160
usaha lain” dan “pasar bersangkutan” dalam Pasal 25 ayat 1 huruf c menjadi unsur yang diperhintungkan
untuk menyatakan JICT melanggar Pasal 17 ayat 1 UU No.5 tahun 1999. Oleh karena keterkaitan
Penyalahgunaan Posisi Dominan dengan Pasal 17 dalam hal Perusahaan dengan posisi dominan pada
hakikatnya identik
dengan memiliki
kekuatan monopoli. Dalam kondisi tersebut potensi terjadinya
praktik monopoli yang menghambat persaingan sehat sangat mungkin terjadi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pelanggaran Posisi Dominan dalam hal unsur “menghambat pelaku
u saha lain” dan “pasar bersangkutan” ditarik sebagai
pelanggaran terhadap Praktik Monopoli dalam Pasal 17 ayat 1 UU No.5 thn 1999. Hal yang menarik dalam
kasus ini adalah keterkaitan Pasal 25 dengan Pasal 17, dimana Perusahaan dengan posisi dominan pada
hakekatnya identik
dengan memiliki
kekuatan monopoli. Dalam kondisi tersebut potensi terjadinya
praktik monopoli yang menghambat persaingan usaha sehat sangat mungkin terjadi.
3. Perkara Nomor: 02KPPU-I2004
161
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk Terlapor tidak terbukti
memiliki posisi
dominan pada
pasar bersangkutan dalam hal ini pasar jasa telepon
internasional yang diakses melalui jaringan tetap lokal nasional di Indonesia
, karena komposisi pangsa pasar
sambungan telepon internasional dari traffic outgoing sebagai nilai jual jasa telepon internasional adalah 70-
75 dikuasai SLI-001 dan SLI-008 milik Indosat dan 25-30 lainnya dikuasai produk ITKP. Produk ITKP
TelkomGobal-017 sendiri memiliki 10 dari pangsa pasar sementara produk SLI-007 Telkom tidak
dihitung karena baru diproduksi secara resmi pada tanggal 7 Juni 2004.
Putusan Majelis Komisi menyatakan bahwa oleh karena unsur Pasal 25 ayat 2 sebagai persyaratan
untuk mempertimbangkan pasal 25 ayat 1 tidak terpenuhi, Majelis berpendapat tidak perlu lagi
mempertimbangkan unsur-unsur
penyalahgunaan posisi dominan Pasal 25 ayat 1. Sehingga
PT. Telekomunikasi Indonesia tidak terbukti melakukan
penyalahgunaan posisi dominan.
4. Perkara No.06KPPU-L2004
162
PT.ABC Arta Boga Cemerlang
terbukti menguasai 88,73 pangsa pasar baterai manganese AA secara
nasional. Dalam putusan Majelis Komisi KPPU, menyatakan bahwa PT.ABC
terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan penyalahgunaan
posisi dominan sehingga melanggar Pasal
25 ayat 1 huruf a jo. ayat 2 huruf a Undang-Undang Nomor 5 tahun
1999. Yakni
PT.ABC menetapkan
syarat-syarat perdagangan
dengan tujuan
untuk mencegah
dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang
danatau jasa yang bersaing, baik dari segi harga
maupun kualitas. PT.ABC
telah menetapkan syarat-
syarat perdagangan yang terkandung di dalam surat perjanjian PGK dimana salah satu syarat pemberian
potongan tambahan sebesar 2 adalah jika toko grosir
dan semi grosir tidak menjual baterai Panasonic.
Syarat-syarat perdagangan dalam PGK tersebut ditujukan
untuk mencegah
atau menghalangi
konsumen memperoleh
baterai Panasonic
yang bersaing dengan baterai ABC baik segi harga maupun
kualitas di grosir atau semi grosir yang mengikuti PGK
Terlapor. Putusan KPPU ini membuktikan bahwa cakupan
Pasal 25 ayat 1 adalah sangat luas karena mencakup perjanjian yang menyebabkan terjadinya dampak yang
163
tercantum dalam Pasal tersebut, yakni: terhalanginya konsumen untuk memperoleh barang danatau jasa
yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.
7
Sebenarnya Pasal yang secara langsung melarang perjanjian semacam ini adalah Pasal 15 ayat 3 huruf
b.
8
Namun, KPPU berhasil membuktikan bahwa PT ABC mempunyai posisi dominan dalam produk yang
bersangkutan, sehingga bisa menerapkan Pasal 25 ayat 1. KPPU juga mengatakan bahwa PT ABC
melanggar Pasal 19 huruf a karena PT ABC dengan perjanjian semacam itu dianggap telah “menolak
danatau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan.”
5. Perkara No.05KPPU-L2005