166
perkara ini adalah syarat-syarat perdagangan yang diterapkan
oleh PT
Pertamina mengakibatkan
terhalangnya trader untuk mencari produsen gas lainnya. Dari syarat-syarat dagang yang diterapkan
oleh PT Pertamina sebagaimana diuraikan pada butir 2.6 PT. Igas Utama menyatakan PT Pertamina telah
melakukan diskriminasi terhadap PT. Igas Utama dan PT. Banten Inti Gasindo dalam hal PT. Banten Inti
Gasindo mendapatkan lebih besar pasokan gas dan dipermudah persyaratan PJBGnya tidak terdapat
persyaratan dagang yang mengakibatkan para trader tidak dapat berhubungan dengan produsen gas selain
PT Pertamina atau persyaratan yang membagi alokasi pasar
dari masing-masing
trader dalam
mendistribusikan gas. Dengan demikian, maka unsur bertujuan menghalangi konsumen memperoleh barang
tidak terpenuhi.
7. Perkara No.15KPPU-L2006
Perkara ini melibatkan PT Pertamina, dimana PT Pertamina diduga melanggar ketentuan Pasal 25 ayat
1 huruf a UU No.5 tahun 1999. Dalam pertimbangan Majelis Komisi KPPU mengenai posisi dominan pada
kasus perkara ini, PT Pertamina Persero merupakan satu-satunya pemasok Elpiji di Indonesia, termasuk
167
didalamnya wilayah
Pulau Bangka.
Dengan pertimbangan Pasal 1 angka 4 UU No.5 tahun 1999,
maka PT Pertamina Persero memenuhi unsur posisi dominan sehingga dinyatakan PT Pertamina memiliki
posisi dominan tanpa menyebut lagi berapa pangsa pasarnya.
Kemudian dalam putusan Majelis Komisi KPPU, menyatakan bahwa PT Pertamina tidak terbukti
melakukan penyalahgunaan posisi dominan sehingga tidak melanggar ketentuan Pasal 25 ayat 1 huruf a
UU No.5 tahun 1999. Oleh karena, unsur menetapkan syarat-syarat perdagangan tidak terpenuhi, karena
larangan pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang telah dicabut oleh PT Pertamina sejak 14 Februari 2007 dan
mengijinkan agen di Pulau Bangka untuk memilih pengisian di DSP Pulau Layang atau di APPEL.
Sehingga larangan pengisian Elpiji di DSP sudah tidak berlaku lagi. Oleh karena unsur menetapkan syarat-
syarat perdagangan tidak terpenuhi maka Majelis Komisi KPPU tidak perlu membuktikan unsur lainnya.
Dari kasus tersebut, ada dua hal yang menarik untuk di analis penulis yaitu Pertama, keterkaitan Pasal 25
dengan Pasal 15 UU Persaingan Usaha. Dan Kedua, masalah jangka waktu pemberlakuan syarat-syarat
perdagangan dan
pencabutannya serta
laporan
168
pelanggaran yang dilakukan oleh PT Pertamina Persero dan putusan Majelis Komisi.
a Keterkaitan Pasal 25 dengan Pasal 15 UU
Persaingan Usaha.
Syarat-syarat perdagangan dalam bentuk surat larangan pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang
No. 057E220002006-S3 tanggal 3 Maret 2006, dikaitkan dengan pelanggaran pasal 15
ayat 1 dan Pasal 25 ayat 1 huruf a. Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 menyatakan
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang danatau jasa hanya akan memasok
atau tidak
memasok kembali
barang danatau
jasa tersebut
kepada pihak
tertentu danatau tempat tertentu”
. Menurut
Majelis Komisi,
Syarat-syarat perdagangan dalam bentuk surat larangan
pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang No. 057E220002006-S3 tidak melanggar Pasal
15 ayat 1 karena bukan merupakan Unsur Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa
169
pihak yang menerima barang danatau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok
kembali barang danatau jasa tersebut kepada pihak tertentu danatau tempat tertentu.
Dengan alasan:
Perjanjian keagenan LPG antara Terlapor dengan agen.
Agen di Pulau Bangka memperoleh ijin dari Pertamina bahwa agen tersebut hanya
mendistribusikan dan memasarkan Elpiji di wilayah Pulau Bangka Agen di Pulau
Bangka membeli dengan sistem beli putus dari Pertamina, tetapi Terlapor menetapkan
harga jual tertinggi yang diperbolehkan bagi para agen.
Penetapan harga jual tertinggi oleh Terlapor terkait dengan tindakan pemerintah yang
tidak menyetujui usulan kenaikan harga jual Elpiji.
Elpiji merupakan komoditas bebas, namun pada kenyataannya Pemerintah mengatur
atau setidak-tidaknya
ikut mengatur
pemasaran Elpiji
terutama dalam
penentuan harga jual tertinggi;
170
Dengan demikian perjanjian antara Terlapor dengan agen bukan merupakan bentuk
perjanjian yang bertujuan untuk membatasi agen
dalam mendistribusikan
dan memasarkan Elpiji.
Perjanjian Pengusahaan dan Penggunaan
Agen Pengangkutan dan Pengisian Elpiji antara Terlapor dengan APPEL.
PT. Bina Mulia Jaya Abadi selaku APPEL hanya diperkenankan menjual Elpiji kepada
agen yang ditunjuk oleh Terlapor dan dilarang melakukan penjualan langsung
kepada konsumen baik industri maupun rumah tangga.
Keberadaan APPEL
bertujuan untuk
mendistribusikan Elpiji di Pulau Bangka kepada
konsumen melalui
agen agar
tercapai harga jual yang lebih murah dibandingkan sebelum adanya APPEL.
Pengaturan penjualan Elpiji yang dilakukan oleh Terlapor kepada APPEL dimaksudkan
untuk menjaga ketersediaan Elpiji di masing-masing agen dengan harga yang
lebih murah.
171
Dengan demikian perjanjian pengusahaan dan penggunaan agen pengangkutan dan
pengisian elpiji antara Terlapor dengan APPEL dalam hal pengaturan penjualan
Elpiji yang dilakukan oleh PT Pertamina Persero kepada APPEL bukan merupakan
bentuk pembatasan penjualan Dari kedua fakta tersebut di atas, maka
perjanjian antara Terlapor dengan agen dan Terlapor dengan APPEL bukan merupakan
perjanjian sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999. Selanjutnya Majelis Komisi mempertimbangkan
Pasal 25 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan “Pelaku
usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung
untuk: Menetapkan syarat-sarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah danatau
menghalangi konsumen memperoleh barang danatau jasa yang bersaing baik dari segi
harga maupun kualitas. Dalam
pertimbangkan Majelis
Komisi menyatakan bahwa unsur pelaku usaha dan
172
unsur posisi dominan Terpenuhi, namun unsur Menetapkan
syarat-syarat perdagangan
dinyatakan Tidak
Terbukti karena
PT Pertamina Persero telah telah mencabut surat
surat No.
057E220002006-S3 tentang
larangan pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang dan memberikan kebebasan kepada agen di
Pulau Bangka untuk memilih tempat pengisian Elpiji.
b Jangka Waktu
Hasil pemeriksaan awal Tim Pemeriksa KPPU tanggal 28 Maret 2006 menemukan bahwa
memang benar
PT Pertamina
Persero menetapkan syarat-syarat perdagangan, akan
tetapi sejak 14 Februari 2007 Terlapor
mencabut surat
larangan tersebut
dan mengijinkan agen di Pulau Bangka untuk
memilih pengisian di DSP Pulau Layang atau di APPEL bahwa dengan demikian larangan
pengisian Elpiji di DSP sudah tidak berlaku lagi.
Hal ini menjadi aneh, mengingat KPPU menerima laporan dugaan pelanggaran ini Pada
173
tanggal 28 Maret 2006, dimana dugaan pelanggaran oleh PT Pertamina Persero ini
dilakukan pada
tanggal 3
Maret 2006.
Kemudian sejak
14 Februari
2007 PT
Pertamina Persero mencabut surat larangan tersebut. Atas dasar pencabutan inilah, melalui
putusan Majelis Komisi KPPU pada tanggal tanggal 23 Mei 2007 memutuskan bahwa PT
Pertamina Persero tidak terbukti melanggar pasal 25 ayat 1 huruf a.
Penanganan kasus ini terkesan tidak adil karena yang dirugikan adalah korban atas
surat GM No. 058E220002006-S3. Yang mana
PT Pertamina
persero sudah
menetapkan syarat-syarat perdagangan akan tetapi karena telah mencabut surat tersebut
disela-sela pemeriksaan
Lanjutan maka
dinyatakan tidak terbukti melanggar. Putusan ini bisa menjadi bumerang bagi kelangsungan
persaingan usaha sehat di Indonesia, bisa saja pelaku usaha lain meniru tindakan PT
Pertamina persero yang membuat syarat- syarat
perdagangan dengan
pertimbangan kalaupun nanti ketahuan dan diperiksa oleh
KPPU maka langkah selanjutnya Pelaku usaha
174
yang bersangkutan
segera mencabutnya
sebelum dibacakan putusan. KPPU memang diberi janga waktu penangganan
perkara sampai pembacaan Putusan Majelis Komisi yaitu 434 hari. Akan tetapi ini
merupakan jangka waktu maksimal. Jadi sebaiknya KPPU mempertimbangkan jangka
waktu agar lebih cepat dalam menangani perkara-perkara
tertentu supaya
tidak diamanfaatkan secara tidak bertanggungjawab
oleh pelaku-pelaku
usaha yang
diduga melakukan
pelanggaran terhadap
UU Persaingan Usaha.
Perubahan perilaku pelaku usaha memang dimungkinkan menurut Pasal 37 Peraturan
KPPU No.1 tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU. Komisi dapat
menetapkan tidak
perlu dilakukan
Pemeriksaan Lanjutan
meskipun terdapat
dugaan pelanggaran,
apabila Terlapor
menyatakan bersedia melakukan perubahan perilaku.
Perubahan perilaku
ini dapat
dilakukan dengan membatalkan perjanjian danatau menghentikan kegiatan danatau
menghentikan penyalahgunaan posisi dominan
175
yang diduga melanggar danatau membayar kerugian
akibat dari
pelanggaran yang
dilakukan.Pelaksanaan perubahan
perilaku dilakukan paling lama 60 enam puluh hari
dan dapat
diperpanjang sesuai
dengan penetapan Komisi. Komisi dalam hal ini
Sekretariat melakukan monitoring terhadap pelaksanaan penetapan tentang perubahan
perilaku.Dalam melakukan kegiatan monitoring oleh Sekretariat Komisi dapat membentuk Tim
Monitoring Pelaksanaan Penetapan. Monitoring Pelaksanaan
Penetapan dilakukan
untuk menilai pelaksanaan Penetapan Komisi. Hasil
Monitoring disusun dalam bentuk Laporan Pelaksanaan
Penetapan yang
sekurang- kurangnya memuat isi penetapan, pernyataan
perubahan perilaku Terlapor dan bukti yang menjelaskan telah dilaksanakannya penetapan
Komisi. Sekretariat Komisi menyampaikan dan memaparkan Laporan Pelaksanaan
Penetapan dalam suatu Rapat Komisi. Dalam hal Komisi menilai bahwa Terlapor telah
melaksanakan Penetapan Komisi, maka Komisi menetapkan untuk menghentikan monitoring
pelaksanaan penetapan dan tidak melanjutkan
176
ke Pemeriksaan Lanjutan. Sebaliknya apabila Komisi
menilai bahwa
Terlapor tidak
melaksanakan Penetapan Komisi, maka Komisi menetapkan untuk menghentikan monitoring
pelaksanaan penetapan dan menetapkan untuk melakukan Pemeriksaan Lanjutan.
Jadi Perubahan Perilaku ini hanya bisa dilakukan
sebelum KPPU
melakukan Pemeriksaan Lanjutan. Dalam Perkara ini, PT
Pertamina Persero melakukan Pencabutan surat GM No. 058E220002006-S3 dalam
periode Pemeriksaan
Lanjutan. Sehingga
menurut penulis, Pencabutan surat ini tidak bisa dikategorikan sebagai Perubahan Perilaku.
Oleh karena itu, pertimbangan Majelis Komisi yang
menyatakan PT
Pertamina tidak
melanggar Pasal 25 ayat 1 huruf a karena telah
mencabut surat
GM No.
058E220002006-S3 tidak
tepat karena
pencabutan surat
tersebut tidak
bisa dikategorikan sebagai „Perubahan Perilaku‟.
8. Perkara No.07KPPU-L2007