Kaidah-kaidah Dasar Pendidikan Anak

                  “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” Al Bayyinah:5 b. Takwa Dari sifat terpenting yang harus dimiliki pendidik adalah takwa. Beberapa ulama mendifinisikan takwa sebagai berikut: “Menjaga diri dari azab Allah dengan mengerjakan amal shalih, dan merasa takut kepada-Nya baik secara sembunyi-sembunyi atau terang- terangan”. Ulwah, 1993:178 Dalam hal perintah takwa dijelaskan dalam Al- Qur‟an surat Al Hasyr ayat 18 berikut:                     “Hai orang -orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok akhirat; dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Al Hasyr:18 Jika pendidik tidak menghiasi dirinya dengan takwa, perilaku dan muamalah yang berjalan pada metode Islam, maka anak akan tumbuh menyimpang, terombang-ambing dakam kerusakan, kesesatan, dan kebodohan. Sebab anak meniru orang yang mendidik dan mengarahkannya yang telah berada dalam kerusakan dan berselimut kemungkaran. Dengan demikian hendaknya para pendidik memahami realitas ini, jika menginginkan kebaikan, perbaikan dan petunjuk bagi anak-ank dan muridnya. c. Ilmu Pendidik harus memiliki pengetahuan tentang pokok-pokok pendidikan yang bibawa oleh syariat Islam, mengetahui hukum halal dan haram, mengetahui prinsip-prinsip etika Islam, memahami secara global peraturan-peraturan Islam dan kaidah-kaidah syariat Islam. Dengan mengetahui semua ini pendidik akan menjadi orang alim yang bijak, meletakkan segala sesuatu pada tempat sebenarnya, mendidik dan memperbaiki dengan berpijak pada dasar-dasar kokoh dari ajaran Islam. Jika pendidik tidak mengetahui semua ini, lebih-lebih mengenai kaidah-kaidah asasi dalam pendidikan anak, maka anak akan dilanda kemelut moral, spiritual dan sosial. Banyak orang tua yang berbuat aniaya kepada anak-anaknya ketika mereka kosong ilmu pengetahuan pokok-pokok pendidikan. Banyak pula anak yang terjerumus dalam kesengsaraan ketika pendidik tidak tahu ilmu syari‟at. Banyak dari ayat Al- Qur‟an maupun hadis yang memerintahkan atau mensyariatkan pentingnya ilmu. Salah satunya yaitu surat Al Mujadilah ayat 11 sebagai berikut:               ……. “ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” Hendaknya para pendidik membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dengan metode-metode pendidikan yang sesuai untuk mendidik generasi muslim. d. Santun Sifat santun dalah salah satu sifat pokok yang dapat menolong pendidik dalam tugas pendidikannya, yang dengan sifat itu anak akan tertarik pada pendidikannya. Sebab sang anak akan memberikan tanggapan yang baik terhadap perkataannya. Dengan kesantunan pendidik, maka anak akan berhias dengan akhlak terpuji dan terjauh dari perangai tercela. Al- Qur‟an mengajarkan kepada manusia untuk memiliki sifat santun dalam surat Al A‟raf ayat 199 sebagai berikut:         “Jadilah Engkau Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” QS Al A‟raaf:199 Pendidik hendaknya menghiasi dirinya dengan santun, lemah lembut dan tabah. Jika dalam upaya mendidik umatnya menginginkan kebaikan dan perbaikan, petunjuk bagi generasi muslim dan perbaikan anak-anaknya. Maksud dari sikap santun ini adalah agar pendidik menahan diri ketika hendak marah, tidak emosi ketika meluruskan kebengkokan anaknya dan memperbaiki akhlaknya. Namun jika memang pendidik melihat kemashlahatan dalam memberikan hukuman kepada anak dengan kecaman atau pukulan misalnya, hendaknya ia mengeluarkan hukuman itu tanpa ragu-ragu. Hal ini dengan tujuan anak akan lurus kembali, menjadi baik akhlaknya. Jika ia dapat bertindak bijaksana maka akan mendpatkan keuntungan yang besar. Ulwah, 1993:187 e. Rasa tanggung jawab Rasa tanggung jawab ini selamanya akan mendorong secara keseluruhan dalam upaya mengatasi anak, dam memperhatikannya, mengarahkan dan mengikutinya, membiasakan dan melatihnya. Rasa tanggung jawab harus diketahui pendidik dan harus diresapkan dalam perasaannya. Dalam hal ini adalah rasa tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak baik segi iman, perangai, pembentukan jasmani, dan ruhaniyahnya, mempersiapkan mental dan sosialnya. Islam meletakkan masalah tanggung jawab pendidikan di atas pundak para orang tua dan pendidik. Di hari kiamat kelak Allah akan menuntut pertanggungjawaban itu, menurut akan amanat itu, dalam surat Al Hijr dijelaskan bahwa Allah akan menanyai mereka semua tentang apa yang mereka kerjakan di dunia:         “ Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” QS Al Hijr: 92-93 Wajib bagi setiap pendidik Mu‟min, berakal sehat, dan bijak untuk menunaikan tanggung jawab ini semaksimal mungkin. Dengan menyadari bahwa tanggung jawab ini sangat berat dan cermat perhitungannya di hari kiamat kelak. 2. Kaidah-Kaidah Pokok Dalam Pendidikan Anak Dalam buku pedoman pendidikan anak dalam Islam yang ditulis oleh DR. Abdullah Nashih Ulwah, diuraikan mengenai kaidah-kaidah pokok berkaitan dengan pendidikan anak. Kaidah-kaidah pokok tersebut adalah sebagai berikut: a. Kaidah Ikatan Ketika anak memasuki usia kesadaran, dan mulai dapat membedakan mumayyis, maka dalam dirinya terjalin ikatan akidah, ikatan ruhani, ikatan pemikiran, ikatan sejarah, ikatan sosial dan ikatan olah raga hingga tumbuh menjadi pemuda, dewasa dan kemudian menjadi orang tua. Maka sang anak pun akan memiliki benteng iman, keyakinan dan takwa yang mampu mendobrak segala bentuk jahiliyah dari gambaran, keyakinan, prinsip dan penyesatan. Ulwah, 1993:399 Ia akan menjadi menentang segala yang dapat menghalangi berlakunya Islam. Karena anak mempunyai ikatan dengan Islam secara akidah, ibadah, moral, s istem hidup dan syari‟at. Dibawah ini macam-macam ikatan yang akan memberikan kebaikan kepada anak kita diantaranya adalah: 1. Ikatan Akidah Sejak usia muda anak harus sudah memiliki ikatan akidah yang kuat, selain itu juga harus memiliki ikatan dengan rukun-rukun imn yang pokok, dengan hakikat alam dan sesuatu yang ghaib. Pendidik juga harus menanamkan pada jiwa anak hakikat iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab Allah, para Rasul, kiamat, qadha dan qodar, percaya adanya surga dan neraka. Dengan akidah yang kuat anak akan menjadi baik jasmani dan ruhaninya, akal dan fikirannya serta tingkah lakunya, karena memiliki pencegahan yang sensitif atas sesuatu yang buruk atau perbuatan yang tidak diridhai Tuhannya. 2. Ikatan Ruhani Jiwa anak hendaknya mempunyai sifat kejernihan, penuh iman dan keikhlasan. Jiwanya luhur dalam suasana kesucian. Islam memiliki metode dalam mengikat seorang muslim dengan bermacam-macam ikatan ruhani. Metode yang dimaksud adalah sebagai berikut: a Mengikat dengan ibadah Al-Qu r‟an mengajarkan bagaimana mengikat anak-anak dengan ibadah. Salah satunya dalam surat Thaha ayat 132 berikut:                 “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat yang baik itu adalah bagi orang yang bertakwa.” QS Thaha:132 Meskipun demikian, hendaknya dijelaskan pada anak bahwa ibadah dalam Islam tidaklah sempit pengertiannya. Tidak terbatas pada rukun yang lima melainkan termasuk setiap amal shalih yang dikerjakan berdasarkan metode Allah, mengharap Ridha Allah. b Mengikat dengan Al-Qur‟an Al- Qur‟an dibaca, diamalkan, dan diterapkan, kemuliaan dengan Islam tercermin dalam pikiran dan perbuatan. Karena umat yang datang kemudian tidak akan sampai pada derajat kebaikan dan kemuliaan kecuali jika bisa mengikat anak-anak dengan Al- Qur‟an yang difahami, dibaca, ditafsirkan, diamalkan dan dijadikan satu-satunya pengatur kehidupan. Kita sebagai pendidik dan orang tua hendaknya menumpahkan perhatian sepenuhnya pada pengajarang Al- Qur‟an terhadap anak-anak, baik ditangan sendiri maupun melalui pengajaran dirumah-rumah, dimasjid atau di pusat-pusat pengajaran Al- Qur‟an. c Mengikat dengan rumah-rumah Allah Berikut ini dapat difahami sebagai dasar pengikatan anak terhadap rumah-rumah Allah masjid yang terdapat dalam surat At Taubah ayat 18 berikut:                          “Hanya yang memakmurkan masjid -masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang- orang yang mendapat petunjuk.” QS At Taubah:18 Masjid merupakan tempat ibadah orang-orang muslim dan merupakan pilar pembentuk individu muslim, membangun masyarakat muslim di semua masa terdahulu. Mengikat anak dengan masjid menjadikan jasmani, ruhani, dan mental spiritualnya terdidik dibawah keteduhan rumah-rumah Allah. d Mengikat dengan dzikir kepada Allah Hal ini sesuai dengan firman Allah surat An Nisa ayat 103:                        “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu sebagaimana biasa. Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yan g beriman.” QS An Nisa:103 Dzikir juga mencakup bertanya tentang ilmu pengetahuan kepada para ahli yang berilmu. Al- Qur‟an menyatakan dalam surat Al Anbiya‟ ayat 7 sebagai berikut:                 “Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu Muhammad, melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” QS Al Anbiya‟:7 Jika jiwa anak selalu dzikir kepada Allah, hatinya kokoh dengan rasa muraqabah Allah kepadanya. Anak akan tumbuh menjadi seorang ahli ibadah, senantiasa mengingat Allah, lurus, berimbang dan berbudi mulia. e Mengikat dengan amalan sunnah Selain ibadah wajib fardhu anak juga diajarkan ibadah ibadah tambahan yaitu sunnah, baik itu dalam beribadah maupun dalam pekerjaan yang lain. Berikut adalah sunnah-sunnah yang diajarkan kepada anak, diantaranya: 1 Shalat Sunnah Allah telah memerintahkan shalat sunnah sebagai shalat tambahan, seperti dalam firman Allah surat Al Isra‟ ayat 79 berikut:              “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.” QS Al isra‟:79 Selain itu terdapat pula shalat sunnah yang lain seperti: shalat sunnah Dhuha, Rawatib, Shalat Hajat, Tarawih, Istikharah. 2 Puasa Sunnah Yang termasuk puasa sunnah adalah: puasa senin dan kamis, puasa enam hari di bulan syawal, puasa hari Asyura, dan lain-lain. Mengikat anak dengan ibadah sunnah ini merupakan faktor penting dalam upaya membentuk ruhani dan keimanan anak, mempersiapkan moral dan spiritual. f Mengikat dengan rasa muraqabah Allah Yang dimaksud dengan muraqabah Allah adalah perasaan bahwa Allah senantiasa mengawasinya, baik perkataan maupun perbuatannya. Mengikat dengan perasaan ini maka anak akan terbiasa dengan perasaan bersih, suci bahkan selamat dari segala penyakit spiritual. 1. Ikatan Fikiran Yang dimaksud dengan ikatan fikiran adalah terjalinnya ikatan seorang muslim sejak kecil, hingga dewasa dan tua, dengan peraturan Islam sebagai agama, dengan ajaran Al- Qur‟an sebagai undang-undang, dengan ilmu-ilmu syariah sebagai metode dan hukum, dengan sejarah Islam sebagai ruh dan teladan, dengan etos Islam sebagai kultur kebudayaan. Ulwah,1993:240 2. Ikatan Sosial Tata cara untuk mencapai pendidikan sosial yang utama, tersimpul dalam empat masalah: a Menanamkan pokok-pokok spiritual yang mulia b Menjaga hak-hak orang lain c Mentaati etika sosial d Pengawasan dan kritik sosial. Ulwah, 1993:247 Di dalam pranata ini terdapat pranata untuk meluruskan akhlak anak secara praktis, mempersiapkan segi sosialnya, membentuk segi spiritualnya. Hal ini agar anak menjadi komponen yang cocok dalam membentuk masyarakat yang mulia, menciptakan umat teladan dan panutan. b. Kaidah Peringatan Kaidah ini adalah faktor asasi yang dapat mencuci otak anak dari fikiran-fikiran kotor, paham-paham sesat dan batil. Selain itu kesadaran dan keimanannya dapat berfungsi sebagai benteng kokoh yang menolak segala fikiran sesaat dan pengaruh orang-orang yang rusak. Banyak ayat Al- Qur‟an yang menggunakan metode peringatan untuk menjauhkan manusia dari kebinasaan, kesesatan dan kesengsaraan. Berikut ini adalah peringatan-peringatan terpenting yang harus di perhatikan: 1 Peringatan dari kemurtadan Yang dimaksud murtada adalah meninggalkan agama Islam yang diridhai Allah untuknya, lalu memeluk agama lain atau akidah lain yang bertentangan dengan syariat Islam. Fenomena kemurtadan yang harus mendapatkan perhatian serta diwaspadai adalah sebagai berikut: a Menirukan semboyan-semboyan yang memalingkan orang dari keyakinan, bahwa Allah adalah sesembahan yang ditujunya, Islam adalah agama yang ditujunya. b Menyaatakan kepatuhan, kecintaan kepada selain Allah, sementara Allah sendiri telah menegaskan dalam surat Al Maidah:44, berikut:          “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” QS Al Maidah:44 c Membenci sesuatu yang datang dari Islam. Hal ini misalnya perkataan mereka “saya membenci jilbab hijab bagi wanita kerena merupakan pertanda ketinggalan zaman.” Dan perkataan- perkataan lain. d Fenomena kemurtadan lain adalah memperolokkan sesuatu yang data ng dari Islam, atau salah satu syari‟at. e Menghalalkan yang telah diharamkan Allah. f Mengkhususkan iman kepada Al-Qur‟an saja dan mengingkari sunnah Rasulullah, padahal Al- Qur‟an sendiri telah menyatakan dalam surat Al Hasyr ayat 7 berikut:                  “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” QS Al Hasyr:7 Itulah di antara fenomena-fenomena kemurtadan yang harus mendapatkan perhatian dari para pendidik, khususnya, dan para orang tua yang memegang amanah. Agar anak-anak terhindar dari kesesatan. 2 Peringatan terhadap kekufuran Yang dimaksud dengan kekufuran adalah mengingkari terhadap Dzat Tuhan, pengingkaran terhadap Syari‟at samawi yang dibawa para nabi, menolak setiap keutamaan dan nilai-nilai yang bersumber dari wahyu Allah. Kekufuran adalah salah satu bentuk dari kemurtadan bahkan lebih sesat daripadanya. 3 Peringatan terhadap permainan yang diharamkan Islam dengan syari‟atnya yang luhur dan prinsip-prinsipnya yang bijak, mengharamkan kepada para pemiliknya beberapa hiburan dan permainan karena bahayanya sangat besar terhadap individu, ekonomi masyarakat, eksistensi negara, kehormatan bangsa dan keteguhan keluarga. Permainan-permainaan tersebut diantaranya adalah mendengarkan lagu dan musik yang erotis menggambarkan tubuh wanita yang dapat membangkitkan nafsu syahwat, mempropagandakan semboyan kafir dan prinsip-prinsip yang sesat, bermain judi. Permainan-permainan atau hiburan di atas hendaknya diarahkan pada kegiatan yang bermanfaat seperti main panah, tombak, menunggang kuda, berburu binatang yang dihalalkan. 4 Peringatan untuk tidak mengikuti secara membuta Hal penting yang harus diperhatikan pendidik adalah memperingatkan anak dari sikap mengikut secara membuta, tanpa menggunakan akal pikiran. Sikap tersebut harus dijauhkan dari anak sebab: a Mengikut secara membuta termasuk ciri kekalahan dan kemunduran ruhani serta kejiwaan, kehilangan kepercayaan diri. b Mengikuti dalam hal moral yang rusak menyebabkan pelakunya terjerumus dalam kehidupan yang rusak dan menyimpang dari kebenaran c Dapat menghancurkan umat dan bangsa sebab telah kehilangan karakteristik eksistensinya d Menyebabkan orang terbawa arus kebiasaan, mode pakaian dan moral asing, lalai dari kewajiban agama dan tanggung jawab Contoh fenomena mengikut secara membuta yang perlu diperhatikan adalah mereka mengenakan kerudung dan pakaian hitam ketika ditimpa musibah kematian menyerupai orang nasrani, mereka tampil tanpa menutup aurat di hadapan orang yang bukan muhrimnya, seperti saudara suami dan lain-lain, gejala yang melanda para pemuda seperti sikap kebancian, laki-laki menyerupai perempuan. 5 Peringatan dari tempat-tempat jahat Islam juga mengarahkan agar mereka memperingatkan anak- anaknya dari orang-orang atau tempat jahat. Sehingga anak tidak terperangkap dalam kejahatan dan kesesatan mereka. 6 Peringatan dari sesuatu yang haram Ulwah, 1993:356 Satu segi yang harus diperhatikan pendidik adalah peringatan dari sesuatu yang haram. Haram seperti batasan yang telah diberikan batasan ulama ushul, adalah yang diminta oleh syari‟at untuk meninggalkan sama sekali. Bagi yang tidak meninggalkan disediakan hukuman yang keras dihadapan Allah. Seperti membunuh, berzina, minum-minuman keras, main judi, makan harta anak yatim, riba, curang dalam ukuran timbangan. Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya:             “Apakah mereka mempunyai sembahan -sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah.” QS Asy Syuraa:21 Yang demikian itu karena Allah telah mengatur segala yang terkait dengan masalah peri kehidupannya melalui Al- Qur‟an dan Rasul-Nya.

B. Analisis Psikologis Pendidikan Anak

Pendidik yang sabar, ia akan terus mencari berbagai metode yang lenih efektif, mencari kaidah-kaidah pendidikan yng benar dalam mempersiapkan anak secara moral dan mental, spiritual dan sosial, sehingga anak akan mencapai kematangan yang sempurna. Berikut ini penulis kemukakan beberapa metode pendidikan khususnya terhadap anak yang dapat dijadikan sandaran dalam melakukan usaha pendidikan, diantaranya: 1. Pendidikan dengan keteladanan Menurut Clark dalam bukunya Zakiyah Daradjat 1976:71 tentang perspektif psikologis, orang tua adalah model pertama yang menjadi pusat imitasi anak karena pada dasarnya salah satu ciri penerimaan ajaran dari orang tua pada masa anak-anak adalah melalui proses imitasi. Hal ini dikarenakan orang tua adalah orang yang paling dekat dengan kehidupan anak. Anak merespon apa saja yang dilakukan oleh orang tuanya, oleh karenanya kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur pendidikan yang tidak langsung. Orang tua yang menghendaki anaknya mengaji, sholat berperilaku jujur, maka mereka harus memberikan teladan untuk anak mereka seperti yang orang tua kehendaki, begitu pula sebaliknya orang tua yang tidak menginginkan berbohong atau berperilaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orang tua mengajarkan kepada anak, sholat, membaca al- qur‟an, berperilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab dan taat beragama, tetapi orang tua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidak konsistenan orang tua sebagai alasan tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orang tuanya bahkan mungkin dia akan berperilaku seperti orang tuanya yusuf, 2006:133. Allah telah memperingatkan dalam frmannya:                   “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” QS Al Ahzab:21 2. Pendidikan dengan Adat Kebiasaan Masalah-masalah yang sudah menjadi ketetapan dalam islam, bahwa sang anak di lahirkan dalam keadaan fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus dan iman kepada Allah. Ini sesuai dengan yang telah difirmankan- Nya:                           “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” QS Ar- Rum:30