C. Tanggung Jawab Pihak Pengangkut Ditinjau dari Aspek-aspek Hukum Perjanjian
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang mulai dari
tempat pemuatan sampai ke tempat tujuan dengan selamat.Kalau tidak selamat maka inilah yang menjadi tanggung jawab pengangkut. Bila penyelenggaraan
pengangkutan tidak selamat, akan terjadi dua hal yaitu barangnya sampai di tempat tujuan tidak ada musnah atau ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya.
Barang tidak ada, mungkin disebabkan karena terbakar, dicuri orang dan lain- lain.Barang rusak sebagian atau seluruhnya, meskipun barangnya ada tetapi tidak
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Kalau barang muatan tidak ada atau ada tetapi rusak, menjadi tanggung jawab pengangkut, artinya pengangkut harus
membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari beberapa macam sebab yaitu :
1. Keadaan memaksa overmacht
2. Cacat pada barang itu sendiri
3. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau ekspeditur Pasal 91 KUHD
Kesalahan pengirim juga dapat terjadi karena salah mengira atau salah menghitung jumlah barang kedalam bungkusan yang akan dikirim. Jadi
kekurangan jumlah barang yang tidak sesuai dengan faktur barang adalah di luar tanggung jawab pengangkut.
47
47
Hasil wawancara dengan pimpinan PT. BRU
Mengenai tanggung jawab pengangkut ini dapat dilihat dalam Pasal 468 ayat 3 KUHD yang berbunyi : “ Ia bertanggungjawab atas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perbuatan dari mereka, yang dipekerjakannya dan untuk segala benda yang dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut”.
Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga terdapat ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut,
dimana seperti yang disebutkan dalam Pasal 186 yang berbunyi : “Perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang danatau barang setelah disepakati
perjanjian angkutan danatau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang danatau pengirim barang”.
Selanjutnya pada Pasal 188 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : “Perusahaan angkutan
umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan”.
Kemudian pada Pasal 91 KUHD ditentukan bahwa : “ pengangkutan harus menanggung segala akibat yang menimbulkan kerugian yang terjadi pada barang-
barang dagangan dan barang-barang lainnya setelah barang-barang itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerugian yang diakibatkan karena sesuatu cacat
pada barang itu sendiri, karena keadaan memaksa atau karena kesalahan atau kealpaan pengirim”.
Seperti yang dikemukakan diatas, bahwa pihak pengangkut berkewajiban untuk mengangkut dan menyelenggarakan pengangkutan barang yang diserahkan
kepadanya mulai tempat pemuatan barang sampai di tempat tujuan dengan selamat dan tepat waktunya.
Apabila dalam hal tersebut diatas terdapat kekurangan jumlah barang, terlambat datangnya barang, tidak ada penyerahan barang musnah, terdapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kerusakan pada barang yang terjadi selama pelaksanaan pengangkutan.Maka inilah yang menjadi tanggungjawab pihak pengangkut.
Pengangkut harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari akibat-akibat tersebut dan harus mengganti kerugian yang terjadi atas kerusakan
pada barang itu.
48
Dalam hal kurang sempurnanya pembungkusan barang yang akan diangkut diketahui oleh pihak pengangkut sebelum mulai pelaksanaan pengangkutan, maka
dalam hal ini seharusnya ia menolak atau mengingatkan kepada si pengirim bahwa pembungkusan barang kurang sempurna. Jika hal ini tidak dilakukan, maka
barang tersebut dianggap utuh atau bersih. Dalam arti bahwa kerusakan atas barang tersebut akan menjadi tanggungjawab pihak pengangkut, sebaliknya
Tanggung jawab pengangkut dapat ditiadakan apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian itu timbul sebagai akibat dari cacat pada barang itu
sendiri atau kesalahan dan kealpaan si pengirim, keadaan memaksa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 91 KUHD.
Dalam praktek dapat dilihat bahwa kerugian akibat dari kemusnahan atau kerusakan barang yang terjadi karena keadaan memaksa ada di luar
tanggungjawab pihak pengangkut.Maksudnya, pengangkut tidak diharuskan untuk mengganti kerugian jika kerugian itu terjadi karena keadaan memaksa.Misalnya
terjadi kebakaran pada kendaraan tersebut.Maka dalam hal ini pihak yang memikul resiko terhadap rusaknya barang tersebut adalah pihak pengirim dan
penerima barang kecuali pihak pengangkut tidak dapat membuktikan bahwa resiko itu terjadi diluar kekuasaannnya.
48
Achmad Ichsan, Op. Cit, hal. 45.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
apabila hal demikian dilakukan maka kerusakan atas barang bukan merupakan tanggung jawab pihak pengangkut.
Mengenai ketidaksempurnaan pelaksanaan pengangkutan barang tersebut, yang menjadi kewajiban pengangkut untuk mengganti kerugian, hanyalah yang
diakibatkan langsung dari kesalahan atau kelalaian pengangkut.”
49
“Bahwa kiriman yang tidak sesuai dengan faktur barang adalah tanggung jawab pengirim. Selain itu juga ada ketentuan lain menyatakan: isi tidak
diperiksa.” Dalam hal ini berarti, jika kelalaian terjadi diluar kesalahannya maka
pengangkut tidak diwajibkan untuk mengganti kerugian terhadap kerusakan barang tersebut. Kerugian akibat kemusnahan atau kerusakan yang terjadi karena
cacat pada barang itu sendiri, maka yang harus mengganti rugi adalah pihak pengirim, sebab ia sendiri yang lalai melakukan kewajiban dalam perjanjian
pengangkutan tersebut, sehingga timbul kerugian. Cacat pada barang itu sendiri dimaksud karena sifat dari barang itu sendiri.
Atau dengan kata lain kerusakan tersebut mengakibatkan tidak tahan lama barang tersebut dalam masa pengangkutan seperti buah-buahan, maka kerusakan itu
terjadi karena buah-buahan terlalu masak menyebabkan pembusukan. Kesalahan pengirim juga dapat terjadi karena atau salah menghitung
jumlah barang yang dimasukkan kedalam bungkusan yang akan dikirim. Jadi kekurangan julah barang tidak sesuai dengan faktur barang adalah diluar tanggung
jawab pihak pengangkut. Karena hal ini dapat dilihat pada ketentuan yang dikeluarkan perusahaan pengangkutan didalam surat muatan menyatakan:
50
49
Hasil Wawancara dengan Pimpinan PT. BRU Jakarta
50
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Maksud kedua ketentuan tersebut pada dasarnya adalah sama, dimana isinya adalah bahwa setiap kerusakan dan kemusnahan yang terdapat dalam
bungkusan adalah diluar tanggung jawab pihak pengangkut. Dari uraian-uraian diatas, maka apabila pengangkut dapat membuktikan
bahwa kerugian itu terjadi diluar kesalahannya, maka resiko dan tanggung jawab dipikul pengirim maupun oleh pihak penerima sendiri.
Karena adanya tanggung jawab yang sangat besar pada perjanjian pengangkutan maka biasanya diusahakan adanya pembatasan tanggung
jawab.Dan pembatasan tanggung jawab tersebut oleh Undang-undang tidak dilarang, karena ketentuan seperti ini tidak bersifat memaksa asal tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Dimana biasanya ketentuan tanggung jawab itu dimuat pada surat muatan yang menyertai barang tersebut.
Walaupun ada kemungkinan bagi pengangkut untuk memperjanjikan bahwa ia sama sekali tidak bertanggung jawab tetapi hal seperti itu jarang terjadi,
sebab para pengirim akan memilih pengangkut yang mau bertanggung jawab atas barang yang diangkut, akan mengakibatkan kehilangan langganannya, sehingga
akan merugikan perusahaan sendiri. Apabila kemusnahan atau kerusakan itu adalah akibat dari kesalahan
penempatan atau kurang tepatnya cara penempatan barang didalam angkutan, jika hal ini dapat dibuktikan oleh pihak pengirim atau pemilik barang, maka yang
wajib mengganti kerugian itu adalah pihak pengangkut. Pengangkut dalam hal ini bukanlah supir ataupun kru yang menjalankan kendaraan tersebut, tetapi yang
dimaksud adalah majikan.Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1367 KUH Perdata yaitu “seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah penguasaannya.”
Jadi timbulnya suatu kerugian yang diderita oleh sipengirim atau sipemilik barang karena suatu kejadian atau keadaan yang mengakibatkan musnah atau
hilangnya barang tersebut, maka bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh pihak pengangkutan yaitu berupa ganti rugi dalam bentuk uang sesuai dengan
ketentuan yang termuat dalam surat muatan, dimana ganti rugi yang diberikan atas kerusakan atau kehilangan barang hanya diganti rugi sebesar 10 sepuluh kali
ongkos kirim. Adapun saat diketahui telah terjadi suatu pelaksanaan perjanjian
pengangkutan barang secara tidak baik tidak sempurna di dalam praktek adalah saat penerima barang menerima barang-barang yang dialamatkan kepadanya
sebagaimana yang termuat dalam surat muatan, karena surat muatan itu diserahkan bersama-sama dengan barang yang diangkut tersebut.
Bila ternyata barang-barang muatan itu ada yang rusak atau tidak lengkap jumlahnya, maka mulai saat ini penerima barang dapat melakukan tuntutan ganti
rugi kepada pihak pengangkut.Akan tetapi si penerima barang hanya dapat menuntut penggantian kerugian yang betul-betul atau nyata-nyata ada pada saat
itu.Hal ini berarti bahwa penerima tidak dibenarkan untuk menuntut pergantian kerugian secara keseluruhan kerugian jika barang yang musnah atau rusak itu
sebagian saja. Dalam hal jumlah ganti rugi yang telah ditentukan pada perjanjian
pengangkutan barang, maka besarnya ganti rugi yang dapat dipenuhi oleh pengangkut hanyalah sebesar yang dimuat dalam perjanjian. Ketentuan besarnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ganti rugi tersebut termuat dalam surat muat yang dikeluarkan oleh pihak pengangkut.
Adapun ketentuan dalam penetapan jumlah besarnya ganti rugi yang di keluarkan oleh PT. Bintang Rezeki Utama BRU di dalam surat muatannya
menyatakan bahwa : barang-barang penumpang atau paket-paket kiriman jika hilang diganti sepuluh kali ongkos kirim. Sedangkan surat-surat hanya diganti
ongkos kirim dan isi dari paket, tas, pihak perusahaan tidak bertanggung jawab. Ketentuan-ketentuan tersebut termuat di dalam point 2 yang menyatakan:
“Kerugian-kerugian yang timbul karena kesalahan yang empunya barang atau kecelakaan tidak menjadi tanggung jawab yang mengangkut, apabila terjadi
kehilangan barang kiriman paket hanya diganti rugi sebesar sepuluh kali ongkos kirim.”
Didalam lembaran tiket bagian belakang dengan ketentuan nomor 7 tujuh yang dikeluarkan oleh PT. BRU berbunyi : “Apabila kendaraan mengalami
kecelakaanterbakar, barang-barang yang rusak, hilang, tidak menjadi tanggungan perusahaan, atau dalam istilah Undang-undang digolongkan kepada force majeure
dan biaya-biaya perawatanperobatan para penumpang yang timbul akibat kecelakaan tersebut adalah tanggung jawab “PERUM A.K. JASA RAHARJA”,
Dalam pemberian ganti rugi dalam bentuk uang dipandang dari sudut pelaksanaannya lebih praktis jika dibandingkan ganti rugi dalam bentuk barang.
Sedangkan pemberian ganti rugi dalam bentuk barang, ada kemungkinan barang yang menjadi pengganti tersebut akan sulit untuk mendapatkannya. Sehingga
memberatkan pihak pengangkut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
D. Pembatasan Tanggung Jawab Pihak Pengangkut