Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah Latief et al., 2007.

2.7. Diagnosis

2.7.1. Anamnesis

Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang demam. Perlu ditanyakan kepada orangtua atau pengasuh yang menyaksikan anaknya semasa kejang yang berupa: 1. Jenis kejang, lama kejang, kesadaran kondisi sebelum, diantara, dan setelah kejang 2. Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak selepas kejadian kejang 3. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat infeksi saluran pernafasan akut ISPA, infeksi saluran kemih ISK, otitis media akut OMA, dan lain-lain 4. Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam, riwayat perkembangan gangguan neurologis, perlu ditanyakan pola tumbuh kembang anak apakah sesuai dengan usianya, riwayat penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga. 5. Singkirkan penyebab kejang yang lain misalnya muntah, diare, keluhan lain yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas yang menyebabkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia. Saharso et al., 2009 Universitas Sumatera Utara

2.7.2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak, apakah terdapat penurunan kesadaran. Setelah itu dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital terutamanya suhu tubuh, apakah tedapat demam, yang dapat dilakukan di beberapa tempat seperti pada axilla, rektal dan telinga. Pada anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan neurologis, antara lain: 1. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Kernique, Laseque, Brudzinski I dan Brudzinski II. 2. Pemeriksaan nervus kranialis. 3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar UUB membonjol, papil edema. 4. Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK dan lain lain. 5. Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek patologis dan fisiologis Saharso et al., 2009.

2.7.3. Pemeriksaan penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut. 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis Saharso et al., 2009. Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai Farrell dan Goldman, 2011. 2. Pungsi lumbal Universitas Sumatera Utara Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang demam pertama Soetomenggolo, 1999. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil UKK Neurologi IDAI, 2006. 3. Elektroensefalografi EEG Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi Johnston, 2007. EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral Soetomenggolo, 1999. 4. Pencitraan CT-Scan atau MRI kepala Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan CT-scan atau magnetic resonance imaging MRI jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap hemiparesis atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak mikrosefali, spastisitas, terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil. Saharso et al., 2009

2.8. Penatalaksanaan