Gambar 2.2. Trombus pada pembuluh darah Dikutip dari : Ross
33
2.1.4. Faktor Risiko
37,38
Dahulu digunakan istilah Cerebrovasculer Accident untuk menggambarkan stroke, tetapi sekarang istilah tersebut tidak dipergunakan lagi karena stroke bukan
merupakan suatu “kecelakaan” melainkan suatu keadaan yang sudah dapat diprediksi sebelumnya. Stroke merupakan tahapan klinis penyakit serebrovaskular
dengan berbagai faktor risiko. Sejumlah faktor risiko telah diidentifikasi dan dapat dikelompokkan atas :
• Faktor risiko yang tidak dapat diubah Termasuk didalamnya adalah : usia, jenis kelamin, keturunan, rassuku
• Faktor risiko yang dapat dimodifikasi Diantaranya : hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus,
hiperkolesterolemia, penyakit arteri karotis, merokok, konsumsi alkohol yang banyak
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
• Faktor yang dalam taraf penyelidikan epidemiologi Beberapa diantaranya adalah : inaktifitas fisik, obesitas, stress,
hiperhomosisteinemia, antibodi fosfolipid dan Lp a
2.1.5. Klasifikasi Stroke Iskemik
13,39,40
Berdasarkan penelitian terdahulu dijelaskan bahwa untuk mendiagnosis dan mendefinisikan subtipe stroke iskemik yang hanya berdasarkan gejala klinik
sangatlah sulit dan tidak akurat. Adams dkk 1993, kelompok TOAST Trial ofOrg 10172 in Acute Stroke Treatment, mengklasifikasikan subtipe stroke iskemik
berdasarkan profil faktor risikonya, gambaran klinik, penemuan hasil CT-scan atau MRI, dupleks imaging arteri ekstrakranial, arteriografi dan pemeriksaan laboratorium.
Klasifikasi TOAST ini mirip dengan klasifikasi yang dibuat oleh National Institute of Neurological Disorder and Stroke NINDS, stroke Data Bank, suatu penelitian
multisenter tentang etiologi stroke yang lebih awal dilakukan daripada TOAST Adams HP, 1993. Klasifikasi tersebut diuraikan sebagai berikut :
2.1.5.1 .Large artery atherosclerosis embolus thrombosis
Terdapat dua jenis stroke trombosis, yaitu 70 mengenai pembuluh darah besar seperti arteri karotis interna, arteri vertebra dan sirkulus wilisi dan 30
mengenai pembuluh darah kecil di dalam jaringan otak atau stroke lakunar. Trombosis pada pembuluh darah besar, biasanya terbentuk pada plak aterosklerotik.
Aterosklerosis cenderung terjadi pada tempat penebalan intima, yang dianggap merupakan adaptasi fisiologis terhadap stres mekanik. Penebalan intima yang difus
umumnya jinak tetapi penebalan intima yang eksentrik yang sering dijumpai pada bifurkasio atau percabangan kemudian hari cenderung berkembang menjadi plak
aterosklerotik.
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Bukti klinis adanya disfungsi kortikal, subkortikal, batang otak ataupun serebelum dengan ditemukannya lebih dari 50 distribusi lesi atau oklusi pembuluh
darah intrakranial atau ekstrakranial dengan CT-Scan atau MRI pada infark lebih dari 1,5 cm. Diagnosis ini tidak tepat jika pada pemeriksaan arterial tidak ditemukan
kelainan ataupun adanya pendukung baik dari perjalanan penyakit dan pemeriksaan penunjang adanya diagnosis lain.
2.1.5.2. Cardioembolism high risk medium risk
Emboli yang menyebabkan stroke dapat berasal dari jantung maupun arteri. Stroke kardioemboli dapat disebabkan oleh atrial fibrilasi, infark miokard baru, katup
jantung prostetik, endokarditis, mural trombi dan kardiomiopati. Bukti klinis adanya disfungsi kortikal, subkortikal, batang otak ataupun
serebelum dengan ditemukannya pada CT atau MRI lesion lebih dari 1,5 cm dan ditemukannya salah satu resiko tinggi contohnya atrial fibrillation atau katup jantung
mekanik atau resiko sedang kelainan jantung contohnya lone atrialfibrillation atau patent foramen ovale pada pemeriksaan diagnostik electrocardiogram, rhytm strip,
monitoring jantung 24 jam, echocardiografi stransthoracic atau transesophageal.
2.1.5.3. Small-vessel occlusion lakuner
Bukti klinis sindrom lakuner gangguan motorik murni, gangguan sensorik murni, ataksia hemiparesis dan dysarthria clumsy hand dengan hasil CT atau MRI
yang normal atau lesi kurang dari 1,5 cm pada area yang divaskularisasi arteri-arteri perforantes kecil. Stroke lakunar merupakan suatu tipe stroke iskemik yang
berlangsung singkat dengan prognosis baik, meliputi 20 dari seluruh stroke iskemik.
2.1.5.4. Stroke of other determined etiology
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Stroke yang disebabkan oleh vaskulopati non aterosklerosis, gangguan hiperkoagulasi, gangguan hematologi dan penyebab stroke yang jarang setelah
pemeriksaan diagnostik. Kategori lain harus disingkirkan.
2.1.5.5. Stroke of undetermined etiology kryptogenik
Diagnosis ini jika ada dua atau lebih etiologi stroke, setelah pemeriksaan lengkap menghasilkan tidak ada sumber penyebab yang paling mungkin, atau
pasien menjalani pemeriksaan yang belum lengkap.
2.1.6.Diagnosis Stroke Iskemik
Untuk mendiagnosis kasus stroke, idealnya ditentukan dengan 2 alur yang sejalan yaitu berdasarkan observasi klinis dari karakteristik sindroma dan perjalanan
penyakit, serta karakteristik patofisiologi dan mekanisme penyakit yang dikonfirmasi dengan data-data patologis, laboratorium, elektrofisiologi, genetik atau radiologis.
9
2.1.6.1. Siriraj Stroke Score
SSS = 2,5 x derajat kesadaran + 2 x vomitus + 2 x nyeri kepala + 0,1 x tekanan diastolik – 3 x petanda ateroma – 12
Bila skor 1 perdarahan supratentorial skor 1 infark serebri
Dimana: Derajat kesadaran 0 = komposmentis 1 = somnolen
2 = soporkoma Vomitus
0 = tidak ada 1 = ada
Nyeri kepala 0 = tidak ada
1 = ada Ateroma
0 = tidak ada
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
1 = salah satu atau lebih, diabetes, angina, penyakit pembuluh darah
2.1.6.2 Pemeriksaan radiologis
CT-scan CT-scan merupakan suatu alat penunjang diagnostik yang menggunakan
pencitraan sinar X dan memiliki kemampuan mendeteksi struktur otak dengan sangat baik, dipakai pada kasus-kasus emergensidan menentukan tingkatan dalam
stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra.Pada stroke iskemik akan nampak
gambaran hipodens pada CT-scan, sedangkan stroke hemoragik akan nampak gambaran hiperdens. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam setelah serangan.
41,42
Dengan adanya CT-scan, diagnosis stroke dapat lebih ditegakkan untuk mengkonfirmasi yang sebelumnya ditegakkan secara klinis. Penelitian Wang
dkk1998terhadap 5042 pasien selama 2 tahun dengan pemeriksaan CT-scan memperoleh hasil sebesar 19,8 dilakukan untuk konfirmasi dan evaluasi terhadap
kasus yang secara klinis diduga stroke. Dari pasien yang diduga secara klinis stroke 87 memang positif konfirmasi sebagai stroke. Dengan demikian CT-scan
merupakan standar baku emas untuk penegakan diagnosis stroke.
43
Pemeriksaan CT-scan telah rutin digunakan untuk konfirmasi diagnostik stroke Rassmussen dkk,1992; Nakayama,1994. Akan tetapi, di Indonesia alat CT-
scan saat ini hanya terdapat di kota-kota besar terutama di beberapa ibukota provinsi karena harga alat dan biaya perawatannya mahal.
10,11
Magnetic Resonance Imaging MRI
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Perdarahan atau infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI yang secara umum lebih sensitif dibandingkan
CT-scan. Namun kelemahan pemeriksaan MRI ini adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai,
harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.
41,42
2.1.6.3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa parameter yaitu pemeriksaan hematologi rutin, pemeriksaan kimia darah lengkap,
pemeriksaan hemostasis.
19
Hematologi rutin memberikan data tentang kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit dan trombosit serta morfologi sel darah. Trombositemia
meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus. Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia maupun
hiperglikemia, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik untuk
natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisa gas darah juga perlu dilakukan,
karena hipoksia dan hiperkapnia juga dapat menyebabkan gangguan neurologis. Pemeriksaan enzim jantung dikerjakan karena tidak jarang pasien stroke juga
mengalami infark miokard. Penyakit jantung iskemik dijumpai pada 20 pasien dengan TIA dan stroke. PemeriksaanPT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi
serta monitoring terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.
19
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
2.2.D-dimer 2.2.1.Definisi
D-dimer adalah produk degradasi cross-linked yang merupakan hasil akhir dari pemecahan bekuan fibrin oleh plasmin dalam sistem fibrinolitik. Sejak 1990, tes
D-dimer digunakan untuk pemeriksaan trombosis. Konsentrasi D-dimer plama dapat mewakili indikasi fibrinolisis. Suatu hasil tes yang menunjukkan kadar D-dimer
dibawah nilai rujukan dapat mengesampingkan kecurigaan adanya trombus, namun pada hasil yang menunjukkan keadaan D-dimer di atas nilai rujukan dapat menandai
adanya trombus namun tidak dapat menunjukkan lokasi kelainan dan menyingkirkan etiologi-etiologi potensial lain.
19,20
2.2.2.Struktur dan Sintesis D-dimer
44,45,46,47
Dalam proses pembentukan bekuan normal, bekuan fibrin terbentuk pada tahap terakhir proses koagulasi. Fibrin dihasilkan oleh aktivitas trombin yang
memecah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Fibrinogen adalah glikoprotein dengan berat molekul 340 kDa. Terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida yang tidak identik dan
saling beranyaman yaitu 2 rantai Aα, 2Bβ, dan 2γ. Ketiga pasang rantai ini dihubungkan oleh 29 ikatan disulfida pada bagian N terminal. Pasangan ranta
i Aα dan Bβ memiliki fibrinopeptida berukuran kecil pada bagian terminal yang disebut
sebagai fibrinopeptida A dan B.
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Struktur Fibrinogen Dikutip dari : Practical Guide
44
Proses perubahan fibrinogen menjadi fibrin terdiri dari 3 tahap yaitu tahap enzimatik, polimerisasi dan stabilisasi. Pada tahap enzimatik, melalui peranan
trombin yang merubah fibrinogen menjadi fibrin yang larut, selanjutnya dipecah menjadi 2 fibrinopeptida A dan 2 fibrinopeptida B. Tahap polimerisasi, yang pertama
terjadi pelepasan fibrinopeptida A yang menyebabkan agregasi side to side kemudian dilepaskan fibrinopeptida B yang akan mengadakan kontak dengan unit-
unit monomer lebih kuat sehingga menghasilkan bekuan yang tidak stabil. Tahap selanjutnya adalah stabilisasi dimana ada penambahan trombin, faktor XIIIa dan ion
kalsium sehingga terbentuk unsoluble fibrin yang stabil. Trombin menyebabkan aktivasi faktor XIII menjadi XIIIa yang berperan
sebagai transamidinase. Faktor XIIIa menyebabkan ikatan silang cross-linked fibrin monomer yang saling berdekatan dengan membentuk ikatan kovalen yang
stabil fibrin mesh . Rantai α dan γ berperan dalam pembentukan unsoluble fibrin
yang stabil.
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Plasminogen yang secara normal terdapat dalam plasma akan diserap oleh fibrin. Saat di dalam fibrin, plasminogen diubah oleh tissue-plasminogen activator t-
PA menjadi plasmin. Plasmin merupakan enzim fibrinolitik utama yang berfungsi memecah
fibrinogen dan fibrin yang menghasilkan bermacam-macam produk degenerasi fibrinogen FibrinDegradation ProductFDP. Jika plasmin melisiskan unsoluble fibrin,
maka akan meningkatkan jumlah produk degradasi fibrin yang terlarut. Fibrin degradationproduct yang dihasilkan berupa fragmen X, Y, D dan E. Dua fragmen D
dan satu fragmen E akan berikatan dengan kuat membentuk D-dimer. D-dimer adalah salah satu fase reaktan akut pada fungsi hemostasis.
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Gambar 2.4.Skema Pembentukan D-dimer Dikutip dari : Adam SS
47
2.2.3.Peran Pemeriksaan D-dimer
19,46
Pemeriksaan D-dimer secara tidak langsung dapat dipakai untuk menilai adanya abnormalitas kejadian trombotik, secara langsung dapat menilai adanya
proses fibrinolisis, dan pemeriksaan tidak bersifat invansif. Hasil pemeriksaan kadar D-dimer memiliki nilai sensitivitas dan negative predictive valueyang tinggi untuk dua
keadaan tersebut. Indikasi pemeriksaan D-dimer yaitu disseminated intravascular coagulation
DIC, deep vein thrombosis DVT, pulmonary embolism PE, venous dan arterialthrombosis VT dan AT, terapi antikoagulan dan trombolitik serta sebagai
parameter tambahan pada penyakit jantung koroner.
2.2.4.Metoda Pemeriksaan D-dimer
Prinsip pemeriksaan D-dimer adalah dengan menggunakan antibodi monoklonal yang mengenali epitop pada fragmen D-dimer. Ada beberapa metoda
pemeriksaan yaitu Enzym Linked Immunosorbent Assay ELISA, Immunometric Flow Through,Whole Blood Agglutination WBA dan Latex Agglutination LA.
19
Tabel 2.1 Perbandingan Pemeriksaan Kadar D-dimer Dikutip dari : Adam S
47
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Metoda ELISA dianjurkan untuk dipakai sebagai baku emas pemeriksaan. Sensitivitas dan negative predictive value untuk D-dimer berkisar 90. Antibodi
dengan afinitas tinggi terhadap D-dimer dilapiskan pada suatu dinding atau microliter well dan mengikat protein dalam plasma. Antibodi kedua ditambahkan dan jumlah
substansi berlabel yang terikat secara langsung sepadan dengan D-dimer yang diukur.
21,48
Metoda immunometric fow through, dimana plasma penderita yang mengandung D-dimer diteteskan pada suatu membran yang dilapisi antibodi
monoklonal dan kemudian ditambahkan conjugat yang mengandung partikel berwarna. Penentuan kadar D-dimer dilakukan dengan mengukur intensitas warna
yang dihasilkan.
47,49
Pada metoda whole blood agglutination menggunakan bi-spesifik antibodi yang mengenali epitop pada fragmen D-dimer dan sel darah merah. Sehingga
dengan adanya peningkatan kadar D-dimer maka akan terjadi aglutinasi.
49
Pada metoda latex agglutination menggunakan antibodi yang dilapiskan pada partikel latex. Metoda latex agglutination
ini menggunakan prinsip immunoturbidimetri, dimana dengan sinar intensive dapat menembus ke dalam
larutan yang keruh seperti suspensi latex yang digunakan dalam pengukuran D- dimer. Partikel latex dilapisi dengan antibodi monoklonal spesifik terhadap D-dimer.
Jika dalam sampel terdapat antigen spesifik D-dimer, akan terbentuk suatu reaksi antigen-antibodi, dan diukur pada panjang gelombang 660 nm. Konsentrasi D-dimer
dalam sampel sebanding dengan tingkat reaksi antigen-antibodi.
48,50
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Gambar 2.5.ProsedurPemeriksaanDimexJr Dikutip dari : PetunjukPenggunaanDimexJr
50
2.2.5.Bahan Pemeriksaan D-dimer
Sampel darah vena yang dimasukan ke dalam vacutainer plastik BD Vacutainer berkapasitas volume 2,7ml yang mengandung natrium sitrat 3,2
dengan kadar 0,109 M 9:1, dikirim tanpa perlakuan khusus. Sampel disentrifugasi 3500 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan supernatan untuk dilakukan
pemeriksaan kadar D-dimer, atausupernatandapatdisimpanpadasuhu
- 200
Cstabilsampai 1 bulan.
49
2.2.6.Interpretasi hasil D-dimer
Hasil pemeriksaan kadar D-dimer secara kuantitatif dinyatakan dalam satuan ngml. Nilai cut off D-dimer dengan metoda latex agglutination500ngml.
27
Kadar D- dimer yang lebih dari nilai normal rujukan menunjukkan adanya produk degradasi
fibrin dalam kadar yang tinggi, mempunyai arti adanya pembentukan dan pemecahan trombus dalam tubuh. Kadar D-dimer yang normal dapat digunakan
untuk menyingkirkan diagnosis banding gangguan pembekuan darah sebagai penyebab dari gejala klinik yang ada.
26
2.2.7. Faktor Interferensi
51
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan D-dimer.
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kadar D-dimer Dikutip dari : Lippi G
51
2.3.Hubungan D-dimer dengan Stroke Iskemik Akut
21,26
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar D-dimer meningkat pada fase akut stroke iskemik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya sumbatan trombus atau
embolus pada vaskular otak. Trombus tersusun oleh fibrin bersama dengan trombosit, Gp Ib, Gp IIbIIIa, faktor von willebrand dan faktor jaringan kolagen.
Adanya trombus yang menyumbat aliran darah membuat tubuh akan melakukan homeostasis untuk menghancurkan trombus tersebut. D-dimer merupakan hasil
akhir pemecahan fibrin oleh plasmin. Jadi pemeriksaan D-dimer akan sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengetahui adanya
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
pembentukan maupun pemecahan trombus. Hanya saja pemeriksaan D-dimer ini tidak dapat menunjukkan lokasi terjadinya trombus.
Pada penelitian Smith, ditemukan bahwa fibrinogen, D-dimer, aktivitas PAI-1 dan faktor VIIa memiliki potensi peningkatan dalam memprediksi penyakit koroner
atau stroke iskemik pada pria paruh baya. Barber dalam penelitiannya menyatakan bahwa kadar D-dimer yang diukur dengan 3 alat assay laboratorium komersial dapat
digunakan sebagai prediktor independent stroke iskemik. Dari hasil-hasil penelitian tadi, sebagian besar menyiratkan D-dimer dapat menjadi suatu petanda trombosis
pada manusia.
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara
2.4. KerangkaKonsep
Stroke Iskemik Tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak.
Gold Standard Stoke Iskemik :
“CT-Scan”
Park dkk Korea 2011 : Korelasi positif antara
peningkatan kadar D-dimer dengan volume infark pada
CT-scan Petanda lain yang non invansif,
sensitif, spesifik, stabilitas tinggi, mudah dan murah untuk mendeteksi
adanya trombus :
“D-dimer”
Keterbatasan CT-scan : -
Harga dan biaya perawatannya mahal
- Sulit mengenali tanda awal
iskemik 72 jam -
Ketergantungan pada operator ahli radiologi
- Efek radiasi
- Tidak untuk pemeriksaan
rutin skrining stroke iskemik
Ustundag dkk : Hubungan yang kuat antara
peningkatan D-dimer dengan mortalitas perburukan
neurologi
Ubiversitas Sumatera Utara Ubiversitas Sumatera Utara