29
2.2.1 Tingkat Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan menimbulkan kesulitan untuk mendapatkan “figur pengelola” di kalangan petani.
30
Sebelum dibukanya pertanian kelapa sawit, tingkat pendidikan masyarakat yang mendiami daerah ini masih rendah dan bahkan tidak pernah
mengecap pendidikan secara formal di sekolah sama sekali. Hanya beberapa orang yang lulusan SMA, yakni masyarakat dari Sumatera Utara yang bekerja di PTP IV Gunung
Pamela.
31
30
Bahtiar Saleh Abbas dan Burhani Syah, Beberapa aspek sosial ekonomi petani kelapa sawit proyek pengembangan perkebunan rakyat Sumatera Utara, Buletin BPP Medan, 1981, 12 1, hlm 23-25.
31
Awalnya, yang menjadi perusahaan inti dari perkebunan rakyat di desa Bagan Sinembah adalah PTP IV Gunung Pamela, Sumatera Utara.
Kebanyakan mereka yang datang ke daerah ini dilatarbelakangi dengan pendidikan yang minim. Bahkan, banyak yang masih buta huruf. Jangankan untuk sekolah, untuk
memenuhi kebutuhan pangan saja mereka sangat kesulitan terlebih para transmigran yang berasal dari Pulau Jawa. Mereka datang ke daerah ini dengan maksud ingin mengubah nasib
yakni mengubah kehidupan dengan taraf ekonomi yang lebih baik. Walaupun tingkat pendidikan mereka rendah, bagi sebagian orang hal tersebut tidak mengurangi rasa ingin tahu
dan semangat mereka untuk membuka perkebunan di daerah ini. Karena mereka menganggap tanpa mengecap pendidikan secara formal pun mereka pasti mampu mengelola perkebunan
kelapa sawit walaupun awalnya hasilnya juga belum memuaskan, karena di dalam perkebunan kelapa sawit ini tidak dibutuhan perlombaan tertulis dan yang mengharuskan
memiliki ijazah, kuncinya hanyalah kemauan dan kerja keras.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB III
SEJARAH PERTANIAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KECAMATAN BAGAN SINEMBAH
Sebelum membahas sejarah pertanian kelapa sawit rakyat di Kecamatan Bagan Sinembah, ada baiknya dibahas sejarah atau pun riwayat kedatangan kelapa sawit di
Indonesia terlebih dahulu. Tanaman kelapa sawit Elaeis guinensis Jack berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Walaupun demikian, ada yang mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika.
32
Istilah kelapa mungkin dimaksudkan sebagai istilah umum untuk jenis palem. Meskipun demikian, perkataan sudah ada sejak lama. Beberapa tempat desa di Pulau Jawa
sudah ada yang menggunakan nama “sawit” sebelum kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Dalam bahasa Jawa Kawi “sawit” artinya
siedhakep, kalung. Nama lain dalam bahasa Jawa adalah kelapa sewu dan dalam bahasa Sunda sering disebut sebagai salak minyak atau kelapa ciung.
Meskipun kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya tanaman ini mampu hadir, tumbuh dan berkembang dengan
baik di luar daerah asalnya termasuk di Indonesia dan menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal. Awalnya, kelapa sawit di Indonesia dijadikan sekedar tanaman hias
langka di Kebun Raya Bogor, dan sebagai tanaman penghias jalanan atau pekarangan.
33
32
Ir. Yan Fauzi, dkk, Kelapa sawit: Budi daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran, Jakarta: Penebar Swadaya, 2002, hlm. 1.
33
Ir.H.Adlin.Lubis, Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq di Indonesia, Medan:PPKS, 2008, hlm. 3
Universitas Sumatera Utara
31
Tahun 1848¸ Pemerintah Kolonial Belanda pertama kali memperkenalkan tanaman kelapa sawit di Indonesia dengan mendatangkan empat batang bibit kelapa sawit dari
Mauritius dan Amsterdam yang kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor. Selanjutnya hasil anakannya dipindahkan ke Deli, Sumatera Utara. Di tempat ini, selama beberapa puluh
tahun, kelapa sawit yang telah berkembang biak hanya berperan sebagai tanaman hias di sepanjang jalan di Deli sehingga potensi yang sesungguhnya belum kelihatan.
34
Melihat hal tersebut, pemerintah kolonial Belanda yang mengetahui lebih banyak tentang sisi ekonomis kelapa sawit, berupaya menarik minat masyarakat Indonesia terhadap
pengusahaan tanaman kelapa sawit. Beberapa percobaan penanaman kelapa sawit yang disertai dengan kegiatan penyuluhan dilakukan di Muara Enim tahun 1869, Musi Hulu tahun
1870 dan di Belitung tahun 1890.
35
Tanaman kelapa sawit ini mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Orang yang merintis usaha ini adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah
belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Ia mengusahakan perkebunan kelapa sawitnya di Sungai Liput Aceh dan Pulu Radja Asahan. Rintisan Hallet ini kemudian diikuti oleh
K. Schadt, seorang Jerman yang mengusahakan perkebunannya di daerah Tanah Itan Ulu di Deli. Dan budidaya kelapa sawit yang diusahakan secara komersial oleh A. Hallet ini
Dan hasilnya ternyata belum memuaskan, masyarakat pekebun masih belum yakin terhadap prospek ekonomis perkebunan kelapa sawit sehingga
peranan kelapa sawit belum berubah yakni hanya sebagai tanaman hias di jalanan.
34
Tim Penulis PS, Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan Aspek Pemasaran, Jakarta: Penebar Swadaya, 1997, hlm.2-3.
35
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
32
kemudian diikuti oleh K. Schadt, yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.
Pada masa penjajahan Belanda, perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang lokasinya hanya ada di pantai Timur Sumatera Deli dan Aceh ini berkembang dengan pesat.
Awalnya, perkebunan-perkebunan kelapa sawit tersebut dimiliki oleh perorangan. Dalam perkembangannya, usaha perkebunan perorangan ini tergeser dan akhirnya tergantikan oleh
perusahaan perkebunan asing milik swasta Belanda, Prancis dan Belgia yang bermodal besar. Masa pendudukan Jepang, luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di
Indonesia menurun drastis. Bahkan menjelang tahun 1943, pemerintahan Pendudukan Jepang menghentikan secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan pemerintah Pendudukan jepang yang lebih mengutamakan tanaman pangan untuk keperluan logistik perang dibandingkan tanaman perkebunan atau industri.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, banyak laskar pemuda yang saling berebut wilayah perkebunan untuk memperkuat perjuangan organisasinya masing-masing.
Akhirnya perkebunan tersebut dikelola dengan sistem manajemen mereka sendiri. Dan pada agresi militer pertama, Belanda berhasil merebut kembali sebagian besar perkebunan yang
dikuasai oleh laskar pemuda dan menjelang akhir tahun 1948 Belanda menyerahkannya kembali kepada pemiliknya terdahulu swasta asing. Dua kejadian tersebut ikut mewarnai
perkembangan perkebunan kelapa sawit masa itu. Akibatnya luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit pun menyusut tajam.
Universitas Sumatera Utara
33
Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia pada 10 Desember 1957, pemerintah mengambil alih atau menasionalisasikan perkebunan asing yang ada di Indonesia
dengan alasan politik dan keamanan. Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi.
Pemerintah juga membentuk BUMIL buruh militer yang merupakan wadah kerjasama antara buruh perkebunan dengan militer.
Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagai
penghasil devisa Negara. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha. Sejak saat itu
lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat
perkebunan PIR-Bun. Dalam perkembangannya, sesuai dengan kebijakan
pemerintah tersebut, pembangunan perkebunan pun diarahkan pada hal-hal seperti pembangunan perkebunan
rakyat untuk menjadikannya sebagai tulang punggung, pembangunan perkebunan besar Negara Perusahaan NegaraPerseroan Terbatas Perkebunan, PNPTP untuk menjadikannya
sebagai pendukung usaha perkebunan rakyat yakni memberitahu pengetahuan teknologi budaya dan pengolahan, juga ikut membantu pengolahan serta pemasaran hasil dari
perkebunan rakyat dan pembangunan perkebunan besar swasta baik nasional maupun asing PBSNPBSA untuk menjadikannya pelengkap yang mampu mewadahi perkembangan
kewiraswastaan petani-pekebun ke arah usaha yang rasional.
Universitas Sumatera Utara
34
Di atas telah diuraikan bagaimana sejarah kedatangan kelapa sawit sampai ke Indonesia bagaimana dimulainya perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang
awalnya hanya sebagai tanaman hias di jalan. Di Kecamatan Bagan Sinembah sendiri, perkebunan kelapa sawit ini dimulai dengan adanya program pemerintah di desa Bagan
Sinembah yang merupakan cikal bakal dari kecamatan Bagan Sinembah sekarang yakni dengan adanya pola PIR. Awalnya desa Bagan Sinembah merupakan kawasan hutan.
Walaupun dikatakan kawasan hutan, namun ada juga beberapa masyarakat yang tinggal di daerah ini yang bisa dikatakan mencoba-coba menanam kelapa sawit dan karet, dengan
kualitas bibit yang rendah dan hasilnya juga tentu rendah. Kala itu tidak banyak yang tertarik untuk menanam kelapa sawit di daerah ini terlebih suku aslinya yakni suku Melayu yang
lebih memilih tinggal di daerah Kubu dari pada di desa Bagan Sinembah karena daerah tersebut pada saat itu masih sepi dan perkebunan kelapa sawit pun saat itu dianggap tidak
menjanjikan.
3.1 PIR Perkebunan Inti Rakyat