BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Dukungan Marga sangat kuat pemilihan terhadap Calon
Kepala Desa Laumil, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi Tahun 2012. Untuk memberikan penjelasan atas penarikan kesimpulan tersebut, ada beberapa hal
yang perlu dipaparkan sebagai hasil penelitian bagaimana Pengaruh marga sangat kuat pemilihan terhadap Calon Kepala Desa Laumil, Kecamatan Tigalingga,
Kabupaten Dairi Tahun 2012. Kita sering mendengar banyak Calon kepala desa di Sumatera Utara,
khususnya masyarakat batak banyak menggunakan marganya sebagai satu pengaruh terhadap orang lain karena marga memiliki suatu pengaruh yang sangat
kuat akibat dari dengan adanya sistem kekerabatan. Pengaruh marga sering sekali dijadikan suatu kekuatan perpolitikan di Indonesia.Sehingga banyak yang
menyatakan marganya walaupun tanpa ada hubungan darah secara garis keturunan Batak Toba yaitu Patrilineal.Saat ini, marga dapat dimiliki seseorang karena
dimaksudkan sebagai gelar kehormatan belaka.Marga dijadikan sebagai sarana dalam pendekatan terhadap suku Batak Toba.Bagi suku Batak Toba, marga
memiliki nilai yang sangat tinggi di dalam masyarakat dibandingkan dengan harta kekayaan.Tanpa marga maka seseorang tersebut tidak memiliki nilai kedudukan
dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.
Universitas Sumatera Utara
Peran norma dalam perspektif identitas sosial sebagai dasar untuk sejumlah fenomena komunikatif yang nyata, menjelaskan bagaimana norma
kelompok di Desa Laumil yang direpresentasikan sebagai kognitif tergantung pada konteks prototipe yang menangkap sifat khas kelompok ynag kemudian
dimamfaatkan dalam kegiatan Pemilihan Kepala Desa. Proses yang sama yang mengatur arti-penting psikologis prototipe yang berbeda, dan dengan demikian
menghasilkan perilaku kelompok normatif, dapat digunakan untuk memahami pembentukan, persepsi, dan difusi norma, dan juga bagai-mana beberapa anggota
kelompok menjelang pemilihan kepala desa. Kebersamaan di Desa Laumil juga berfungsi sebagai pedoman bagi
masyarakat dalam bertingkah laku di masyarakat, mengormati orang yang lebih tua, dan orang lain, juga berfungsi sebagai pedoman dalam bertingkah laku, serta
kehidupan sosial masyarakat. Sebagai alat untuk menangkal hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas sosial masyarakat. Disetiap daerah tentunya memiliki cara
dan sistem yang berbeda dalam menjaga kerukunan dalam mengikat persaudaraan. Begitupula dengan yang terjadi di Desa Laumil. Dimana etnis
batak, Melayu dan Jawa hidup berdampingan dan terbentuk sikap toleransi, kekeluargaan dan persaudaraan sejak mereka berada di daerah tersebut. Hal
tersebut berdampak positif bagi kerukunan kehidupan bermasyarakat di Desa Laumil.
Penduduk Desa Laumil berjumlah 2.418 jiwa dimana 2390 jiwa 98,84 adalah bersuku batak, kemudian disusul oleh suku karo berjumlah 32 orang, suku
pak-pak 22 jiwa dan yang paling sedikit 2 jiwa. Artinya dominasi etnis batak
Universitas Sumatera Utara
terhadap perpolitikan di desa tersebut sangatlah dominan. Hampir setiap kegiatan berdasarkan marga dalam batak.
Guna mencapai hal ini, marga memenuhi hal seperti memiliki kemampuan keorganisasian untuk mengendalikan sumber-sumber dukungan yang tersedia
secara permanen seperti Marga Sianturi, sinaga dan sihombing yang memiliki kemampuan keorganisasian yang responsif dan adaptif terhadap situasi yang
berkembang didesa Laumil. perkembangan situasi eksternal tanpa harus mengganggu stabilitas internalnya. Pada situasi. Tingkat fanatisme marga yang
tinggi merupakan kondisi atau persyaratan politik yang harus ada jika suku-suku tertentu ingin melanggengkan eksistensinya Pola mobilisasi politik yang dipilih
masyarakat untuk menggalang dukungan pemilih di Desa laumil. Konsep kepemimpinan berbasis pelayanan menjadi sangat penting di desa
Laumil, sebagai konsekuensi logis dalam sistem demokrasi, dimana rakyat atau masyarakat adalah yang berkuasa. Dalam konsep demokrasi, masyarakat bukan
didudukan sebagai obyek kekuasaan tetapi sebagai subyek dan sekaligus obyek penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini bermakna sumber kekuasaan
berada di tangan masyarakat. Kepemimpinan dalam sistem politik demokratis, hakikat-nya adalah kepemimpinan yang memiliki kemampuan partisipatif,
kecerdasan multikultural dan sosial dan bahkan kecerdasan spiritual. Kemampuan partisipatif Laurensius Sianturi dalam memanfatkan marga
sebagai mobilisasi dimaknai, sebagai sikap kepemimpinan yang selalu mendengar keluhan dan kebutuhan masyarakat dan bukan hanya mau didengar saja.
Universitas Sumatera Utara
Kecerdasan tersebut sebagai konsep dasar kepemimpinan yang memnfaatkan sumberdaya marga, dengan asumsi dasar bahwa kepemimpinan Laurensius
Sianturi akan berhasil jika kepemimpinan yang mengenal, memahami, mendalami dan menghargai nilai-nilai marga yang tumbuh dan berkembang di
dalam masyarakat desa Laumil. Selama ini pola-pola yang dilakukan Laurensius Sianturi lebih kepada
pendekatan melalui Marga, Serikat Tolong Menolong dan arisan bulanan. Dalam setiap acara tersebut tidak hanya berbicara mengenai agama dan kebudayaan saja
tetapi bagaimana kelompok mereka masuk kedalam kekuasaan juga. Karena dengan masuk kedalam struktur pemerintahan berarti ikut dalam pembangunan
kelompok tersebut. Pengaruh isu yang ditawarkan Laurensius Sianturi mislanya kesukuan
bersifat situasional terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik, hukum, dan keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis yang
menyangkut Marga di Desa Laumil. Pemilihan Kepala Desa di desa Laumil merupakan salah satu bentuk
pelaksanaan demokrasi yang bertujuan untuk menciptakan sebuah tatanan pemerintahan desa yang bersih, akuntabel dan demokratis di ruang lingkup desa.
Pemilihan Kepala Desa di Desa Laumil yang karena konsekuensi dari otonomi daerah yang mana sejak jaman orde lama pemilihan ini sudah bersifat langsung,
yaitu Pemilihan Kepala Desa di desa Laumil dengan melibatkan seluruh rakyat di
Universitas Sumatera Utara
desa yang memiliki hak pilih. Karenanya Pemilihan Kepala Desa kini menjadi arena pertarungan elit di desa yang ingin berkuasa.
IV.2. Saran