Masalah Hak-hak Anak TELAAH MENGENAI ANAK

merasa bahwa dirinya lebih rendah dari anak-anak yang diperlakukan lebih disayang. Mereka pasti akan terluka secara psikologis di sisi yang lain. Hal-hal yang berhubungan dengan masalah hak-hak anak adalah sebagai berikut: 1. Menyusui anak Mengasihi anak juga berarti bahwa seorang ibu hendaknya menyusuhi anaknya, jika mungkin untuk masa tertentu. Inilah hak dari seorang anak sebagaimana dorongan ilmiah dari seorang ibu. Seorang ibu juga memikul tanggung jawab mengandung, melahirkan, dan menyusuhi anak untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini adalah tanggung jawab yang alamiah dari seorang ibu. Maka menerima sebagai hak dari anak sekaligus kewajiban dari mereka sendiri Husain, 2000:83. Hal ini dijelaskan dalam Al- Qur‟an surat Al Baqarah ayat 233:                     “Para ibu hendaklah menyusukan anak -anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara maruf.” QS. Al Baqarah:233 Air Susu Ibu ASI adalah makanan alamiah untuk bayi. Memberi bayi kesehatan dan energi yang alamiah pula. Hal itu juga makanan yang spiritual dan etis, serta akan mempengaruhi secara mendalam seluruh kepribadian anak. Air susu ibu terbukti tidak hanya merupakan makanan terbaik untuk anak, tetapi juga melalui setiap tetes ASI tersebut memasukkan pola pikir dan sikap mentalnya kedalam urat darah Husain, 2000:86. 2. Memberi nama yang baik Masalah pemberian nama terhadap anak juga terdapat dalam buku Sistem Etika Islami dijelaskan bahwa orang tua jangan sampai memberi nama anaknya dengan nama yang mengandung arti tidak baik. Anak akan malu apabila dipanggil oleh temannya atau orang lain dengan nama yang mempunyai arti jelek. Umpamanya Si “Ribut”, Si “Bandel”, Si “Keset”, Husrin yang artinya rugi, Hasidin artinya penghasud dan sebagainya. Jatnika, 1996:255 Nama memiliki dampak psikologis atas kepribadian dari satu individu. Jatnika, 1996:131. Berikut penulis uraikan beberapa hal berkaitan dengan pemberian nama untuk anak-anak. a. Hendaknya mengandung salah satu di antara nama-nama Allah, dan diawali dengan kata yang menunjukkan mengabdi kepada-Nya. Seperti: Abdullah, Abdul Rahman, Abdul Rokhim b. Dipilih dari nama-nama Nabi. Seperti: Muhammad, Ismail, dan lain-lain c. Diambil dari nama orang-orang suci, Seperti: Khadijah, Mariyam, Aminah, Khalid, dan lain-lain d. Mengungkapkan spirit Islam sebenarnya seperti nama Thariq, Shalahudin para pejuang Islam. e. Menyesuaikan kebiasaan baik, Seperti: Said beruntung, Syarif mulya f. Hendaknya berarti yang disenangi dan berbudi luhur. Sedangkan beberapa yang hendaknya dihindari adalah sebagai berikut: a. Bertentangan dengan semangat dan ajaran Islam seperti Abdul Rasul, Malik Al Mulk Kaisar b. Menyiratkan kebiasaan buruk seperti: kebanggaan, ketinggian, dan lain- lain c. Membawa arti yang tidak patut, seperti: Asiah Pendosa, Hariqah Pembakar d. Hendaknya tidak menghinakan dan tidak memalukan. Jatnika, 1996:132. 3. Mencintai Anak Al- Qur‟an menggambarkan perasaan-perasaan kebapakan yang benar ini sebaik-baiknya sehingga sesekali Al- Qur‟an menjadikan anak sebagai perhiasan, seperti dalam surat Al Kahfi ayat 46 berikut ini:                “ Harta dan anak -anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” QS. Al Kahfi:46 Seperti telah diketahui bahwa kedua orang tua itu diberi fitrah untuk mencintai anak dan tumbuh perasaan psikologis, untuk memelihara, mengasihi, menyayangi dan memperhatikan kepentingan anak. jika perasaan-perasaan itu tidak ada maka jenis manusia ini akan lenyap dari permukaan bumi. Dan keduanya tidak akan sabar memelihara anak-anak mereka, tidak mengasuh, mendidik, serta tidak memperhatikan kepentingan anak. Ulwah, 1993:24 4. Makanan anak Anak-anak berhak mendapatkan makanan, perawatan dengan penuh kasih sayang. Memberi makanan bagi anak dibutuhkan kasih sayang, kesungguhan, pengorbanan serta kesabaran yang luar biasa. Demikian pula dengan mendidik anak harus dengan penuh kesabaran, kasih sayang, kesungguhan dan juga pengorbanan dari orang tua. Memberikan makanan bagi anak-anak adalah tanggung jawab kedua orang tua. Mereka memenuhinya dengan bekerja sama satu sama lain. Sebenarnya merawat dengan kasih sayang terhadap anak-anak melibatkan dua tanggung jawab besar yaitu: a. Mengasuh dan mendidik anak-anak, dan b. Menanggung biaya atas perawatan anak-anak. Husain, 2000:72 5. Mempersiapkan masa depan anak Setelah mempunyai anak keinginan orang tua adalah mempersiapkan agar anaknya dapat memperoleh masa depan yang cemerlang dan mencapai keberhasilan sesuai dengan yang di inginkan oleh orang tua. Tetapi bagaimana persiapan dari suatu masa depan cemerlang yang ditetapkan oleh Islam. Hal ini dapat dimengerti dengan baik dari Al- Qur‟an mengenai seseorang di antara para Rasul, yaitu nabi Zakaria a.s. Nabi Zakaria dan istrinya mencapai usia lanjut dalam hidupnya, merasa berduka tanpa seorang anak terutama Zakaria yang sangat khawatir karena tidak ada seorang pun yang akan menggantikannya dalam mengemban obor misinya dan dalam menyebarkan agama Allah. Beliau telah mengamati bahwa generasi yang lebih muda tidak memiliki seorang pun yang dapat menjadi pengganti yang tepat. Karena semua dari mereka hanya memiliki perhatian sepenuhnya terhadap kemaksiatan mereka. Hingga beliau berdo‟a kepada sang Khaliq agar memberinya anak laki-laki dan bukan untuk suatu alasan duniawi atau emosional. Itulah sebabnya mengapa Allah mengabulkan do‟anya dan memberikan seorang anak laki-laki yang mulia di masa depan, sebagaimana disebutkan dalam Al- Qur‟an Surat Maryam ayat 12-14 berikut: “Hai Yahya, ambillah Al kitab Taurat itu dengan sungguh - sungguh. dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak- kanak, dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian dan dosa. dan ia adalah seorang yang bertakwa. Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.” QS Maryam:12-14 Menurut Al- Qur‟an, Yahya a.s telah diberkahi dengan kebijakan sebagai berikut: a. Kemampuan untuk mengambil keputusan dengan benar. b. Keramah-tamahan c. Kesucian d. Kehidupan yang penuh ketaqwaan kepada Allah swt. Serta mematuhi orang tua. e. Kehidupan yang bebas dari pelanggaran hukum dan ketidak patuhan. Husain, 2000:156 Dapat disimpulkan bahwa masa depan yang gemilang bagi anak-anak tidak terletak pada masalah memperlengkapi mereka dengan fasilitas dan kenyamanan duniawi seperti rumah megah, mobil mewah, jabatan, ijazah tinggi dan kemakmuran material semata. Tetapi jika mereka kurang dalam pendidikan agama, ukuran moral yang ditetapkan oleh islam, mereka tidak akan benar-benar sukses tanpa dilengkapi dengan kualitas-kualitas yang seimbang, normal dan ideal. Hendaknya tidak dilupakan bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah yang sesungguhnya dan juga bukan satu-satunya. Husain, 2000:157. 6. Pendidikan Anak a. Mendidik dengan sopan santun dengan akhlak mulia Kewajiban orang tua kepada anaknya termasuk mendidiknya dengan budi pekerti yang baik, dengan adab sopan santun menurut tuntutan akhlakul karimah sebagaimana diajarkan Rasulullah saw. Djatnika, 1996:228 b. Mengajar menulis dan membaca Dalam agama Islam kegiatan mengajar menulis dam membaca merupakan kewajiban orang tua. Menulis dan membaca merupakan dasar agar anak mengetahui ilmu pengetahuan. Islam harus memberantas kebodohan. Buta huruf karena merupakan pangkal dari kebodohan. c. Mendidik kesehatan jasmani Kewajiban orang tua bukan hanya mendidik mentalnya agar sehat, dengan iman dan amal shalih, dengan akhlak mulia, melainkan juga jasmaninya agar sehat. Djatnika, 1996:232 Demikian hal-hal yang terkait dengan permasalahan hak-hak anak, yang semuanya juga terkait dengan permasalahan pendidikan yang akan dilakukan terhadap anak tersebut. Masalah hak anak adalah suatu hal yang tidak bisa diabaikan, sebab sedikit atau banyak akan berpengaruh terhadap sebuah proses pendidikan sebagaimana penulis uraikan di atas.

C. Sifat keagamaan Pada Anak

Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilalui pada masa kecil dahulu. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidup. Daradjat, 1970:35 Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama masa anak dari umur 0-12 tahun. Seseorang yang pada masa itu tidak mendapatkan pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama. Daradjat, 1970:58 Pendidikan agama dalam keluarga, sebelum anak masuk sekolah terjadi secara tidak formil. Pendidikan agama pada umur ini melalui semua pengalaman anak, baik melalui ucapan yang didengarnya, tindakan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun perlakuan yang dirasakannya. Oleh karena itu keadaan orang tua dalam kehidupan mereka sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan kepribadian anak. Si anak mulai mengenal Tuhan dan agama melalui orang-orang dalam lingkungan tempat mereka hidup. Jika mereka lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang beragama, mereka akan mendapat pengalaman beragama itu melalui ucapan, tindakan dan perlakuan. Daradjat, 1970:110 Mengenai rasa keberagamaan pada anak, semakin besar anak tersebut semakin bertambah pula fungsi agama baginya. Misalnya pada usia 10 tahun ke atas, agama mempunyai fungsi moral dan sosial bagi anak. ia mulai menerima bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari nilai-nilai pribadi atau keluarga. Sedangkan ketika masih umur 0-7 perasaan agama masih bersifat emosional. Misalnya: pada masa permulaan sekolah, kepercayaan anak pada Tuhan bukan lah berupa keyakinan hasil pemikiran akan tetapi merupakan sikap emosi yang masih membutuhkan pelindung. Hubungan dengan Tuhan bersifat individual dan emosional. Oleh karena itu, perlu ditonjolkan sifat Pengasih dan Penyayang Tuhan kepada anak dan jangan dulu dibicarakan sifat-sifat Tuhan yang menghukum dan membalas dengan azab neraka dan sebagainya. Daradjat, 1970:113 Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pertumbuhan rasa agama pada anak telah mulai sejak si anak lahir. Bekal itulah yang dibawanya ketika ia masuk sekolah pertama kali. Ketika si anak masuk sekolah dasar, dalam