1. Konsep-konsep Postkolonialisme
Dari tiga cakupan kemungkinan perhatian teori postkolonial, maka muncullah istilah- istilah atau konsep yang sangat terkait dengan postkolonial, yaitu oposisi biner, gender dan
feminisme, ideologi dan identitas, dan mimikri. a.
Mimikri Homi K. Bhaba dalam bukunya yang berjudul Of Mimicry and Man: The
Ambivalence of Colonial Discourse memperkenalkan konsep mimikri sebagai salah satu
bentuk kontrol kolonial yang diturunkan oleh penjajah metropolitan, yang bekerja dengan logika pandangan kekuasan, sebagaimana dielaborasikan oleh Foucoult. Penjajah
menuntut agar subjek terjajah mengadopsi penampilan luar dan menginternalisasikan nilai-nilai dan norma-norma kekuasaan yang berlaku. Dalam pengertian demikian,
mimikri merupakan jalan keluar yang ditempuh oleh pihak penjajah untuk memberadabkan subyek terjajah, tanpa mengakibatkan adanya perlawanan terhadap
kolonialisme sebagai hasil dari bangkitnya kesadaran yang merupakan produk pemberadaban itu sendiri Gilbert, 1998: 120.
Bhaba Childs dan Williams, 1997 mengemukakan, mimikri adalah sebuah strategi kuasapengetahuan kolonial simbolis sebuah hasrat untuk seorang Lain yang
disetujui dan direvisi ini juga merupakan strategi pengeluaran exclusion melalui pemasukan inclusion yang mengaku untuk menerima ‘pribumi yang baik’, semua hal
untuk mengeluarkan dan menuduh mayoritas ‘pribumi yang buruk’. Mimikri adalah ambivalen, karena ini membutuhkan sebuah kesamaan dan sebuah ketidaksamaan:
sebuah perbedaan yang hampir sama, tetapi tidak cukup membedakan. Ini bersandar pada kemiripan, pada yang dikoloni menjadi seperti yang mengolonisasi tetapi tetap berbeda.
Bagi masyarakat terjajah, implikasi dari peniruan tersebut dimanifestasikan dalam praktek-praktek yang diskursif yang menunjukkan kelemahan pihak penjajah dalam hal
kebenaran yang absolut. Tindakan masyarakat terjajah untuk meniru dapat pula menjadi suatu ejekan atau mockery terhadap penjajah karena mereka tidak melakukan peniruan
dengan sepenuhnya setia pada model yang ditawarkan barat Faruk, 2007: 6.
b. Oposisi Biner
Oposisi biner muncul diakibatkan cara pandang yang sengaja diciptakan oleh imperialis dalam proses kolonialisme. Oposisi biner Barat-Timur diperkenalkan Said
dalam buku Orientalisme-nya. Said 2010: 46 mengatakan, istilah Timur sebenarnya bersifat kanonik. Istilah ini merujuk pada Asia atau Timur. Relasi Timur dan Eropa
Barat diartikan bahwa Barat Eropa lebih kuat dari Timur. Timur adalah salah dan Barat adalah benar. Barat berperadaban dan Timur tidak beradab Said, 2010: 58-59.
Dalam proses kolonisasi akhirnya muncul oposisi biner yang sengaja diproduksi untuk membedakan antara penjajah dan yang terjajah. Istilah lain yang merupakan relasi Barat
dan Timur, penjajah dan terjajah adalah pusat-pinggir, berbudaya-primiti, hitam-putih, menang-kalah, laki-laki-perempuan, dan lain-lain. Dalam aplikasinya, teori feminis
menunjukkan peran konsep oposisi biner karena telah memunculkan operasi laki-laki lebih superior dari pada perempuan.
B. Sinopsis Novel Larasati