Terjemahan Pantun Melayu ke dalam Bahasa Inggris oleh Katharine Sim: Suatu Analisis Kesepadanan Terjemahan

(1)

TERJEMAHAN PANTUN MELAYU KE DALAM BAHASA

INGGRIS OLEH KATHARINE SIM: SUATU ANALISIS

KESEPADANAN TERJEMAHAN

TESIS

oleh

YUNIE AMALIA RAKHMYTA

097009020/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

TERJEMAHAN PANTUN MELAYU KE DALAM BAHASA

INGGRIS OLEH KATHARINE SIM: SUATU ANALISIS

KESEPADANAN TERJEMAHAN

TESIS

oleh

YUNIE AMALIA RAKHMYTA

097009020/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

TERJEMAHAN PANTUN MELAYU KE DALAM BAHASA

INGGRIS OLEH KATHARINE SIM: SUATU ANALISIS

KESEPADANAN TERJEMAHAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

pada Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUNIE AMALIA RAKHMYTA

097009020/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(4)

Judul Tesis : TERJEMAHAN PANTUN MELAYU KE DALAM BAHASA INGGRIS OLEH KATHARINE SIM : SUATU ANALISIS KESEPADANAN TERJEMAHAN

Nama Mahasiswi : Yunie Amalia Rakhmyta Nomor`Induk : 097009020

Prodi : Linguistik

Konsentrasi : Terjemahan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D

Ketua Anggota

Dra. Hayati Chalil, M.Hum

Ketua Program Studi Direktur

Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D


(5)

Telah diuji pada

Tanggal 07 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D Anggota : 1. Dra. Hayati Chalil, M.Hum

2. Dr. Roswita Silalahi, M. Hum 3. Dr. Muhizar Muchtar, M. S


(6)

TERJEMAHAN PANTUN MELAYU KE DALAM BAHASA INGGRIS OLEH KATHARINE SIM: SUATU ANALISIS KESEPADANAN TERJEMAHAN

Oleh : Yunie Amalia Rakhmyta 097009020

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi penerjemahan, strategi pemindahan pola rima, dan strategi pemindahan pola metris pada terjemahan pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris oleh Katharine Sim. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis isi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 bait pantun cinta dalam dua bahasa yang berbeda, pantun Melayu dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris. Data dalam penelitian ini berupa kata, frase, atau kalimat yang terdapat dalam 10 bait pantun Melayu dan terjemahannya. Analisis data dilakukan dalam empat bagian, yaitu strategi struktural, strategi semantis, strategi pola pemindahan rima, strategi pola pemindahan metris. Dari hasil temuan menunjukkan penggunaan strategi struktural penambahan paling banyak digunakan oleh Katharine Sim (57,27%), pengurangan (2,73%), dan transposisi (40%). Strategi semantis yang digunakan Katharine Sim adalah pungutan (4,44%), padanan budaya 33,33%, analisis komponensial (20%), penyusutan (0%), perluasan (2,22%), penambahan (4,44%), penghapusan (11,11%), dan modulasi (24,44%). Katharine Sim tidak memperhatikan pola rima dalam terjemahannya. Hanya 20% (baris 1 dan 3) dan 0% (baris 2 dan 4) yang mengikuti pola rima a-b-a-b yang 100% dalam BS. Katharine Sim memperhatikan pola metris dalam menerjemahkan pantun ke dalam bahasa Inggris. Jumlah suku kata rata-rata dalam pantun BS adalah 9, sedangkan dalam terjemahannya rata-rata 8 suku kata. Di satu sisi, pola pemindahan metris masih mencerminkan bentuk pantun asli, tetapi di sisi lain, karena adanya pemadanan struktur dan pemindahan pola rima yang tidak mengikuti pola rima a-b-a-b, hasil terjemahan pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris oleh Katharine Sim kehilangan “jiwa” nya dalam merasakan makna pantun. Kata kunci : strategi struktural, strategi semantis, pola pemindahan rima, pola


(7)

The Translation of Pantun Melayu into English by Katharine Sim: An Analysis of Translation Equivalence

Abstract

The objective of this study is to find out the strategies used by Katharine Sim in translating pantun Melayu into English. This study uses descriptive qualitative research method. Data are taken from 10 verses of pantun Melayu in Katharine Sim’s book ‘Flowers of the Sun’ The analysis is divided into four parts, namely structural strategy, semantical strategy, strategy of transferring rhyme-pattern and strategy of transferring metrical-pattern. The findings show that Katharine Sim uses additional structural strategy (57,27%), substraction strategy (2,73%), and transposition strategy (40%). In semantical strategy Katharine Sim uses borrowing strategy (4,44%), cultural equivalent strategy (33,33%), componential analysis strategy (20%), reduction strategy (0%), expansion strategy ( 2,22% ), additional strategy (4,44%), deletion strategy (11,11%), and modulation strategy (24,44%). She does not pay attention on the rhyme of the pantun in her translation, only 20% of the translation pays attention on the rhyme of the target text. However,she pays attention on the metrical pattern of the pantun: there are 8 syllabbles (average) in each line of the BT, while in BS there are 9 syllables (average).

Key-words: : structural strategy, semantical strategy, transferring rhyme strategy, transferring metre strategy.


(8)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, penulis:

Nama : Yunie Amalia Rakhmyta

NIM : 097009020

Prodi : Linguistik

Judul Karya Ilmiah : Terjemahan Pantun Melayu ke dalam Bahasa Inggris oleh Katharine Sim: Suatu Analisis Kesepadanan Terjemahan. Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekerjaan penulis sendiri dan sepanjang pengetahuan penulis tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain sebagai persyaratan penyelesaian studi di perguruan tinggi ini atau di perguruan tinggi lain kecuali pada bagian tertentu yang penulis ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.

Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Medan, Desember 2011 Penulis,

Yunie Amalia Rakhmyta NIM. 097009020


(9)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga tesis ini dapat selesai dengan baik. Tesis yang berjudul “Terjemahan Pantun Melayu ke dalam Bahasa Inggris oleh Katharine Sim: Suatu Analisis Kesepadanan Terjemahan”, merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Humaniora.

Tesis dengan judul “Terjemahan Pantun Melayu ke dalam Bahasa Inggris oleh Katharine Sim: Suatu Analisis Kesepadanan Terjemahan”, merupakan penelitian yang menganalisis kesepadanan hasil terjemahan pantun Melayu yang diterjemahkan oleh penutur non-Melayu bernama Katharine Sim ke dalam bahasa Inggris.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Dengan demikian upaya pengkajian dan pengembangan penelitian dibidang penerjemahan, khususnya kajian penerjemahan karya sastra dapat dilanjutkan.

Dalam rangka pendalaman dan pengembangan kajian ini di masa yang akan datang, saran yang konstruktif sangat penulis harapkan untuk melaksanakan penelitian-penelitian terkait.

Medan, Januari 2012 Penulis,

Yunie Amalia Rakhmyta 097009020


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat ke jalan yang diridhoi Allah.

Tesis ini tidak akan pernah selesai tanpa dukungan moral dan spiritual dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D selaku pembimbing I dan Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing, mengarahkan, mengoreksi, dan memberi dukungan dalam proses dan penyelesaian penulisan tesis ini.

Dra. Hayati Chalil, M.Hum selaku pembimbing II yang dengan sabar telah membimbing, mengarahkan, mengoreksi, dan memberi masukan yang menyeluruh sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Ayahanda dan ibunda tercinta, Nirfan Jaya dan Ernawaty, yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik, mendukung dan mendoakan penulis selama masa kuliah sampai penyelesaian tesis ini.

Seluruh staf pengajar di program studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat


(11)

berguna baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan secara umum maupun yang menyangkut terjemahan.

Seluruh staf adminstrasi di lingkungan Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membantu kelancaran proses administrasi perkuliahan, ujian, dan penulisan tesis ini.

Seorang teman istimewa yang telah meluangkan waktu, memberi dukungan,

sumbangan pemikiran dan do’a bagi penulis dalam merampungkan tesis ini. Semua teman sejawat yang dengan antusias telah memberikan dukungan dan

sumbangan pemikiran selama masa perkuliahan dan guna kesempurnaan tesis ini. Seluruh keluarga dan seluruh teman penulis yang senantiasa memberi dukungan, nasihat dan do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan menyelesaikan tesis ini.

Semoga Allah SWT membalas segala budi baik yang telah diberikan dengan balasan yang berganda. Amin ya Robbal ‘alamin.

Medan, Desember 2011 Penulis,

Yunie Amalia Rakhmyta NIM 097009020


(12)

RIWAYAT HIDUP

BIODATA

Nama : Yunie Amalia Rakhmyta

Tempat Tgl Lahir : Takengon, 01 Juni 1984

NIM : 097009020

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Abdul Hakim, Komplek Setia Budi Lestari

No. 4-A

Pekerjaan : Tenaga Pengajar

Email

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD : SDN 1 Takengon, lulus tahun 1996

2. SLTP : SLTPN 1 Takengon, lulus tahun 1999

3. SMU : SMAN 1 Banda Aceh, lulus tahun 2002

4. Perguruan Tinggi : Jurusan Sastra Inggris Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), tahun 2002-2003

Jurusan Sastra Inggris Universitas Negeri Medan (UNIMED), lulus tahun 2008 Program Studi Magister Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU), lulus tahun 2012.


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

LEMBAR PERNYATAAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

UCAPAN TERIMA KASIH ... x

RIWAYAT HIDUP ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Batasan Penelitian ... 7

1.6 Klarifikasi Istilah ... 7

Bab II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Terjemahan dan Penerjemahan ... 10

2.2 Kesepadanan Terjemahan ... 11

2.3 Pantun ... 13

2.4 Strategi Penerjemahan ... 16

2.4.1 Strategi Struktural ... 19

2.4.2 Strategi Semantis ... 21

2.5 Penerjemahan Pantun ... 29

2.6 Katharine Sim ... 33

Bab III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 35


(14)

3.2 Sumber Data ... 35

3.3 Metodologi Analisis Data ... 36

3.3.1 Strategi struktural ... 36

3.3.2 Strategi semantis ... 37

3.3.3 Strategi pemindahan pola rima ... 38

3.3.4 Strategi pemindahan pola metris ... 39

Bab IV ANALISIS DATA, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data ... 41

4.1.1 Strategi Struktural ... 41

4.1.2 Strategi Semantis ... 47

4.1.3 Strategi Pemindahan Pola Rima ... 58

4.1.4 Strategi Pemindahan Pola Metris ... 61

4.2 Temuan ... 66

4.2.1 Strategi Struktural ... 66

4.2.2 Strategi Semantis ... 69

4.2.3 Strategi Memindahkan Pola Rima ... 75

4.2.4 Strategi Memindahkan Pola Metris ... 75

4.3 Pembahasan ... 76

4.3.1 Strategi Struktural ... 76

4.3.2 Strategi Semantis ... 81

4.3.3 Strategi Memindahkan Pola Rima ... 87

4.3.4 Strategi Memindahkan Pola Metris ... 88

Bab V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 90

5.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(15)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

1. Daftar Singkatan

P : Pantun

BS : Bahasa Sumber

BT : Bahasa Target

B : Baris

Pg : Pungutan

PB : Padanan Budaya

AK : Analisis Komponensial

Pt : Penambahan

Ph : Penghapusan

M : Modulasi

AV : Auxiliary Verb

Tobe : To be Prep : Preposition

Pro (S) : Pronoun sebagai subjek V as (P) : Verb sebagai predikat Pro (O) : Pronoun sebagai objek

T : Total

2. Daftar Lambang:

 : Jika memenuhi kriteria - : Jika tidak memenuhi kriteria


(16)

 : Menjadi  : Data

(+): Penambahan

(-) : Pengurangan

(t) : Transposisi

-s : Akhiran –s pada kata kerja

T (1): Jumlah strategi struktural penambahan

T (2): Jumlah strategi struktural

T (3): Jumlah strategi semantis


(17)

DAFTAR TABEL

No Judul ... Halaman 1 Frekuensi Strategi Struktural yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 66 2 Frekuensi Strategi Penambahan yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 67 3 Frekuensi Strategi Pengurangan yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 68 4 Frekuensi Strategi Transposisi yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 68 5 Frekuensi Strategi Semantis yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 69 6 Frekuensi Strategi Pungutan yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 70 7 Frekuensi Strategi Padanan Budaya yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 70 8 Frekuensi Strategi Analisis Komponensial yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 71 9 Frekuensi Strategi Perluasan yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 71 10 Frekuensi Strategi Penambahan yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 72 11 Frekuensi Strategi Penghapusan yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 72 12 Frekuensi Strategi Modulasi yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 73 13 Frekuensi Strategi Struktural dan Strategi Semantis yang Digunakan


(18)

14 Frekuensi Pemindahan Pola Rima yang Digunakan

Katharine Sim dalam Terjemahannya ... 75 15 Frekuensi Pemindahan Pola Metris yang Digunakan


(19)

TERJEMAHAN PANTUN MELAYU KE DALAM BAHASA INGGRIS OLEH KATHARINE SIM: SUATU ANALISIS KESEPADANAN TERJEMAHAN

Oleh : Yunie Amalia Rakhmyta 097009020

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi penerjemahan, strategi pemindahan pola rima, dan strategi pemindahan pola metris pada terjemahan pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris oleh Katharine Sim. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis isi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 bait pantun cinta dalam dua bahasa yang berbeda, pantun Melayu dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris. Data dalam penelitian ini berupa kata, frase, atau kalimat yang terdapat dalam 10 bait pantun Melayu dan terjemahannya. Analisis data dilakukan dalam empat bagian, yaitu strategi struktural, strategi semantis, strategi pola pemindahan rima, strategi pola pemindahan metris. Dari hasil temuan menunjukkan penggunaan strategi struktural penambahan paling banyak digunakan oleh Katharine Sim (57,27%), pengurangan (2,73%), dan transposisi (40%). Strategi semantis yang digunakan Katharine Sim adalah pungutan (4,44%), padanan budaya 33,33%, analisis komponensial (20%), penyusutan (0%), perluasan (2,22%), penambahan (4,44%), penghapusan (11,11%), dan modulasi (24,44%). Katharine Sim tidak memperhatikan pola rima dalam terjemahannya. Hanya 20% (baris 1 dan 3) dan 0% (baris 2 dan 4) yang mengikuti pola rima a-b-a-b yang 100% dalam BS. Katharine Sim memperhatikan pola metris dalam menerjemahkan pantun ke dalam bahasa Inggris. Jumlah suku kata rata-rata dalam pantun BS adalah 9, sedangkan dalam terjemahannya rata-rata 8 suku kata. Di satu sisi, pola pemindahan metris masih mencerminkan bentuk pantun asli, tetapi di sisi lain, karena adanya pemadanan struktur dan pemindahan pola rima yang tidak mengikuti pola rima a-b-a-b, hasil terjemahan pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris oleh Katharine Sim kehilangan “jiwa” nya dalam merasakan makna pantun. Kata kunci : strategi struktural, strategi semantis, pola pemindahan rima, pola


(20)

The Translation of Pantun Melayu into English by Katharine Sim: An Analysis of Translation Equivalence

Abstract

The objective of this study is to find out the strategies used by Katharine Sim in translating pantun Melayu into English. This study uses descriptive qualitative research method. Data are taken from 10 verses of pantun Melayu in Katharine Sim’s book ‘Flowers of the Sun’ The analysis is divided into four parts, namely structural strategy, semantical strategy, strategy of transferring rhyme-pattern and strategy of transferring metrical-pattern. The findings show that Katharine Sim uses additional structural strategy (57,27%), substraction strategy (2,73%), and transposition strategy (40%). In semantical strategy Katharine Sim uses borrowing strategy (4,44%), cultural equivalent strategy (33,33%), componential analysis strategy (20%), reduction strategy (0%), expansion strategy ( 2,22% ), additional strategy (4,44%), deletion strategy (11,11%), and modulation strategy (24,44%). She does not pay attention on the rhyme of the pantun in her translation, only 20% of the translation pays attention on the rhyme of the target text. However,she pays attention on the metrical pattern of the pantun: there are 8 syllabbles (average) in each line of the BT, while in BS there are 9 syllables (average).

Key-words: : structural strategy, semantical strategy, transferring rhyme strategy, transferring metre strategy.


(21)

Bab I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penerjemahan teks, buku-buku dan informasi lain ke dalam bahasa Inggris telah dilakukan oleh praktisi atau pakar-pakar terjemahan untuk penyebaran informasi dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Namun, dibanding genre yang lain, penerjemahan karya sastra merupakan kerja yang paling sulit bagi para penerjemah, khususnya puisi yang memiliki nilai-nilai estetika dan ekspresif.

Pantun termasuk dalam karya sastra lisan yang penerjemahannya ke dalam bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, berkembang sangat lambat. Bahkan ada yang berpendapat bahwa pantun mustahil dapat diterjemahkan. Namun, diantara pro dan kontra tentang penerjemahan pantun, sejak abad ke-19, penerjemahan pantun ke dalam bahasa Inggris telah dilakukan oleh praktisi penerjemahan.

Penerjemahan pantun ke dalam bahasa Inggris merupakan jembatan yang menghubungkan pembaca bahasa target (BT) yang tidak menguasai bahasa sumber (BS), namun dapat menikmati pantun dalam BT. Nababan (1997:39) mengungkapkan bahwa ada empat kendala utama yang dihadapi oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks, kendala itu adalah:

1. Sistem BS dan BT berbeda. Jika semua bahasa di dunia mempunyai sistem yang sama, menerjemahkan bukan


(22)

lagi menjadi tugas yang sulit untuk dilakukan. Pembahasan mengenai konsep kesepadanan akan menjadi persoalan yang sepele. Kenyataannya, setiap bahasa mempunyai sistem yang berbeda-beda.

2. Kompleksitas semantik dan stilistik.

Bidang semantik merupakan bidang yang sangat luas cakupannya dan cenderung bersifat subjektif, karena kesubjektifannya hubungan makna suatu kata sangat erat kaitannya dengan budaya pemakai bahasa tersebut. Selama suatu kata BS menyangkut sesuatu yang juga terdapat dalam budaya BT, kesulitan dalam pencarian padanan sedikit banyak bisa dikurangi. Kenyataan menunjukkan bahwa ada kata dalam BS yang tidak terdapat dalam konteks BT. Disamping kompleksitas semantik, kompleksitas stilistik juga merupakan salah satu faktor penyebab sulitnya penerjemahan dilakukan. Teks sastra seperti pantun diungkapkan dengan gaya yang berbeda dari gaya teks ilmiah. Karena budaya BS dan budaya BT berbeda, maka gaya bahasa yang digunakan oleh kedua bahasa tersebut juga berbeda.

3. Tingkat kemampuan penerjemah

Jika tingkat kesukaran sebuah teks dikaitkan dengan tingkat kemampuan penerjemah, sebuah teks dianggap mudah untuk diterjemahkan apabila tingkat kemampuan penerjemahnya sudah sangat baik. Namun, apabila kemampuan penerjemah rendah dalam memahami bahasa teks yang diterjemahkan, maka teks dianggap sukar. Penerjemah adalah pelaku utama dalam proses penerjemahan,


(23)

oleh karenanya tingkat kemampuan penerjemah menjadi salah satu faktor penentu dalam proses penerjemahan.

4. Tingkat kualitas teks BS.

Rendahnya kualitas teks BS menyebabkan pesan yang sebenarnya terkandung dalam BS sulit ditangkap atau dipahami. Sehingga akan muncul kesulitan dalam proses penerjemahannya.

Dengan kata lain, jika konteks yang diterjemahkan merujuk ke sesuatu yang tidak dikenal dalam budaya BT, maka tugas penerjemah menjadi lebih berat karena harus menemukan padanan dalam BT (Nababan, 60: 1997).

Masalah kesepadanan merupakan bagian inti dari teori dan praktek penerjemahan karena proses penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan. (Barnstone, 1993 dalam Nababan, 62:1997). Analisis kesepadanan terjemahan merupakan suatu analisis yang menggiring kepada konteks keterjemahan dan ketakterjemahan. Konteks keterjemahan pada umumnya tidak menimbulkan masalah dalam penerjemahan, sebaliknya konteks ketakterjemahan menimbulkan permasalahan karena penerjemah harus menemukan padanan yang sesuai dalam BT (Nababan, 62:1997). Menurut Baker (1992: 21), kesulitan yang timbul dalam menemukan padanan disebabkan oleh 2 hal yakni :

1. Konsep khusus budaya

Kata BS diterjemahkan ke dalam konsep yang sama sekali tidak dikenal dalam budaya BT. Konsep ini dapat berkaitan dengan teks keagamaan, kesusasteraan, adat istiadat atau makanan. Misalnya kata “turun tanah” adalah sebuah konsep


(24)

yang erat kaitannya dengan adat istiadat di Melayu tetapi tidak dikenal dalam budaya Inggris.

2. Kata BS yang tidak tersedia dalam BT

Kata BS diterjemahkan ke dalam suatu konsep yang dikenal dalam BT tetapi BT tidak mempunyai padanan satu-satu untuk mengungkapkannya. Misalnya kata “hamburger” dalam bahasa Inggris yang sudah dikenal dalam masyarakat Indonesia, tetapi bahasa Indonesia tidak mempunyai padanan satu-satu untuk mengungkapkan konsep yang dikandung oleh jenis makanan tersebut.

Oleh sebab itu, diperlukan strategi-strategi tertentu yang harus digunakan penerjemah untuk menemukan efek padan dalam suatu hasil terjemahan.

Strategi penerjemahan merupakan bagian dari proses penerjemahan yang diterapkan pada saat proses penerjemahan berlangsung, baik pada tahap analisis teks BS maupun pada tahap pengalihan pesan (Silalahi, 2009: 29). Suryawinata dan Hariyanto (2003:67) mengklasifikasikan strategi penerjemahan menjadi dua jenis yaitu strategi struktural dan strategi semantis. Strategi struktural mengacu kepada bentuk atau struktur bahasa, sedangkan strategi semantis mengacu pada makna atau pesan bahasa. Berlatar dari hal tersebut, penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan strategi yang digunakan seorang penerjemah asal Inggris Katharine Sim, yang telah menerjemahkan pantun dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris. Menurut Shunmugam (2007: 23), pada akhir abad ke-20 telah terdapat beberapa kajian yang menyentuh terjemahan puisi termasuk pantun, seperti yang


(25)

Katharina Reiss (1971 dalam Dagut 1976), Menachem Dagut (1976) dan Jean-Vina serta Jean Paul Darblenet (1995). Dagut memberikan sumbangan terbesar dalam kegiatan ini. Dari kajian-kajian tersebut terdapat tiga pandangan utama yang muncul, yaitu: 1). metafora tidak mungkin diterjemahkan 2). metafora dapat diterjemahkan secara harfiah dan 3). ada metafora yang bisa diterjemahkan dan ada pula yang tidak dapat diterjemahkan. Pendapat yang ketiga adalah pandangan yang paling mendekati kenyataan. Bukan hanya Dagut, pendapat ini juga didukung oleh ahli bahasa seperti Ian Mason, Peter Newmark dan Raymond van den Broeck.

Di dalam analisis pantun, permasalahan strategi yang digunakan penerjemah tidak sesederhana atau terbatas hanya dalam menerjemahkan pantun secara umum, tetapi juga strategi dalam menerjemahkan pola rima pantun dan menerjemahkan pola metris pantun, hal ini amat penting dilakukan mengingat pantun merupakan warisan khasanah budaya yang memiliki karakteristik visual tertentu yaitu bersajak a-b-a-b atau a-a-a-a dan terdiri dari 8/10-12 suku kata tiap barisnya (Kristantohadi, 2010:15). Pantun Melayu mulai dikenal oleh masyarakat non-Melayu melalui terjemahan yang dilakukan (terutama ke dalam bahasa Inggris) sejak akhir abad ke-19 oleh non-penutur asli bahasa Melayu. Diantara karya-karya tersebut Katharine Sim merupakan penerjemah pantun yang terkenal. Dalam buku kumpulan pantunnya

Flowers Of The Sun (1957) terdapat 150 pantun Melayu yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.


(26)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merasa perlu untuk menganalisis karya Katharine Sim untuk mendeskripsikan bagaimana strategi yang digunakannya dalam menerjemahkan pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris.

1.2Rumusan Masalah

Penelitian ini akan mengkaji strategi yang digunakan Katharine Sim dalam menerjemahkan pantun ke dalam bahasa Inggris. Secara spesifik rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan pantun ke dalam bahasa Inggris?

2. Bagaimana strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola rima pantun ke dalam bahasa Inggris?

3. Bagaimana strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola metris pantun ke dalam bahasa Inggris?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan strategi yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan pantun ke dalam bahasa Inggris.

2. Mendeskripsikan strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola rima pantun ke dalam bahasa Inggris.

3. Mendeskripsikan strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola metris pantun ke dalam bahasa Inggris.


(27)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi para penerjemah hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan mutu terjemahan karya sastra.

2. Bagi para peneliti di bidang terjemahan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan arah penelitian selanjutnya, khususnya penelitian mengenai evaluasi penerjemahan karya sastra dan pantun.

3. Bagi para pembaca (target-readers), hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman untuk lebih memahami hasil terjemahan.

1.5Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada produk atau hasil karya terjemahan. Objek kajian adalah strategi penerjemahan yang digunakan penerjemah (Katharine Sim), strategi pemindahan pola rima, dan strategi pemindahan pola metris. Satuan terjemahan yang dikaji adalah kata, frase, dan kalimat yang terdapat dalam 10 pantun Melayu dan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Dengan demikian, pernyataan tentang strategi penerjemahan yang digunakan penerjemah, strategi pola pemindahan rima dan pola pemindahan metris disimpulkan berdasarkan analisis terhadap produk. 1.6Klarifikasi Istilah

Satu istilah mungkin saja memiliki lebih dari satu pengertian, maka untuk menghindari kekeliruan pada istilah yang digunakan diperlukan klarifikasi. Istilah-istilah yang perlu diklarifikasi dalam tulisan ini yaitu: terjemahan, bahasa sumber, bahasa target, kesepadanan, metode penerjemahan, strategi yang digunakan


(28)

penerjemah, strategi struktural, strategi semantis, pola pemindahan rima, dan pola pemindahan metris. Klarifikasinya sebagai berikut:

1. Terjemahan dalam penelitian ini merupakan suatu produk dari proses penerjemahan dari BS (bahasa Melayu) ke dalam BT (bahasa Inggris).

2. Bahasa sumber (BS) adalah bahasa yang digunakan pada teks asal yang diterjemahkan. Dalam penelitian ini BS adalah bahasa Melayu.

3. Bahasa target (BT) adalah bahasa yang digunakan pada teks hasil yang diterjemahkan. Dalam penelitian ini BT adalah bahasa Inggris.

4. Kesepadanan dalam penelitian ini merupakan suatu padanan yang menunjukkan seberapa dekat teks BS dengan teks BT. Padanan adalah suatu bentuk dalam BT dilihat dari segi semantik sepadan dengan suatu bentuk teks BS (Machali, 2000:106).

5. Metode penerjemahan merupakan cara proses penerjemahan yang dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan penerjemah. Metode penerjemahan adalah pilihan global yang mempengaruhi keseluruhan teks (Molina & Albir dalam Silalahi, 2009:11).

6. Strategi yang digunakan penerjemah

Strategi yang digunakan penerjemah mengacu kepada cara penerjemah (Katharine Sim) dalam mengatasi masalah ketidaksepadanan, baik yang disebabkan oleh perbedaan sistem gramatikal maupun oleh perbedaan budaya.


(29)

7. Strategi struktural

Strategi struktural mengacu pada strategi penerjemahan yang berkenaan dengan struktur kalimat. Strategi struktural ini bersifat wajib dilakukan karena jika tidak hasil terjemahannya akan tidak berterima secara struktural di dalam BT (Suryawinata & Hariyanto, 2003:67).

8. Strategi semantis

Strategi semantis mengacu pada strategi penerjemahan yang langsung terkait dengan makna kata atau kalimat yang sedang diterjemahkan. Strategi ini dilakukan dengan pertimbangan makna. Strategi ini ada yang diterapkan pada tataran kata, frase maupun kalimat (Suryawinata dan Hariyanto 2003:72).

9. Pola pemindahan rima

Pola pemindahan rima mengacu pada strategi penerjemah dalam memindahkan pola rima (sajak) pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris yang dilihat dari ciri visualnya, yaitu selayaknya pantun bersajak paralel a-b-a-b (Kristantohadi, 2010:15).

10. Pola pemindahan metris

Pola pemindahan metris mengacu pada strategi yang digunakan penerjemah dalam memindahkan pola metris (suku kata) pantun Melayu ke dalam bahasa Inggris dilihat dari ciri visualnya, yaitu selayaknya metris pantun berkisar antara 8/10-12 suku kata dalam setiap baris pantun (Kristantohadi, 2010:15).


(30)

Bab II KAJIAN PUSTAKA

2.1Terjemahan dan Penerjemahan

Menurut Bell (1991:13) terdapat tiga 3 makna kata terjemahan. Yang pertama terjemahan mengacu kepada proses menerjemahkan (kegiatan menerjemahkan). Kedua, mengacu pada hasil dari proses penerjemahan. Ketiga, konsep abstrak yang menekankan pada keduanya, baik proses menerjemahkan maupun hasil dari proses penerjemahan.

Nida (1982:12) menyatakan bahwa menerjemahkan artinya menghasilkan pesan yang paling dekat, sepadan dan wajar dari BS ke BT, baik dalam hal makna maupun gaya. Teks yang diterjemahkan dapat terdiri dari kata, rangkaian kata (frase), kalimat, paragraf, dan sebagainya.

Newmark (1988:5) memaparkan bahwa terjemahan adalah pengalihan pesan tulis dari teks BS ke teks BT. Kewajaran dalam penerjemahan berkaitan erat dan dapat dicapai dengan penguasaan seorang penerjemah terhadap BS dan BT yaitu dalam hal penguasaan gramatikal dan kosakata bahasa.

Proses penerjemahan merujuk pada linguistic operation yang dilakukan oleh penerjemah dalam mengalihkan pesan teks BS ke BT dan diwujudkan dalam tiga tahapan: 1). analisis teks bahasa sumber, 2). pengalihan pesan, 3). penyusunan kembali teks bahasa target (Nida, 1964 dalam Silalahi 2009:16). Ketika seseorang


(31)

dihadapkan pada komunikasi (baik lisan maupun tulisan) dengan dua bahasa, dan ia tidak bisa akses ke dalam salah satu bahasa tersebut maka ia akan membutuhkan penerjemah atau interpreter.

Banyak perbedaan definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Namun pada dasarnya semua menyatakan hal yang sama yaitu bahwa penerjemahan adalah suatu upaya untuk mengalihkan pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Sebagaimana dinyatakan oleh Nida dan Taber (1982:12), bahwa penerjemahan adalah menciptakan kembali makna dalam BT, padanan alami yang paling mendekati pesan dalam BS, baik dalam makna maupun dalam gaya. Dalam melakukan aktifitas penerjemahan akan terjadi proses penerjemahan. Jadi proses penerjemahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah dalam memproses pengalihan informasi dari BS ke dalam BT. Menurut Dubois dalam Roger T. Bell (1993:5) penerjemahan adalah penyampaian pesan bahasa sumber ke dalam bahasa yang berbeda (bahasa target) dengan tetap menjaga nilai-nilai semantis dan gaya padanan bahasa sumber.

2.2 Kesepadanan Terjemahan

“Padanan adalah suatu bentuk dalam bahasa target dilihat dari segi semantik sepadan dengan suatu bentuk teks bahasa sumber. Masalah kesepadanan bukanlah identik dengan kesamaan karena perdebatan mengenai konsep tersebut lebih banyak terkait dengan penerjemahan karya sastra yang melihat kesepadanan sebagai tuntutan untuk menghasilkan kesamaan” (Machali, 2000:106).


(32)

Jika konsep yang diterjemahkan merujuk ke sesuatu yang tidak dikenal dalam budaya target, maka tugas penerjemah menjadi lebih berat. Dalam situasi yang demikian, Larson (1984: 163) mengungkapkan:

“Penerjemah tidak hanya harus mencari cara terbaik untuk merujuk ke sesuatu yang sudah merupakan bagian dari pengalaman pembaca sasaran, tetapi juga harus mencari cara terbaik untuk mengungkapkan konsep yang sama sekali baru kepada penutur bahasa penerima.”

Pada dasarnya, mayoritas penerjemah berpendapat bahwa menerjemahkan karya sastra lebih sulit daripada menerjemahkan teks jenis lain (Newmark, 1988:70). Beberapa ahli bahasa seperti Newmark (1988), Nida (1982) berpendapat bahwa ini adalah karena fakta bahwa teks-teks sastra mengandung kata-kata dan struktur yang spesifik. Struktur ini memberikan nilai khusus untuk teks-teks sastra yang membuat terjemahan menjadi sangat sulit. Masalah tersebut muncul karena dalam penerjemahan teks sastra terpaku pada menemukan padanan leksikal dan struktur sintaksis yang setara (Newmark:1988:70). Pilihan-pilihan yang dibuat oleh para penerjemah seperti keputusan apakah akan mempertahankan gaya bahasa dari teks BS atau apakah akan menciptakan gaya baru pada BT menjadi isu penting dalam menerjemahan karya sastra khususnya pantun. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pantun erat kaitannya dengan unsur kultur dan estetis dimana secara jelas penggunaan kata dan strukturnya berbeda. Akibatnya di satu sisi menerjemahkan kata dan struktur dari satu bahasa ke bahasa lain dianggap sudah cukup, namun di sisi lain dipandang bahwa pantun mengandung makna budaya dari suatu masyarakat


(33)

sehingga penerjemahannya pun tidak dapat dilakukan sesederhana menerjemahkan teks secara umum.

2.3 Pantun Pantun merupakan salah satu genre puisi Melayu tradisional. Pantun

merupakan salah satu jenis puisi lama dalam beberapa bahasa Nusantara, terutama bahasa Melayu (Abror, 2009:77). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Indonesia (Melayu). Semua bentuk pantun terdiri atas sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali tentang alam (flora dan fauna), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Tiap bait biasanya terdiri dari empat baris yang berpola rima a-b-a-b.

Kristantohadi (2010:15) mengulas pengertian pantun sebagai berikut:

Pantun adalah jenis puisi lama yang dilisankan dan biasanya memakai lagu. Berdasarkan bentuknya, pantun terdiri dari empat baris (4-5 kata atau 8-10/12 suku kata), bersajak ab-ab (boleh sajak paruh atau penuh), tiap-tiap baris terbagi dalam irama pantun yang beraturan. Baris 1 dan 2 dinamakan sampiran yang diangkat dari kekayaan alam seperti binatang dan tumbuhan.Sedangkan isi pantun langsung berkenaan dengan hal yang dimaksud terhadap pendengarnya”.

Pantun merupakan sastra lisan asli Melayu Nusantara (Kalimantan, Sulawesi, Riau, Sumatera Timur) dan Asia Tenggara (Malaysia, Singapura, Brunei) yang telah berkembang dan dipelihara oleh masyarakat pendukungnya. Tengku Lah Husny (2007) menyatakan penyebaran masyarakat Melayu yang tinggal di Sumatera Timur


(34)

meliputi wilayah Sumatera Utara bagian Timur yaitu daerah Aceh Timur, Langkat, Deli Serdang, Asahan, dan Labuhan Batu. Pada masa lalu, pantun digunakan untuk mendekatkan diri satu sama lain, mengecoh, menyindir atau memberi nasihat untuk mengekspresikan kesedihan, kekecewaan, kegembiraan, dan sebagainya. Pantun masih hidup dan berkembang dalam upacara-upacara adat, terutama di Indonesia dan Malaysia.

Menurut Harun Mat Piah (1989:5-7 dalam Abd. Rachman Abror 2009: 80) ciri-ciri pantun adalah:

1. diciptakan dan disebarkan secara lisan dan bersifat kolektif dan fungsional, yaitu tanpa dicantumkan pengarangnya dan digunakan dalam kehidupan masyarakat. 2. bentuknya terikat oleh konvensi-konvensi tertentu yang seterusnya memberikan

bentuk dan struktur pada puisinya.

3. bersifat fungsional yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pantun untuk kegiatan seni yang berunsur hiburan dan ritual.

4. puisi tradisional berhubungan erat dengan magis dalam maksud dan pengertian yang luas.

5. sebagai bahan yang berunsur magis dan ritual, puisi dianggap suci. 6. puisi Melayu tradisional juga mengandung unsur musik.

7. bahasanya padat, mengandung unsur lambang, imaji, kias, dan perbandingan-perbandingan lain yang tepat dengan maksud dan fungsinya.


(35)

kehalusan jiwa para penggubahnya, dan keterbukaan orang Melayu terhadap dunia luar (Shafie Abu bakar, 1997:17 dalam Abd Rachman Abror, 2009: 81).

Sebagai salah satu jenis puisi Melayu tradisional, secara umum terdapat dua aspek penting dari pantun, yaitu aspek luar dan aspek dalam (Mat Piah, 1989:123-124 dalam Abd Rachman Abror 2009:82):

1. Aspek luar adalah struktur dan seluruh ciri visual yang dapat dilihat dan didengar, yaitu:

a. terdiri dari rangkap-rangkap yang bersaingan. Setiap rangkap terjadi dari garis-garis yang sejajar dan berpasangan, tetapi umumnya empat baris.

b. setiap baris mengandung empat kata dasar. Jadi, unit yang penting ialah perkataan, sedangkan suku kata merupakan aspek sampingan.

c. adanya klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan pada bait isi.

d. setiap stanza terbagi pada dua unit, yaitu sampiran dan isi pada setiap baitnya. e. adanya skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a. Selain rima, asonansi juga merupakan aspek yang dominan dalam pembentukan sebuah pantun.

f. setiap bait pantun dalam semua bentuknya mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap.

2. Aspek dalam adalah unsur-unsur yang dapat dirasakan secara subjektif menurut pengalaman dan pemahaman pendengar yaitu:


(36)

a. penggunaan lambang-lambang tertentu menurut anggapan dan sudut pandang masyarakat.

b. adanya relasi makna antara pasangan sampiran dan pasangan isi, juga ada hubungan konkret atau abstrak atau melalui lambang-lambang.

Berikut adalah contoh pantun tradisional Melayu

Apa guna pasang pelita

Jika tidak dengan sumbunya?

Apa guna bermain mata

Kalau tidak dengan sungguhnya?

Maksud dan isi dari pantun di atas terkandung dalam dua baris terakhir. Dua baris pertama hanya bertindak sebagai “indikator” atau “awal”. Peran paling penting dari indikator ini adalah untuk menjalankan fungsi rima.

2.4 Strategi Penerjemahan

Strategi penejemahan dimaknai sebagai tuntunan teknis untuk menerjemahkan frase demi frase atau kalimat demi kalimat, dengan kata lain strategi penerjemahan adalah taktik penerjemah untuk menerjemahkan kata atau kelompok kata, atau mungkin kalimat penuh bila kalimat tersebut tidak bisa di pecah lagi menjadi unit yang lebih kecil untuk diterjemahkan (Suryawinata & Hariyanto, 2003:67). Sementara itu, Silalahi (2009: 29) menguraikan bahwa strategi penerjemahan diterapkan pada saat proses penerjemahan berlangsung, baik pada tahap analisis teks BS maupun pada tahap pengalihan pesan. Oleh sebab itu, strategi penerjemahan dimulai dari disadarinya permasalahan oleh penerjemah dan diakhiri


(37)

dengan dipecahkannya permasalahan atau disadarinya bahwa masalah tersebut tidak dapat dipecahkan.

Ada beberapa teori mengenai strategi penerjemahan yang dikemukakan oleh pakar bahasa, antara lain:

Newmark (1988: 81-93) menawarkan strategi penerjemahan secara semantis, yaitu pentransferan, naturalisasi, padanan budaya, padanan fungsi, padanan deskriptif, sinonim, terjemahan langsung, transposisi, modulasi, terjemahan resmi, kompensasi, reduksi dan ekspansi, parafrasa, pencatatan, dan penambahan. Strategi penerjemahan yang dipaparkan oleh Newmark tersebut dapat menjadi acuan bagi penerjemah untuk konsep-konsep yang tidak dikenal dalam bahasa penerima. Strategi ini bersifat umum. Artinya, belum dimaksudkan untuk jenis teks tertentu.

Menurut Baker (1992: 26-38) strategi penerjemahan untuk kata atau ungkapan yang tidak memiliki padanan dalam BT meliputi:

1. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih umum.

Strategi ini adalah strategi yang paling umum yang dipakai oleh penerjemah untuk mencari padanan dari berbagai macam kata yang tidak memiliki padanan langsung.

2. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih netral.

Strategi ini digunakan untuk mengurangi kesan negatif yang ditimbulkan oleh kata dalam BS yang dikarenakan oleh makna yang dimiliki oleh kata dalam BS tersebut.


(38)

3. Penerjemahan dengan menggunakan pengganti kebudayaan.

Strategi penerjemahan ini adalah dengan mengganti konsep kebudayaan pada BS dengan konsep kebudayaan BT yang setidaknya memiliki makna yang menyerupai dalam BS tersebut.

4. Penerjemahan dengan menggunakan kata serapan atau kata serapan yang disertai dengan penjelasan.

Strategi ini sering digunakan dalam menerjemahkan kata yang berhubungan dengan kebudayaan, konsep modern dan kata yang tidak jelas maknanya.

5. Penerjemahan dengan parafrase.

Strategi ini digunakan ketika konsep yang diungkapkan dalam BS memiliki makna kamus dalam BT tetapi memiliki bentuk yang berbeda, dan frekuensi kemunculan kata tersebut lebih sering dalam BS. Penerjemahan dengan parafrase ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang berbeda atau menggunakan kalimat untuk mengungkapkan makna kata yang terdapat dalam BS.

Berikut ini adalah strategi penerjemahan yang dibagi menjadi dua jenis utama menurut Suryawinata dan Hariyanto (2003:.67). Pertama adalah strategi struktural yang berkenaan dengan struktur kalimat. Strategi struktural ini bersifat wajib dilakukan karena jika tidak hasil terjemahannya akan tidak berterima secara struktural di dalam BT. Strategi yang kedua adalah strategi semantis yang langsung terkait dengan makna kata atau kalimat yang sedang diterjemahkan.


(39)

2.4.1 Strategi Struktural

Menurut Suryawinata dan Hariyanto (2003:70) terdapat tiga strategi dasar yang berkenaan dengan masalah struktur, yaitu penambahan, pengurangan, dan transposisi.

1. Penambahan

Penambahan atau addition adalah penambahan kata atau elemen struktural di dalam BT karena struktur BT mengharuskan begitu. Penambahan ini merupakan suatu keharusan bukan pilihan.

Contoh:

BS : Saya Guru BT : I am a teacher

Dari contoh di atas, kata am, dan a harus ditambahkan demi keberterimaan struktur BT.

Contoh lainnya adalah:

BS : Saya tidak suka nasi goreng. BT : I do not like fried rice.

Dalam contoh di atas kata do juga harus ditambahkan karena alasan yang sama, yakni keberterimaan struktur BT.

2. Pengurangan

Pengurangan atau substraction adalah pengurangan elemen struktural di dalam BT. Seperti halnya penambahan, pengurangan ini merupakan keharusan bukan pilihan.


(40)

Contoh:

BS : Mereka saling menyalahkan satu sama lain. BT : They blame each other.

Dari contoh di atas elemen struktural yaitusaling” dikurangkan dalam BT. Contoh lain:

BS : Saya membelikan dua buah buku untuknya. BT : I bought two books for him.

Dari contoh di atas kata “buah” dikurangi dalam BT demi keberterimaan struktur BT.

3. Transposisi

Strategi penerjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan kata, frase, klausa atau kalimat. Transposisi dapat dianggap sebagai keharusan atau sebagai pilihan. Transposisi menjadi keharusan apabila tanpa strategi ini makna BS tidak tersampaikan. Transposisi menjadi pilihan apabila dilakukan karena alasan gaya bahasa saja. Artinya, tanpa transposisi pun makna BS sudah bisa diterima oleh pembaca teks BT. Dengan strategi ini penerjemah mengubah struktur asli BS di dalam kalimat BT untuk mencapai efek yang padan. Pengubahan ini bisa berupa pengubahan bentuk jamak ke bentuk tunggal, posisi kata sifat, bahkan pengubahan struktur kalimat secara keseluruhan (Newmark, 1988: 85). Pemisahan satu kalimat BS menjadi dua kalimat BT atau lebih, pengubahan letak kata sifat di dalam frase nomina, pengubahan dari bentuk kata jamak menjadi


(41)

tunggal atau sebaliknya, atau penggabungan dua atau lebih kalimat BS menjadi satu kalimat BT juga termasuk dalam strategi transposisi ini.

Contoh:

BS : “Alat musik bisa dibagi menjadi dua kelompok dasar”. BT : Musical instruments can be divided into two basic groups.

Dari contoh diatas, letak kata sifat di dalam dua frase nomina “alat musik” dan “dua kelompok dasar” di ubah letaknya, hal ini karena untuk banyak hal, bahasa Indonesia mempunyai hukum D-M (diterangkan-menerangkan), jadi letak kata sifat tersebut harus diubah. Dalam bahasa Inggris kata sifat berfungsi sebagai unsur “menerangkan” harus berada di depan yang “diterangkan”. Pengubahan itu bisa digambarkan sebagai berikut:

Alat musik : Musical instruments

Dua kelompok dasar : Two basic groups :

Selain pengubahan letak kata sifat seperti di atas, dari contoh tersebut juga terdapat pengubahan dari bentuk kata tunggal menjadi jamak. Kata “alat” (tunggal) diterjemahkan menjadi instruments (jamak). Demikian juga dengan kata “kelompok”(tunggal) diterjemahkan menjadi groups (jamak).

2.4.2 Strategi Semantis

Strategi semantis adalah strategi penerjemahan yang dilakukan dengan pertimbangan makna. Strategi ini ada yang diterapkan pada tataran kata, frase maupun kalimat. Suryawinata dan Hariyanto (2003:72-75) mengklasifikasikan strategi semantis sebagai berikut:


(42)

1. Pungutan

Pungutan atau borrowing adalah strategi penerjemahan yang membawa langsung kata BS ke dalam teks BT. Penerjemah sekedar memungut kata BS yang ada. Salah satu alasan digunakannya strategi ini adalah untuk menunjukkan penghargaan terhadap kata-kata tersebut. Alasan lain adalah belum ditemuinya padanan di dalam BT. Pungutan bisa mencakup transliterasi dan naturalisasi. Transliterasi adalah strategi yang mempertahankan kata-kata BS tersebut secara utuh baik bunyi maupun tulisannya. Sedangkan dengan naturalisasi kata-kata BS tersebut ucapan dan penulisannya disesuaikan dengan aturan BT. Naturalisasi ini juga sering disebut dengan adaptasi.

Contoh :

BS : mall

Transliterasi : mall (bunyi)

Naturalisasi dalam BT : mal (bunyi dan tulisan)

Strategi pungutan ini biasanya digunakan untuk kata-kata atau frase-frase yang berhubungan dengan nama orang, nama tempat, gelar lembaga, atau istilah-istilah yang belum ada dalam BT.

2. Padanan Budaya

Dengan strategi padanan budaya atau Cultural Equivalent ini penerjemah menggunakan kata khas dalam BT untuk mengganti kata khas dalam BS. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah kata khas budaya diganti dengan kata yang


(43)

bahasa lain kemungkinan besar berbeda, maka kemungkinan besar strategi ini tidak bisa menjaga ketepatan makna. Meskipun begitu strategi ini bisa membuat kalimat dalam BT menjadi mulus dan enak dibaca.

Contoh:

BS : Jaksa Agung BT : Attorney General

Di dalam bahasa Inggris “Jaksa Agung” diterjemahkan menjadi Attorney General (bukan Great Attorney). Hal ini dikarenakan jabatan”Jaksa Agung” di Inggris dinamakan Attorney General.

3. Analisisis Komponensial

Menurut Larson (1984: 96), penerjemah tidak hanya berurusan dengan konsep dalam satu sistem bahasa, tetapi juga konsep dalam sistem dari dua bahasa. Karena setiap bahasa menggambarkan suatu daerah tertentu, realitas atau pengalaman yang berbeda, penerjemah harus seakurat mungkin memeriksa setiap kata dalam kedua sistem bahasa untuk menemukan kata atau frase yang paling akurat dalam BT. Menurut Newmark (1988: 90) "satu-satunya tujuan analisis komponensial dalam penerjemahan adalah untuk mencapai akurasi terbesar dengan BT”. Dengan strategi analisis komponensial sebuah kata BS diterjemahkan ke dalam BT dengan cara merinci komponen-komponen makna kata BS tersebut. Hal ini disebabkan karena tidak adanya padanan satu-satu di BT, namun penerjemah menganggap bahwa pembaca perlu tahu arti yang sebenarnya.


(44)

Contoh:

BS : “Gadis itu menari dengan luwesnya”

BT : The girl is dancing with great fluidity and grace.

Dengan strategi ini, “luwes” bisa diterjemahkan menjadi “bergerak dengan halus dan anggun” atau dalam bahasa Inggris dapat diterjemahkan move with great fluidity and grace.

4. Penyusutan

Strategi ini mengacu pada penyusutan komponen kata BS setelah diterjemahkan ke dalam BT untuk menghasilkan makna yang relevan. Strategi penyusutan ini harus menghormati prinsip relevansi, yaitu, penerjemah harus memastikan bahwa tidak ada informasi penting yang terdapat dalam terjemahan

Contoh:

(Newmark, 1988:90)

BS : “Dia belajar ilmu politik di Universitas tersebut”. BT : “ He studiespolitics in the University”

Dari contoh diatas

Contoh:

penerjemah menyusutkan jumlah komponen kata BS “ilmu politik” menjadi “politics” di dalam BT demi mempertimbangkan prinsip relevansi makna.

BS : automobile

BT : “mobil”


(45)

menjadi “mobil” saja. Dalam kedua bahasa tersebut, baik bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, kata automobile dan “mobil” mengacu pada makna yang sama. 5. Perluasan

Perluasan adalah lawan penyusutan. Perluasan mengacu pada hal dimana penerjemah memperbanyak jumlah kata BS dalam BT untuk mendapatkan makna yang paling tepat.

Contoh:

BS : Whale

BT : “ikan paus”

Kata whale diterjemahkan menjadi “ikan paus”, elemen “ikan” ditambahkan karena jika diterjemahkan “paus” saja maknanya akan kurang baik di dalam bahasa Indonesia, karena “paus” berarti pemimpin umat Katolik sedunia, atau “the pope” dalam bahasa Inggris.

Selanjutnya, strategi perluasan juga terjadi ketika penerjemah mencoba untuk bergerak dari implisit menjadi eksplisit.

Contoh:

BS : “the child cries for the toy”

BT : “anak itu menangis untuk mendapatkan mainan”

“The child cries for the toy” kurang tepat bila diterjemahkan menjadi "anak itu menangis untuk mainan”, karena kata “untuk” pada kalimat di atas tidak menyampaikan makna yang tepat dan dapat membingungkan pembaca. Jadi penerjemah harus mencari makna eksplisit dari kata “untuk” dalam kalimat


(46)

tersebut, yang bermakna (agar/supaya mendapatkan). Maka terjemahannya menjadi lebih baik jika, “anak itu menangis untuk mendapatkan mainan”.

6. Penambahan

Berbeda dengan penambahan pada strategi struktural, penambahan ini dilakukan karena pertimbangan kejelasan makna. Penerjemah memasukkan informasi tambahan di dalam teks terjemahannya karena penerjemah berpendapat bahwa pembaca memang memerlukannya. Menurut Newmark (1988: 91-92) informasi tambahan ini bisa diletakkan di dalam teks, di bagian bawah halaman (berupa catatan kaki), atau di bagian akhir dari teks.

Prosedur ini biasanya digunakan untuk membantu menerjemahkan kata-kata yang berhubungan dengan budaya, teknis, atau ilmu-ilmu lainnya.

Contoh:

BS : The skin, which is hard and scaly, is greyish in color, thus helping to camouflage it from predators when underwater.

BT :“Kulitnya, yang keras dan bersisik, berwarna abu-abu. Dengan demikian, kulit ini membantunya berkamuflase, menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan untuk menyelamatkan diri dari predator, hewan pemangsa, jika berada di dalam air”.

Dari contoh di atas, camouflage dan predator dipungut ke dalam BT. Selain itu, informasi tambahan tentang masing-masing istilah ilmu biologi ini juga diberikan. Tambahan tersebut adalah “menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan” dan


(47)

“hewan pemangsa”. Penambahan dimaksudkan untuk pertimbangan stilistika atau kelancaran kalimat BT.

7. Penghapusan

Penghapusan atau omission berarti penghapusan kata atau bagian teks BS di dalam teks BT. Penghapusan dapat berarti tidak diterjemahkannya kata atau bagian teks BS ke dalam BT. Pertimbangannya adalah kata atau bagian teks BS tersebut tidak begitu penting bagi keseluruhan teks BT atau bisa saja agak sulit untuk diterjemahkan. Jadi, mungkin saja penerjemah berpikir, daripada harus menerjemahkan kata atau bagian teks BS dengan konsekuensi pembaca BT bingung, maka lebih baik bagi penerjemah untuk menghilangkan saja bagian itu karena perbedaan maknanya tidak signifikan.

Contoh:

BS : “Sama dengan raden ayu ibunya,” katanya berbisik. BT : Just like her mother, she whispered

Secara makna, dalam contoh di atas terlihat penerjemah memilih untuk tidak menerjemahkan frase “raden ayu”, tetapi hanya menerjemahkan “ibunya” menjadi

her mother. Hal ini dilakukan karena mungkin saja penerjemah menganggap bahwa “raden ayu” tidak memiliki fungsi yang signifikan dalam kalimat BS dan lebih mudah difahami dalam BT.

8. Modulasi

Modulasi adalah strategi untuk menerjemahkan frase, klausa, atau kalimat dimana penerjemah memandang pesan dalam kalimat BS dari sudut yang berbeda


(48)

(Newmark, 1988:88). Strategi ini digunakan jika penerjemahan kata-kata dengan makna literal tidak menghasilkan terjemahan yang wajar atau luwes.

Contoh:

BS : I get my hair cut.

BT : “Rambutku di potong”

Dari contoh di atas, penerjemah memandang persoalannya dari objeknya, yaitu “rambut”, bukan dari segi pelaku “I”. Cara pandang ini merupakan suatu keharusan karena struktur BT memang menghendaki begitu. (Contoh kalimat ini bisa juga disebut transposisi, karena struktur kalimat aktif diubah menjadi pasif). BS : Anthropologist have reacted to the diversity of cultural

arrangements in two ways.

BT : “Terhadap keragaman pengaturan budaya, reaksi antropolog dapat dibedakan menjadi dua corak”.

Pada contoh terjemahan di atas terjadi keduanya, modulasi dan transposisi. Modulasi yang terjadi pada terjemahan di atas terdapat pada frase “dapat dibedakan menjadi” yang dalam BS ini hanya tersirat. Salah satu ciri modulasi yaitu apa yang tersirat dalam BS menjadi tersurat dalam BT. Transposisi pada terjemahan kalimat di atas yaitu pemilihan gaya penerjemahan. Biasanya seorang penerjemah akan menerjemahkan mulai dari subjek kalimat, yaitu “anthropologists”. Akan tetapi, dari contoh di atas penerjemah memulai dari frase “to the diversity of cultural arrangements”.


(49)

Strategi struktural dan strategi semantis sebenarnya secara bersama-sama digunakan penerjemah. Penerjemah selayaknya menggunakan strategi tertentu di dalam proses penerjemahannya. Strategi-strategi ini digunakan secara berkombinasi di dalam proses penerjemahan (Suryawinata & Hariyanto, 2003:76).

2.5 Penerjemahan Pantun

Penerjemahan karya sastra khususnya pantun tidak sama dengan penerjemahan teks pada umumnya, karena bukan hanya makna yang akan dipindahkan dari BS ke BT, tetapi juga harus mempertimbangkan sisi estetika yang menjadi ciri khas sebuah pantun. Menurut Andre Lavefere dalam Basnett-McGuire dalam Suryawinata dan Hariyanto dalam Kusmawarti (2007:27-28), penerjemahan puisi termasuk pantun dapat dilakukan dengan tujuh metode yaitu:

1. Penerjemahan fonemik

Penerjemahan fonemik adalah penerjemahan dengan menciptakan bunyi yang sama antara puisi BS dan BT sekaligus memindahkan makna. Sayangnya, penggunaan metode ini biasanya menghasilkan bunyi yang canggung dan kadang menghilangkan beberapa bagian makna asli.

2. Penerjemahan literal

Penerjemahan literal adalah penerjemahan kata demi kata. Metode ini tidak akan mampu memindahkan makna asli, karena frase dan struktur kalimat cenderung jauh dari BT.


(50)

3. Penerjemahan metris

Penerjemahan metris adalah penerjemahan yang menekankan agar menghasilkan metris yang sama antara puisi asli dan puisi BT. Setiap bahasa memiliki sistem penekanan dan ejaan masing-masing. Karena itu metode ini akan menghasilkan hasil terjemahan yang tidak sesuai secara makna dan struktur.

4. Penerjemahan bait ke prosa

Penerjemahan bait ke prosa adalah penerjemahan makna ke BT dalam bentuk prosa. Kelemahan dari metode ini adalah hilangnya sisi keindahan dari puisi asli. 5. Penerjemahan rima/sajak

Penerjemahan rima adalah penerjemahan yang menekankan pada pemindahan rima puisi asli ke BT. Hasil terjemahannya akan sesuai secara fisik tetapi cenderung tidak sesuai secara makna.

6. Penerjemahan bait secara bebas

Penerjemahan bait secara bebas adalah penerjemahan dengan memindahkan makna puisi asli dengan menggunakan padanan yang akurat dan memiliki nilai sastra dalam BT. Penggunaan metode ini cenderung mengabaikan rima dan metris puisi asli. Hasil terjemahannya akan berbeda secara fisik, tetapi secara semantik sama.

7. Penerjemahan Interpretasi

Penerjemahan interpretasi adalah menerjemahkan dengan cara interpretasi pribadi penerjemah. Ada dua jenis interpretasi; yang pertama adalah ‘versi’ dan yang


(51)

semantik sama dengan puisi asli, tetapi secara fisik sangat berbeda. Sedangkan terjemahan imitasi menghasilkan puisi yang sangat berbeda, tetapi susunan, topik, dan starting point sama dengan puisi asli.

Penerjemahan literal, metris, dan rima menekankan pada bentuk atau struktur poetik dari sebuah puisi, sedangkan penerjemahan fonemik, penerjemahan bait ke prosa, penerjemahan bait secara bebas, dan penerjemahan interpretasi menekankan pada makna yang akan dipindahkan dari BS ke BT. Semua metode di atas hanya menekankan pada satu atau beberapa komponen poetik.

Aristotle dalam Shunmugam (2007:22) mengasumsikan bahwa bahasa puisi (termasuk pantun) adalah “penyimpangan” dari bahasa biasa. Meskipun ini tidak sepenuhnya benar, namun seringkali penciptaan bahasa puisi mengabaikan norma-norma semantik dan sintaktik untuk menghasilkan efek tertentu pada sebuah karya puisi. Suatu “penyimpangan” linguistik tidak terjadi secara acak dalam suatu karya sastra, tidak berdiri sendiri, tetapi berpola dengan gejala linguistik yang lain dalam membentuk suatu kesatuan yang utuh. “Penyimpangan” tersebut tidak dapat dipahami secara terpisah, tetapi dapat dipahami hubungannya dengan sistem bahasa yang bersangkutan. “Penyimpangan” itu harus dilihat dalam konteks BS. Menerjemahkan puisi tidaklah mudah, mengingat struktur puisi yang unik dan tidak sama dengan karya sastra jenis lain. Penerjemahan puisi bukan hanya menyangkut kesepadanan kata, tetapi juga berkaitan dengan unsur budaya dan jiwa yang terdapat dalam puisi tersebut (Nababan: 1997:60).


(52)

Tradisi berpantun telah tersebar luas di dalam masyarakat Melayu tradisional. Begitu luasnya penggunaan pantun dalam masyarakat Melayu sehingga pantun telah membentuk sebagian dari bahasa sehari-hari masyarakat Melayu (Shunmugam, 2007: 26). Pantun dapat dikategorikan sesuai penggunaannya seperti pantun kanak-kanak, dewasa dan orangtua yang secara langsung terpecah lagi menjadi kategori-kategori tertentu seperti pantun mengejek, pantun nasihat, pantun pendidikan dan lain-lain. Pantun memiliki nilai khasanah budaya yang cukup besar pengaruhnya dalam masyarakat Melayu. Pantun sebagai khasanah tradisi lisan mempunyai peran sosio-budaya dalam masyarakat Melayu. Dalam Kristantohadi (2010:15), pantun harus memenuhi format struktural yaitu baris pantun harus berpola rima dalam posisi kata terakhir. Setiap baris terdiri dari antara 8 sampai 12 suku kata, biasanya yang terbaik adalah 9 suku kata.

Pantun telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa sejak abad ke-19, terutama oleh non-penutur asli bahasa Melayu. Yang paling utama dalam penerjemahan pantun adalah kontribusinya terhadap penyebaran pantun kepada pembaca non-Melayu. Di bawah ini adalah sebait pantun Melayu dan terjemahannya dalam bahasa Inggris oleh Katharine Sim:

Sirih kuning dalam lalang Golden fair in the long grass Jatuh sehelai ditepuk hujan One blade falls, struck down by rain

Putih kuning lalu-lalang Golden girl going to and fro, Bagai kilat hari nak hujan You’re summer lightning before the storm


(53)

2.6 Katharine Sim

Katharine Sim (1913-tak diketahui) adalah wanita berkebangsaan Inggris yang berminat besar dalam bahasa dan budaya Melayu. Ia tinggal di Singapura bersama suaminya; seorang pegawai negeri sipil yang juga berkebangsaan Inggris. Sim tinggal cukup lama di Malaysia dan Singapura sehingga ia memiliki dasar yang kuat dalam menerjemahkan pantun Melayu Malaysia ke dalam bahasa Inggris. Beberapa karyanya yang terkenal:

1. (1947)

2. (Jan 1, 1955)

3. (1957)

4. (1957 , revisi Des 31, 1987)

5. Malayan Landscape (Hardcover - 1957) 6. Black Rice (1959)

7. (1959)

8. (1961)

9. Costumes of Malaya (1963)

10.(1969)

11.(Paperback - Jun 2001)

12.(Paperback - 1981)

Sim menginjakkan kakinya pertama kali di semenanjung Malaysia setibanya dari Inggris sebagai memsahib muda mendampingi suaminya Stuart Sim, seorang pegawai negeri sipil di kantor bea cukai Parit Buntar, Perak, Penang. Dari sinilah kecintaan Sim terhadap kebudayaan Melayu mulai dituangkan ke dalam tulisan. Sebagai seniman profesional, Sim juga menuangkan inspirasinya terhadap Melayu di atas kanvas. Sim mengakui bahwa selama periode lima tahun terakhir sebelum dirinya dan sang suami akan meninggalkan Malaya pada tahun 1960 karena pensiun muda, dia tetap berusaha merangkul budaya Melayu, bahkan Sim berani menulis di


(54)

bawah nama samaran Melayu untuk koran lokal Inggris. Semua usahanya itu sangat membuka wawasan dan menambah pengalaman, ungkap Sim. (Shunmugam 2010:88).


(55)

Bab III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif menurut Bungin (2007:5) adalah upaya memecahkan masalah berdasarkan pengalaman peneliti dan objek penelitiannya. Metode kualitatif mencakup tahapan berpikir kritis ilmiah melalui pengamatan di lapangan, menentukan metode dan teori serta menganalisis data. Peneliti kualitatif memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penelitian ini terfokus pada analisis isi yaitu meneliti strategi penerjemah dalam menerjemahkan pantun, memindahkan pola rima pantun dan memindahkan pola metris pantun ke dalam BT. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode komparatif, yaitu membandingkan naskah sumber dengan naskah target. 3.2.Sumber Data

Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 pantun cinta (setiap pantun terdiri dari empat baris) dalam dua bahasa yang berbeda, pantun Melayu dan terjemahannya dalam bahasa Inggris oleh Katharine Sim dalam buku kumpulan pantun “Flowers Of The Sun”.


(56)

Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup kata, frase, dan kalimat yang terdapat dalam 10 pantun Melayu dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris oleh Katharine Sim.

3.3 Metodologi Analisis Data

Untuk menjawab rumusan masalah pertama, yaitu bagaimana strategi yang digunakan Katharine Sim dalam menerjemahkan pantun, penelitian ini akan menggunakan klasifikasi strategi penerjemahan yang dikemukakan oleh Suryawinata dan Hariyanto (2003 : 67). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

3.3.1 Strategi Struktural

1. Peneliti membaca dan memahami pantun Melayu dalam BS. 2. Peneliti membaca dan memahami versi terjemahannya.

3. Peneliti memeriksa teks pantun asli dan terjemahannya baris demi baris. P 1 B 1 Dari mana punai melayang?

From whence do the pigeons fly? (+do; +the; t punai = pigeons)

B 2 Dari paya turun ke padi

From the swamp to the padi (+ the; + the) B 3 Dari mana datang sayang?

From whence comes this love ? (+s; + this) B 4 Dari mata turun ke hati

From the eyes down to the heart (+the; t mata= eyes; +the)

4. Peneliti mengkategorisasikan strategi yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan pantun BS ke BT dengan menggunakan klasifikasi strategi struktural yang dikemukakan oleh Suryawinata dan Hariyanto ( 2003:67)


(57)

Baris (B)

Penambahan (+)

Pengurangan (-)

Transposisi (t)

B 1 do; the - punai = pigeons

B 2 the;the -

-B 3 B 4

s; this the; the

-mata= eyes

5. Peneliti menghitung frekuensi strategi struktural yang digunakan penerjemah pada setiap pantun.

6. Peneliti menyimpulkan frekuensi strategi struktural yang digunakan penerjemah pada setiap pantun.

3.3.2 Strategi Semantis

1. Peneliti membaca dan memahami pantun Melayu dalam BS. 2. Peneliti membaca dan memahami versi terjemahannya.

3. Peneliti memeriksa teks pantun asli dan terjemahannya baris demi baris. P 1 B.1 Dari mana punai melayang?

From whence do the pigeons fly? (PBpunai = pigeons)

B 2 Dari paya turun ke padi

From the swamp to the padi (Ph turun; Pg Padi =padi) B 3 Dari mana datang sayang?

From whence comes this love ?

B 4 Dari mata turun ke hati

From the eyes down to the heart

4. Peneliti mengkategorisasikan strategi yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan pantun BS ke BT dengan menggunakan klasifikasi strategi semantis yang dikemukakan oleh Suryawinata dan Hariyanto ( 2003:67).


(58)

1 2 3 4 5 6 7 8

B Pg PB AK Ps Pl Pt Ph M

B 1 B 2 B 3

padi = padi

punai= pigeons

- - - - turun -

B 4 - - -

-5. Peneliti menghitung frekuensi strategi semantis yang digunakan penerjemah pada setiap pantun.

6. Peneliti menyimpulkan frekuensi strategi semantis yang digunakan penerjemah pada setiap pantun.

3.3.3 Strategi Pemindahan Pola Rima

Untuk menjawab petanyaan rumusan masalah kedua, peneliti melakukan analisis dengan langkah-langkah berikut:

1. Peneliti membaca dan memahami pantun Melayu dalam BS. 2. Peneliti membaca dan memahami versi terjemahannya. 3. Peneliti menuliskan teks asli pantun dan terjemahannya.

Dari mana punai melayang? (a) From whence do the pigeons fly (a) Dari paya turun ke padi (b) From the swamp to the padi (b) Dari mana datang sayang? (a) From whence comes this love (c) Dari mata turun ke hati (b) From the eyes down to the heart (d) 4. Peneliti memeriksa rima akhir baris 1 dan baris 3, baris 2 dan baris 4 teks BS.

5. Peneliti memeriksa rima akhir baris 1 dan baris 3, baris 2 dan baris 4 teks BT.

Baris Pantun BS BT

Berima Tidak

Berima Berima

Tidak Berima

Baris 1 dan baris 3  - -  Baris 2 dan baris 4  - - 


(59)

6. Peneliti menghitung frekuensi pantun yang berima dan tidak berima pada setiap pantun.

7. Peneliti menyimpulkan frekuensi pantun yang berima dan tidak berima pada setiap pantun.

3.3.4 Strategi Pemindahan Pola Metris Untuk menjawab rumusan masalah ketiga peneliti melakukan analisis dengan langkah-langkah berikut:

1. Peneliti membaca dan memahami pantun Melayu dalam BS. 2. Peneliti membaca dan memahami versi terjemahannya. 3. Peneliti memeriksa jumlah metris pada teks BS dan BT.

Dari mana punai melayang? From whence do the pigeons fly? Da-ri-ma-na-pu-nai-me-la-yang? From-whence-do-the-pi-geons-fly?

Dari paya turun ke padi From the swamp to the padi Da-ri-pa-ya-tu-run-ke-pa-di From-the-swamp-to-the-pa-di

Dari mana datang sayang? From whence comes this love Da-ri-ma-na-da-tang-sa-yang From-whence-comes-this-love

Dari mata turun ke hati From the eyes down to the heart

Da-ri-ma-ta-tu-run-ke-ha-ti From-the-eyes-down-to-the-heart 4. Peneliti membandingkan frekuensi metris pada pantun BS dan pantun BT.

Baris Pantun Jumlah Suku Kata

BS BT

Baris 1 9 7

Baris 2 9 7

Baris 3 8 5


(60)

5. Peneliti menyimpulkan hasil perbandingan pola metris pada pantun BS dan pantun BT.


(61)

Bab IV

ANALISIS DATA, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data

4.1.1 Strategi Struktural

Untuk menentukan strategi struktural yang digunakan Katharine Sim dalam menerjemahkan pantun, penelitian ini menggunakan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suryawinata dan Hariyanto (2003:67). Berikut analisisnya:

P 1 B 1 Dari mana punai melayang?

From whence do the pigeons fly? (+do; +the; t punai = pigeons) B 2 Dari paya turun ke padi

From the swamp to the padi (+ the; + the) B 3 Dari mana datang sayang?

From whence comes this love ? (+s; + this) B 4 Dari mata turun ke hati

From the eyes down to the heart (+the; t mata= eyes;+the)

Baris (B)

Penambahan (+)

Pengurangan (-)

Transposisi (t) B 1 do; the - punai = pigeons

B 2 the;the -

-B 3 s; this -

-B 4 the; the - mata= eyes

P 2 B 1 Bagaimana menangkap landak?

How does one catch a porcupine? (+ does; + one; ; + a) B 2 Diasap pintunya dengan api

Smoke his door with fire (t diasap = smoke) B 3 Bagaimana mula berkehendak?

How does desire begin? (+ does; t mula= begin; t.berkehendak= desire)

B 4 Dari mata turun ke hati


(62)

Baris Penambahan (+) Pengurangan (-) Transposisi (B) (t)

B 1 does; one ;a -

-B 2 - - diasap=smoke

B 3 B 4

does; the; the

- mula=begin; berkehendak= desire

mata=eyes

P 3 B 1 Sirih kuning dalam lalang

Golden fair in the long grass (+the; t sirih kuning =

golden fair; t lalang= long grass)

B 2 Jatuh sehelai ditepuk hujan

One blade falls, struck down by rain (t jatuh sehelai= one blade falls; t sehelai = one blade; t ditepuk= struck down; +by) B 3 Putih kuning lalu-lalang

Golden girl going to and fro (t putih kuning= golden girl)

B 4 Bagai kilat hari nak hujan

You’re summer lightning before the storm (t bagai kilat hari nak hujan = you’re summer lightning before the storm) Baris (B) Penambahan (+) Pengurangan (-) Transposisi (t)

B 1 the - sirih kuning = golden fair; lalang= long grass;

jatuh sehelai = one blade falls;

sehelai=one blade;

B 2 by - ditepuk= struck down

B 3 - - putih kuning = golden girl

B 4 - - bagai kilat hari nak hujan = you’re summer lightning before the storm


(63)

P 4 B 1 Sirih kuning pinangnya kelat

The young vine’s nuts are sharp to taste (+ the; + are; t kelat = sharp to taste)

B 2 Buluh perindu tidak berdahan

A bamboo flute has no leaves (+ a; + has; t berdahan = leaves)

B 3 Putih kuning marilah dekat

Golden girl, come close to me (t putih kuning = golden girl; +to; +me)

B 4 Hati rindu tidak tertahan

I cannot bear this longing (t.hati..rindu..tidak..tertahan=.. I cannot bear this longing)

Baris Penambahan (+)

Pengurangan (-)

Transposisi

(B) (t)

B 1 the; are - kelat= sharp to taste

B 2 a;has - berdahan = leaves

B 3 to; me - putih kuning = golden girl

B 4 - - hati rindu tidak tertahan = I cannot bear this longing

P 5 B 1 Teritip, tiram tergantung

Barnacles and oysters grow in clusters (t teritip=barnacles; --- -t..tiram=oysters;+and;

t tergantung =

grow in clusters)

B 2 Limau manis banyak bijinya The orange has so many seeds (+ the; tlimau manis=

orange; +has; t biji=seeds)

B 3 Pilih-pilih muda sekampung

Choosing, choosing the kampong girls (+ the; t sekampung --- = kamponggirls)

B 4 Hitam manis baik budinya The dark-skinned ones are kindest (+ the; t hitam manis =dark

--- -skinned;+ones;+are; +are; --- t baik budi=kindest)


(64)

Baris Penambahan (+) Pengurangan (-) Transposisi (B) (t)

B 1 and - teritip=barnacles; tiram=oysters; tergantung = grow in clusters

B 2 the;has - limau manis=orange

banyak bijinya= has so many seeds

B 3 B 4

the

the;ones; are

- muda sekampung = kampong girls

hitam manis = dark skinned ones; baik budinya=kindest

P 6 B 1 Limau manis condong ke Keling

The orange inclines to india (+ the; t limau manis =orange;+s)

B 2 Sudah ke Keling, ke Jawa pula

And after (to) India towards Java too (+ and; - ke= to)

B 3 Hitam manis duduk menjeling

The nut brown girl (sits) gives a sidelong glance (+ the; t hitam manis = nut brown ---girl;- duduk = sits; ---menjeling=gives a

---sidelong glance)

B 4 Sudah menjeling, tertawa pula

And follows her look with laughter (+and; t sudah menjeling ---tertawa pula=follows her look

with-laughter)

Baris Penambahan (+) Pengurangan (-) Transposisi (B) (t)

B 1 the;s - limau manis = orange

B 2 and ke=to

-B 3 The duduk=sits hitam manis = nut brown girl; menjeling = gives a sidelong glance

B 4 and - sudah menjeling tertawa pula =

follows her look with laughter

P 7 B 1 Nyiur manis tepi pengkalan

There’s a sweet coconut at the jetty’s edge (t nyiur manis tepi ---pengkalan= There’s a sweet coconut at the

jetty’s edge)

B 2 Tempat merak bersarang tujuh

Where the seven peacocks nest---(t..tempat..merak..bersarang tujuh= where the seven peacocksnest)


(65)

B 3 Hitam manis turun berjalan

My dark girl comes out to walk (+ my; t hitam manis = dark girl; --- t turun=comes out; + to)

B 4 Bagai kilat bintang sepuluh

As bright as ten stars shining (t bagai kilat bintang sepuluh =ass ---bright as ten stars shining)

P 8 B1 Orang menjahit di atas bangku

She sits sewing on her stool (+sits; +her)

B 2 Jarum perak benang mastuli

A silver needle, a thread of gold (+ a; t jarum perak= silver needle ;+ a; + of )

B 3 Hairan ajaib di hati aku

I am astonished and amazed (t hairan ajaib di hati aku = I am astonished and amazed)

B 4 Burung merak meminang nuri

The peacock seeks to wed the lory (+ the; t meminang = seeks to wed; +the)

Baris (B) Penambahan (+) Pengurangan (-) Transposisi (t) B 1 B 2 B 3 -my; to

-nyiur manis tepi pengkalan =

There’s a sweet coconut at the jetty’s edge

tempat merak bersarang tujuh=

where the seven peacocksnest hitam manis= dark girl;

turun=comes out; B 4 bagai kilat bintang sepuluh = as bright

as ten stars shining

Baris (B) Penambahan (+) Pengurangan (-) Transposisi (t) B 1 B 2 B 3 B 4 sits; her a; a; of

the; the

- jarum perak = silver needle

hairan ajaib di hati aku = I am astonished and amazed


(1)

3. Bagi para penerbit

Para penerbit sebaiknya memperketat proses seleksi untuk menentukan apakah sebuah terjemahan karya sastra khususnya pantun layak dipublikasikan atau tidak. 4. Bagi para peneliti

Masih terdapat banyak aspek yang menarik untuk dikaji dalam penerjemahan karya sastra misalnya pantun. Penelitian dalam bidang ini tidak kalah pentingnya dibandingkan penelitian dalam disiplin ilmu yang lain, agar di masa mendatang penelitian dibidang terjemahan karya sastra semakin beragam dan berguna untuk evaluasi dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang terjemahan.

5. Bagi Katharine Sim

Dalam menerjemahkan pantun, selain memperhatikan strategi struktural dan semantis, sebaiknya memperhatikan juga pola rima dalam BT, agar “jiwa” dan fungsi kreatif pantun dapat dirasakan pembaca BT.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abror, Abd. Rachman. 2009. Pantun Melayu : Titik Temu Islam dan Budaya Lokal Nusantara. P.T LKiS Printing Cemerlang. Yogyakarta.

Baker, M. 1992. In Other Words. A Course Book Of Translation. Routledge. London. Bell, Roger T. 1991. Translation and Translating : Theory and Practice. Longman.

New York.

Don, Zuraidah Mohd. 2010. Journal Of Modern Languages. Faculty of Languages and Linguistics University of Malay. Kuala Lumpur.

Kristantohadi, Didik. 2010. Peribahasa Lengkap dan Kesusasteraan Melayu Lama. Penerbit Tabora Media.Yogyakarta.

Hawkins, M Joyce.2008. Kamus Dwibahasa Oxford Fajar: bahasa Inggeris-bahasa Malaysia, bahasa Malaysia-bahasa Inggeris ed.ke-4 dikemaskinikan. Vivar Printing Sdn Bhd. Selangor Darul Ehsan.

Kusmarwati, Apriliana. 2007. An Analysis of Figurative Expressions of T.S Eliot’s poem ‘the Hollow Men’ as Realized in S.D Damono’s Poem “Orang-orang Kosong”. Tesis. Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.

Larson, Mildred. 1984. Meaning-Based Translation. A Guide to Cross Language Equivalence. University Press of America. Lanham.

Machali, R. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Grasindo. Jakarta.

Nababan, M Rudolf. 1997. Aspek Teori Penerjemahan dan Pengalihbahasaan. UNS Press. Surakarta.

Newmark, Peter 1988. A Textbook Of Translation. Prentice Hall. UK.

Nida, E dan C. Taber. 1982, The Theory and Practice of Translation. Leiden. Ej Brill.

Shunmugam, Khrisnavanie. 2010, Pantun Translations into English in Woman’s Writings in Twentieth Century British Malaya. Journal.Faculty of Languages and Linguistics University of Malay. Kuala Lumpur.


(3)

Shunmugam, Khrisnavanie. 2007. The Translation of Metaphors in Malay Pantuns into English. http://Pdfsearchpro.com/the-translation-of-metaphors-in-Malay-pantuns-into-english-pdf.html.

Silalahi, Roswita. 2009. Dampak Teknik, Metode dan Ideologi Penterjemahan Pada Kualitas Terjemahan Teks Medical – Surgical Nursing Dalam Bahasa Indonesia. Disertasi. Program Studi Doktor linguistik. Sekolah Pascasarjana USU. Medan.

Sim, Katharine. 1959. Flowers Of The Sun: A Simple Introduction to the Enjoyment of the Pantun. Eastern University Press. Singapore.

Suryawinata, Zuchridin dan Hariyanto, Sugeng. 2003. Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan. Kanisius. Yogyakarta.

Tengku H.M. Lah, Husni. 1991. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Melayu Pesisir Deli. Medan : B.P. Husny.

_______. Maret 2011. “Kamus Besar Bahasa Indonesia Online”.


(4)

Lampiran

Pantun Melayu dan Terjemahannya ke dalam Bahasa Inggris oleh Katharine Sim

P 1 BS Dari mana punai melayang? Dari paya turun ke padi Dari mana datang sayang? Dari mata turun ke hati

BT From whence do the pigeons fly?

From the swamp to the padi From whence comes this love? From the eyes down to the heart P 2 BS Bagaimana menangkap landak?

Diasap pintunya dengan api Bagaimana mula berkehendak? Dari mata turun kehati

BT How does one catch a porcupine?

Smoke his door with fire How does desire begin? From the eyes into the heart P 3 BS Sirih kuning dalam lalang

Jatuh sehelai ditepuk hujan Putih kuning lalu-lalang Bagai kilat hari nak hujan

BT Golden fair in the long grass

One blade falls, struck down by rain

Golden girl going to and fro

You’re summer lightning before the storm P 4 BS Sirih kuning pinangnya kelat

Buluh perindu tidak berdahan Putih kuning marilah dekat Hati rindu tidak tertahan

BT The young vine’s nuts are sharp to taste

A bamboo flute has no leaves Golden girl, come close to me I cannot bear this longing


(5)

P 5 BS Teritip, tiram tergantung Limau manis banyak bijinya Pilih-pilih muda sekampung Hitam-manis baik budinya

BT Barnacles and oysters grow in clusters

The orange has so many seeds

Choosing, choosing the kampong girls The dark-skinned ones are kindest P 6 BS Limau manis condong ke Keling

Sudah ke Keling, ke Jawa pula Hitam manis duduk menjeling Sudah menjeling, tertawa pula

BT The orange inclines to India

And after India towards Java too

The nut brown girl gives a sidelong glance And follows her look with laughter

P 7 BS Nyiur manis tepi pengkalan Tempat merak bersarang tujuh Hitam manis turun berjalan Bagai kilat bintang sepuluh

BT There’s sweet coconut at the jetty’s edge

Where the seven peacocks nest My dark girl comes out to walk As bright as ten stars shining P 8 BS Orang menjahit di atas bangku

Jarum perak benang mastuli Hairan ajaib di hati aku Burung merak meminang nuri

BT She sits sewing on her stool

A silver needle, a thread of gold I am astonished and amazed The peacock seeks to wed the lory P 9 BS Kapal perang angkat teringkit

Singgah berlabuh Kuala Berma Tuan lang, saya pipit


(6)

BT The warship hoists its sails Calls to anchor in Kuala Berma You are a hawk and I a sparrow How can we fly together? P 10 BS Terung digulai padi ditumis

Tanam peria di tepi pantai Tiung mengilai, nuri menangis Bayan sudah kena rantai

BT Curry the brinjai, and fry the rice

Plant grounds at the sea’s edge

The mynah bird’s mad and the lory weeps For the parakeet has been enchained