Marga Sebagai Kekuatan Politik

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Arifin Rahmat. 1998. Sistem Politik Indonesia, Surabaya :Penerbit SIC. Ananta, Aris ,Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, , Indonesia’s

Population.Series No. 7, Singapore, Institute of Southeast Asian Studies, 2004.

Barker, C, Cultural StudiesTeori dan Praktek, 2006, Yogyakarta: Kreasi Wacana Bart, Fredrik.1988.Kelompak Etnik dan Batasannya. Jakarta. UI Press.

Boleong, 2002.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Budiardjo, Miriam. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia

pustaka Utama.

Faturochman, Konflik: Ketidak-adilan dan Identitas.2003, Yogyakarta : PPSK UGM.

Gultom Rajamarpodang, DJ. 1992. Dalihan Na Tolu, Nilai Budaya Suku Batak. Cv. Armanda, Medan.

Hefner, RW .Politik Multikulturalisme: Menggugar Realitas Kebangsaan. 2011. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hafied Canbara. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press. Hardiman, F. Budi. Demokrasi Deliberatif, 2009, Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Irawan Soehartono, 2002. Metode Penelitian Sosial, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Kusnaidi, Memenangkan pemilu dengan pemasaran Efektif, Jakarta : Duta Media Tama

Leo Agustino, 2007. Perihal Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Maunati, Yekti. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan.2004. Yogyakarta:LKIS. Hal.14.

Michael Rush dan Althoff. 1989. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : PT Rajawali.


(2)

Michael Rush Dan Philip Althoff. 2002. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta. Rajawali Press.

Moh. Nazir, 1999, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Ghalia Indonesia. Nimmo, Dan ,Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media, Bandung :

Remaja Rosdakarya,1993.

Nawawi, H, 1995. Metode penelitian bidang social,Yogyakarta:Gadjah Mada University Pers.

Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dalihan Na Tolu.Prima Anugerah. Medan.

Simanjuntak, Antonius, Bungaran. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Sinulingga, Sukaraja. 2011. Metode Penelitian. Medan; USUpress.

Situmorang, Sitor. 1983. Asosiasi Klan Batak Toba di Jakarta, Bukan Marga Tapi Lahir Dari Tradisi Bermarga. Prisma, XII, No. 9, Jakarta.

Sudijono Sastroadmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang : IKIP Semarang Press.

Vergouwen, C.J. 1986.Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Pustaka Azet, Jakarta.

Wahyudi Kumorotomo. 1999. Etika Administrasi Negara, Jakarta : Rajawali Press.

Wiryanto,Teori Komunikasi Massa,Jakarta : PT Grasindo.2007.

Widjaja.A.W. 1993.Komunikasi dan Hubungan Masyarakat.Jakarta. Bumi Aksara.

Yekti, Maunati. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan.2004. Yogyakarta:LKIS.

Zuhro, S,Peran Aktor Dalam Demokratisasi, 2009, Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Perundang-undangan:

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daeerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005.


(3)

Jurnal:

Azam Awang. Peran DPRD Provinsi Riau Dalam Penjaringan Aspirasi Masyarakat.Jurnal Ilmu Politik 8 AIPI dan LIPI.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Rozidateno P.Hanida.Bentuk Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Konstituen di Daerah Pemilihannya. Jurnal Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas, Padang.

Situs Internet:

(Penulis Bernama Didin Widyartono yang merupakan Pemerhati dna penggiat masalah etnisitas ) diunduh pada tamggal 1 agustus 2015, Pukul 13.45 Wib.

tanggal 21 Januari 2014, Pukul 12.34 Wib

Wawancara :

Wawancara dengan Kepala desa terpilih Bapak Lurensius Sianturi di kediamanya di Desa Laumil, tanggal 27 Desember 2015, Pukul 10.00 Wib.

Hasil Wawancara dengan Tim Sukses Laurensius Sianturi Bapak Tigor Siburian pada tanggal 27 Desember 2015 di Kediamannya di Desa Laumil, Pukul 14.00 Wib.

Wawancara dengan Wakil Kepala Desa Bapak Gunsar Sianturi di kediamaanya di Desa Laumil pada tanggal 29 Desember 2015, Pukul 12.05 Wib.

Data lain :

Kabupaten Dairi. Dairi Regency in figure 2012. Dairi: BPS Dairi


(4)

BAB III

PERAN MARGA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA

LAUMIL

III.1. MARGA SEBAGAI PENGIKAT PERSAUDARAAN

Persaudaraan adalah salah satu point yang sangat penting dalam kehidupan sosial. Dimana harus adanya sinergi masyarakat dalam menjaga keutuhan kerukunan disebuah wilayah. Menjaga terus saling menghargai, toleransi dalam melaksanakan kegiatan. Tidak ada namanya diskriminasi, intimidasi, provasi untuk menhancurkan keutuhan kerukunan bermasyarakat.49F

50

Peran norma dalam perspektif identitas sosial sebagai dasar untuk sejumlah fenomena komunikatif yang nyata, menjelaskan bagaimana norma kelompok di Desa Laumil yang direpresentasikan sebagai kognitif tergantung pada konteks prototipe yang menangkap sifat khas kelompok ynag kemudian dimamfaatkan dalam kegiatan Pemilihan Kepala Desa. Proses yang sama yang mengatur arti-penting psikologis prototipe yang berbeda, dan dengan demikian menghasilkan perilaku kelompok normatif, dapat digunakan untuk memahami pembentukan, persepsi, dan difusi norma, dan juga bagai-mana beberapa anggota kelompok menjelang pemilihan kepala desa.50 F

51

Persudaraan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk

50

Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, , Indonesia’s Population. Series No. 7, Singapore, Institute of Southeast Asian Studies, 2004 Hal.78.

51

Hefner, RW .Politik Multikulturalisme: Menggugar Realitas Kebangsaan. 2011. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal.23.


(5)

hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Etnisitas tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua masalah. Etnisitas hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia. Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang etnisitas perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Jadi, keterbukaan etnis sangat penting.Dalam kehidupan bermasyarakat pada suatu daerah memiliki sistim kekerabatan yang menjadikan suatu ciri khas tertentu bagi daerah tersebut.51F

52

Sistim kekerabatan dalam masyarakat batak menjadi pengikat persaudaraan bagi seluruh masyarakat yang multi agama dan etnis yang ada di Desa Laumil, segala permasalahan maupun konflik-konflik enisistas yang pernah terjadi selalu disikapi dan diselesaikan dengan cara kekeluargaan, sehingga permasalahan, maupun konflik yang terjadi di masyarakat Desa Laumil tidak meluas dan berkepanjangan, sehingga kerukunan Desa Laumil tetap terjaga.

Keterikatan masyarakat di Desa Laumil yang diartikan sebagai saudara, memiliki fungsi sebagai media pemersatu antar suku yang ada di Desa Laumil. Oleh karena itu, kekerabatan di Desa Laumil sebagai spirit dalam melakukan kegiatan kemasyarakatan yang melibatkan komponen masyarakat lintas marga. Salah satu kegiatan yang dilakukan sebagai cermin ikatan persaudaraan yang melibatkan masyarakat lintas marga adalah gotong royong.

52


(6)

Kemenangan Lurensius dalam pemilihan kepala desa di Desa Laumil tidak lepas dari silsilah marga Simatupang. Dimana anak kelima dari SiRaja Lontung ini bersama adiknya Aritonang dan Siregar pergi ke Pulau Sibandang dan dari sana terus ke Muara. Simatupang memiliki istri Si Boru Sibaso Na Bolon (yang tidak memiliki marga) menurut cerita Si Boru Sibaso Na Bolon putri Debata Mulajadi Na Bolon. Simatupang memiliki tiga anak yaitu, Togatorop, Sianturi dan Siburian.

1. Anak Pertama Togatorop kawin dengan Boru Ni Siraja Partano Nai Borngin (Sipaet Tua).

2. Anak Kedua Sianturi kawin dengan Boru Ni Siraja Manurung

3. Anak Ketiga Siburian kawin dengan Boru Siraja Tamba.52F

53

53

Bungaran Antonius Simanjuntak, Dr, Arti Dan fungsi Tanah Bagi Masyarakat Batak , KSPPM, 2004,Hal.13.


(7)

Dimana posisi Simatupang Skema dalam silsilah Siraja Batak adalah53 F

54

Hal ini dikuatkan oleh bapak Lurensius Sianturi yang mengatakan:

Dalam kegiatan tersebut satu marga saja yang melakukan gotong royong, bahkan berdasarkan data yang diperoleh menyatakan bahwa semua masyarakat Desa Laumil ikut bergotong royong dan terkait silsilah dalam tali persaudaraan Simatupang seperti Siburian, togatorop dan Simatupang”.54F

55

Kebersamaan di Desa Laumil juga berfungsi sebagai pedoman bagi masyarakat dalam bertingkah laku di masyarakat, mengormati orang yang lebih tua, dan orang lain, juga berfungsi sebagai pedoman dalam bertingkah laku, serta kehidupan sosial masyarakat. Sebagai alat untuk menangkal hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas sosial masyarakat. Disetiap daerah tentunya memiliki cara dan sistem yang berbeda dalam menjaga kerukunan dalam mengikat persaudaraan. Begitupula dengan yang terjadi di Desa Laumil. Dimana etnis

54

Diolah dari berbagai sumber.

55

Wawancara dengan Kepala desa terpilih Bapak Lurensius Sianturi di kediamanya di Desa Laumil, tanggal 27 Desember 2015, Pukul 10.00 Wib


(8)

batak, Melayu dan Jawa hidup berdampingan dan terbentuk sikap toleransi, kekeluargaan dan persaudaraan sejak mereka berada di daerah tersebut. Hal tersebut berdampak positif bagi kerukunan kehidupan bermasyarakat di Desa Laumil.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa di Desa laumil dan masyarakat lokal, memperlakukan semua etnis di daerah Desa laumil sama dengan etnis lain, selanjutnya perlakuan masyarakat Desa laumil yang mayoritas pada suku yang lebih minoritas adalah melibatkan mereka dalam semua aktivitas, misalnya setiap tanggal 17 Agustus dilaksanakan perayaan olahraga dan kesenian, seluruh masyarakat dilibatkan tak terkecuali etnis di Desa laumil. Selain itu pembinaan interaksi antar etnis dilakukan dengan melalui penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah desa pada generasi muda melalui peran karang taruna yang ada desa.

Hal ini kembali ditegaskan oleh bapak Laurensius Sianturi yang mengatakan :

“Terbukti kegiatan seperti ini sangat efektif karena pemerintah desa memiliki rasa tanggung jawab yang sama pada seluruh msyarakat di Desa laumil. Dengan kegiatan seperti itu seluruh komponen masyarakat Desa laumil merasa diperhatikan oleh pemerintah desa. Sehingga dengan demikian hal itu akan membuat kehidupan antar etnis didaerah Desa laumil sangat harmonis”55F

56

Penduduk Desa Laumil berjumlah 2.418 jiwa dimana 2390 jiwa (98,84%) adalah bersuku batak, kemudian disusul oleh suku karo berjumlah 32 orang, suku pak-pak 22 jiwa dan yang paling sedikit 2 jiwa. Artinya dominasi etnis batak

56

Wawancara dengan Kepala desa terpilih Bapak Lurensius Sianturi di kediamanya di Desa Laumil, tanggal 27 Desember 2015, Pukul 10.00 Wib


(9)

terhadap perpolitikan di desa tersebut sangatlah dominan. Hampir setiap kegiatan berdasarkan marga dalam batak. 56F

57

Batak Toba memiliki nilai adat dan sistem sosial yang merupakan warisan nenek moyang. Sistem sosial dan struktur ini mengatur tata hubungan sesama anggota masyarakat, baik yang merupakan kerabat dekat, kerabat luas, saudara semarga, maupun beda marga serta masyarakat umum. Struktur sosial yang dimiliki masyarakat Batak Toba pada hakikatnya berdasarkan garis keturunan bapak (patrilineal) yang memiliki tiga unsur struktur sosial yang lebih dikenal dengan sebutan Dalihan na tolu. Struktur sosial inilah yang membedakan suku Batak Toba dengan suku Batak lainnya.

Dalihan na tolu merupakan sistem kekerabatan yang dijadikan sebagai konsep dasar kebudayaan Batak yang mengatur hubungan antar individu yang didasarkan pada pada garis keturunan dan sistem perkawinan Secara harafiah, arti kata Dalihan na tolu adalah “tungku nan tiga” yang merupakan lambang yang diasosiasikan dengan sistem sosial Batak yang mempunyai tiang penopang, yaitu hula-hula, dongan sabutuha, boru Dongan tubu merupakan teman semarga, saudara, orang yang seibu-sebapak, atau berasal dari keturunan yang sama; boru adalah pihak penerima isteri; hula-hula adalah pihak pemberi isteri.57F

58

Para tetua orang Batak telah menjadikan Dalihan na tolu sebagai acuan dasar tatanan sosial bagi keturunannya. Hal ini dibuktikan dengan diaplikasikannya nilai Dalihan na tolu dalam kehidupan orang Batak hingga saat

57

Kantor kepala Desa Laumil.

58


(10)

ini. Di dalam kehidupan Orang Batak, penerapan Dalihan na tolu dapat dilihat dengan jelas didalam kehidupan sehari-hari dan khususnya pada setiap acara adat Batak seperti perkawinan, kematian, dan lain-lain.

Hal inilah yang dimanfaatkan para calon yang bertarung dlaam pemilihan kepala desa di Desa Laumil dimana pada tanggal 31 agustus 2012 Desa Laumil melaksanakan pemilihan kepala desa. 2 Calon yang bertarung di pemilihan ini adalah Cahayo Efrata batubara dan Laurensius Sianturi. Dengan eksistensi sebagai sesama orang Batak Toba tentunya memanfaatkan marga sebagai pengikat persaudaraan. Dalam pemilihan kepala desa pada umumnya biasanya menggunakan simbol. Pada saat itu Cahayo Efrata batubara berlambang padi dan Laurensius Sianturi berlambang Jagung. Kemenangan Laurensius Sianturi yang mendapatkan suara 701 dan Cahayo Efrata Batubara karena dipengaruhi oleh marga. Dominasi Laurensius Sianturi yang mampu merangkul semua marga membuatnya memiliki keunggulan yang sangat kuat.58F

59

Pengikat persaudaraan merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, bukan manusia dengan benda mati. Apabila dua orang bertemu, persaudraan dimulai.Saling menyapa, menegur, berjabat tangan, saling berbicara, berbahasa isyarat bahkan hingga berkelahi juga termasuk didalam interaksi sosial.Selama ada aksi dan reaksi antara kedua belah pihak maka, hal tersebut sudah dikatakan pengikat persaudaraan.

59


(11)

Pola interaksi sosial terkait pengikat persaudaraan yaitu akomodasi semua marga di desa Laumil. Laurensius Sianturimampu menunjuk pada suatu keadaan/penyesuaian di desa Laumil, berarti adanya suatu keseimbangan dalam pengikat persaudaraan orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.

Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Kesukuan sebagai pengikat persaudaraan merupakan proses mengolah unsur-unsur dari suatu kebudayaan.59 F

60

Hal ini dikuatkan oleh Bapak Laurensius Sianturi yang mengatakan : “Masyarakat desa Laumil memberikan pemahamanya pada ide yang universal tentang diri dan sosialnya. Proses interaksi dari aspek eksternal individu yang membentuk identitas diri. Aspek eksternal itu adalah relasi individu dengan struktur sosial yang mengelilinginya”.60F

61

Marga sebagai pengikat persaudaraan pemahaman tentang atribusi diri sebagai kepribadian. Marga sebagai pengikat persaudaraan di desa Laumil ini dimiliki oleh setiap individu dan tidak dimiliki secara komunal di desa Laumil. Berbeda halnya dengan identitas sosial, kepribadian dan identitas dimaknai secara komunal oleh kelompok sosial.

Kadangkala kelompok sosial juga masih membawa identitas dirinya dalam kelompokSedangkan kelompok sosial adalah gabungan dari dua orang atau lebih.

60

Maunati, Yekti. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan.2004. Yogyakarta:LKIS. Hal.14.

61

Wawancara dengan Kepala desa terpilih Bapak Lurensius Sianturi di kediamanya di Desa Laumil, tanggal 27 Desember 2015, Pukul 10.00 Wib


(12)

Biasanya mereka memiliki pemahaman tentang pandangan hidup, atribut dan definisi yang sama untuk mendefinisikan siapa mereka. Selain itu, kelompok sosial biasanya membentuk karakter yang berbeda dengan kelompok yang lain. Hal ini dilakukan dikarenakan ada keinginan kelompok untuk berbeda dengan kelompok yang lain.

Marga sebagai pengikat persaudaraan yang dimanfaatkan Laurensius Sianturibagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bernama desa bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari Desa laumil tersebut. Laurensius Sianturi memanfaatkan Marga sebagai pengikat persaudaraan yang dimiliki oleh seorang anggota kelompok atas kelompoknya yang dianggap sesuai dengan identitas yang ada pada dirinya. Keberadaannya pada kelom-pok akan membentuk ikatan emosi antara dirinya dan kelompoknya.

Pengaruh Marga yang berfungsi sebagai pengikat sosial di Desa Laumil sangat meyakinkan.Marga mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk perilaku memilih.Bukti kuatnya pengaruh Laurensius Sianturi dapat dilihat dari kemenangannya pada 31 Agustus 2012 yang lalu. Hal ini dapat disimpulkan bahwaLaurensius Sianturi memanfaatkan Marga dalam mengikat persaudaraan merupakan faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi pilihan kepala desa di Desa Laumil. Keputusan akhir pemberian suara dalam pemilu sangat dipengaruhi oleh Marga terhadap tokoh yang bertarung desa tersebut.61F

62

62


(13)

Pemilihan Kepala Desa di Desa Laumil ini menghasilkan temuan menarik bahwa secara umum, kecenderungan demokrasi di Indonesia saat ini mengarah kepada politik berbasis pada Marga yaitu jenis politik yang terfokus pada marga calon yang bertarung . Hal ini ditandai dengan munculnya aktor-aktor di tingkat lokal yang menjadi pemimpin dan pejabat publik meskipun tidak mempunyai basis organisasi dan kesukuan yang kuat. Sejalan dengan munculnya politik berbasis ketokohan, temuan lain yang cukup menarik di Desa Laumil ini adalah munculnya fenomena politik populisme dan klientelisme.

Populisme yang dimaknai sebagai pemerintahan yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat dan dekat dengan rakyat, seolah menjadi gaya baru bagi para elit lokal yang akan berlomba dan tengah menduduki jabatan publik.62F

63

III.2. MARGA SEBAGAI MOBILISASI PEMILIH

Bahasan mobilitas politik dapat ditelusuri dari gagasan Huntington mengenai institusionalisasi politik atau pelembagaan politik. Gagasan tersebut mengilhami para ilmuwan politik untuk mengeksplorasi secara empiris konsep pelembagaan politik sebagai sarana analisis untuk menjelaskan kasus- kasus pelembagaan partai (party institutionalization).63F

64

Pelembagaan politik dimaknai sebagai kemampuan organisasi politik untuk tetap berada dalam kondisi stabil baik ketika merespon perkembangan-perkembangan yang datang dari internal organisasi mau pun dari eksternal

63

Barker, C, Cultural StudiesTeori dan Praktek, 2006, Yogyakarta: Kreasi Wacana, Hal.21.

64


(14)

organisasi. Kegiatan mobilisasi politik untuk kepentingan pemilihan (elektoral) tidak hanya dilakukan oleh dan melalui partai politik tetapi juga dapat dilakukan melalui instrumen-instrumen mobilisasi politik non partai politik.64 F

65

Melalui sejumlah telaah pustaka dan penelitian para sarjana ilmu politik, dapat diketahui adanya penggunaan instrumen-instrumen mobilisasi politik non partai politik untuk mendukung kegiatan mobilisasi politik guna kepentingan elektoral. Sarjana ilmu politik perlu melakukan ikhtiar teoritik untuk melokasikan seberapa berperan partai politik sebagai instrumen mobilisasi politik untuk mendukung kegiatan elektoral mengingat partai politik pasca orde baru lebih berfungsi sebagai kendaraan aktor calon untuk menggapai tujuan-tujuan elektoral. Kapasitas institusional partai dalam menggerakkan massa rendah, aktor calon secara pragmatis memilih menggunakan instrumen mobilisasi politik non partai yang dianggap lebih efektif dalam menggerakkan massa ketimbang menggunakan instrumen partai politik.

Beberapa literatur lain juga mengembangkan tema yang tidak jauh berbeda dengan literatur-literatur di atas. Literatur- literatur ini menempatkan partai politik sebagai instrumen utama yang mengendalikan proses mobilisasi politik dan pencalonan. Guna memenuhi tujuan tersebut, partai politik diasumsikan memiliki kekuatan keorganisasian yang melembaga.65F

66

Melalui kegiatan mobilisasi politik yang diorganisir partai politik, massa dapat dipengaruhi menjadi pemilih yang partisan. Instrumen-insrumen mobilisasi

65

Hardiman, F. Budi. Demokrasi Deliberatif, 2009, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Hal.14. 66


(15)

politik dianggap sebagai representasi otoritatif organisasi partai politik. Tema atau perspektif yang berkembang dalam literatur-literatur ini mewakili perspektif bahwa partai politik adalah sumber kegiatan mobilisasi politik. Partai politik merupakan proses mobilisasi politik untuk kepentingan pencalonan datang dan berasal.6 6F

67

Perspektif di atas terlalu parsial menempatkan etnisitas sebagai instrumen utama dalam kegiatan mobilisasi politik untuk kepentingan pencalonan. Perspektif ini mengeksklusi adanya kemungkinan penggunaan instrumen-instrumen mobilisasi politik lain di luar partai politik. Guna menjembatani keterbatasan atau kekurangan perspektif ini, maka telaah pustaka ini akan menghadirkan sejumlah literatur dan hasil penelitian yang berbeda dengan perspektif sebelumnya.

Berbeda dengan perspektif sebelumnya, beberapa literatur lain mengonfirmasi bahwa partai politik bukan satu-satunya instrumen mobilisasi politik. Terdapat instrumen-instrumen politik lain di luar partai politik yang dapat digunakan untuk menggerakkan mobilisasi politik untuk kepentingan pencalonan. Argumen perspektif ini dibangun dari temuan-temuan penelitian kasus mobilisasi politik di berbagai negara yang menunjukkan adanya pelibatan dan penggunaan instrumen-instrumen non partai politik untuk memobilisasi massa.67 F

68

Hal ini dipertegas oleh Bapak Tigor Siburian :

“Kemenangan Kemenangan Laurensius Sianturi di pemilihan kepala desa di Desa Leumil merupakan kemengan yang memanfaatkan marga

67

Wiryanto,Teori Komunikasi Massa,Jakarta : PT Grasindo.2007.,Hal.45, 68


(16)

sebagai kekuatan untuk memobilisasi massa. Faktor marga menawarkan kerangka kelembagaan untuk aksi-aksi mobilisasi politik massa dan instrumen bagi pembentukan sikap-sikap politik pemilih di pemilihan kepala desa Desa Laumil”68F

69

Guna mencapai hal ini, marga memenuhi hal seperti memiliki kemampuan keorganisasian untuk mengendalikan sumber-sumber dukungan yang tersedia secara permanen seperti Marga Sianturi, sinaga dan sihombing yang memiliki kemampuan keorganisasian yang responsif dan adaptif terhadap situasi yang berkembang didesa Laumil. perkembangan situasi eksternal tanpa harus mengganggu stabilitas internalnya. Pada situasi. Tingkat fanatisme marga yang tinggi merupakan kondisi atau persyaratan politik yang harus ada jika suku-suku tertentu ingin melanggengkan eksistensinya Pola mobilisasi politik yang dipilih masyarakat untuk menggalang dukungan pemilih di Desa laumil.

Hal ini dipertegas oleh Bapak Tigor Siburian yang mengatakan :

“Penerapan mobilisasi politik sangat bergantung pada karakter dan situasi politik yang dihadapi Calon yang bertarung di Desa Laumil. mobilisasi politik di Desa Laumil yang dilakukan Laurensius Sianturi dipengaruhi oleh karakter marga di yang mendorong marga mayoritas untuk menghadirkan massa sebesar-besarnya.”69F

70

Mobilisasi Politik di Desa Laumil yang kuat ini diperlukan untuk mendukung kerja calon kepal desa dalam melakukan mobilisasi politik secara luas. Keorganisasian yang kuat juga diperlukan ketika isu marga menghadapi situasi krisis pendukungan misalnya Kuatnya dominasi partai politik sebagai mobilizer dapat dilihat dari konsep mobilisasi politik.

69

Hasil Wawancara dengan Tim Sukses Laurensius Sianturi Bapak Tigor Siburian pada tanggal 27 Desember 2015 di Kediamannya di Desa Laumil, Pukul 14.00 Wib.

70

Hasil Wawancara dengan Tim Sukses Laurensius Sianturi Bapak Tigor Siburian pada tanggal 27 Desember 2015 di Kediamannya di Desa Laumil, Pukul 14.00 Wib.


(17)

Hal ini di pertegas oleh Bapak Tigor Siburian yang mengatakan : “Cara-cara yang dilakukan oleh Calon Kepala desa untuk memilih berdasarkan Marga dengan menimbulkan rasa ketertarikan pemilih potensial untuk lebih terlibat dalam hal-hal yang dihubungkan dengan aktivitas budaya atau suku. Menciptakan suasana kedekatan pemilih dengan calon.”70F

71

Aktivitas mobilisasi politik yang dilakukan karena faktor marga mendorong pemilih lebih partisan datang ke Tempat pemilihan Suara (TPS) pada pemilihan kepala desa di desa Laumil. Rasa ketertarikan atau kedekatan pemilih pada suatu Calon disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut marga calon tersebu yang berhubungan dengan sosiokultural (keluarga, ras/etnik) Instrumen-instrumen margaini misalnya jaringan sosial etnik, agama, ketokohan, keluarga, klien hingga jaringan kerja sebagai sarana penggalangan dukungan pemilihan kepala desa Laumil.

Mobilisasi politik di desa laumil pencerminan dari budaya politik suatu masyarakat yang penuh dengan aneka bentuk kelompok dengan berbagai macam tingkah lakunya dengan pola mobilisasi. Struktur masyarakat di Desa laumil ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horizontal, hal itu ditandai dengan adanya perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat, dan kedaerahan. Secara vertikal, struktur di Desa Laumil ditandai oleh adanya perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Secara horizontal, masyarakat di Desa Laumil dalam hubungan politik dalam perbedaan perspektif marga melahirkan perbedaan kepentingan yang merucing dan menuju konflik serta perbedaan

71

Hasil Wawancara dengan Tim Sukses Laurensius Sianturi Bapak Tigor Siburian pada tanggal 27 Desember 2015 di Kediamannya di Desa Laumil, Pukul 14.00 Wib.


(18)

kepentingan politis antara masyarakat lapisan atas dan masyarakat lapisan bawah memicu terjadinya penguasaan lapisan masyarakat bawah oleh lapisan masyarakat atas.

Keberadaan politik marga masih dipandang penting sebagai salah satu media dalam acara mobilisasi politik, membangun jaringan politik membangun koalisikoalisi partai dan membangun jaringan lobi politik. Sedangkan di kalangan birokrasi dan jajaran eksekutif, kesukuan juga berkaitan dengan marga dalam sistem sosial atau kebudayaan masyarakat batak yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan adat, agama, dan bahasa. 71F

72

Komitmen bermakna sikap keberpihakan yang tinggi terhadap masyarakat yang dilayani. Sebagai sebuah proses, komitmen menuntut konsistensi dari para pemimpin. Sikap ini menjadi penting, karena konsistensi akan memberikan kenyamanan dan ketenangan serta keamanan bagi masyarakat terutama di Desa Laumil. Dari konsep-konsep yang dikembangkan, keterlibatan para pemimpin sangat tinggi dan menentukan keberhasilan pelayanan yang dilakukan pemerintahan desa. Bahkan dalam model pelayanan yang dikembangkannya, secara tegas menempatkan kepemimpinan sebagai faktor utama dalam kualitas manajemen pelayanan.

Hal ini dikuatkan kembali oleh Gunsar Sianturi yang mengatakan :

“Pada pemerintahan yang akan dipimpin oleh Laurensius Sianturi memperlihatkan bahwa desa Laumil merupakan desa unggul dan berkembang pesat, karena daerah tersebut dipimpin oleh pemimpin

72


(19)

yang memiliki kecerdasan pelayanan yang prima. Sikap ikhlas berkorban Laurensius Sianturi untuk kepentingan yang lebih besar dalam menjaga keselarasan di Desa Laumil.”72F

73

Konsep kepemimpinan berbasis pelayanan menjadi sangat penting di desa Laumil, sebagai konsekuensi logis dalam sistem demokrasi, dimana rakyat atau masyarakat adalah yang berkuasa. Dalam konsep demokrasi, masyarakat bukan didudukan sebagai obyek kekuasaan tetapi sebagai subyek dan sekaligus obyek penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini bermakna sumber kekuasaan berada di tangan masyarakat. Kepemimpinan dalam sistem politik demokratis, hakikat-nya adalah kepemimpinan yang memiliki kemampuan partisipatif, kecerdasan multikultural dan sosial dan bahkan kecerdasan spiritual.

Kemampuan partisipatif Laurensius Sianturi dalam memanfatkan marga sebagai mobilisasi dimaknai, sebagai sikap kepemimpinan yang selalu mendengar keluhan dan kebutuhan masyarakat dan bukan hanya mau didengar saja. Kecerdasan tersebut sebagai konsep dasar kepemimpinan yang memnfaatkan sumberdaya marga, dengan asumsi dasar bahwa kepemimpinan Laurensius Sianturi akan berhasil jika kepemimpinan yang mengenal, memahami, mendalami dan menghargai nilai-nilai marga yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat desa Laumil.

III.3. MARGA SEBAGAI INTERAKSI SOSIAL

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu

73

Wawancara dengan Wakil Kepala Desa Bapak Gunsar Sianturi di kediamaanya di Desa Laumil pada tanggal 29 Desember 2015, Pukul 12.05 Wib


(20)

yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.73 F

74

Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu.

Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Interaksi sosial menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Interaksi sosial juga menjelaskan aturan mengenai waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. 74F

75

74

Kusnaidi, Memenangkan pemilu dengan pemasaran Efektif, Jakarta : Duta Media Tama, 2009, hal.18.

75


(21)

Marga sebagai interaksi sosial dalam pemilihan kepla desa di Desa Laumil dengan mengakomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena toleransi juga sering disebut sebagai tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, ini disebabkan karena adanya watak orang perorangan atau kelompok masyarakat di Desa Laumil.

Sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa ada sejumlah relevansi untuk meneliti hubungan marga sebagai sebuah kekuatan politik di desa Laumil, khususnya Pemilihan kepala desa di desa Laumil. Perubahan posisi pemilih dalam pemilihan kepala desa pinggiran karena interaksi sosial untuk memenangkan calon yang bermarga dominan. Perilaku pemilih di Desa Laumil menjadi layak untuk dicermati, dan bagi penyelenggara pemilihan kepala desa di desa Laumil menjadi salah satu komponen dalam melihat keberhasilan pelaksanaan pemilihan kepala desa.

Lahirnya elit lokal Laurensius Sianturi bukti bahwa Interaksi sosial marga menjadi sebuah kekuatan politik di Desa Laumil. Munculnya Interaksi sosial pemilih menjadi pertanda bahwa hubungan patron-klien (elit-massa) yang berkembang di Indonesia, cenderung di dasarkan atas hubungan marga, bukan berbasiskan program-progam politik yang lebih bersifat transparan dan akuntabel.Apabila ditelisik lebih dalam, dinamikapemilihan kepala desa tidak terlepas dari pengaruh sosok kandidat dalam setiap ajang pertarungan dalam merebut hati pemilih karena etnisitas (marga).


(22)

Tidak bisa dinafikan bahwa pemilih cenderung melihat etnik dari seorang kandidat ketimbang organisasi organisasi yang mengusungnya. Mungkin saja alasan yang sederhana adalah pergeseran orientasi tersebut seiring dengan adanya perubahan dalam tatanan di desa tersebut, sehingga pemilih mempunyai kecenderungan untuk memilih orang yang dikenal ketimbang mendasarkan basis politik kesukuan tertentu.75F

76

Dalam studi efek kualitas tokoh atau pemimpin terhadap perilaku memilih dan sikap partisan, konsep kualitas tokoh dipahami sebagaimana dipersepsikan oleh pemilih. Secara umum kualitas tersebut mencakup sejumlah dimensi; kompetensi, integritas, ketegasan, empati, dan kesukaan calon yang akan bertarung di Desa Laumil.

Dalam kaitannya dengan pilihan politik dalam pemilihan kepala desa di Desa Laumil, efek Marga juga terlihat pada pilihan politik seseorang tokoh. Efek ini terlihat lebih kuat dan konsisten apabila dibandingkan dengan pemilu legislatif pada umumnya yang rentan akan politik uang. Secara umum, penilaian atas marga calon kepala desa di Desa Laumil berhubungan erat dengan pilihan atas calon kepala Desa Laumil. Semakin positif penilaian terhadap kualitas personal seorang tokoh, semakin besar pula probabilitas calon tersebut untuk dipilih. Efek ini tetap sangat signifikan sehingga Laurensius Sianturi memenangkan pemilihan di Desa Laumil.

76


(23)

Proses interaksi bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaa tersebut. Identitas sosial yang dimiliki oleh seorang anggota kelompok atas kelompoknya yang dianggap sesuai dengan identitas yang ada pada dirinya. Keberadaannya pada kelom-pok akan membentuk ikatan emosi antara dirinya dan kelompoknya.76F

77

Peran norma dalam perspektif identitas sosial sebagai dasar untuk sejumlah fenomena komunikatif yang nyata, menjelaskan bagaimana norma kelompok di kabupaten langkat yang direpresentasikan sebagai kognitif tergantung pada konteks prototipe yang menangkap sifat khas kelompok yang kemudian dimamfaatkan dalam kegiatan Pemilihan kepala Desa. 77F

78

Proses yang sama yang mengatur arti penting psikologis prototipe yang berbeda, dan dengan demikian menghasilkan perilaku kelompok normatif, dapat digunakan untuk memahami pembentukan, persepsi, dan difusi norma, dan juga bagai-mana beberapa anggota kelompok menjelang Pemilihan kepala desa yang juga merupakan tokoh masyarakat memiliki pengaruh yang lebih normatif daripada caleg lain yang juga bertarung di Desa Laumil.

Hal ini ditegaskan oleh Bapak Tigor Siburian yang mengatakan : “Pola-pola kampanye yang dilakukan Laurensius Sianturi selama ini dengan menggunakan pendekatan dialog. Hal yang dibangun Laurensius Sianturi adalah pola kesatuan yang menekankan kepada keteraturan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan

77

Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, , Indonesia’s Population. Series No. 7, Singapore, Institute of Southeast Asian Studies, 2004 Hal.78.

78


(24)

dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan kata lain masyarakat senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu.”78F

79

Selama ini pola-pola yang dilakukan Laurensius Sianturi lebih kepada pendekatan melalui Marga, Serikat Tolong Menolong dan arisan bulanan. Dalam setiap acara tersebut tidak hanya berbicara mengenai agama dan kebudayaan saja tetapi bagaimana kelompok mereka masuk kedalam kekuasaan juga. Karena dengan masuk kedalam struktur pemerintahan berarti ikut dalam pembangunan kelompok tersebut.

Pengaruh isu yang ditawarkan Laurensius Sianturi mislanya kesukuan bersifat situasional terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik, hukum, dan keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis yang menyangkut Marga di Desa Laumil. Sementara itu dalam menilai seorang kandidat terdapat dua variabel yang harus dimiliki oleh seorang kandidat, hal ini berkaitan dengan suku dan kebudayaannya.

Hal ini dikuatkan kembali oleh Bapak Tigor Siburian yang mengatakan : “Artinya untuk memenangkan sebuah pemilihan itu jika membangun integiritas Laurensius Sianturi terkait masalah Marga dan masyarakat Batak relatif lebih bisa masuk kedalam masyarakat. Apalagi yang dihadapi hanya mengandalkan uang saja, artinya didalam masyatrakat sendiri dia tidka pernah terlibat kegiatan-kegiatan yang menyangkut kesukuan, kebudayaan dan berkaitan dengan adat istiadat”79F

80

79

Hasil Wawancara dengan Tim Sukses Laurensius Sianturi Bapak Tigor Siburian pada tanggal 27 Desember 2015 di Kediamannya di Desa Laumil, Pukul 14.00 Wib.

80

Hasil Wawancara dengan Tim Sukses Laurensius Sianturi Bapak Tigor Siburian pada tanggal 27 Desember 2015 di Kediamannya di Desa Laumil, Pukul 14.00 Wib.


(25)

III.4. MARGA SEBAGAI MEDIA MENGGIRING OPINI

Public Opinion dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan “pendapat umum“, dengan demikian public diterjemahkan dengan “umum“ sedangkan opinion dialih bahasakan dengan “pendapat“. Dalam Ilmu Komunikasi terdapat istilah lain yaitu public relations yang umumnya diterjemahkan dengan “hubungan masyarakat“, dalam hal ini public diterjemahkan dengan “masyarakat“, sedangkan relations diterjemahkan dengan “hubungan“.80F

81

Penggiringan opini dalam sebuah pemilihan sangat penting sebab dalam suatu publik yang menghadapi issue dapat timbul berbagai kondisi yang berbeda-beda, yaitu :

1. Mereka dapat setuju terhadap fakta yang ada atau mereka pun boleh tidak setuju.

2. Mereka dapat berbeda dalam perkiraan atau estimation, tetapi juga boleh tidak berbeda pandangan.

3. Perbedaan yang lain ialah bahwa mungkin mereka mempunyai sumber data yang berbeda-beda. 81F

82

Opini publik adalah pendapat sekelompok masyarakat atau sintesa dari pendapat seseorang dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan. Agregat dari sikap dan kepercayaan ini biasanya dianut oleh populasi orang dewasa. Dalam menentukan opini publik, yang dihitung bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority) namun mayoritas

81

Nimmo, Dan ,Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media, Bandung : Remaja Rosdakarya,1993.,hal.17.

82


(26)

yang efektif (effective majority).Subyek opini publik adalah masalah baru yang kontroversial dimana unsur-unsur opini publik adalah: pernyataan yang kontroversial, mengenai suatu hal yang bertentangan, dan reaksi pertama / gagasan baru.

Pendekatan prinsip terhadap kajian opini publik dapat dibagi menjadi 4 kategori : pengukuran kuantitatif terhadap distribusi opini penelitian terhadap hubungan internal antara opini individu yang membentuk opini publik pada suatu permasalahan deskripsi tentang atau analisis terhadap peran publik dari opini publik kajian baik terhadap media komunikasi yang memunculkan gagasan yang menjadi dasar opini maupun terhadap penggunaan media oleh pelaku propaganda dan manipulasi.

Opini dapat pula dinyatakan melalui perilaku, bahasa tubuh, raut muka, simbol-simbol tertulis, pakaian yang dikenakan, dan oleh tanda-tanda lain yang tak terbilang jumlahnya, melalui referensi, nilai-nilai, pandangan, sikap, dan kesetiaan. Opini publik itu identik dengan pengertian kebebasan, keterbukaan dalam mengungkapkan ide-ide, pendapat, keinginan, keluhan, kritik yang membangun, dan kebebasan di dalam penulisan. Dengan kata lain, opini publik itu merupakan efek dari kebebasan dalam mengungkapkan ide-ide dan pendapat di masyarakat.82F

83

Laurensius Sianturi dalam hal ini telah melakukan pembentukan Marga di Desa Laumil dalam menggiring opini, Salah satunya saluran yang paling ampuh

2014, Pukul 12.34 Wib


(27)

dalam membentuk opini publik lewat Marga. Karena dengan opini publik sebenarnya mempunyai kekuatan dalam mengubah sistem politik yang ada yaitu dengan upaya membangunkan sikap dan tindakan khalayak mengenai sebuah masalah politik dan/atau actor politik di desa Laumil.

Hal ini dikuatkan oleh Bapak Tigor Siburian yang mengatakan :

“Dalam kerangka ini Laurensius Sianturi menyampaikan pembicaraan-pembicaraan politik kepada masyarakat di Desa Laumil. Bentuk pembicaraan politik tersebut di rumah-rumah dalam perkumpulan Marga.”83F

84

Penggiringan Opini tentang Marga oleh Laurensius Sianturi menempatkan citranya sebagai Calon Kepala Desa sebagai prioritas penting dalam mencari dukungan dan simpati di Desa Laumil. Hal ini juga dipicu oleh peran Marga di Desa Laumil yang telah sedemikian maju disbandingkan pada pemilihan Kepala Desa sebelumnya. Pengadopsian Marga dengan menggiring opini mengaharuskan Laurensius Sianturi bersaing ketat memperebutkan dukungan menjadi Kepala desa di Desa Laumil.. Pengiringan Opini Publik yang dilakukan Laurensius Sianturi dalam hal ini mempunyai fungsi sebagai keutuhan dalam kehidupan sosial dan politik di Desa Laumil.

Isu marga dalam pemilu atau pemilihan kepala desa bukan hal baru lagi terutama di Sumatera utara. Walaupun terkesan strategi politik klasik, nyatanya mengangkat isu Marga masih menjadi topik yang laku dijual dalam perhelatan pemilihan kepala desa di beberapa daerah di Sumatera Utara. Isu kesukuan, putra daerah, isu agama, bergaris keturunan raja, alih waris, selalu menjadi tema

84

Hasil Wawancara dengan Tim Sukses Laurensius Sianturi Bapak Tigor Siburian pada tanggal 27 Desember 2015 di Kediamannya di Desa Laumil, Pukul 14.00 Wib.


(28)

kampanye untuk meraup suara dari calon pemilih. Isu primodial memang tidak melanggar hukum selagi tidak mengandung fitnah terhadap lawan politik dan mengadudombakan rakyat. Lain dari itu, secara positif primodialisme itu sendiri merupakan suatu kekayaan budaya bangsa yang harus dijaga eksistensinya dalam ruang lingkup Bhineka Tunggal Ika, asalkan tidak menggunakan isu tersebut sebagai alat untuk kepentingan segelintir orang yang punya ambisi kekuasaan.84F

85

Namun kenyataan praksis rupanya berbanding terbalik. Kebanyakan aktor politik justru menggunakan isu ini sebagai senjata ampuh untuk memenangkan pemilihan Kepala desa di Desa Laumil. Isu Marga tentunya menjadi sangat subur ketika dilemparkan dalam pemilih tradisional yang masih memilih berdasarkan emosional dan loyalitas di Desa Laumil. Realitas ini merupakan bentuk kejanggalan dalam demokrasi (dari, oleh dan untuk rakyat). Jika demokrasi itu oleh rakyat maka seharusnya penentuan tipikal pemimpin, berdasarkan pertimbangan pribadi rakyat bukannya dimainkan oleh segelintir elit. Rakyat bawah selalu dijadikan obyek isu para elit pragmatis. Rakyat berada pada posisi pasif yang siap menerima segala gempuran isu, sementara elit politik berpangku tangan melihat reaksinya.

Isu Marga memang bukan hal baru proses demokrasi di level lokal di Desa Laumil oleh Laurensius Sianturi ketika mengalihkan perhatian masyarakat pemilih dari penilaian sesungguhnya atas seorang calon, baik kecerdasan, kebijakan, jiwa kepemimpinan serta ide-ide briliant yang seharusnya lebih ditonjolkan untuk kemajuan daerahnya. Dari sudut integritas bangsa, kampanye

85


(29)

dengan mengangkat isu Marga berpotensi bahaya laten terhadap kesatuan dan persatuan bangsa. Dengan menonjolkan aspek agama dan suku tertentu berarti menganaktirikan agama dan suku lainnya. 85F

86

Hal ini diperkuat oleh bapak Gunsar Sianturi yang mengatakan :

“ Marga merupakan bagian dari fakta sejarah di sumatera Utara khususnya Masyarakat Batak. Indonesia lahir dari rahim kebhinnekaan, di mana Marga dalam masyarakat batak merupakan salah satu bagian terpenting dari komponen kemajemukan sebuah bangunandalam masyarakat batak.”86F

87

Sejalan dengan proses demokratisasi di Indonesia sering timbul gejala-gejala negatif seperti ekses-ekses yang mementingkan kelompok dan marga sendiri (sukuisme), adanya kecenderungan untuk menggunakan nilai-nilai kelompok. Isu Marga berkaitan dengan lahirnya demokrasi di Sumatera Utara.

Maraknya proses demokrasi yang sejalan dengan politik desentralisasi dimana pemerintah pusat memberikan hak kepada pemerintah daerah untuk memperoleh kebebasan dan pengakuan politik dalam pemilihan kepala daerah sendiri. kesukuan yang menjadi ikatan yang sangat emosional dan mendalam telah melahirkan perjuangan kelompok Marga tertentu dari dominasi etnis mayoritas di Desa Laumil.

Menggunakan Marga sebagai penggiringan Opini berkaitan pula dengan kebudayaan masing-masing yang memiliki ciri khas dari kelompok etnis batak, dalam kelompok tersebut terjadi keterikatan antara orang-orang dalam kelompok tersebut atau dikenal sebagai primordialisme. Sehingga tidak jarang keterikatan

86

Ibid,,Faturochman.,Hal.20 87

Wawancara dengan Wakil Kepala Desa Bapak Gunsar Sianturi di kediamaanya di Desa Laumil pada tanggal 29 Desember 2015, Pukul 12.05 Wib


(30)

Marga ini dimanipulasi dan dijadikan alat atau kendaraan oleh kelompok elite dalam memperebutkan sumber kekuasaan, terutama di desa yang penduduknya

Pemilihan Kepala Desa di desa Laumil merupakan salah satu bentuk pelaksanaan demokrasi yang bertujuan untuk menciptakan sebuah tatanan pemerintahan desa yang bersih, akuntabel dan demokratis di ruang lingkup desa. Pemilihan Kepala Desa di Desa Laumil yang karena konsekuensi dari otonomi daerah yang mana sejak jaman orde lama pemilihan ini sudah bersifat langsung, yaitu Pemilihan Kepala Desa di desa Laumil dengan melibatkan seluruh rakyat di desa yang memiliki hak pilih. Karenanya Pemilihan Kepala Desa kini menjadi arena pertarungan elit di desa yang ingin berkuasa.

Dalam masyarakat yang multietnik di desa, dinamika politik senantiasa memiliki situasi yang lebih tinggi dibandingkan pada desa yang relatif homogen. Hal tersebut dapat kita lihat pada kontestasi politik di tingkat lokal pada beberapa Pemilihan Kepala Desa di seluruh Indonesia. Aspek etnis tidak boleh dilupakan perannya dalam Pemilihan Kepala Desa di Indonesia. Mobilisasi pemilih dapat dilakukan dengan mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan etnisitas, baik etnis, agama dan sebutan penduduk asli atau pendatang. 87F

88

Hal ini diperkuat oleh Bapak Tigor Siburian yang mengatakan :

“Latar belakang Marga kandidat di Desa laumil sedikit banyak mempengaruhi pilihan pemilih di Desa laumil. Ini terutama terjadi di wilayah-wilayah yang mempunyai perimbangan Marga dimana ada dua atau lebih Marga dominan di wilayah tersebut. Meski gambaran

88


(31)

posisi Marga agak berbeda antara suatu daerah dengan daerah lainnya.”88F

89

Beragamnya etnis yang mendiami Desa Laumil telah menyebabkan suburnya politik identitas etnis. Mobilisasi dukungan dengan isu penggiringan opini Marga oleh Laurensius Sianturi digunakan dengan memanfaatkan komunikasi politik dengan pesan utama, putra daerah dan Marga lainnya. Wacana tersebut juga menguat dalam penentuan kepala desa di Desa Laumil. Mereka berlomba melobi dukungan, Marga menjadi hal yang sangat menentukan di Desa Laumil. bagaimana dan mengapa nilai-nilai dalam Marga yang transenden begitu merasuk dalam politik lokal di desa Laumil manakala berbagai aturan formal tetap bersifat sekuler.

89

Hasil Wawancara dengan Tim Sukses Laurensius Sianturi Bapak Tigor Siburian pada tanggal 27 Desember 2015 di Kediamannya di Desa Laumil, Pukul 14.00 Wib.


(32)

BAB IV

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Dukungan Marga sangat kuat pemilihan terhadap Calon Kepala Desa Laumil, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi Tahun 2012. Untuk memberikan penjelasan atas penarikan kesimpulan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipaparkan sebagai hasil penelitian bagaimana Pengaruh marga sangat kuat pemilihan terhadap Calon Kepala Desa Laumil, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi Tahun 2012.

Kita sering mendengar banyak Calon kepala desa di Sumatera Utara, khususnya masyarakat batak banyak menggunakan marganya sebagai satu pengaruh terhadap orang lain karena marga memiliki suatu pengaruh yang sangat kuat akibat dari dengan adanya sistem kekerabatan. Pengaruh marga sering sekali dijadikan suatu kekuatan perpolitikan di Indonesia.Sehingga banyak yang menyatakan marganya walaupun tanpa ada hubungan darah secara garis keturunan Batak Toba yaitu Patrilineal.Saat ini, marga dapat dimiliki seseorang karena dimaksudkan sebagai gelar kehormatan belaka.Marga dijadikan sebagai sarana dalam pendekatan terhadap suku Batak Toba.Bagi suku Batak Toba, marga memiliki nilai yang sangat tinggi di dalam masyarakat dibandingkan dengan harta kekayaan.Tanpa marga maka seseorang tersebut tidak memiliki nilai kedudukan dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.


(33)

Peran norma dalam perspektif identitas sosial sebagai dasar untuk sejumlah fenomena komunikatif yang nyata, menjelaskan bagaimana norma kelompok di Desa Laumil yang direpresentasikan sebagai kognitif tergantung pada konteks prototipe yang menangkap sifat khas kelompok ynag kemudian dimamfaatkan dalam kegiatan Pemilihan Kepala Desa. Proses yang sama yang mengatur arti-penting psikologis prototipe yang berbeda, dan dengan demikian menghasilkan perilaku kelompok normatif, dapat digunakan untuk memahami pembentukan, persepsi, dan difusi norma, dan juga bagai-mana beberapa anggota kelompok menjelang pemilihan kepala desa.

Kebersamaan di Desa Laumil juga berfungsi sebagai pedoman bagi masyarakat dalam bertingkah laku di masyarakat, mengormati orang yang lebih tua, dan orang lain, juga berfungsi sebagai pedoman dalam bertingkah laku, serta kehidupan sosial masyarakat. Sebagai alat untuk menangkal hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas sosial masyarakat. Disetiap daerah tentunya memiliki cara dan sistem yang berbeda dalam menjaga kerukunan dalam mengikat persaudaraan. Begitupula dengan yang terjadi di Desa Laumil. Dimana etnis batak, Melayu dan Jawa hidup berdampingan dan terbentuk sikap toleransi, kekeluargaan dan persaudaraan sejak mereka berada di daerah tersebut. Hal tersebut berdampak positif bagi kerukunan kehidupan bermasyarakat di Desa Laumil.

Penduduk Desa Laumil berjumlah 2.418 jiwa dimana 2390 jiwa (98,84%) adalah bersuku batak, kemudian disusul oleh suku karo berjumlah 32 orang, suku pak-pak 22 jiwa dan yang paling sedikit 2 jiwa. Artinya dominasi etnis batak


(34)

terhadap perpolitikan di desa tersebut sangatlah dominan. Hampir setiap kegiatan berdasarkan marga dalam batak.

Guna mencapai hal ini, marga memenuhi hal seperti memiliki kemampuan keorganisasian untuk mengendalikan sumber-sumber dukungan yang tersedia secara permanen seperti Marga Sianturi, sinaga dan sihombing yang memiliki kemampuan keorganisasian yang responsif dan adaptif terhadap situasi yang berkembang didesa Laumil. perkembangan situasi eksternal tanpa harus mengganggu stabilitas internalnya. Pada situasi. Tingkat fanatisme marga yang tinggi merupakan kondisi atau persyaratan politik yang harus ada jika suku-suku tertentu ingin melanggengkan eksistensinya Pola mobilisasi politik yang dipilih masyarakat untuk menggalang dukungan pemilih di Desa laumil.

Konsep kepemimpinan berbasis pelayanan menjadi sangat penting di desa Laumil, sebagai konsekuensi logis dalam sistem demokrasi, dimana rakyat atau masyarakat adalah yang berkuasa. Dalam konsep demokrasi, masyarakat bukan didudukan sebagai obyek kekuasaan tetapi sebagai subyek dan sekaligus obyek penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini bermakna sumber kekuasaan berada di tangan masyarakat. Kepemimpinan dalam sistem politik demokratis, hakikat-nya adalah kepemimpinan yang memiliki kemampuan partisipatif, kecerdasan multikultural dan sosial dan bahkan kecerdasan spiritual.

Kemampuan partisipatif Laurensius Sianturi dalam memanfatkan marga sebagai mobilisasi dimaknai, sebagai sikap kepemimpinan yang selalu mendengar keluhan dan kebutuhan masyarakat dan bukan hanya mau didengar saja.


(35)

Kecerdasan tersebut sebagai konsep dasar kepemimpinan yang memnfaatkan sumberdaya marga, dengan asumsi dasar bahwa kepemimpinan Laurensius Sianturi akan berhasil jika kepemimpinan yang mengenal, memahami, mendalami dan menghargai nilai-nilai marga yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat desa Laumil.

Selama ini pola-pola yang dilakukan Laurensius Sianturi lebih kepada pendekatan melalui Marga, Serikat Tolong Menolong dan arisan bulanan. Dalam setiap acara tersebut tidak hanya berbicara mengenai agama dan kebudayaan saja tetapi bagaimana kelompok mereka masuk kedalam kekuasaan juga. Karena dengan masuk kedalam struktur pemerintahan berarti ikut dalam pembangunan kelompok tersebut.

Pengaruh isu yang ditawarkan Laurensius Sianturi mislanya kesukuan bersifat situasional terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik, hukum, dan keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis yang menyangkut Marga di Desa Laumil.

Pemilihan Kepala Desa di desa Laumil merupakan salah satu bentuk pelaksanaan demokrasi yang bertujuan untuk menciptakan sebuah tatanan pemerintahan desa yang bersih, akuntabel dan demokratis di ruang lingkup desa. Pemilihan Kepala Desa di Desa Laumil yang karena konsekuensi dari otonomi daerah yang mana sejak jaman orde lama pemilihan ini sudah bersifat langsung, yaitu Pemilihan Kepala Desa di desa Laumil dengan melibatkan seluruh rakyat di


(36)

desa yang memiliki hak pilih. Karenanya Pemilihan Kepala Desa kini menjadi arena pertarungan elit di desa yang ingin berkuasa.

IV.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka yang menjadi saran penulis adalah sebagai berikut:

1. Marga merupakan komponen yang sangat penting dalma setiap pemilihan kepala desa di Sumatera Utara, khusunya masyarakat batak untuk itu kedepannya isu ini tidak di naikkan jelang pemilihan saja tetapi untuk kesejahteraan desa.

2. Maka secara konkret diperlukan perubahan mendasar terhadap cara calon kepala desa di Sumatera Utara kedepannya untuk memberikan setidaknya pendidikan politik dan cara komunikasi yang membangun untuk kehidupan berpolitik yang lebih baik terutama berhubungan dengan pemanfaatan etnisitas dalam kompetisi politik.

3. Secara empirik, Etnisitas kedepannya tidak hanya berbicara kekuasaan tetapi juga bagaimana membangun desa untuk kesejahteraan rakyat.


(37)

BAB II

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

II.1. KONDISI FISIK DAERAH PENELITIAN

Pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat bahwa Raja Sisisngamangaraja XII semasa hidupnya cukup lama berjuang di Daerah Dairi, karena wilayah Bakkara dan wilayah Toba pada umumnya telah dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan meneruskan perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke Dairi, beliau wafat pada tanggal 17 Juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah komandan Batalion Marsuse Belanda, Kapten Cristofel.31 F

32

Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera, maka nilai-nilai, pola dan struktur Pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat dengan mengacu pada system dan pembagian wilayah Kerajaan Belanda, maka Dairi saat ini ditetapkan pada suatu Onder Afdeling yang dipimpin seorang Cotroleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang Demang dari penduduk Pribumi/Bumi Putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen dan Demang Der Dairi Landen.32F

33

Pemerintah Dairi landen adalah sebagian dari wilayah Pemerintahan Afdeling Batak Landen yang dipimpin Asisten Residen Batak Landen yang berpusat di Tarutung.Sistem ini berlaku sejak dimulainya perjuangan pahlawan Raja Sisingamangaraja XII dan berlaku juga sampai penyerahan Belanda atas

32

Kabupaten Dairi. Dairi Regency in figure 2012. Dairi: BPS Dairi, Hal.23. 33


(38)

penduduk Nippon (Jepang) pada tahun 1942. Pada masa itu pemerintahan Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti dan para pemuda dipaksa masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan Militer Sekutu.

Setelah kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, sehingga sebelum Undang-Undang tersebut dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan Daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 (delapan) Propinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur. Daerah Propinsi dibagi dalam Keresidenan yang dikepalai seorang Residen.Gubernur dan Residen dibantu ileh Komite Nasional Daerah.33F

34

Pada masa Agresi Militer I, Belanda berhasil menduduki wilayah Sumatera Timur yakni Sidikalang, Sumbul, Kerajaan, Salak, Tigalingga, dan Tanah Pinem.Disamping itu terjadi juga perjuangan pembentukan daerah otonom yang mengakibatkan Dairi terdiri dari beberapa kecamatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang berlaku surat mulai tanggal 1 Januari 1964, maka wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan yaitu:

1. Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang; 2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul;

34


(39)

3. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga; 4. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh; 5. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak;

6. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukarame;

7. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil; 8. Kecamatan Siempat Nempu.34F

35

1. Letak Dan Luas

Desa Laumil merupakan salah satu desa diantara 14 desa yang ada di wilayah kecamatan Tiggalingga selain Desa Lau Pak-Pak, Desa Lau Mogap, Desa Brtungen Julu, Desa Sukandebi, Desa lau Simere, Desa Tigalingga, Desa lau Bagot, Desa Palding, Desa Palding Jaya, Desa Sarintonu, Desa Ujung Teran, Desa Sumbul Tengah dan Desa Juma Gerat. Desa Laumil terletak pada 2 ° 42’ LU dan 98°16’BT-98°19’ dengan luas wilayah lebih kurang 400 Ha.

Secara Geografis Desa Leumil berbatasan dengan :35F

36

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Batugungun.

b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Sukadebi

c. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Batugunun

d. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Lau Sireme

35

Badan Pusat statistik Dairi. 36


(40)

Desa Laumil memiliki 4 dusun :

1. Dusun Laumil Sialaman.

2. Dusun Laumil Gereja.

3. Dusun Laumil Mil Tombak.

4. Dusun Laumil Gadong.36F

37

2. Keadaan Alam

2.1.Iklim

Desa Laumil berhawa dingin. Desa Laumil yang berjarak hanya sekitar 45 Km dari Kota Sidikalang memiliki kesamaan iklim yang dingin. Desa Laumil mengalami dua kali pertukaran musim sepanjang tahun yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan September sampai dengan bulan Maret, sedangkan musim kemarau berlangsung dari bulan April sampai bulan Agustus.

2.2.Keadaan Tanah

Desa Laumil berada pada ketinggian 500 sampai dengan 700 m diatas permukaan laut. Pada umumnya penggunaan tanah yang ada di Desa Laumil ini adalah tanah kering. Dari 14 desa yang ada di Kecamatan Tigalingga umumnya memilih penggunaan tanah kering dibandingkan dengan tanah sawah, atau

37


(41)

penggunaan sebagai bangunan. Adapun luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah dan Desa Laumil dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel.1. penggunaan lahan di desa Laumil tahun 2011

No Uraian Luas/Ha Persentase

1 Tegal/Ladang 300 Ha 75%

2 Pemukiman 10 Ha 2,50 %

3 Tanah Perkebunan Rakyat 88 Ha 22 %

4 Tanah Khas desa 0,15 Ha 0,03 %

5 Tanah Lainnya 1,85 Ha 0,46 %

Jumlah 400 Ha 100%

Sumber : kantor Kepala Desa Laumil, 2011

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang terluas di desa Laumil adalah pengggunaan lahan Tegal/Ladang 300 Ha. Atau 75% dam penggunaan lahan yang paling sedikit adalah tanah khas desa (0,03%).37F

38

A. Keadaan Non-Fisik

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapatmerupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempattinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan danpenghidupan.Pola pemukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggalmenetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Desa di Indonesia terbentuk dari pembukaan lahan untuk pertanian yang dilakukan oleh individu atau sekelompok yang akhirnya menetap. Di Desa Laumil pemukiman

38


(42)

desa dihuni oleh orang-orang yang seketurunan. Mereka memiliki nenek moyang yang sama, yaitu para cikal bakal pendiri desa tersebut. Penduduk Desa Laumil seluruhnya 2.418 jiwa yang terdiri dari 467 KK.38F

39

Rumah-rumah yang ada di desa ini umumnya memanjang dan yang lainnya menyebar tidak teratur mengikuti jalan kecil. Jenis jalan umum yang terdapat di Desa Laumil adalah jalan aspal. Kualitas jalan yang terdapat tidak begitu bagus karena sebagian besar jalan sudah rusak dan berlubang. Hal ini disebabkan karena jalan umum ini sudah lama tidak diperbaiki. Disekitar jalan umum yang terdapat Desa Laumil dapat dilihat perumahan penduduk. Perumahan penduduk masyarakat umumnya bersifat semi permanen, rumah penduduk umumnya terbuat dari papan dan memiliki pondasi yang terbuat dari semen, rumah penduduk juga membuat atap rumah mereka dari seng aluminium. Adapun rumah penduduk yang bersifat gedung berada di pusat kecamatan yang berada dekat dengan pusat pemerintahan dan pasar.

Hasil kebun yang dimiliki oleh masyarakat akan dijual di pasar dan akan diperjual belikan oleh masyarakat yang ada di pasar. Puncak pasar di Tigalingga ada pada hari Rabu setiap minggu. Masyarakat yang berinteraksi di pasar berasal dari berbagai daerah yang ada di sekitar Desa Laumil. Masyarakat berasal dari berbagai daerah baik itu dari Kota Sidikalang maupun desa-desa lain yang berada dekat dengan Desa Tiga Lingga. Masyarakat ramai berada di pasar karena puncak pasar hanya sekali dalam seminggu, hal ini mengakibatkan masyarakat harus memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam jumlah yang besar supaya cukup sampai

39


(43)

dengan puncak pasar berikutnya. Disekitar pasar terdapat pusat pemerintahan seperti kantor kepala desat dan sekolah. Masyarakat di Desa Laumil hanya menganut dua agama saja yaitu Kristen dan Islam. Mayoritas agama yang dianut masyarakat adalah agama Kristen.

Gambaran penduduk berdasarkan umur sangat penting untuk diketahui, karena berdasarkan gambaran tersebut dapat dijelaskan jumlah penduduk yang tergolong usia produktif 15-64 tahun dan usia belum produktif 0-14 tahun serta usia umur tidak produktif 65 tahun keatas. Keadaan penduduk berdasarkan kelompok umur menggambarkan angka ketergantungan pada suatu daerah dimana, dimana angka ketergantungan akan dikatakan tinggi jika penduduk usia non-produktif lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk usia produktif. Rasio ketergantungan merupakan salah satu indikatir demografi yang penting.

Semakin tinggi presentase Rasio ketergantungan menunjukan semakin tinggi beban yang ditanggung penduduk produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan presentase rasio ketergantungan yang semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Untuk mengetahui kedaan penduudk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut :


(44)

Tabel 2. Komposisi penduduk berdasarkan Umur di desa Laumil tahun 2011

No Kelompok Umur

(Tahun)

Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 0-4 199 8,22

2 5-9 156 4,45

3 10-14 174 7,19

4 15-19 150 6,20

5 20-24 158 6,53

6 25-29 162 6,69

7 30-34 417 17,24

8 35-39 330 13,64

9 40-44 138 5,70

10 45-49 161 6,65

11 50-54 156 6,45

12 55-59 145 5,99

13 60-64 62 2,56

14 >65 10 0,41

Jumlah 2418 100%

Sumber : kantor kepala Desa laumil,2011

Dari tabel tersebut menunjukan bahwa kelompok usia 30-34 tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak dengan jumlah penduduk 417 jiwa atau 17,24 % dan kelompok umur paling sedikit adalah diatas 65 tahun dengan rasio 0,41 % atau 10 orang.

Kemudian komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dna perempuan di desa Laumil adalah.


(45)

Tabel 3 Komposisi Penduduk berdasarkan jenis Kelamin di desa laumil

No Kelompok Umur

(Tahun)

Laki-Laki Perempuan

1 0-4 104 95

2 5-9 80 76

3 10-14 89 85

4 15-19 77 73

5 20-24 81 77

6 25-29 84 78

7 30-34 214 203

8 35-39 167 163

9 40-44 71 67

10 45-49 84 77

11 50-54 80 76

12 55-59 75 70

13 60-64 32 30

14 >65 6 4

Jumlah 1.244 1174

Sumber : kantor kepala desa Laumil, 2011

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin di desa Laumil memperlihatkan perbedaan karena jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.244 Jiwa (51,44%) sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.174 Jiwa (44,66%).


(46)

II.2. KOMPOSISI PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA

Data penduduk Desa Laumil menganut 2 agama yaitu Kristen dan Islam. Perincian jumlah penganut agama tersebut adalah dilihat dari banyaknya sarana ibadah yang ada di setiap desa. Jumlah penduduk yang lebih banyak di Desa Laumil adalah penganut Agama Kristen karena memiliki 6 sarana ibadah di dalam desa. Dan disusul oleh Agama Islam yang memiliki 1 sarana ibadah yang ada di dalam desa Tigalingga. Sedangkan sarana ibadah kuil dan wihara tidak ada di dalam Desa Laumil.

Desa Laumil memiliki agama yang berbeda-beda tetapi itu bukanlah merupakan suatu halangan atau hambatan bagi masyarakat dalam bersosialisi. Masyarakat sadar bahwa perbedaan agama bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan apalagi menjadi pemicu konflik di dalam lingkungan bermasyarakat. Masyarakat bebas memeluk suatu agama dan itu menjadi pedoman bagi masyarakat di Desa Laumil sehingga masyarakat saling menghargai satu dengan yang lain.

Toleransi antar umat beragama di dalam masyarakat dapat dilihat pada hari-hari besar agama. Pada saat suasana Natal, hari Lebaran, dan pada saat Tahun baru seluruh masyarakat saling bersilaturahmi antar sesama umat beragama tanpa melihat agama apa yang dianut. Selain itu masyarakat juga saling menghargai dan membantu antar sesama umat beragama dalam menjalankan hari besar agama masing-masing baik itu Agama Kristen dan Agama Islam.


(47)

No Agama Jumlah (Jiwa) Presentase

1 Islam 22 0,92%

2 Kristen 2390 98,84%

3 Katolik 6 0,24%

Jumlah 2418 100%

Sumber : kantor kepala desa Laumil, 2011

Tabel 4 menunjukan bahwa masyarakat Desa Laumil mayoritas menganut agama kristen sebanyak 2.390 jiwa (98,84%) dan yang paling sedikit adalah agama katolik sebnayak 6 jiwa (0,24%). Dengan kesimpulan di daerah desa Laumil mayoritas penduduk menganut agama Kristen Protestan.

B.2. Komposisi Penduduk menurut Etnis

Pembahasan mengenai teori identitas sosial tentu tidak bisa dipisahkan dengan teori kategorisasi diri (self-categorization theory). realitas sosial merupakan tempat berkembangnya nilai-nilai yang menjadi acuan bagi identitas kelompok, dan dalam perkembangannya kemudian melahirkan batas-batas antarkelompok. Identitas sosial yang mewujud dalam interaksi sosial dengan demikian merupakan penjelamaan dari kegiatan memilih, menyerap, sekaligus mempertahankan nilai-nilai tersebut, sehingga dfalam konteks ini bisa dibaca bahwa pada dasarnya setiap kelompok akan membawa dan memperjuangkan kepentingannya masing-masing dalam interaksi sosial.

Hal ini juga bisa dipahami bahwa kecenderungan sebuah kelompok sosial untuk menyerap nilai-nilai tertentu ketimbang yang lainnya merupakan cara kelompok tersebut dalam membuat batas pembeda antara dirinya dengan


(48)

kelompok-kelompok lain. Proses yang mewakilinya disebut sebagai kategorisasi diri. Bagi individu yang menjadi bagian dari kelompok sosial tersebut selanjutnya akan menempatkan nilai-nilai yang berkembang dalam kelompoknya itu.39F

40

Penduduk Desa Laumil mayoritas adalah suku bangsa Batak Toba. Selain itu suku bangsa Batak Karo juga banyak terdapat di kecamatan ini. Desa Laumil memiliki suku bangsa yang beragam karena banyak terdapat suku bangsa yang berbeda. Bahasa yang sering digunakan di Desa Laumil ini adalah bahasa Toba dan bahasa Karo. Hal menarik yang terdapat di Desa Laumil ini adalah masyarakat mengerti dua bahasa yaitu bahasa Toba dan bahasa Karo. Masyarakat Batak Toba yang berbicara bahasa Toba akan dibalas dengan bahasa Karo oleh Masyarakat Batak Karo begitu juga dengan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Laumil ini memiliki rasa sosialisasi yang tinggi antar sesama suku bangsa yang berbeda.

Tabel 5. Penduduk menurut Etnis di Desa Laumil

No Suku Jumlah (Jiwa) Presentase %

1 Pak-Pak 22 0,90

2 Toba 2390 98,84

3 Karo 32 0,42

4 Simalungun 12 0,49

5 Nias 3 0,12

6 Minang 3 0,12

Pemerhati dna penggiat masalah etnisitas )diunduh pada tamggal 1 agustus 2015, Pukul 13.45 Wib.


(49)

7 Jawa 2 0,08 Jumlah

Sumber : Kantor Desa Laumil

Data pada tabel 5 menjelakan bahwa suku yang dominan diwilayah ini adalah suku batak toba yang mencapai 2390 % jiwa (98,84%). Masyarakat suku yang paling sedikit di desa laumil adalah suku Jawa 2 Jiwa atau 0,08 %.40F

41

II.3. Komposisi Penduduk Menurut mata Pencaharian

Mata Pencarian penduduk merupakan suatu aktivitas untuk mempertahankan hidupnya. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian menggambarkan kehgiatan ekonomi penduduk setempat dalam upaya untuk kelangusngan hidupnya sebagai petani, buruh tani, PNS, Pedagang, wiraswasta, Karyawan Swasta, pengrajin dan lain-lain.

Mata pencahrian utama di Desa Laumil adalah sebagai petani. Selain petani mata pencahrian lain yang ada di kecamatan ini adalah sebagai wiraswasta atau bekerja sebagai PNS. Selain itu masyarakat ada yang berdagang tapi itu biasanya dilakukan pada saat hari tertentu seperti hari Rabu, karena puncak pasar yang ada di Desa Laumil ada pada hari Rabu dan disituah para masyarakat berkumpul untuk saling bersosialisai.

41


(50)

Tabel.7. Kompisisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Di Desa laumil

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase

1 Petani 1.234 80,97

2 Buruh/Tani 104 6,82

3 PNS 48 3,14

4 Pedagang/Wiraswasta 20 1,31

5 Karyawan Swasta 100 6,56

6 Pengrajin 2 0,13

7 Montir 3 0,19

8 Guru Honor 12 0,78

9 Tukang Kayu 1 0,06

Jumlah 1.524 100

Sumber : kantor kepala desa Laumil, 2011

Dari tabel tersebut menjelaskan bahwa mata pencaharian penduduk Desa Laumil sangat beragam, ada 9 jenis mata pencaharian yang tercatat secara resmi, diantaranya mata pencaharian sebagai Petani merupakan mata pencaharian yang dominan 1.234 jiwa (80,97%) dan jenis mata pencaharian yang palinsedikit adalah tukang kayu 1 jiwa (0,06%).41F

42

B.4. Sarana dan Prasarana pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu hal yang terpenting dalam kemajuan suatu bangsa dan negara tergantung pada mutu pendidikan. Untuk itu perlu

42


(51)

diperhatiakn kemajuan pendidikan di suatu pedesaan karena pendidikan merupakan sarana untuk mengisi keterbelakangan masyarakat di segala bidang kehidupan.

Pendidikan yang seimbang jumlahnya antara masyarakat yang sekolah dengan masyarakat yang tidak sekolah atau putus sekolah. Ini menandakan bahwa tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih minim. Tapi pada saat sekarang ini tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sudah meningkat, karena dapat dilihat semkin banyaknya masyarakat dari Desa laumil mengikuti kuliah di luar kota seperti Kota Medan. Banyaknya jumlah masyarakat yang tidak sekolah kemungkinan besar diakibatkan oleh kurang nya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan kebiasaan itu semakin pudar karena pemikiran masyarakat yang sudah mengerti akan pentingnya pendidikan untuk masa depan bagi anak-anak mereka atau generasi penerus bangsa.

Tabel 8. Sarana Pendidikan Di Desa Laumil

NO Sarana Pendidikan Jumlah (Unit) Presentase

1 PAUD 1 20

2 TK 1 20

3 SD/Sederajat 3 60

Jumlah 5 100

Sumber : Kantor Desa Laumil.

Pada tabel ini tersedia 3 jenis sarana pendidikan. Sarana yang paling banyak adalah Sekolah dasar (SD) yang berjumlah 3 unit atau 60% sedangkan


(52)

sarana pendidikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK) memiliki masing-masing 1 unit (20%). Tidak tersedianya sekolah lanjutan tingkat atas di daerah ini membuat anak-anak di daerah ini harus melanjutkan pendidikan ke daerah lain, seperti Sekolah Menengah Atas (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan ke Perguruan Tinggi (PT).42F

43

Tabel 9 Prasarana Pendidikan di Desa Laumil

No Sarana Pendidikan Jumlah Guru (Jiwa) Persentase %

1 PAUD 3 7,5

2 TK 5 12,5

3 SD/Sederajat 32 80

40 100

Sumber : Kantor Desa Laumil.

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana pendidikan terbanyak adalah guru SD sebanyak 32 orang dan guru yang paling sedikit adalah pendidikan Usia dini yaitu 3 % (7,5).

II.4. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN

Adapun tujuh unsur kebudayaan di Desa Laumil adalah:

1. Sistem Religi

Masyarakat Desa Laumil menganut dua agama yaitu agama Kristen dan agama Islam. Masing-masing agama menjalankan ajaran agama masing-masing dengan baik tanpa ada gangguan. Kedua agama di Kecamatan ini salingmenjaga

43


(53)

kerukunan antar umat beragama. Masyarakat yang beragama Islam membentuk kegitatan perwiridan kaum bapak, kaum ibu, dan kaum muda-mudi. Masyarakat yang beragama Kristen juga membentuk kegiatan kebaktian keluarga, pendalaman Alkitab, dan doa syafaat.

Kegiatan kerohanian yang ada di Desa Laumil dilakukan setiap minggu secara rutin. Kegiatan kerohanian ini dilakukan terpisah antara kaum bapak dengan kaum muda-mudi, ini dilakukan suapaya kegiatan rohani yang dilakukan rutin setiap minggu tidak jenuh atau membosankan jadi kegiatan rohani disesuaikan dengan kategori tertentu. Kegiatan ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Sistem Organisasi dan Kemasyarakatan

Masyarakat Desa Laumil memiliki sistem organisasi dan kemasyarakatan di dalam lingkungan seperti organisasi Pemuda Pancasila. Organisasi ini merupakan salah satu organisasi yang digerakkan oleh pemuda kecamatan. Organisasi ini mempunyai beberapa kegiatan di dalam masyarakat, seperti melakukan kegiatan-kegiatan yang positif yang tujuannya diutamakan terhadap para pemuda. Salah satu kegiatan yang diadakan oleh organisai Pemuda Pancasila adalah dengan mengadakan kompetisi sepakbola antar kampung yang ada di Desa Laumil. Kegiatan ini memang ditujukan bagi para pemuda, kegiatan ini diharapkan nantinya bisa menjalin kekompakan antar sesama pemuda yang ada di Kecamatan Tigalingga.


(54)

Kegiatan organisasi ini sudah lama diselenggarakan. Kegiatan ini merupakan sudah menjadi salah satu kegiatan rutin di dalam Desa Laumil. Kegiatan ini biasanya diadakan pada saat-saat tertentu seperti penyambutan perayaan hari raya Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus setiap tahunnya dan sudah menjadi salah satu kegiatan yang wajib diadakan oleh organisasi ini.

3. Sistem Ilmu Pengetahuan

Masyarakat Desa Laumil dalam bidang pendidikan memanfaatkan sekolah yang ada di Desa Laumil. Dalam bidang ilmu pengetahuan kesehatan, masyarakat Desa Laumil melakukan upaya dengan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang merupakan pengetahuan masyarakat adalah pengobatan dengan menggunakan ramuan obat-obat tradisional karo. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih ada orang pintar dalam membuat obat tradisional karo di Kecamatan Tigalingga, seperti minyak kem-kem dan minak alun. Obat tradisional karo yang dihasilkan ini biasanya diproduksi dalam bentuk minyak urut. Obat tradisional karo ini juga telah banyak dipasarkan ke masyarakat luas sebagai salah satu obat tradisional.

Masyarakat Desa Laumil memiliki orang yang pandai dalam pengerajin pembuatan keranjang. Hal ini dapat dilihat pada saat musim durian, banyak masyarakat yang menjadi pengrajin keranjang yang akan di jual dan digunakan sebagai tempat hasil panen durian yang akan dibawa ke pasar atau dijual kepada agen durian.


(55)

Bahasa yang digunakan masyarakat Desa Laumil sehari-hari adalah bahasa Toba dan bahasa Karo. Masyarakat Desa Laumil bisa menggunakan dua bahasa ini. Masyarakat Toba bisa berkomunikasi dengan masyarakat Karo dengan menggunakan bahasa Karo, dan sebaliknya masyarakat Karo bisa berkomunikasi dengan masyarakat Toba dengan menggunakan bahasa Toba. Ini menandakan bahwa masyarakat di Desa Laumil memiliki rasa sosisalisasi antar suku yang sangat erat. Bahasa Indonesia digunakan dalam bidang pendidikan di sekolah dan di dalam perkantoran. Umumnya masyarakat Kecamatan Tigalingga bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Jadi bagi masyarakat luar yang datang ke kecamatan ini bisa berkomunikasi dengan masyarakat Desa Laumil dengan baik.

5. Sistem Kesenian

Kesenian adat masih dapat ditemukan di Desa Laumil. Kesenian adat Toba dan Karo biasanya ditemukan pada saat acara adat seperti acara pernikahan, acara adat, acara kematian. Kesenian suku Karo bisa juga ditemukan pada saat acara tahunan dan acara guro-guro aro. Guro-guro aron adalah pesta seni Karo khususnya bagi kaum muda. Kesenian adat Toba dapat dilihat pada acara-acara adat dengan gondang dan tarian tor-tor. Tarian ini merupakan salah satu kesenian yang masih tetap dilaksanakan di Desa Laumil. Gondang merupakan salah satu yang wajib di dalam pelaksanaan adat batak Toba. Pakaian adat dalam pelaksanaan acara adat juga menjadi salah satu yang tidak boleh dilupakan, contoh pakaian adat yang harus ada adalah ulos. Ulos adalah kain, Warna dominan pada ulos adalah merah, hitam, dan putih yang dihiasi oleh ragam


(56)

tenunan dari benang emas atau perak. Mulanya ulos dikenakan di dalam bentuk selendang atau sarung saja, kerap digunakan pada perhelatan resmi atau upacara adat Batak, namun kini banyak dijumpai di dalam bentuk produk sovenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, dan gorden.

5. Sistem Ekonomi dan Mata Pencahrian

Masyarakat Desa Laumil pada umumnya adalah petani. Petani di kecamatan ini biasanya mengolah ladang yang ditanami cokelat, kopi, jagung, durian dan padi. Buah durian dari Desa Laumil sudah terkenal dan pemasarannya sudah sampai di Kota Medan. Buah durian merupakan salah satu pemasukan bagi masyarakat pada bulan tertentu. Buah durian biasanya panen pada awal bulan Desember sampai dengan bulan Februari. Selain buah durian masyarakat juga mengolah cokelat dan kopi yang dapat dipanen lebih cepat. Cokelat dan kopi dapat dipanen sekali dalam seminggu yang membuat masyarakat di kecamatan ini mengkombinasikan ladang cokelat, kopi, dan durian pada satu ladang saja. Selain menjadi petani, masyarakat Kecamatan Tigalingga juga bermata pencaharian sebagai buruh, pegawai, pedagang dan lain sebagainya. Dan jumlah ini sedikit dibandingkan dengan masyarakat yang profesinya sebagai petani, karena Desa Laumil masih banyak dikelilingi oleh ladang.

6. Sistem Alat dan Teknologi

Masyarakat Desa Laumil sudah menggunakan teknologi modern dalam pertanian. Pada saat sekarang para petani sudah menggunakan alat-alat pertanian dengan menggunakan mesin bahkan sudah sampai menggunakan mesin traktor


(1)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

RISKA DENIATI HUTASOIT (090906018)

HIGHWAYS AS POWER POLITICS

(Case Study: Support Citizens Against Laumil Candidate Village Head, District Tigalingga, Dairi Year 2012)

Content : xv, 99 pages, 36 book, 3 articeles, 3 interview (publication from 1982-2013)

ABSTRACT

This study tried to describe and analyze the facts about Marga Support Against Laumil Candidate Village Head, District Tigalingga, Dairi 2012. In a study examining how to make Sian Lawrence clan as a political force that is able to win village elections in the village this Laumil. Research use voter theory, the theory of political strength, theory of political participation and political power theory as a basis for analyzing the problems the problems occurred. This study is a qualitative research with qualitative descriptive technical data analysis by placing the interview as the primary data and the books and journals as secondary data. In this study, the data on the physical condition of the constituency, composition of the population based on religion, the composition of the population by livelihood and cultural elements. The results of the analysis in this study found the 4 main things about how Highways As a binder Brotherhood, Marga As Voter Mobilization, Social Interactions and the Highways. Highways As Media to Drive the Opinion. In conclusion of this study concluded that the clan as a political force in the village elections in the village Laumil very very maximum in gaining a voice in the election of village heads Laumil few ago.

Keywords: Strength, Strategy and Village Head Election.

Karya ini dipersembahkan untuk

Ibunda dan Ayahanda yang Tercinta dan Tersayang


(2)

MARGA SEBAGAI KEKUATAN POLITIK

(Studi Kasus: Dukungan Marga Terhadap Calon Kepala Desa Laumil, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi Tahun 2012)

RISKA DENIATI HUTASOIT

090906018

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmatnya berupa kesempatan dan kesehatan untuk menyelesaikan studi ini berupa penulisan skripsi mulai dari proses awal hingga akhir dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu politik dari Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “ MARGA SEBAGAI KEKUATAN POLITIK” ( Studi Kasus : Dukungan Marga Terhadap Calon Kepala Desa Laumil, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi Tahun 2012 ). Skripsi ini menjelaskan tentang peran Marga dalam pemenangan Pemilihan Kepala Desa dimana peran Marga sangat berpengaruh dengan adanya sistem kekerabatan. Marga dijadikan sebagai sarana dalam pendekatan dalam suku Batak Toba.

Tentu saja dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada, Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik dan kepada Prof. Dr. Subhilhar,MA,Ph.D selaku dosen pembimbingg saya. Terima kasih atas waktunya buat membimbing penulis dan memberikan masukan serta kritik dalam penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dekan Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Serta seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Politiok yang telah meluangkan waktu untuk mendidik penulis selama menjalani masa perkuliahan. Terimakasih juga kepada Kak Ema, Pak Burhan dan Kak Siti yang telah membantu penulis dalam urusan administrasi kampus.

Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada seluruh keluarga khususnya untuk Alm U.Hutasoit ( Bapak ) dan M br Manullang ( Ibu ) terimakasih atas dukungan, motivasi, doa, nasehat selama penuulis menempuh perkuliahan. Terimakasih kerena telah membesarkan, mendidik serta memberikan bantuan materi selama penulis menyelesaikan perkuliahan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar “Hutasoit” abang, kakak, serta adik.

Untuk sahabat yang aku sayangi Dessy M Lembanraja, Febry Mahyani Afif, Angel Naesly Tanjung , Friska Ulina Elisabeth Ginting, Sri Maulizar, Utari


(4)

Romauli Sitorus, Rita Silalahi, Elisa Laure Munthe, Yaogi Edwart Manullang , Albert, Alex, dan seluruh teman-teman seperjuangan Ilmu Politik stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis banyak memperoleh pengalaman yang banyak selama perkuliahan.

Dan tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada pria crewet dan bawel sejagat raya yaitu Hengky Wakhabayashy Kaban atas dukungan dan motivasinya yang telah selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan semua urusan kampus hingga penulis bisa seminar proposal hingga acc siding. Trimakasih telah hadir dan menjadi penyemangat di semester tua ini. Semoga sukses untuk kuliah dan Tugas Akhirnya di semester ini ya ban..(hehe)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skrispsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segenap kerendahan hati, penulis berharap semoga segala kekurangan yang ada pada skripsi ini dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk penelitian yang baik lagi di masa mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan atas terimakasih atas bantuan dari semua pihak dalam penyelesaian skripsi ini dan berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2016 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Hala man

Halaman Judul ... i

Abstrak………. ii

Abstract……… ... iii

Lembar Persembahan ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi……. ... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang... ... 1

I.2. Perumusan Masalah... ... 9

I.3. Pembatasan Masalah... 10

I.4. Tujuan Penelitian... ... 10

I.5. Manfaat Penelitian... ... 10

I.6. Kerangka Teori... ... 11

I. 6.1. Perilaku Pemilih... ... 12

I. 6.2. Teori Kekuatan Politik... ... 21

1.6.3. Teori Partisipasi Politik ... ... 25

I. 6.3. Teori Kekuasaan ... ... 30

I.7.Metodologi Penelitian... ... 33

I. 7.1. Jenis Penelitian... 34


(6)

I. 7.3. Teknik Pengumpulan Data... 36

I. 7.4. Teknik Analisis Data... ... 37

I.8. Sistematika Penulisan... ... 38

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN II.1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian... ... 39

II.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan agama... 48

II.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 51

II.4. Unsur-Unsur kebudayaan ... ... 54

BAB III PERAN MARGA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA LAUMIL III.1 Marga Sebagai Pengikat Persaudaraan... ... 63

III.2. Marga Sebagai Mobilisasi Pemilih... ... 72

III.3. Marga Sebagai Interaksi Sosial... ... 78

III.4. Marga Sebagai Media Menggiring Opini ... 84

BAB IV PENUTUP IV.I. Kesimpulan... ... 91

IV.2. Saran... 95