BAB IV ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG
DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DARAT
A. Pelaksanaan Perjanjian Penyelenggaraan Pengangkutan Barang pada Angkutan Darat
Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat
kelain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya. Pada umumnya dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak
pengangkut adalah bebas untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak dipakainya.
42
Pengaturan tentang kontrakperjanjian diatur terutama di dalam KUH Perdata BW, tepatnya dalam buku III.Perikatan yang dapat lahir dari suatu
persetujuan perjanjian atau dari undang-undang.Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas perikatan-perikata yang lahir dari undang-
undang saja dan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang.Perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang
dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperbolehkan dan yang lahir dari perbuatan yang berlawanan dengan hukum.
43
Dalam perjanjian pengangkutan itu pihak pengangkut dapat dikatakan sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya
ketempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang yang
42
R. Subekti., Aneka Perjanjian, cetakan kesepuluh, PT Citra aditya bakti, Bandung, 1995, hal. 69-70.
43
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1983 hal 123.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dialamatkan. Kewajiban yang terakhir ini dapat dipersamakan dengan kewajiban seorang yang harus menyerahkan suatu barang berdasarkan suatu perikatan
sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 1235 KUH Perdata, dalam perikatan mana dimaksud kewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang tersebut sebagai
“seorang bapak rumah yang baik”. Apabila sipengangkut melalaikan kewajibannya, maka pada umumnya akan berlaku peraturan-peraturan yang untuk
itu telah ditetapkan pada buku IIIdari Kitab Undang-undang Hukum Perdata pula, yaitu dalam Pasal 1243 KUH Perdata.
44
Terjadinya perjanjian pengangkutan selalu didahului oleh perbuatan negoisasi timbal balik antara pihak pengirimpenumpang dan pihak pengangkut.
Perbuatan negoisasi tersebut tidak ada pengaturan rinci dalam undang-undang, yang ada hanya pernyataan “persetujuan kehendak” toestemming atau
“kesepakatan” consensus sebagai salah satu unsur Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Indonesia.
45
Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam pasal-pasal hukum perjanjian B.W., akan tetapi oleh undang-undang telah
ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bermaksud melindungi kepentingan umum dan membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan
, dengan cara meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengangkut.
46
44
Ibid, hal. 72.
45
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 139.
46
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil., Modul Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta, 2001, hal. 343-344.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
B. Hal-hal Yang Dapat Menimbulkan Resiko Dalam Perjanjian Pengangkutan Barang