Manifestasi klinis Patofisiologi Edukasi

meyebabkan perubahan stuktur kecil di otak. Merokok dapat menyebabkan peningkatan risiko kejang demam melalui perkembangan otak yang tidak optimal Visser et al., 2010. Seterusnya adalah faktor usia, sebagian besar kejadian kejang demam adalah pada usia kurang dari dua tahun. Pada usia ini, keadaan otak belum matang reseptor untuk asam glutamat. Sebaliknya reseptor GABA Gamma Amino Buteric Acid sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak yang belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi corticotropin releasing hormone CRH yang merupakan neuropeptida eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak yang belum matang kadar CRH tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam Fuadi et al., 2010.

2.5. Manifestasi klinis

Tanda- tanda kejang demam meliputi: 1. Demam yang biasanya di atas 38,9 º C. 2. Jenis kejang menyentak atau kaku otot. 3. Gerakan mata abnormal mata dapat berputar-putar atau ke atas. 4. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang. 5. Penurunan kesadaran. 6. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus. 7. Muntah. 8. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu yang singkat Lyons, 2012.

2.6. Patofisiologi

Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1 º C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15 dan kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya Universitas Sumatera Utara lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah Latief et al., 2007.

2.7. Diagnosis

2.7.1. Anamnesis

Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang demam. Perlu ditanyakan kepada orangtua atau pengasuh yang menyaksikan anaknya semasa kejang yang berupa: 1. Jenis kejang, lama kejang, kesadaran kondisi sebelum, diantara, dan setelah kejang 2. Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak selepas kejadian kejang 3. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat infeksi saluran pernafasan akut ISPA, infeksi saluran kemih ISK, otitis media akut OMA, dan lain-lain 4. Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam, riwayat perkembangan gangguan neurologis, perlu ditanyakan pola tumbuh kembang anak apakah sesuai dengan usianya, riwayat penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga. 5. Singkirkan penyebab kejang yang lain misalnya muntah, diare, keluhan lain yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas yang menyebabkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia. Saharso et al., 2009 Universitas Sumatera Utara

2.7.2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak, apakah terdapat penurunan kesadaran. Setelah itu dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital terutamanya suhu tubuh, apakah tedapat demam, yang dapat dilakukan di beberapa tempat seperti pada axilla, rektal dan telinga. Pada anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan neurologis, antara lain: 1. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Kernique, Laseque, Brudzinski I dan Brudzinski II. 2. Pemeriksaan nervus kranialis. 3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar UUB membonjol, papil edema. 4. Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK dan lain lain. 5. Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek patologis dan fisiologis Saharso et al., 2009.

2.7.3. Pemeriksaan penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut. 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis Saharso et al., 2009. Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai Farrell dan Goldman, 2011. 2. Pungsi lumbal Universitas Sumatera Utara Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang demam pertama Soetomenggolo, 1999. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil UKK Neurologi IDAI, 2006. 3. Elektroensefalografi EEG Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi Johnston, 2007. EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral Soetomenggolo, 1999. 4. Pencitraan CT-Scan atau MRI kepala Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan CT-scan atau magnetic resonance imaging MRI jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap hemiparesis atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak mikrosefali, spastisitas, terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil. Saharso et al., 2009

2.8. Penatalaksanaan

2.8.1. Terapi farmakologi

Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mgkg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mgmenit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg. Universitas Sumatera Utara Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mgkg atau 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mgkg UUK Neurologi IDAI, 2006. Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg kg kali dengan kecepatan 1 mg kg menit atau kurang dari 50 mgmenit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg kg hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya UUK Neurologi IDAI, 2006. Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan. Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak mengurangi risiko kejang demam, antipiretik sering digunakan untuk mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam prakteknya, kita menggunakan metamizole dipirone, 10 sampai 25 mg kg dosis sampai empat dosis harian 100 mg kg hari, parasetamol 10 sampai 15 mg kg dosis, juga sampai empat dosis harian sampai 2,6 ghari dan pada anak-anak di atas usia enam bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg kg dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi sampai 40 mg kg hari pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg. Siqueira, 2010 Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari 15 Universitas Sumatera Utara menit, kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan kejadian kejang fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat untuk pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital dosis 3-4 mg kgBB hari dibagi 1-2 dosis atau asam valproat dosis 15-40 mg kgBB hari dibagi 2-3 dosis. Dengan pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap selama 1-2 bulan Saharso et al., 2009.

2.8.2. Terapi non-farmakologi

Tindakan pada saat kejang di rumah, Ngastiyah, 2005, Mahmood et al., 2011 dan Capovilla et al., 2009: 1. Baringkan pasein di tempat yang rata. 2. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein. 3. Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka misalnya ikat pinggang. 4. Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak. 5. Tidak memberikan obat atau cairan secara oral. 5. Jangan memaksa pembukaan mulut anak. 6. Monitor suhu tubuh. 7. Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh yang tinggi. 8. Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. 9. Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. 10. Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal. Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, Capovilla et al., 2009: 1. Hilangkan obstruksi jalan napas. Universitas Sumatera Utara 2. Siapkan akses vena. 3. Monitor parameter vital denyut jantung, frekuensi napas, tekanan darah, SaO2. 4. Berikan oksigen, jika perlu SaO2 90 5. Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5 mgkg pada kecepatan infus maksimal 5 mgmenit, dan menangguhkan ketika kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika perlu, setelah 10 menit. 6. Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah. 7. Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis ahli anestesi, ahli saraf untuk pengobatan.

2.9. Edukasi

Orangtua seharusnya dalam keadaan tenang dan tidak panik serta tetap bersama pasien selama kejang. Kebanyakan orangtua menganggap bahawa anaknya akan meninggal pada saat kejang. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara memberi edukasi pada orangtua pasien kejang demam yang diantaranya: 1. Memberi keyakinan pada orangtua bahwa kejang demam memiliki prognosis yang baik. 2. Memberitahu cara penanganan. 3. Memberi informasi kemungkinan rekurensi kejang. 4. Jelaskan serinci mungkin kejadian kejang demam seperti insiden, hubungan dengan usia, tingkat kekambuhan, kejadian dalam ketiadaan relatif kerusakan otak, perbedaan dari epilepsi, risiko epilepsi berikutnya dan prognosisnya UKK Neurologi IDAI, 2006 dan Capovilla et al., 2009.

2.10. Pengetahuan