BUKU Hukum Perikatan Memandang Perjanjian Kredit Bank

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdulkadir, Muhammad, 1999, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Badrulzaman, Mariam Darus, 1997, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni. __________, 1996, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung. __________, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung. Dahlan dan Sanusi Bintang, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi Dan Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Djumhana, Muhammad, 2000, Hukum Perbankan Indonesia, PT. Citra Aditya Abadi, Bandung. Kasmir, 2002, Manajemen Perbankan, cetakan ketiga, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hadiwidjaja dan Rivai Wirasasmita, 1997, Analisis Kredit Dilengkapi Telaah Khusus, Pionir Jaya, Bandung. Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenada Media, Jakarta. Mantayborbir. S, Iman Jauhari, dan Agus Hari Widodo, 2001, Kajian Teori Dan Praktek Dalam Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan. Mascjchoen, Sri Soedewi, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta. Rahardjo, Satjipto, 1996, Ilmu Hukum, PT. Cipta Aditya Bakti, Bandung. Rahman, Hasanuddin, 1998, Aspek2 Hukum Pemberian Kredit perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta. Universitas Sumatera Utara Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, CV. Alfabeta, Bandung. Suyatno, Thomas, 1990, Dasar-Dasar Perkreditan, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Tan Kamello, 2004, Hukum Jaminan Fidusia. Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung. Usman, Rachmadi, 2001, Aspek-Aspek hukum Perbankan Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Universitas Sumatera Utara

BAB III PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN

A. Hukum Perikatan Memandang Perjanjian Kredit Bank

Membicarakan mengenai perjanjian kredit harus berpedoman kepada hukum perikatan yang diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata buku ke III tiga. Hal ini demikian karena hingga saat ini ketentuan khusus tentang perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian kredit belum ada. Jadi dalam pembuatan perjanjian kredit, harus mengacu kepada ketentuan yang diatur dalam buku ke III tiga tersebut. Bila diperhatikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai perikatan, tidak menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan perikatan. Dalam Pasal 1233 menyebutkan bahwa perikatan timbul dari persetujuan atau undang-undang. Kemudian membagi perikatan yang timbul dari undang-undang lebih lanjut, yakni perikatan yang hanya terjadi karena undang- undang semata dan perikatan yang timbul undang-undang karena perbuatan orang manusia. Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan orang dibagi menjadi perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang melawan hukum. Menurut doktrin hukum perikatan tercakup kedalam hukum kekayaan, yakni hak kekayaan relatif. Makna kekayaan relatif adalah hak-hak kekayaan yang bisa ditujukan kepada orang-orang tertentu dan ia muncul daridalam perikatan. 41 41 J. Satrio, Hukum Perjanjian, Perikatan Pada Umumnya, Bandung : Alumni, 1993, Hal. 5 41 Universitas Sumatera Utara Subekti memberikan definisi bahwa suatu perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 42 1. Perikatan yang menimbulkan kewajiban-kewajiban tertentu diantara penghuni pekarangan yang saling berdampingan. Kontrakperjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Adapun yang merupakan contoh perikatan yang tidak berdasarkan atas kontrak tetapi berdasarkan atas undang-undang adalah sebagai berikut: 2. Perikatan yang menimbulkan kewajiban mendidik dan memelihara anak. 3. Perikatan karena adanya Perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad. 4. Perikatan yang timbul karena perbuatan sukarela Zaakwaarneming, sehingga perbuatan sukarela tersebut haruslah dituntaskan. 5. Perikatan yang timbul dari pembayaran tidak terhutang. 6. Perikatan yang timbul dari perikatan wajar naturlijke verbintenissen. 43 Dalam hubungan dengan sumber perikatan tersebut, Mariam Darus Badrulzaman menyatakan: “Dari sumber-sumber yang disebutkan undang-undang Pasal 1233 KUH Perdata, yang paling penting adalah Perjanjian. Melalui perjanjian itu pihak- pihak mempunyai kebebasan untuk mengadakan segala jenis perikatan, dengan batasan yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Maka andaikata pun undang-undang tidak menentukan perjanjian itu, sebagai sumber perikatan, kodrat perjanjian dan kebutuhan masyarakat sendiri menghendaki agar setiap orang memenuhi perjanjian. Dalam 42 Subekti, Hukum Perjajian, Jakarta : Intermasa , 1994,, Hal. 1 43 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, Hal. 10 42 Universitas Sumatera Utara hal ini kita mengenal ajaran Hugo de Groot, yang menyatakan bahwa asas hukum menentukan janji itu mengikat. pacta sunt servanda. 44 Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan bahasa Belanda yakni dari kata overeenkomst. Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan “suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri satu orang lain atau lebih”. Menurut Subekti: Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 45 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Untuk mencapai tujuan perjanjian yang dibuat, maka untuk sahnya suatu perjanjian undang-undang telah menentukan syarat-syaratnya. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 empat unsur: 2. Kecakapan untuk mebuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal. Syarat kesepakatan dan kecakapan merupakan syarat subjektif yang menyangkut mengenai subjek atau pihak-pihak dari perjanjian yang dibuat, sedangkan syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal merupakan syarat objektif yang menyangkut objek dari perjanjian yang dibuat. Bentuk hubungan hukum antara bank nasabah debitur dalam dunia perbankan dikenal sebagai perjanjian kredit, yaitu setiap kredit yang telah 44 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, Hal. 9-10 45 Subekti, Op.cit, Hal.1 43 Universitas Sumatera Utara disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit akad kredit secara tertulis. Menurut Sutan Remy Sjahdeini: Perjanjian kredit bank selalu merupakan perjanjian yang bersifat konsensuil, perjanjian yang bersifat mencantumkan syarat-syarat tangguh atau klausul conditions precedent, yang dimaksud dengan syarat-syarat tangguh atau klausul conditions precedent adalah fakta atau peristiwa yang harus dipenuhi atau terjadi terlebih dahulu, setelah perjanjian ditandatangani perjanjian kredit oleh bank dan nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya pula setelah ditandatngani perjanjian kredit oleh kedua belah pihak, belum menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik kredit atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih tergantung kepada telah dipenuhinya seluruh syarat-syarat tangguh atau conditions precedent yang ditentukan dalam perjanjian kredit tersebut. 46 Sebagaimana dimaknai dalam bahasa sehari-sehari, kata seimbang evenwicht menunjuk pada pengertian suatu keadaan pembagian beban di kedua sisi berada dalam keadaan seimbang.

B. Hubungan Bank Dan Nasabah