HASIL PENELITIAN Gambaran Pemeriksaan Retinopati Diabetik Dengan Optical Coherence Tomography Dalam Hubungannya Dengan Nilai Hemoglobin A1c Pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB V HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu Pebruari 2012 sampai dengan Juni 2012. Dari 43 subjek penelitian didapatkan 77 mata dimana 9 subjek mata unilateral karena mata yang sebelahnya memiliki media keruh sehingga tidak dapat dilakukan OCT. Data yang ditampilkan dalam tulisan ini merupakan data dari 43 pasien dan 77 mata. Berdasarkan subjek penelitian diperoleh data dasar yang ditampilkan dalam bentuk tabulasi. Tabel 5.1. Karakteristik jenis kelamin subjek penelitian Jenis kelamin frekuensi Laki-laki 24 55,8 Perempuan 19 44,2 Total 43 100,0 Dari subjek penelitian didapatkan jumlah laki-laki sebanyak 24 55,8 dan perempuan 19 44,2. Tabel 5.2. Karakteristik kelompok umur subjek penelitian Umur tahun Frekuensi 45 – 52 13 30,2 53 – 60 15 34,9 61 – 68 13 30,2 69 – 76 2 4,7 Total 43 100,0 Data mengenai umur pasien menunjukkan bahwa pasien yang berumur 53-60 berjumlah relatif lebih banyak dibandingkan kelompok umur yang lainnya, yaitu sebanyak 15 34,9 subjek. Kelompok umur 45 – 52 tahun mempunyai jumlah Universitas Sumatera Utara yang sama dengan kelompok umur 61-68 yaitu sejumlah 13 30,2 subjek, diikuti oleh kelompok umur 69-76 berjumlah 2 4,7 subjek. Tabel 5.3. Karakteristik suku bangsa subjek penelitian Suku Frekuensi Mandailing 5 11,6 Batak 12 27,9 Karo 14 32,6 Jawa 6 14,0 Padang 2 4,7 Melayu 4 9,3 Total 43 100,0 Subjek penelitian berasal dari berbagai suku bangsa dimana dari 43 subjek tersebut suku yang relatif lebih banyak adalah suku Karo 14 32,6 subjek, diikuti suku Batak 12 27,9 subjek, suku Jawa 6 14,0 subjek, suku Mandailing 5 11,6 subjek, suku Melayu 4 9,3 subjek dan suku Padang 2 4,7 subjek. Tabel 5.4. Karakteristik tingkat pendidikan subjek penelitian Pendidikan Frekuensi SD 4 9,3 SLTP 11 25,6 SLTA 18 41,9 Akademi 1 2,3 Sarjana 9 20,9 Total 43 100,0 Data mengenai tingkat pendidikan subjek penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berpendidikan SLTA 18 41,9 subjek. Diikuti tingkat SLTP 11 25,6 subjek, sarjana 9 20,9 subjek, SD 4 9,3 subjek dan akademi 1 2,3 subjek. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.5. Karakteristik lama subjek menderita DM Lama DM tahun Frekuensi 5-9 25 58,1 ≥ 10 18 41,9 Total 43 100,0 Dari data penelitian berdasarkan lamanya DM yang dialami subjek, lebih banyak jumlah yang mengalami DM dalam kurun waktu 5-9 tahun yaitu 25 58,1 subjek, sedangkan yang mengalami DM lebih sama dengan 10 tahun adalah 18 41,9 subjek. Tabel 5.6. Karakteristik kelompok nilai HbA1c I subjek Nilai HbA1c frekuensi 5,8 – 7,8 18 41,9 7,9 – 9,9 18 41,9 10,0 – 12,0 6 13,9 12,1 – 14,1 1 2,3 Total 43 100,0 Dari nilai pemeriksaan kadar HbA1c yang pertama subjek menunjukkan kisaran nilai HbA1c subjek paling banyak pada kisaran nilai 5,8-7,8 dan 7,9-9,9 yaitu masing-masing sebanyak 18 41,9 subjek. Jumlah subjek pada nilai 10,0-12,0 adalah 6 13,9 subjek dan pada nilai 12,1-14,1 adalah 1 2,3 subjek. Tabel 5.7. Karakteristik kelompok nilai HbA1c II subjek Nilai HbA1c frekuensi 5,8 – 7,8 18 41,9 7,9 – 9,9 17 39,5 10,0 – 12,0 8 18,6 12,1 – 14,1 0 0 Total 43 100,0 Universitas Sumatera Utara Dari nilai pemeriksaan kadar HbA1c yang terbaru subjek didapatkan sebanyak 18 41,9 subjek pada kisaran nilai 5,8-7,8, sebanyak 17 39,5 subjek pada nilai 7,9-9,9 dan sebanyak 8 18,6 subjek pada nilai 10,0-12,0. Tidak ada subjek yang mempunyai nilai kadar HbA1c pada kisaran nilai 12,1-14,1 0. Tabel 5.8. Distribusi subjek menurut klasifikasi retinopati diabetika mata kanan Diagnosis frekuensi NPDR ringan 14 35,9 NPDR sedang 20 51,3 NPDR berat 3 7,7 NPDR berat+CSME 2 5,1 Total 39 100,0 Dari 39 mata kanan subjek penelitian diagnosis retinopati diabetika yang terbanyak jumlahnya adalah NPDR sedang sebanyak 20 51,3 mata, diikuti NPDR ringan sebanyak 14 35,9 mata. Diagnosis yang relatif sedikit adalah NPDR berat yaitu 3 7,7 mata dan NPDR berat dengan CSME yaitu 2 5,1 mata. Tabel 5.9. Distribusi subjek menurut klasifikasi retinopati diabetika mata kiri Diagnosis frekuensi NPDR ringan 13 34,2 NPDR sedang 17 44,7 NPDR berat 6 15,8 NPDR berat+CSME 2 5,3 Total 38 100,0 Dari mata 38 kiri subjek penelitian juga menunjukkan bahwa NPDR sedang adalah yang paling banyak yaitu berjumlah 17 44,7 mata, dan diikuti NPDR Universitas Sumatera Utara ringan sebanyak 13 34,2 mata. NPDR berat didapatkan 6 15,8 mata dan NPDR berat yang disertai CSME sebanyak 2 5,3 mata. Tabel 5.10. Distribusi ketebalan fovea sentral mata kanan berdasarkan OCT Ketebalan fovea frekuensi Normal 19 48,7 Borderline 13 33,3 Edema 7 18,0 Total 39 100,0 Dari 39 mata kanan subjek yang dinilai ketebalan fovea dengan menggunakan OCT tampak fovea dalam nilai normal sebanyak 19 48,7 mata, borderline sebanyak 13 33,3 mata, dan edema sebanyak 7 18,0 mata. Tabel 5.11. Distribusi ketebalan fovea sentral mata kiri berdasarkan OCT Ketebalan fovea frekuensi Normal 14 36,9 Borderline 15 39,5 Edema 9 23,6 Total 38 100,0 Dari 38 mata kiri subjek yang dinilai ketebalan fovea dengan menggunakan OCT didapatkan fovea dalam nilai normal sebanyak 14 36,9 mata, borderline 15 39,5 mata, dan edema sebanyak 9 23,6 mata. Tabel 5.12. Distribusi ketebalan parafovea nasal mata kanan berdasarkan OCT Ketebalan parafovea nasal frekuensi Normal 28 71,8 Borderline 10 25,6 Edema 1 2,6 Total 39 100,0 Universitas Sumatera Utara Dari tabel ketebalan parafovea nasal mata kanan subjek, tampak paling banyak mata mempunyai ketebalan fovea normal yaitu 28 71,8 mata. Mata yang mempunyai nilai borderline sebanyak 10 25,6 mata dan yang mengalami edema hanya 1 2,6 mata. Tabel 5.13. Distribusi ketebalan parafovea temporal mata kanan berdasarkan OCT Ketebalan parafovea temporal frekuensi Normal 36 92,3 Boderline 2 5,1 Edema 1 2,6 Total 39 100,0 Ketebalan parafovea temporal dari mata kanan subjek menunjukkan paling banyak mempunyai ketebalan normal yaitu 36 92,3 mata. Hanya 2 5,1 mata yang berada pada nilai borderline dan 1 2,6 mata yang mengalami edema. Tabel 5.14. Distribusi ketebalan parafovea superior mata kanan berdasarkan OCT Ketebalan parafovea superior frekuensi Normal 31 79,5 Borderline 8 20,5 Edema 0 0 Total 39 100,0 Dari tabel distribusi tersebut tampak paling banyak mata kanan subjek mempunyai ketebalan parafovea superior normal yaitu 31 79,5 mata. Sebanyak 8 20,5 mata mengalami ketebalan borderline dan tidak ada parafovea superior mata kanan mengalami edema. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.15. Distribusi ketebalan parafovea inferior mata kanan berdasarkan OCT Ketebalan parafovea inferior frekuensi Normal 30 76,9 Borderline 7 17,9 Edema 2 5,2 Total 39 100,0 Ketebalan parafovea inferior mata kanan subjek menunjukkan sebanyak 30 76,9 mata masih dalam ketebalan normal, sebanyak 7 17,9 dalam nilai borderline dan sebanyak 2 5,2 mata mengalami edema. Tabel 5.16. Distribusi ketebalan perifovea nasal mata kanan berdasarkan OCT Ketebalan perifovea nasal frekuensi Normal 33 84,6 Borderline 5 12,8 Edema 1 2,6 Total 39 100,0 Ketebalan perifovea nasal mata kanan subjek didapatkan sebanyak 33 84,6 mata dalam ketebalan normal, sebanyak 5 12,8 mata dengan nilai borderline dan sebanyak 1 2,6 mata mengalami edema. Tabel 5.17. Distribusi ketebalan perifovea temporal mata kanan berdasarkan OCT Ketebalan perifovea temporal frekuensi Normal 36 92,3 Borderline 3 7,7 Edema 0 0 Total 39 100,0 Dari ketebalan perifovea temporal tampak bahwa, sebanyak 36 92,3 mata dalam nilai normal, sebanyak 3 7,7 mata dalam nilai borderline dan tidak ada mata dengan edema pada zona ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.18. Distribusi ketebalan perifovea superior mata kanan berdasarkan OCT Ketebalan superior frekuensi Normal 37 94,9 Borderline 2 5,1 Edema 0 0 Total 39 100,0 Dari hasil pemeriksaan OCT pada zona ini tampak 37 94,9 mata mempunyai ketebalan normal, dan 2 5,1 mata mempunyai nilai borderline. Tabel 5.19. Distribusi ketebalan perifovea inferior mata kanan berdasarkan pemeriksaan OCT Ketebalan perifovea frekuensi Normal 34 87,2 Borderline 4 10,3 Edema 1 2,5 Total 39 100,0 Dari pemeriksaan OCT pada zona ini tampak sebanyak 34 87,2 mata mempunyai ketebalan normal, sebanyak 4 10,3 dengan nilai borderline dan hanya 1 2,5 mata dengan edema perifovea inferior. Tabel 5.20. Distribusi ketebalan parafovea nasal mata kiri berdasarkan pemeriksaan OCT Ketebalan parafovea nasal frekuensi Normal 20 52,6 Borderline 12 31,6 Edema 6 15,8 Total 38 100,0 Dari zona ini tampak bahwa 20 52,6 mata mempunyai ketebalan normal, 12 31,6 mata dengan ketebalan borderline dan 6 15,8 mata mengalami edema. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.21. Distribusi ketebalan parafovea temporal mata kiri berdasarkan pemeriksaan OCT Ketebalan parafovea temporal frekuensi Normal 26 68,4 Borderline 5 13,2 Edema 7 18,4 Total 38 100,0 Dari zona parafovea temporal menunjukkan sebanyak 26 68,4 mata dengan ketebalan normal, 5 13,2 dengan ketebalan borderline dan 7 18,4 mata mengalami edema. Tabel 5.22. Distribusi ketebalan parafovea superior mata kiri berdasarkan pemeriksaan OCT Ketebalan parafovea superior frekuensi Normal 20 52,6 Borderline 11 28,9 Edema 7 18,5 Total 38 100,0 Ketebalan zona ini menunjukkan bahwa dari 38 mata kiri subjek 20 52,6 mempunyai ketebalan normal, 11 28,9 mata mempunyai ketebalan borderline dan 7 18,5 mata mengalami edema. Tabel 5.23. Distribusi ketebalan parafovea inferior mata kiri berdasarkan pemeriksaan OCT Ketebalan parafovea inferior frekuensi Normal 23 60,5 Borderline 9 23,7 Edema 6 15,8 Total 38 100,0 Universitas Sumatera Utara Dari tabel di atas tampak lebih dari sebahagian subjek mempunyai ketebalan normal pada zona parafovea inferior, yaitu sebanyak 23 60,5, sedangkan nilai borderline 9 23,7 mata dan sebanyak 6 15,8 mengalami edema. Tabel 5.24. Distribusi ketebalan perifovea nasal mata kiri berdasarkan pemeriksaan OCT Ketebalan perifovea nasal frekuensi Normal 26 68,4 Borderline 8 21,1 Edema 4 10,5 Total 38 100,0 Ketebalan zona ini sebanyak 26 68,4 adalah normal, 8 21,1 adalah borderline dan 4 10,5 mata mengalami edema. Tabel 5.25. Distribusi ketebalan perifovea temporal mata kiri berdasarkan pemeriksaan OCT Ketebalan perifovea temporal frekuensi Normal 31 81,6 Borderline 2 5,3 Edema 5 13,1 Total 38 100,0 Pada zona ini terlihat sebanyak 31 mata 81,6 dengan ketebalan normal, 2 mata 5,3 dengan ketebalan borderline, dan 5 mata 13,1 dengan edema. Tabel 5.26. Distribusi ketebalan perifovea superior mata kiri berdasarkan pemeriksaan OCT Ketebalan perifovea superior frekuensi Normal 28 73,7 Borderline 4 10,5 Edema 6 15,8 Total 38 100,0 Universitas Sumatera Utara Pada zona ini tampak bahwa sebanyak 28 73,7 mata dengan ketebalan normal, 4 10,5 dengan ketebalan borderline dan 6 15,8 dengan edema. Tabel 5.27. Distribusi ketebalan perifovea inferior mata kiri berdasarkan pemeriksaan OCT Ketebalan perifovea inferior frekuensi Normal 26 68,4 Borderline 7 18,5 Edema 5 13,1 Total 38 100,0 Pada zona ini tampak bahwa sebanyak 26 68,4 mata mempunyai ketebalan normal, 7 18,5 mata dengan ketebalan borderline dan 5 13,1 mata mengalami edema. Uji ANOVA dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh kadar HbA1c terhadap perubahan ketebalan retina fovea sentral dalam kelompok ketebalan yang berbeda normal, borderline dan edema, dimana sebelumnya dilakukan uji homogenitas varian. Hal ini juga dilakukan pada lamanya subjek mengalami DM. Universitas Sumatera Utara

BAB VI PEMBAHASAN