hoey Tiong, 1985, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 18.
Jadi bila dilihat dari Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya mengatur apabila debitor yang mengalami force mejeure.
Maka perjanjian kredit yang telah dibakukan tersebut sudah mengatur bahwa kreditor tidak bertanggungjawab dalam kerugian yang disebabkan karena force majeure.