Perdarahan atau infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI yang secara umum lebih sensitif dibandingkan
CT-scan. Namun kelemahan pemeriksaan MRI ini adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai,
harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.
41,42
2.1.6.3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa parameter yaitu pemeriksaan hematologi rutin, pemeriksaan kimia darah lengkap,
pemeriksaan hemostasis.
19
Hematologi rutin memberikan data tentang kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit dan trombosit serta morfologi sel darah. Trombositemia
meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus. Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia maupun
hiperglikemia, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik untuk
natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisa gas darah juga perlu dilakukan,
karena hipoksia dan hiperkapnia juga dapat menyebabkan gangguan neurologis. Pemeriksaan enzim jantung dikerjakan karena tidak jarang pasien stroke juga
mengalami infark miokard. Penyakit jantung iskemik dijumpai pada 20 pasien dengan TIA dan stroke. PemeriksaanPT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi
serta monitoring terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.
19
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
2.2.D-dimer 2.2.1.Definisi
D-dimer adalah produk degradasi cross-linked yang merupakan hasil akhir dari pemecahan bekuan fibrin oleh plasmin dalam sistem fibrinolitik. Sejak 1990, tes
D-dimer digunakan untuk pemeriksaan trombosis. Konsentrasi D-dimer plama dapat mewakili indikasi fibrinolisis. Suatu hasil tes yang menunjukkan kadar D-dimer
dibawah nilai rujukan dapat mengesampingkan kecurigaan adanya trombus, namun pada hasil yang menunjukkan keadaan D-dimer di atas nilai rujukan dapat menandai
adanya trombus namun tidak dapat menunjukkan lokasi kelainan dan menyingkirkan etiologi-etiologi potensial lain.
19,20
2.2.2.Struktur dan Sintesis D-dimer
44,45,46,47
Dalam proses pembentukan bekuan normal, bekuan fibrin terbentuk pada tahap terakhir proses koagulasi. Fibrin dihasilkan oleh aktivitas trombin yang
memecah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Fibrinogen adalah glikoprotein dengan berat molekul 340 kDa. Terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida yang tidak identik dan
saling beranyaman yaitu 2 rantai Aα, 2Bβ, dan 2γ. Ketiga pasang rantai ini dihubungkan oleh 29 ikatan disulfida pada bagian N terminal. Pasangan ranta
i Aα dan Bβ memiliki fibrinopeptida berukuran kecil pada bagian terminal yang disebut
sebagai fibrinopeptida A dan B.
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Struktur Fibrinogen Dikutip dari : Practical Guide
44
Proses perubahan fibrinogen menjadi fibrin terdiri dari 3 tahap yaitu tahap enzimatik, polimerisasi dan stabilisasi. Pada tahap enzimatik, melalui peranan
trombin yang merubah fibrinogen menjadi fibrin yang larut, selanjutnya dipecah menjadi 2 fibrinopeptida A dan 2 fibrinopeptida B. Tahap polimerisasi, yang pertama
terjadi pelepasan fibrinopeptida A yang menyebabkan agregasi side to side kemudian dilepaskan fibrinopeptida B yang akan mengadakan kontak dengan unit-
unit monomer lebih kuat sehingga menghasilkan bekuan yang tidak stabil. Tahap selanjutnya adalah stabilisasi dimana ada penambahan trombin, faktor XIIIa dan ion
kalsium sehingga terbentuk unsoluble fibrin yang stabil. Trombin menyebabkan aktivasi faktor XIII menjadi XIIIa yang berperan
sebagai transamidinase. Faktor XIIIa menyebabkan ikatan silang cross-linked fibrin monomer yang saling berdekatan dengan membentuk ikatan kovalen yang
stabil fibrin mesh . Rantai α dan γ berperan dalam pembentukan unsoluble fibrin
yang stabil.
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Plasminogen yang secara normal terdapat dalam plasma akan diserap oleh fibrin. Saat di dalam fibrin, plasminogen diubah oleh tissue-plasminogen activator t-
PA menjadi plasmin. Plasmin merupakan enzim fibrinolitik utama yang berfungsi memecah
fibrinogen dan fibrin yang menghasilkan bermacam-macam produk degenerasi fibrinogen FibrinDegradation ProductFDP. Jika plasmin melisiskan unsoluble fibrin,
maka akan meningkatkan jumlah produk degradasi fibrin yang terlarut. Fibrin degradationproduct yang dihasilkan berupa fragmen X, Y, D dan E. Dua fragmen D
dan satu fragmen E akan berikatan dengan kuat membentuk D-dimer. D-dimer adalah salah satu fase reaktan akut pada fungsi hemostasis.
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Gambar 2.4.Skema Pembentukan D-dimer Dikutip dari : Adam SS
47
2.2.3.Peran Pemeriksaan D-dimer
19,46
Pemeriksaan D-dimer secara tidak langsung dapat dipakai untuk menilai adanya abnormalitas kejadian trombotik, secara langsung dapat menilai adanya
proses fibrinolisis, dan pemeriksaan tidak bersifat invansif. Hasil pemeriksaan kadar D-dimer memiliki nilai sensitivitas dan negative predictive valueyang tinggi untuk dua
keadaan tersebut. Indikasi pemeriksaan D-dimer yaitu disseminated intravascular coagulation
DIC, deep vein thrombosis DVT, pulmonary embolism PE, venous dan arterialthrombosis VT dan AT, terapi antikoagulan dan trombolitik serta sebagai
parameter tambahan pada penyakit jantung koroner.
2.2.4.Metoda Pemeriksaan D-dimer
Prinsip pemeriksaan D-dimer adalah dengan menggunakan antibodi monoklonal yang mengenali epitop pada fragmen D-dimer. Ada beberapa metoda
pemeriksaan yaitu Enzym Linked Immunosorbent Assay ELISA, Immunometric Flow Through,Whole Blood Agglutination WBA dan Latex Agglutination LA.
19
Tabel 2.1 Perbandingan Pemeriksaan Kadar D-dimer Dikutip dari : Adam S
47
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Metoda ELISA dianjurkan untuk dipakai sebagai baku emas pemeriksaan. Sensitivitas dan negative predictive value untuk D-dimer berkisar 90. Antibodi
dengan afinitas tinggi terhadap D-dimer dilapiskan pada suatu dinding atau microliter well dan mengikat protein dalam plasma. Antibodi kedua ditambahkan dan jumlah
substansi berlabel yang terikat secara langsung sepadan dengan D-dimer yang diukur.
21,48
Metoda immunometric fow through, dimana plasma penderita yang mengandung D-dimer diteteskan pada suatu membran yang dilapisi antibodi
monoklonal dan kemudian ditambahkan conjugat yang mengandung partikel berwarna. Penentuan kadar D-dimer dilakukan dengan mengukur intensitas warna
yang dihasilkan.
47,49
Pada metoda whole blood agglutination menggunakan bi-spesifik antibodi yang mengenali epitop pada fragmen D-dimer dan sel darah merah. Sehingga
dengan adanya peningkatan kadar D-dimer maka akan terjadi aglutinasi.
49
Pada metoda latex agglutination menggunakan antibodi yang dilapiskan pada partikel latex. Metoda latex agglutination
ini menggunakan prinsip immunoturbidimetri, dimana dengan sinar intensive dapat menembus ke dalam
larutan yang keruh seperti suspensi latex yang digunakan dalam pengukuran D- dimer. Partikel latex dilapisi dengan antibodi monoklonal spesifik terhadap D-dimer.
Jika dalam sampel terdapat antigen spesifik D-dimer, akan terbentuk suatu reaksi antigen-antibodi, dan diukur pada panjang gelombang 660 nm. Konsentrasi D-dimer
dalam sampel sebanding dengan tingkat reaksi antigen-antibodi.
48,50
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Gambar 2.5.ProsedurPemeriksaanDimexJr Dikutip dari : PetunjukPenggunaanDimexJr
50
2.2.5.Bahan Pemeriksaan D-dimer
Sampel darah vena yang dimasukan ke dalam vacutainer plastik BD Vacutainer berkapasitas volume 2,7ml yang mengandung natrium sitrat 3,2
dengan kadar 0,109 M 9:1, dikirim tanpa perlakuan khusus. Sampel disentrifugasi 3500 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan supernatan untuk dilakukan
pemeriksaan kadar D-dimer, atausupernatandapatdisimpanpadasuhu
- 200
Cstabilsampai 1 bulan.
49
2.2.6.Interpretasi hasil D-dimer
Hasil pemeriksaan kadar D-dimer secara kuantitatif dinyatakan dalam satuan ngml. Nilai cut off D-dimer dengan metoda latex agglutination500ngml.
27
Kadar D- dimer yang lebih dari nilai normal rujukan menunjukkan adanya produk degradasi
fibrin dalam kadar yang tinggi, mempunyai arti adanya pembentukan dan pemecahan trombus dalam tubuh. Kadar D-dimer yang normal dapat digunakan
untuk menyingkirkan diagnosis banding gangguan pembekuan darah sebagai penyebab dari gejala klinik yang ada.
26
2.2.7. Faktor Interferensi