TANGGUNG JAWAB PT.PEGADAIAN (PERSERO) TERHADAP HILANGNYA OBJEK JAMINAN GADAI.
i
SKRIPSI
TANGGUNG JAWAB PT. PEGADAIAN (PERSERO)
TERHADAP HILANGNYA OBJEK JAMINAN GADAI
IDA BAGUS GDE SURYA PRADNYANA NIM. 1216051216
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
ii
SKRIPSI
TANGGUNG JAWAB PT. PEGADAIAN (PERSERO)
TERHADAP HILANGNYA OBJEK JAMINAN GADAI
IDA BAGUS GDE SURYA PRADNYANA NIM. 1216051216
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(3)
iii
TANGGUNG JAWAB PT. PEGADAIAN TERHADAP
HILANGNYA OBJEK JAMINAN GADAI
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
IDA BAGUS GDE SURYA PRADNYANA
NIM. 1216051216
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(4)
iv Lembar Persetujuan Pembimbing
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL
Pembimbing I
A.A. Gde Agung Darma Kusuma, SH.,MH NIP. 1956111519860210001
Pembimbing II
Ida Ayu Sukihana, SH.,MH NIP. 1957031119860120001
(5)
v
SKRIPSI TELAH DIUJI
PADA TANGGAL : 24 MARET 2016
Panitia Penguji Skripsi
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Nomor: 0261/UN14.4E/IV/PP/2016 Tanggal: 03 MARET 2016
Ketua : A.A. Gde Agung Darma Kusuma, SH.,MH
Sekretaris : Ida Ayu Sukihana, SH.,MH.
Anggota : 1. Dr. Dewa Gde Rudy, SH.,M.Hum.
2. I Ketut Markeling, SH.,MH.
(6)
vi
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas asung kerta wara nugraha-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tanggung Jawab PT. Pegadaian
Terhadap Hilangnya Objek Jaminan Gadai” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian kegiatan akademik untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung baik dalam hal memberikan bimbingan, dorongan, motivasi, bantuan, dan fasilitas. Adapun pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam hal penulisan ini adalah, yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak I Ketut Sudiarta,S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.
(7)
vii
4. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.
5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana.
6. Bapak A.A. Gde Oka Parwata, SH., M.Si., Ketua Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Udayana.
7. Bapak A.A. Gde Agung Darma Kusuma, SH.,MH., Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Ida Ayu Sukihana, SH.,MH., Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pemikiran dalam memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. I Nengah Suharta, SH.,MH., Pembimbing Akademik yang telah memberikan
bimbingan dalam proses perkuliahan.
10.Bapak/Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
11.Bapak/Ibu Pegawai Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu penulis dalam kegiatan akademik.
12.Orang tua tercinta, ayahanda (Drs. Ida Bagus Nyoman Sutanaya) dan ibunda (A.A. Oka Puspitadewi) yang selalu setia menemani dan mendengarkan keluh kesah penulis dan terimakasih atas doa, dukungan dan motivasi serta tenaganya dalam membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
(8)
viii
13.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selama ini telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama penulis melaksanakan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Semoga semua yang telah membantu diberikan kesehatan, kemudahan dan karunia oleh Ida Sang Hyang Widhi.
Karena terbatasnya kemampuan penulis, maka penyusunan ini jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan akademik dan setiap orang yang membacanya.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
Denpasar, 12 Januari 2016
(9)
ix DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN
HALAMAN SAMPUL DALAM ………. ii
HALAMAN PERSYARATAN GELA SARJANA HUKUM ……… iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… iv
HALAMAN PENETAPAN PANTIA PENGUJI ………. v
KATA PENGANTAR ……….. vi
DAFTAR ISI ………. ix
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN……… xii
ABSTRAK ………... xiii
ABSTRACK……… xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Ruang Lingkup Masalah ... 5
1.4Orisinalitas Penelitian ... 6
1.5Tujuan Penelitian ………. 8
a. Tujuan umum ... 8
b. Tujuan khusus ... 9
1.6Manfaat Penelitian ... 9
a. Manfaat teoritis ... 9
b. Manfaat praktis ... 9
(10)
x
1.8Metode Penelitian ... 15
a. Jenis penelitian ... 15
b. Jenis pendekatan...……... 16
c. Bahan hukum... 17
d. Teknik pengumpulan bahan hukum... 18
e. Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum... 18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, HUKUM JAMINAN, JAMINAN, GADAI DAN PT. PEGADAIAN 2.1 Tanggung Jawab………... 20
2.1.1. Pengertian Tanggung Jawab………... 20
2.2 Hukum Jaminan ... 21
2.2.1 Pengertian Hukum Jaminan ... 21
2.2.2 Pengaturan Hukum Jaminan ... 24
2.3 Jaminan ... 25
2.3.1 Pengertian Jaminan ... 25
2.3.2 Klasifikasi Lembaga Jaminan ... 26
2.4 Gadai ... 29
2.4.1 Pengertian Gadai Menurut Instrumen Hukum ... 29
2.4.2 Sifat-Sifat Gadai ... 31
2.4.3 Pihak-Pihak Dalam Gadai... 33
2.4.4 Objek Hukum Dalam Gadai... 36
(11)
xi
2.5 PT. Pegadaian... 40
2.5.1 Pengertian PT. Pegadaian ... 40
2.5.2 Sejarah PT. Pegadaian ... 40
2.5.3 Tugas dan Wewenang PT. Pegadaian………. 43
BAB III TANGGUNGJAWAB PT. PEGADAIAN TERHADAP HILANGNYA OBJEK JAMINAN GADAI YANG DISEBABKAN KELALAIAN PT. PEGADAIAN 3.1Terjadinya Hak Gadai Pada PT. Pegadaian ……… 47
3.2Tanggung jawab PT. Pegadaian Terhadap Hilangnya Objek Jaminan Gadai Yang Disebabkan Kelalaian PT. Pegadaian ………... 54
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBEBASKAN PT. PEGADAIAN DARI TANGGUNG JAWAB TERHADAP HILANGNYA OBJEK JAMINAN GADAI 4.1Prosedur Pemberian Pinjaman Gadai Oleh PT. Pegadaian…….. 62
4.2Faktor-Faktor yang Membebaskan PT. Pegadaian dari Tanggung Jawab Terhadap Hilangnya Objek Jaminan Gadai………... 67
BAB V PENUTUP... 70
5.1Kesimpulan ... 70
5.2Saran - Saran... 70
(12)
xii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat hasil karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat kara atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar, 12 Januari 2016 Yang menyatakan,
(Ida Bagus Gde Surya Pradnyana) NIM. 1216051216
(13)
xiii ABSTRAK
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan. Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah PT.Pegadaian. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan bagaimana bentuk pertanggungjawaban yang pasti dari PT. Pegadaian terhadap hilangnya jaminan gadai akibat kelalaian atau kesalahan dari PT. Pegadaian. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dapat diangkat adalah bagaimana pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian.
Metode hukum yang dipergunakan adalah metode empiris, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa Bentuk perlindungan hukum terhadap debitur dalam perjanjian gadai terdapat pada angka 4 dalam perjanjian gadai, yang menyatakan bila dikemudian hari barang jaminan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125% dari nlai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal. Jika terjadi kehilangan terhadap barang jaminan yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian PT. Pegadaian maka PT. Pegadaian akan mengganti sebesar 125% dari nilai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal sesuai dengan ketentuan Pasal 1157 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dari isi perjanjian atau Surat Bukti Kredit pada angka (4) yang telah di bakukan oleh Pegadaian dan disepakati oleh nasabah. Apabila kreditor dapat membuktikan bahwa benda gadai tersebut hilang bukan karena kelalaiannya atau disebabkan karena terjadi force majeure. maka kreditor tidak bertanggungjawab dalam kerugian yang disebabkan karena force majeure.
(14)
xiv ABSTRACT
Pawn is an acquired right to an indebted on an item moves, handed to him by a debt or by another person on his behalf, and that gives power to the indebted it to take repayment of the item which is priority. In Indonesia, a legal entity designated to manage the institutions pledge is PT. Pawnshops. In the Code of Civil Law does not explain how to form a definite responsibility of PT. Pawnshop to pledge collateral loss as a result of negligence or fault of PT. Pawnshop. Based on those, the problem that can be raised is how the debtor legal protection against the loss of security pawn objet. How accountability PT. Pawnshops pledge collateral against the loss of an object caused by negligence PT. Pawnshop.
Legal methods used are normative method, which is done by researching library materials or secondary data, which consists of a primary law material, secondary law, and tertiary legal materials. The legal materials arranged in a systematic, studied then drawn a conclusion in relation to the problems examined.
The results obtained from this study that the Form of legal protection against the debtor in the mortgage agreement are at number 4 in the mortgage agreement, stating if in the future the collateral is lost or damaged will be replaced by 125% of point estimated, net of cash loans and capital leases , If you happen to lose against collateral caused by errors or omissions PT. Pawnshops PT. Pawnshop will replace 125% of the estimated value, net of cash loans and capital leases in accordance with the provisions of Article 1157 paragraph (1) of the Civil Code and of the contents of the agreement or the Proof of Credit in point (4) which has been in standardize by Pawnshops and agreed by the customer. If the creditor can prove that the object pawn is lost not due to negligence or caused due to force majeure. then the creditor is not responsible for the loss caused due to force majeure.
(15)
(16)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya, seringkali mengalami masalah pada terbatasnya dana yang dimiliki. Untuk mengatasai masalah tersebut pelaku usaha maupun perseorangan memilih untuk memperoleh kredit dari lembaga perkreditan, lembaga perkreditan tersebut dapat berupa bank, koperasi ataupun PT. Pegadaian.
Salah satu lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman pada masyarakat ialah PT. Pegadaian, apabila masyarakat ingin mendapatkan pinjaman maka masyarakat harus memberikan jaminan barang kepada PT. Pegadaian. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.1 Di samping itu, jaminan juga dapat diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda.
Hak Jaminan secara umum di bedakan menjadi dua yaitu:
a. Jaminan Perorangan adalah hak jaminan yang bersifat perorangan (persoonlijke zekerheid), yaitu adanya seseorang tertentu atau badan hukum yang bersedia menjamin pelunasan utang tertentu bila debitur wanprestasi.
1 Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, h. 50. 1
(17)
b. Jaminan Kebendaan adalah adanya suatu kebendaan tertentu yang dibebani dengan utang2
Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan kebendaan bergerak dan jamina kebendaan tak bergerak. Untuk jaminan kebendaan bergerak, dapat di bebankan dengan lembaga hak jaminan gadai dan fidusia sebagai jaminan utang, sementara untuk kebendaan tidak bergerak, dapat di bebankan dengan hipotek, hak tanggungan dan fidusia sebagai jaminan utang.3
Pengertian gadai di jelaskan dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.4
Berdasarkan pada ketentuan pasal ini, dapat diuraikan unsur-unsur dalam gadai sebagai berikut:
a. Hak yang diperoleh kreditor atas benda bergerak.
b. Benda bergerak itu diserahkan oleh debitor kepada kreditor. c. Penyerahan benda tersebut untuk jaminan utang.
d. Hak kreditor itu adalah pelunasan piutangnya dengan kekuasaan melelang benda jaminan apabila debitor wanprestasi.
e. Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditor-kreditor lain.
2Rachmad Usman, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Rachmad
Usman I), hlm. 76.
3 Ibid
, hlm. 77.
(18)
f. Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan dilunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.5
Istilah gadai merupakan terjemahan kata pand atau vuistapand (bahasa Belanda), pledge atau pawn (bahasa Inggris), pfand atau faustpfand (bahasa Jerman). Dalam hukum adat istilah gadai ini disebut dengan cekelan.6 Dalam perjanjian gadai terdapat dua pihak yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandneer). Padgever yaiu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga dan penerima gadai (pandemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikan kepada pemberi gadai (pandgever).7
Untuk terjadinya hak gadai harus memenuhi dua usnsur yaitu harus ada perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai) antara pemberi gadai (debitur sendiri atau pihak ketiga) dan pemegang gadai (kreditor). Syarat kedua yaitu adanya penyerahan kebendaan yang di gadaikan tersebut dari debitur pemberi gadai kepada kreditor pemegang gadai.
Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana halnya dengan perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian pemberian keredit. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan dan akta otentik, didalam praktiknya, perjanjian gadai ini dilakukan dalam bentuk akta dibawahtangan yang ditandatangani oleh pemberi gadai dan penerima gadai. Bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh PT. Pegadaian secara sepihak.
5 Ibid, hlm. 172.
6 Rachmadi Usman, 2013, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Rachmad Usman
II), hlm. 263.
(19)
Sejak terjadinya perjanjian gadai antara PT. Pegadaian dengan nasabah, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak, didalam Pasal 1155 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah diatur tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Debitur mempunyai kewajiban membayar biaya dan membayar pokok hutang serta menyerahkan untuk sementara barang jaminan sampai batas jatuh tempo, apabila telah terlaksanakan semua kewajiban yang telah ditetapkan sesuai dengan perjanjian maka, nasabah berhak meminta barang jaminannya itu, sedangkan untuk PT. Pegadaian mempunyai kewajiban memberi uang pinjaman sesuai dengan taksiran harga barang jaminan, yang diserahkan nasabah dan selanjutnya memelihara serta menyimpannya agar tidak rusak atau hilang.8
PT. Pegadaian mempunyai hak untuk mengambil dan tidak mengembalikan barang jaminan debitur apabila nasabah tidak dapat menebus atau membayar uang pinjaman beserta pokoknya sampai hari jatuh tempo berakhir. Apabila barang jaminan nasabah hilang sedangkan barang jaminan tersebut masih dalam status perjanjian, maka dalam hal ini pihak PT. Pegadaian mempunyai tanggung jawab terhadap barang jaminan yang hilang tersebut dan saat itu debitur juga berhak untuk melakukan penuntutan kembali barang jaminan tersebut. Sehingga dalam hal ini pihak penerima gadai atau pihak PT. Pegadaian mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap kemungkinan hilangnya barang jaminan gadai yang berada dibawah kekuasaan pihak PT. Pegadaian.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan bagaimana bentuk pertanggungjawaban yang pasti dari PT. Pegadaian terhadap hilangnya jaminan gadai akibat kelalaian atau kesalahan dari PT. Pegadaian. Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis merasa
(20)
tertarik untuk menulis skripsi tentang tanggung jawab PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai.
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian?
b. Apakah faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Pembahasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian dan faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang meliputi pengertian tanggung jawab pengertian hukum jaminan, pengaturan hukum jaminan, pengertian jaminan, klasifikasi lembaga jaminan, pengertian gadai, sifat-sifat gadai, pihak-pihak dalam gadai, objek hukum dalam gadai, hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian gadai, pengertian PT. Pegadaian, sejarah PT. Pegadaian, tugas dan wewenang PT. Pegadaian, terjadinya hak gadai pada PT. Pegadaian, pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaia, prosedur pemberian pinjaman gadai oleh PT. Pegadaian serta faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai.
(21)
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang saya lakukan menunjukkan bahwa penelitian Tanggungjawab PT. Pegadaian Terhadap Hilangnya Objek Jaminan Gadai yang Disebabkan Oleh Kelalaian PT. Pegadaian belum ada yang membahasnya, sehingga penelitian ini dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah dan keasliannya.
Namun ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan jaminan gadai yang pernah dilakukan oleh mahasiswa yaitu:
No. Nama. Judul Penelitian Rumusan Masalah
1. Nazriah ( Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, 2008 )
Penyalahgunaan Hak Atas Benda Jaminan yang Dikaitkan dengan Gadai
1. Bagaimanakah pengaturan
tentang hak atas benda jaminan di Indonesia? 2. Bagaimanakah
penyalahgunaan hak atas benda jaminan yang dikaitkan dengan gadai?
(22)
2. Maria Agustina Istika Mariana ( Universitas
Diponegoro Semarang, 2004)
Perlindungan
Hukum Bagi
Debitur Dalam Perjanjian Gadai Di Perum Pegadaian Kota Semarang
1. Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap debitur dalam hal terjadi
wanprestasi yang dilakukan pihak Perum Pegadaian terhadap benda jainan gadai milik debitur?
Penelitian ini apabila dipertentangkan dengan penelitan yang terdahulu, maka baik, judul dan permasalahan maupun substansi pembahasannya sangat berbeda. Pada penelitian ini melakukan pembahasan mengenai perlindungan hukum terhadap debitur apabila objek jaminan gadai hilang dan pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian yang meliputi pengertian hukum jaminan, pengaturan hukum jaminan, pengertian jaminan, klasifikasi lembaga jaminan, pengertian gadai, sifat-sifat gadai, pihak-pihak dalam gadai, objek hukum dalam gadai, hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian gadai, pengertian PT. Pegadaian, sejarah PT. Pegadaian, terjadinya hak gadai, perlindungan hukum terhadap debitur apabila objek jaminan gadai hilang, prosedur pemberian pinjaman gadai serta pertangungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai
(23)
yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki pembahasan yang asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis.
1.5. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui bentuk pertangungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian menurut ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai dalam perjanjian gadai yang di atur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata
b. Tujuan khusus.
Untuk memahami pertangungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian
Untuk memahami faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai
1.6. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
(24)
Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum baik berupa konsep, asas - asas dan prinsip - prinsip, khususnya bidang hukum jaminan gadai dalam penyaluran kredit.
Menemukan adanya kepastian hukum berkaitan dengan pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian.
b. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa masukan baik bagi PT. Pegadaian dan masyarakat selaku debitur, dalam rangka melaksanakan ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata.
Memberikan kepastian atas pertanggungjawaban dari PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian.
1.7. Landasan Teoritis
Gadai merupakan jaminan terhadap benda-benda bergerak dengan menguasai bendanya oleh kreditur pemegang gadai. Mengenai ketentuan tentang gadai ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150 sampai Pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri diatur dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut:
Suatu hak yang diperolah seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan
(25)
Dari pengertian tersebut di atas maka unsur-unsur atau elemen pokok gadai yaitu: 1. Gadai adalah jaminan untuk pelunasan utang.
2. Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferent pelunasan hutang kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.
3. Obyek gadai adalah barang bergerak.
4. Barang bergerak yang menjadi obyek gadai tersebut diserahkan kepada kreditur (dalam kekuasaan kreditur).9
Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah PT.Pegadaian. PT. Pegadaian merupakan lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai. Sebelum berubah menjadi Persero, PT. Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus sebagai Perusahaan Umum, dimana mengenai BUMN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan kemudian berubah menjadi Persero yang pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, merumuskan:
”Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang
ini serta peraturan pelaksanaannya.”
(26)
PT. Pegadaian menjalankan tugasnya sesuai dengan perintah jabatannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 yaitu PT. Pegadaian ikut membina perekonomian pada masyarakat dengan memberikan pinjaman uang dengan sistem gadai.
PT. Pegadaian tidak mempermasalahkan asal dari barang jaminan yang diberikan oleh nasabah karena dalam Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa “Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau piutang yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dianggap sebagai pemiliknya sepenuhnya.”
Pemberian pinjman gadai dilakukan secara tertulis dalam bentuk akta tanah dibawah tangan, yang dinamaan dengan Surat Bukti Kredit (SBK). Bentuk, isi dan syarat-syarat pemberia pinjaman gadai sudah dibakuan lebih dahulu oleh pihak Pegadaian dalam Surat Bukti Kredit tersebut. Apabila Surat Bukti Kredit disetujui oleh nasabah maka perjanjian gadai tersebut telah sah berlaku dan kedua belah pihak harus menjalankan isi dari perjanjian tersebut. Sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Beribicara menyangkut perlindungan hukum bagi debitur dalam perjanjian gadai, maka perlindungan hukum dalam perjanjian gadai dapat dilihat pada perjanjian gadai yang ada. Perjanjian gadai secara keseluruhan dicantumkan dalam Surat Bukti Kredit. Apabila Surat Bukti Kredit disetujui oleh nasabah maka perjanjian gadai tersebut telah sah berlaku dan keduabelah pihak harus menjalankan isi dari perjanjian tersebut. Sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata
bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
(27)
Perlindungan hukum terhadap debitur dalam perjanjian gadai ini dapat dilihat pada angka 4 dalam perjanjian gadai yang menyatakan Barang jaminan sebagaimana diuraikan di halaman depan, bila dikemudian hari barang jaminan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125% dari nlai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal. Pegadaian tidak bertanggung jawab kerugian apabila terjadi force majeure, antara lain bencana alam, huru-hara dan perang.
Pada saat Surat Bukti Kredit (SBK) ditandatanganni dan barang jamian diserahkan kepada Pegadaian, maka barang jaminan itu menjadi tanggung jawab Pegadaian sampai dengan barang jaminan itu ditebus oleh nasabah. Tanggung jawab diartikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal tersebut) bertanggungjawab atau sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan.10 Dalam hal ini PT. Pegadaian memiliki kewajiban-kewajiban terhadap barang gadai yaitu antara lain:
a. Pemegang gadai bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemunduran harga barang gadai jika itu terjadi akibat kesalahan atau kelalaian kreditur (Pasal 1157 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
b. Kewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadai dijual. Kewajiban memberitahukan ini selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf, atau jika demikian halnya pos yang berangkat pertama (Pasal 1156 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Pemberitahuan kepada pemberi gadai serta perhitungan tentang pendapatan dari penjualan benda gadai adalah perwujudan dari asas itikad baik, yaitu untuk mencegah pemegang gadai menjual benda gadai secara diam-diam.
(28)
c. Pemegang gadai harus memberikan perhitungan tentang pendapatan dari penjualan barang gadai dan setelahnya mengambil pelunasan utangnya, harus menyerahkan kelebihannya kepada debitur.
d. PT. Pegadaian harus mengembalikan barang gadai, apabila utang pokok, bunga, dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai telah dibayar lunas.11
Selain terdapat dalam Pasal 1157 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat juga pada angka (4) isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak yang telah dibakukan PT. Pegadaian, menyatakan, barang jaminan sebagaimana diuraikan di halaman depan, bila di kemudian hari barang jaminan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125% dari nilai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal.
Lain halnya apabila kreditor dapat membuktikan bahwa benda gadai tersebut hilang atau dicuri bukan karena kelalaiannya atau disebabkan karena terjadi force majeure. Fource majeure ini terdapat dalam Pasal 1244 Kitab Undang Hukum Perdata dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1244 Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan:
Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.
Selanjutnya Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan: “Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.”
11 Oey Hoey Tiong, 1985, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.
(29)
Jadi bila dilihat dari Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya mengatur apabila debitor yang mengalami force mejeure. Maka perjanjian kredit yang telah dibakukan tersebut sudah mengatur bahwa kreditor tidak bertanggungjawab dalam kerugian yang disebabkan karena force majeure.
1.8. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, serta dilakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.12
a. Jenis penelitian
Penelitian Tanggungjawab PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai ini merupakan penelitian hukum empiris, karena yang diteliti adalah permasalahan mengenai hal-hal yang bersifat yuridis dan kenyataan yang ada mengenai pertangungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian. Penelitian hukum empiris atau penelitian sosiologis, yaitu penelitian hukum yang menggunakan data primer.13
12 Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 43.
13 Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.
(30)
Menurut pendekatan empiris pengetahuan didasarkan atas fakta-fakta yang diperolehnya dari hasil penelitian dan observasi.14 Penelitian-penelitian yang dilakukan didasarkan pada metode ilmiah, yang merupakan bagian dari pendekatan empiris.
Penelitian ini juga berdasarkan teori-teori hukum yang ada, dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.15
b. Jenis pendekatan
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan perundang-undangan (sttaute approach), pendekatan fakta (the fact approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Mengenai pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji dan menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai lembaga pegadaian yang di atur dalam Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian, khususnya mengenai tanggung jawab lembaga pegadaian. Pendekatan Fakta digunakan untuk menganalisa secara langsung gejala hukum dalam praktik kehidupan nyata mengenai konsep daripada gadai.
Pendekatan konseptual (conseptual approach) dilakukan untuk menelusuri pengertian hukum jaminan khususnya jaminan gadai menurut Undang-Undang ataupun menurut ahli, yang dimungkinkan adanya perkembangan mengenai konsep jaminan gadai dan tanggung jawab pegadaian.
c. Bahan hukum
14
Ronny Kountur, 2004, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skipsi dan Tesis, PPM, Jakarta, hlm.6.
(31)
Sumber bahan hukum dalam penelitian ini berasal dari narasumber melalui komunikasi secara langsung atau wawancara atau interview dan penelitian kepustakan (library
research). Penelitian kepustakaan adalah menggunakan bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah, contohnya: berbagai peraturan perundang-undangan; putusan pengadilan; traktat. Sumber bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang isinya membahas bahan-bahan hukum primer, contohnya: buku-buku dan artikel-artikel. Bahan hukum tertier adalah bahan-bahan hukum yang bersifat menunjang bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, contohnya kamus, buku pegangan.16
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer17 yang meliputi antara lain: buku-buku (literature), artikel, makalah, thesis, skripsi dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
d. Teknik pengumpulan bahan hukum
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari narasumber melalui komunikasi secara langsung atau wawancara atau interview dan dengan studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen, yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan content analysis18. Dalam penelitian ini, melakukan studi dokumen atau bahan pustaka dengancara mengunjungi perpustakaan, membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku,
16
Ashofa Burhan, 1996, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 103.
17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 13.
(32)
literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, jurnal penelitian, makalah, internet, dan sebagainya guna mengumpulkan dan menunjang penelitian.
e. Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum
Analisis bahan-bahan hukum dalam penelitian ini akan dilakukan secara analisis kualitatif dan komprehensif. Analisis kualitatif artinya, menguraikan bahan-bahan hukum secara bermutu dengan bentuk kalimat yang teratur, runtut, logis dan tidak tumpang tindih serta efektif, sehingga memudahkan interpretasi bahan-bahan hukum dan pemahaman hasil analisa. Komprehensif artinya, analisa dilakukan secara mendalam dan dari berbagai aspek sesuai dengan lingkup penelitian.
(33)
(34)
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, HUKUM JAMINAN, JAMINAN, GADAI DAN PT. PEGADAIAN
2.1 Tanggung Jawab
2.1.1. Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan.1 Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.2
Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu:
a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.
b. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).
1
Depdiknas, op.cit, hlm. 1139.
2 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, hlm. 48. 20
(35)
c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan.3
2.2 Hukum Jaminan
2.2.1. Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsdstelling, atau zekerheidsrechten. Dalam Keputusan seminar hukum jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta
menyimpulkan bahwa istilah “Hukum Jaminan” itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan
maupun jaminan perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, pengertian hukum jaminan yang diberikan didasarkan kepada pembagian jenis lembaga hak jaminan, artinya tidak memberikan perumusan pengertian hukum jaminan, melainkan memberikan bentang lingkup dari istilah hukum jaminan itu, yang meliputi jaminan kebendaan dan jaminan perorangan.4
Menurut J. Satrio mengartikan hukum jaminan sebagai peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.5 Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.Dari apa yang dipaparkan di atas ini, hukum jaminan seolah-olah hanya difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur saja, dan tidak memperhatikan hak-hak debitur. Padahal subyek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur saja, akantetapi erat kaitannya dengan debitur, karena yang menjadi obyek kajian hukum jaminan adalah benda jaminan dari debitur.
3 Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, hlm. 503.
4
Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 1.
(36)
Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.6 Dari dua pendapat rumusan pengertian hukum jaminan diatas dihubungkan dengan kesimpulan Seminar Hukum Jaminan 1978, intinya dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebasan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditor sebagai pihak pemberi utang saja, melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak penerima utang. Dengan kata lain, hukum jaminan tidak hanya mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu, namun sama-sama mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jamian pelunasan utang tertentu tersebut.7
Berdasarkan pengertian diatas, unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan, yakni sebagai berikut:
1. Adanya kaidah hukum dalam bidang jaminan yaitu:
a. Kaidah hukum jaminan tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprodensi.
b. Kaidah hukum jaminan tidak tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.
6
H. Salim, op.cit, hlm. 6.
(37)
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, yang membutuhkan fasilitas kredit yang lazim disebut debitur. Sedangkan penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Badan hukum sebagai penerima jaminan adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non bank.
3. Adanya jaminan, pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non kebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit, dalam pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan non bank dapat memberikan kredit kepadanya.8
Dalam kegiatan pinjam-meminjam uang pada umumnya dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan. Jaminan ini dapat berupa barang (benda), dapat berupa jaminan perorangan. Dalam jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan, sedangkan jaminan perorangan berupa janji penanggungan hutang. 2.2.2. Pengaturan Hukum Jaminan
(38)
Pengertian sumber hukum jaminan disini, yakni tempat ditemukannya aturan dan ketentuan hukum serta perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai jaminan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan jaminan. Aturan dan ketentuan hukum dan perundang-undangan jaminan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu ketentuan jaminan yang sedang berlaku pada saat ini. Ketentuan yang secara khusus atau yang berkaitan dengan jaminan, dapat ditemukan dalam:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang).
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1969 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
2.3. Jaminan
2.3.1. Pengertian Jaminan
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengancara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur tehadap krediturnya.9
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun peraturan Perundang-Undangan lain yang menjadi sumber hukum jaminan tidak memberikan perumusan pengertian istilah jaminan. Dalam Keputusan Seminar Hukum Jaminan, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dari tanggal 9 sampai
(39)
dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta, mengartikan yang di namakan “jaminan” adalah “menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
perikatan hukum”.10
Senada dengan itu, Mariam Darus Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan/atau pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. Hal yang sama dikemukakan oleh Hartono Hadisaputro, yang menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditor untuk menimbulkan keyainan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.11
Dari perumusan pengertian jaminan diatas, dapat dsimpulkan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditor kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada kreditornya. Dengan kata lain jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.12
2.3.2. Klasifikasi Lembaga Jaminan
10 Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 69.
11
Hartono Hadisoeprapto, op.cit, hlm. 50.
(40)
Klasifikasi lembaga jaminan perbankan, penggolongan jaminan pada umumnya menurut A. Yudha Hernoko meliputi:13
1. Jaminan pokok dan jaminan tambahan, jaminan pokok yaitu jaminan yang berupa sesuatu atau benda yang berkaitan langsung dengan kredit jaminan ini dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Jaminan tambahan adalah jaminan yang tidak terkait langsung dengan kredit yang dimohon. Jaminan ini dapat berupa jaminan, kebendaan maupun perorangan.
2. Jaminan umum dan jaminan khusus, jaminan umum yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada setiap kreditur, dimana di dalamnya terdapat hak-hak tagihan yang memberikan kedudukan yang sama pada setiap kreditur (konkuren). Jaminan umum ini lahir karena Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, jaminan khusus yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur mempunyai hak dan kedudukan yang didahulukan dalam pelunasan hutang debitur. Jaminan ini menunjuk secara khusus benda-benda tertentu sebagai jaminan atas piutangnya, serta memberikan kedudukan yang istimewa (privilege) dan hak untuk didahulukan pada krediturnya (preference).
3. Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan, jaminan kebendaan yaitu jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu, dimana dengan jaminan-jaminan, kreditur mempunyai hak kebendaan (zakelijkrecht), dengan ciri selalu mengikuti dimana benda itu berada (droit de suit, zaakgevolg), dapat beralih, atau dialihkan, diprioritaskan (azas prioriteit), separatis (dalam hal terjadi kepailitan), serta dapat dipertahankan terhadap siapapun (absolut). Kreditur dengan jaminan kebendaan akan mempunyai
13 A. Yudha Heraoko, 2002, Kumpulan Artikel Hukum Kontrak dan Hukum Jaminan, Universitas Airlangga, Surabaya, hlm. 45.
(41)
kedudukan sebagai kreditur preference, dengan memperoleh kedudukan istimewa (privilege) dan hak yang didahulukan (droit de preference). Jaminan perorangan, yaitu jaminan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan. Hal ini sejaian dengan azas pacta sunt servanda, sebagaimana terdapat di dalam pasal 1340 KUH Perdata.
4. Jaminan atas benda bergerak dan benda tak bergerak, dalam system hukum perdata di Indonesia penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak merupakan penggolongan atas yang terpenting. Hal ini berhubungan dengan pembendaan dalam penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), kedudukan berkuasa (bezit), pembebanan/ jaminan (bezwaaring).
5. Jaminan dengan menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya. Jaminan dengan menguasai bendanya, kreditur menguasai benda jaminan secara nyata. Yang termasuk dalam kategori ini adalah gadai, hak rentensi. Jaminan dengan tanpa menguasai bendanya, kreditur tidak menguasai benda jaminan secara nyata tetapi hanya menguasai dokumen atau kepemilikan yuridisnya saja.
Penggolongan lembaga jaminan sebagaimana diuraikan di atas sangat erat sekali kaitannya dengan pengertian atau makna dari perjanjian itu sendiri, yaitu menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Sebagaimana klasifikasi lembaga jaminan perbankan pembebanan jaminan yang terpenting adalah jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak, karena sangat terkait dengan pembebanan atas jaminan tersebut. Dimana untuk benda bergerak pembebanannya bisa dengan jaminan gadai, bisa dengan fidusia. Untuk benda tidak bergerak dapat dibebankan dengan hak tanggungan atas tanah dan hipotek untuk kapal laut, pesawat udara dan mesin-mesin pabrik yang mempunyai berat 20 m3.
(42)
2.4. Gadai
2.4.1. Pengertian Gadai Menurut Instrumen Hukum
Istilah gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledge atau pawn (bahasa Inggris). Pengertian gadai tercantum dalam pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Artikel 1196 vv, title 19 Buku III NBW. Menurut Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, gadai adalah:
Suatu hak yang diperolah seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan, bahwa gadai merupakan perjanjian riil, yaitu perjanjian yang di samping kata sepakat, diperlukan suatu perbuatan nyata (dalam hal ini penyerahan kekuasaan atas barang gadai).14 Kata “gadai” dalam undang-undang tersebut digunakan dalam dua arti, yaitu: pertama, untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai, vide Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, seperti pada Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Dari perumusan Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat diketahui, bahwa:
a. Gadai merupakan satu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu;
14 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, 2001, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada,
(43)
b. Gadai memberikan hak didahulukan (voorrang, preferensi, droit de preference) kepada pemegang hak gadai atas kreditor-kreditor lainnya atas piutangnya;
c. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditor pemegang gadai untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang di gadaikan setelah dikurangi biaya-biaya lelang dan biaya lainnya yang terkait dengan proses lelang;15
Dalam definisi ini, gadai dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir (tambahan) yang mempunyai ciri-ciri dan konsekuensi dari perjanjian accessoir antara lain:
a. Tidak dapat berdiri sendiri.
b. Adanya timbul maupun hapusnya tergantung pada perikatan pokoknya. c. Apabila perikatan pokoknya beralih accessoir turut beralih.16
Sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditur dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi hutang debitur. Unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah:
a. Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi gadai). b. Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. c. Adanya kewenangan kreditur.
Kewenangan kreditur adalah kewenangan untuk melakukan pelelangan terhadap barang debitur. Penyebab terjadinya pelelangan adalah karena debitur tidak melakukan prestasinya sesuai
15 Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 263.
16 Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, hlm. 43.
(44)
dengan isi kesepakatan yang di buat antara kreditur dan debitur, walaupun debitur telah diberikan somasi oleh kreditur. 17
2.4.2. Sifat-Sifat Gadai
Sebagai hak kebendaan, pada gadai melekat pula sifat-sifat hak kebendaan, yaitu:
a. Barang-barang yang digadaikan tetap atau terus mengikuti kepada siapapun objek barang-barang yang digadaikan itu berada (droit de suite).
b. Bersifat mendahulu (droit de suite).
c. Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
d. Dapat beralih atau dipindahkan.
Selain itu, bila dibandingkan dengan hak kebendaan lain maka terdapat beberapa sifat lain dari gadai, yang diantaranya yaitu:
a. Gadai bersifat acessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu, yaitu merupakan perjanjian tambahan/buntutan/ekor, seperti perjanjian pinjam meminjam uang, utang piutang, atau perjanjian kredit (Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Gadai hanya akan lahir bilamana sebelumnya terdapat perjanjian pokok.
b. Gadai merupakan hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan dalam rangka menjamin pelunasan utang tertentu.
c. Kebendaan (barang) yang digadaikan harus berada dibawah penguasaan kreditor pemegang hak gadai atau setidak-tidaknya berada di tangan pihak ketiga untuk dan atas
(45)
nama pemegang hak gadai (Pasal 1150, Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
d. Bersifat memaksa, yaitu terdapat penyerahan secara fisik atas benda yang digadaikan dari tangan debitur/pemberi gadai kepada kreditor/penerima /pemegang gadai.
e. Hak menguasai atas benda gadai tidak meliputi pula hak untuk menikmati, memakai atau mengambil hasil dari barang yang digadaikan, berbeda hal dengan hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami.
f. Bersifat individualiteit, bahwa benda gadai tetap melekat secara utuh pada utangnya walaupun debitur atau kreditor telah meninggal dunia, sehingga di wariskan secara terbagi-bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak menjadi hapus selama hutangnya belum dibayar sepenuhnya.
g. Besifat totaliteit, bahwa hak kebendaan atas gadai itu mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda gadainya.
h. Bersifat tidak dapat dibagi-bagi atau dipisah-pisahkan (oeel-baar, onsplitsbaarheid), bahwa membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunainya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).18
2.4.3. Pihak-Pihak Dalam Gadai
(46)
Dari ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata, yang antara lain kata-katanya menyatakan
“gadai adalah satu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berpiutang atau oleh seorang lain atas namanya”, Maka subjek hukum hak gadai, yaitu pihak yang ikut serta dalam membetuk perjanjian gadai, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer).
Pemberi gadai bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menyerahkan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan utang seseorang atau dirinya sendiri kepada penerima gadai. Demikian pula penerima gadai, juga bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menerima penyerahan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan hutang yang diberikan kepada pemberi gadai oleh penerima gadai.19
Pemberi gadai (pandgever) yaitu orang atau badan hokum yang memberi jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai yaitu:
a. Orang atau badan hukum.
b. Memberikan jaminan berupa barang bergerak. c. Kepada penerima gadai.
d. Adanya pinjaman uang.
Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikan kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia,
(47)
badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah PT. Pegadaian. Pegadaian didirikan berdasarkan:
a. Peraturan Pemerinah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian. b. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah
Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian.
c. Peraturan Pmerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.20
d. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Status Badan Hukum Perusahaan Umum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan.
Sifat usaha dari PT. Pegadaian ini adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuannya adalah:
a. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainya.
b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian).
Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh PT. Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya bahwa barang yang digadaikan itu harus diserahkan oleh
(48)
pemberi gadai kepada penerima gadai, sehingga barang-barang itu berada di bawah kekuasaan penerima gadai. Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling.21
2.4.4. Objek Hukum dalam Gadai
Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152 bis, Pasal 1153 dan Pasal 1158 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum dalam gadai.
Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan.
Dari pengertian tersebut maka objek gadai berupa kebendaan bergerak, yang dapat dibedakan atas kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk) dan kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau berubah (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk surat-surat berharga. Surat-surat berharga tersebut bermacam-macam tergantung kepada jenis klausulnya, yaitu surat berharga atas pengganti (aan order, too order), surat berharga atas pembawa (tunjuk) (ann toonder, to bearer) dan surat berharga atas nama (op nam). Selain itu, piutang yang belum ada, tetapi sudah diperjanjikan dalam perjanjian utang piutang atau hubungan hukum yang serupa dapat pula dijadikan sebagai objek jaminan gadai.22
21
H. Salim, loc.cit.
(49)
Dimasa ini barang-barang yang umunya dapat diterima sebagai jaminan kredit gadai oleh PT. Pegadaian diantaranya: barang-barang perhiasan, barang-barang kendaraan, barang-barang elektronika, barang-barang mesin dan barang-bararng perkakas rumah tangga.
2.4.5. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Gadai
Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dengan penerima gadai, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Apabila disimak ketentuan dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat di kemukakan hak dan kewajiban debitur pemberi gadai dan kreditor penerima gadai yaitu:
Hak Pemberi Gadai
a. Berhak untuk menuntut apabila barang gadai itu telah hilang atau mundur sebagai akibat dari kelalaian pemegang gadai.
b. Berhak mendapat pemberitahuan terlebih dahulu dari pemegang gadai apabila barang gadai akan dijual.
c. Berhak mendapatkan kelebihan atas penjualan barang gadai setelah dikurangi dengan pelunasan utangnya.
d. Berhak mendapat kembali barang yang digadaikan apabila utangnya diabayar lunas.23 Kewajiban Pemberi Gadai.
a. Berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dipertanggungkan sampai pada waktu hutang dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok ataupun bunga.
22 Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 269.
(50)
b. Bertanggung jawab atas pelunasan utangnya, terutama dalam hal penjualan barang yang digadaikan.
c. Berkewajiban memberikan ganti kerugian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk menyelamatkan barang digadaikan.
d. Apabila telah diperjanjikan sebelumnya, pemberi gadai harus menerima jika pemegang gadai menggadaikan lagi barang yang digadaikan tersebut.24
Hak Pemegang Gadai.
a. Menahan benda yang digadikan (hak retentive) selama debitur/pemberi gadai belum melunasi utang pokok maupun bunga dan biaya-biaya utang lainnya.
b. Mengambil pelunasan dari hasil pendapatan penjualan kebendaan yang digadaikan, penjualannya mana baik dilakukan atas dasar parate eksekusi maupun putusan pengadilan.
c. Mendapatkan penggantian seluruh biaya perwatan barang yang digadaikan guna keselamatan barang gadainya.
d. Jika piutang yang digadaikan menghasilkan buga, maka kreditor pemegang gadai berhak atas bunga benda gadai tersebut dengan memperhitungkannya dengan bunga utang yang seharusnya dibayarkan kepadanya atau kalau piutangnya tidak dibebani dengan bunga, maka bunga benda gadai yang diterima kreditor pemegang gadai dikurangkan dari pokok hutang.25
Kewajiban Pemegang Gadai.
24 Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 276.
(51)
a. Betanggungjawab atas hilang atau berkurangnya nilai barang yang digadaikan yang diakibatkan oleh karena kelalaian pemegang gadainya.
b. Berkewajiban memberitahukan kepada debitur pemberi gadai, apabila ia bermaksud hendak menjual barang yang digadaikan kepada debitur pemberi gadai dengan melalui sarana pos, telekomunikasi, atau sarana komunikasi lainnya.
c. Berkewajiban untuk mngembalikan barang yang digadaikan setelah hutang pokok beserta dengan bunga dan biaya-biaya lainnya telah dilunasi oleh debitur pemberi gadai.
d. Pemegang dilarang untuk menikmati barang yang digadaikan dan pemberi gadai berhak untuk menuntut pengembalian barang yang digadaikan dari tangan pemegang gadai bila pemegang gadai menyalahgunakan barang yang digadaikan.
e. Berkewajiban memberikan peringatan (somasi) kepada debitur pemberi gadai telah memenuhi kewajiban membayar pelunasan piutang.
f. Berkewajiban menyerahkan daftar perhitngan hasil penjualan barang gadai dan sesudahnya kreditor pemegang gadai dapat mengambil bagian jumlah yang merupakan bagian dari pelunasan utang.26
2.5. PT. Pegadaian
2.5.1. Pengertian PT. Pegadaian
PT. Pegadaian merupakan lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai. Tugas pokok PT. Pegadaian sejak didirikan sampai kini tidak berubah, yaitu menjembatani kebutuhan dana masyarakat (kecil)
(52)
dengan pemberian kredit melalui hukum gadai. Sedangkan tujuannya agar masyarakat tidak terjerat dalam praktik-praktik riba, lintah darat, ijon dan pelepasan uang lainnya yang sangat merajalela.27
2.5.2. Sejarah PT. Pegadaian
Sebelum berubah menjadi Perseroan, PT. Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus sebagai Perusahaan Umum. Perusahaan Umum Pegadaian adalah badan usaha tunggal yang diberi wewenang menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan tujuan turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya melalui uang pinjaman atas dasar hukum gadai dimana mengenai BUMN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan kemudian berubah menjadi Persero yang pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Adanya kegiatan gadai yang dilakukan oleh PT. Pegadaian menimbulkan suatu hubungan hukum perikatan yang lahir karena perjanjian antara penerima gadai yang disini adalah PT. Pegadaian itu sendiri dan juga pemberi gadai yang disini merupakan nasabah dari PT. Pegadaian. Hukum yang mengatur tentang Perjanjian di Indonesia hingga saat ini masih mengacu pada Burgelijke Wetboek (BW) atau yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).28
Dasar hukum yang digunakan dalam gadai oleh PT. Pegadaian berpedoman pada:
27 Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 120.
(53)
a. Pasal 1150 sampai dengan 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
c. Pasal 548 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. d. Pasal 582 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
e. Peraturan Direksi Nomor 5 Tahun 2014 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Pegadaian Kredit Cepat Aman (KCA) Non Online.
f. Keputusan Direksi Nomor 105/US.2.00/2005 tentang PO Pegadaian Krasida.
g. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Status Badan Hukum Perusahaan Umum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO), PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lain di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), PT. Pegadaian memiliki kegiatan usaha utama yang berupa:
a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek. b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia.
c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi.
(54)
Selain untuk melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud diatas, PT. Pegadaian juga melaksanakan kegiatan usaha yang lain seperti:
a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman. b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero).
2.5.3. Tugas dan Wewenang PT. Pegadaian
PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lain di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas.
Untuk mencapai maksud dan tujuannya PT. Pegadaian memiliki kegiatan usaha utama yang berupa:
a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek; b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia
c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi.
Selain untuk melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud diatas, PT. Pegadaian juga melaksanakan kegiatan usaha yang lain seperti:
a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman. b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero).
(55)
Pegadaian sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan memiliki visi yaitu sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader dan mikro berbasis fidusia selalu menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah ke bawah. Untuk menjalankan visinya tersebut Pegadain memiliki tugas yaitu:
a. Memberikan pembiayaan yang tecepat, termudah, aman, dan selalu memberikan pembinaan terhadap usaha golongan menengah kebawah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
b. Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan kemudahan dan kenyamanan di seluruh Pegadaian dalam mempersiapkan diri menjadi pemain regional dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat.
c. Membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya perusahaan.
PT. Pegadaian sebagai badan hukum yang bertindak sebagai pemegang gadai (kreditur) memiliki wewenang, yaitu:
a. Hak retentie
Hak gadai hanyalah ada bilamana pemberi gadai telah menyerahkan benda yang digadaikan. Di dalam hukum pemegang gadai menguasai benda tersebut sampai
(56)
tagihannya itu dilunasi (hak retentie) adalah suatu upaya yang penting untuk mendorong debitur untuk membayar hutangnya.
b. Hak executie yang dipermudah
Pada umumnya secara normal debitur akan memenuhi kewajiban - kewajibannya dan benda tersebut akan dikembalikan padanya setelah ia melunasi hutangnya. Hak gadai diciptakan dengan maksud adanya kemungkinan debitur tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dalam kasus demikian setiap kreditur berhak untuk memperoleh gati rugi dari harta debitur, tetapi kreditur yang minta janji suatu hak gadai memperolehkemungkinan ganti rugi yang lebih mudah. Di dalam beberapa segi, maka pemegang gadai di dalam memperoleh ganti kerugian mempunyai suatu posisi yang lebih menguntungkan daripada kreditur lain yang tagihannya tidak dijamin dengan hak gadai. c. Hak yang didahulukan dalam memperoleh ganti rugi (voorang bij verhaal)
Kreditur yang mempunyai tagihan yang diperkuat dengan hak gadai untuk mencapai tidak hanya, bahwa ia tidak harus menunggu-nunggu pembayarannya, akan tetapi dengan cara sederhana dapat melakukan hak excecutie atas benda gadai itu. Di samping itu, bahwa tagihannya itu akan memperoleh ganti rugi yang paling didahulukan dari hasil benda gadai itu. Pemegang gadai di dalam pembagian hasil executie haknya tidak hanya di atas kreditur konkuren saja melainkan juga berada diatas kreditur-kreditur yang diberikan preferentie (voorang).29
29 R. Soetojo Prawirohamidjojo Dan Marthalena Pohan, 1984, Bab-Bab Tentang Hukum Benda, Cet-1, PT. Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 101.
(57)
(1)
dengan pemberian kredit melalui hukum gadai. Sedangkan tujuannya agar masyarakat tidak terjerat dalam praktik-praktik riba, lintah darat, ijon dan pelepasan uang lainnya yang sangat merajalela.27
2.5.2. Sejarah PT. Pegadaian
Sebelum berubah menjadi Perseroan, PT. Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus sebagai Perusahaan Umum. Perusahaan Umum Pegadaian adalah badan usaha tunggal yang diberi wewenang menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan tujuan turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya melalui uang pinjaman atas dasar hukum gadai dimana mengenai BUMN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan kemudian berubah menjadi Persero yang pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Adanya kegiatan gadai yang dilakukan oleh PT. Pegadaian menimbulkan suatu hubungan hukum perikatan yang lahir karena perjanjian antara penerima gadai yang disini adalah PT. Pegadaian itu sendiri dan juga pemberi gadai yang disini merupakan nasabah dari PT. Pegadaian. Hukum yang mengatur tentang Perjanjian di Indonesia hingga saat ini masih mengacu pada Burgelijke Wetboek (BW) atau yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).28
Dasar hukum yang digunakan dalam gadai oleh PT. Pegadaian berpedoman pada:
27 Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 120.
(2)
a. Pasal 1150 sampai dengan 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
c. Pasal 548 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. d. Pasal 582 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
e. Peraturan Direksi Nomor 5 Tahun 2014 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Pegadaian Kredit Cepat Aman (KCA) Non Online.
f. Keputusan Direksi Nomor 105/US.2.00/2005 tentang PO Pegadaian Krasida.
g. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Status Badan Hukum Perusahaan Umum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO), PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lain di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), PT. Pegadaian memiliki kegiatan usaha utama yang berupa:
a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek. b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia.
c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi.
(3)
Selain untuk melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud diatas, PT. Pegadaian juga melaksanakan kegiatan usaha yang lain seperti:
a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman. b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero).
2.5.3. Tugas dan Wewenang PT. Pegadaian
PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lain di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas.
Untuk mencapai maksud dan tujuannya PT. Pegadaian memiliki kegiatan usaha utama yang berupa:
a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek; b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia
c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi.
Selain untuk melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud diatas, PT. Pegadaian juga melaksanakan kegiatan usaha yang lain seperti:
a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman. b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero).
(4)
Pegadaian sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan memiliki visi yaitu sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader dan mikro berbasis fidusia selalu menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah ke bawah. Untuk menjalankan visinya tersebut Pegadain memiliki tugas yaitu:
a. Memberikan pembiayaan yang tecepat, termudah, aman, dan selalu memberikan pembinaan terhadap usaha golongan menengah kebawah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
b. Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan kemudahan dan kenyamanan di seluruh Pegadaian dalam mempersiapkan diri menjadi pemain regional dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat.
c. Membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya perusahaan.
PT. Pegadaian sebagai badan hukum yang bertindak sebagai pemegang gadai (kreditur) memiliki wewenang, yaitu:
a. Hak retentie
Hak gadai hanyalah ada bilamana pemberi gadai telah menyerahkan benda yang digadaikan. Di dalam hukum pemegang gadai menguasai benda tersebut sampai
(5)
tagihannya itu dilunasi (hak retentie) adalah suatu upaya yang penting untuk mendorong debitur untuk membayar hutangnya.
b. Hak executie yang dipermudah
Pada umumnya secara normal debitur akan memenuhi kewajiban - kewajibannya dan benda tersebut akan dikembalikan padanya setelah ia melunasi hutangnya. Hak gadai diciptakan dengan maksud adanya kemungkinan debitur tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dalam kasus demikian setiap kreditur berhak untuk memperoleh gati rugi dari harta debitur, tetapi kreditur yang minta janji suatu hak gadai memperolehkemungkinan ganti rugi yang lebih mudah. Di dalam beberapa segi, maka pemegang gadai di dalam memperoleh ganti kerugian mempunyai suatu posisi yang lebih menguntungkan daripada kreditur lain yang tagihannya tidak dijamin dengan hak gadai. c. Hak yang didahulukan dalam memperoleh ganti rugi (voorang bij verhaal)
Kreditur yang mempunyai tagihan yang diperkuat dengan hak gadai untuk mencapai tidak hanya, bahwa ia tidak harus menunggu-nunggu pembayarannya, akan tetapi dengan cara sederhana dapat melakukan hak excecutie atas benda gadai itu. Di samping itu, bahwa tagihannya itu akan memperoleh ganti rugi yang paling didahulukan dari hasil benda gadai itu. Pemegang gadai di dalam pembagian hasil executie haknya tidak hanya di atas kreditur konkuren saja melainkan juga berada diatas kreditur-kreditur yang diberikan preferentie (voorang).29
29 R. Soetojo Prawirohamidjojo Dan Marthalena Pohan, 1984, Bab-Bab Tentang Hukum Benda, Cet-1, PT. Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 101.
(6)