dihadapkan pada komunikasi baik lisan maupun tulisan dengan dua bahasa, dan ia tidak bisa akses ke dalam salah satu bahasa tersebut maka ia akan membutuhkan
penerjemah atau interpreter. Banyak perbedaan definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Namun pada
dasarnya semua menyatakan hal yang sama yaitu bahwa penerjemahan adalah suatu upaya untuk mengalihkan pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain.
Sebagaimana dinyatakan oleh Nida dan Taber 1982:12, bahwa penerjemahan adalah menciptakan kembali makna dalam BT, padanan alami yang paling
mendekati pesan dalam BS, baik dalam makna maupun dalam gaya. Dalam melakukan aktifitas penerjemahan akan terjadi proses penerjemahan. Jadi proses
penerjemahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah
dalam memproses pengalihan informasi dari BS ke dalam BT. Menurut Dubois
dalam Roger T. Bell 1993:5 penerjemahan adalah penyampaian pesan bahasa sumber ke dalam bahasa yang berbeda bahasa target dengan tetap menjaga nilai-
nilai semantis dan gaya padanan bahasa sumber.
2.2 Kesepadanan Terjemahan
“Padanan adalah suatu bentuk dalam bahasa target dilihat dari segi semantik sepadan dengan suatu bentuk teks bahasa
sumber. Masalah kesepadanan bukanlah identik dengan kesamaan karena perdebatan mengenai konsep tersebut lebih
banyak terkait dengan penerjemahan karya sastra yang melihat kesepadanan sebagai tuntutan untuk menghasilkan
kesamaan” Machali, 2000:106.
Universitas Sumatera Utara
Jika konsep yang diterjemahkan merujuk ke sesuatu yang tidak dikenal dalam budaya target, maka tugas penerjemah menjadi lebih berat. Dalam situasi yang
demikian, Larson 1984: 163 mengungkapkan: “Penerjemah tidak hanya harus mencari cara terbaik untuk merujuk ke
sesuatu yang sudah merupakan bagian dari pengalaman pembaca sasaran, tetapi juga harus mencari cara terbaik untuk mengungkapkan konsep yang
sama sekali baru kepada penutur bahasa penerima.”
Pada dasarnya, mayoritas penerjemah berpendapat bahwa menerjemahkan karya sastra lebih sulit daripada menerjemahkan teks jenis lain Newmark, 1988:70.
Beberapa ahli bahasa seperti Newmark 1988, Nida 1982 berpendapat bahwa ini adalah karena fakta bahwa teks-teks sastra mengandung kata-kata dan struktur yang
spesifik. Struktur ini memberikan nilai khusus untuk teks-teks sastra yang membuat terjemahan menjadi sangat sulit. Masalah tersebut muncul karena dalam
penerjemahan teks sastra terpaku pada menemukan padanan leksikal dan struktur sintaksis yang setara Newmark:1988:70. Pilihan-pilihan yang dibuat oleh para
penerjemah seperti keputusan apakah akan mempertahankan gaya bahasa dari teks BS atau apakah akan menciptakan gaya baru pada BT menjadi isu penting dalam
menerjemahan karya sastra khususnya pantun. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pantun erat kaitannya dengan unsur kultur dan estetis dimana secara jelas
penggunaan kata dan strukturnya berbeda. Akibatnya di satu sisi menerjemahkan kata dan struktur dari satu bahasa ke bahasa lain dianggap sudah cukup, namun di
sisi lain dipandang bahwa pantun mengandung makna budaya dari suatu masyarakat
Universitas Sumatera Utara
sehingga penerjemahannya pun tidak dapat dilakukan sesederhana menerjemahkan teks secara umum.
2.3 Pantun