Proses memasukkan masalah-masalah ke dalam agenda pemerintah bukanlah pekerjaan ringan dan merupakan
kegiatan yang kompleks, karena tidak semua pembuat kebijakan menaruh perhatian yang sama terhadap masalah
tersebut. Terjadi konflik kepentingan-kepentingan di antara para aktor kebijakan, mengenai dapat atau tidaknya masalah-
masalah tersebut masuk kedalam agenda pemerintah.
B. L a t i h a n
Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai Agenda Setting, cobalah latihan di bawah ini.
1. Coba jelaskan apa yang disebut dengan Agenda dan Agenda Setting
2. Jelaskan tentang “Systemic Agenda” dan “Governmental Agenda”
3. Mengapa isu-isu atau masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat tidak semuanya masuk dalam agenda sistemik dan
apa prasyarat agar dapat masuk ke dalam agenda Sistemik? 4. Jelaskan beberapa faktor yang dapat menyebabkan permasalah-
an masyarakat dapat masuk ke dalam agenda pemerintah Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka
pelajari kembali kegiatan pembelajaran tentang Agenda Setting, terutama yang belum Anda pahami.
C. Rangkuman
Banyak isu atau masalah yang dihadapi oleh pemerintah masuk dalam agenda pemerintah untuk kemudian dirumuskan per-
masalahannya. Ada dua bentuk agenda, yaitu: “Systemic Agenda” dan
“Governmental Agenda”. Ada beberapa prasyarat untuk dapat masuk ke dalam “Systemic
Agenda”. Di samping itu ada faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan masyarakat untuk dapat masuk ke dalam
“Governmental Agenda”. 29
BAB VI IMPLEMENTASI, MONITORING, DAN
EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan implementasi, monitoring, dan evaluasi
kebijakan publik.
A. U r a i a n
1. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Udji Abdul Wahab, 1991
mengemukakan: “Implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang penting, bahkan mungkin lebih penting
daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana yang tersimpan dalam
arsip apabila tidak diimplementasikan”. Meskipun implementasi kebijakan itu penting, akan tetapi baru
beberapa dasa warsa terakhir ini saja para ilmuwan sosial menaruh perhatian terhadap masalah implementasi dalam proses
kebijakan. Sebagai akibat kurang adanya perhatian pada implementasi
kebijakan adalah adanya semacam “mata rantai yang hilang” antara tahap perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Oleh
karena itu sering dikatakan bahwa kebanyakan pemerintah di dunia ini baru mampu untuk mensahkan kebijakan dan belum
sepenuhnya mampu untuk menjamin bahwa kebijakan yang telah disahkan itu benar-benar akan menimbulkan dampak atau
perubahan yang diinginkan Abdul Wahab, 2001. Gejala inilah yang menurut Andrew Dunsire Abdul Wahab, 2001,
diuraikan sebagai “implementation gap”, yaitu suatu keadaan di mana dalam suatu proses kebijakan selalu akan terbuka
kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai
sebagai hasil dari implementasi kebijakan. Besar kecilnya perbedaan tersebut akan tergantung pada
“implementation capacity” dari organisasiaktor yang dipercaya untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Implemen-
tation capacity ini adalah kemampuan suatu organisasiaktor untuk melaksanakan mengimplementasikan kebijakan agar tujuan
yang telah ditetapkan tersebut dapat dicapai Abdul Wahab, 2001.
Dalam kenyataannya, kebijakan publik itu mengandung risiko untuk mengalami kegagalan. Hogwood dan Gunn 1986,
mengelompokkan kegagalan implementasi kebijakan tersebut dalam dua kategori, yaitu: “non implementation” tidak dapat
diimplementasikan dan “unsuccessful implementation” implementasi yang kurang berhasil.
Sebagai contoh suatu kebijakan yang dikategorikan sebagai kebijakan yang “non implementation” adalah kebijakan Menteri
Keuangan yang mengenakan pajak 5 untuk penukaran rupiah ke US , yang ternyata tiga hari kemudian kebijakan tersebut
dicabut kembali. Sedangkan contoh kebijakan yang dikategorikan “unsuccessful
implementation” adalah implementasi kebijakan pemungutan 31
retribusi pesawat TV televisi, yang pelaksanaannya ter- sendat-sendat.
Secara umum, tugas implementasi adalah mengembangkan suatu struktur hubungan antara tujuan kebijakan publik yang telah
ditetapkan dengan tindakan-tindakan pemerintah untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut yang berupa hasil kebijakan
policy outcomes. Untuk ini perlu diciptakan suatu sistem, yang diharapkan melalui sistem ini, tujuan kebijakan dapat direalisasi-
kan, yaitu dengan cara menterjemahkan tujuan kebijakan yang luas itu ke dalam program-program kegiatan yang mengarah pada
tercapainya tujuan kebijakan. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan kebijakan perlu diciptakan berbagai macam program. Oleh
karena itu, suatu studi tentang proses implementasi kebijakan akan meliputi pengkajian dan analisis terhadap program-program
kegiatan yang dirancang sebagai sarana untuk mencapai tujuan- tujuan kebijakan.
2. Monitoring Kebijakan Publik
Seperti telah diuraikan pada Bab III, monitoring adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan yang
meliputi keterkaitan antara implementasi dan hasil-hasilnya outcomes Hogwood and Gunn, 1989.
Monitoring bukan sekedar pengumpulan informasi, karena monitoring memerlukan adanya keputusan-keputusan, tentang
tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan, apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan dari yang telah ditentukan
Hogwood and Gunn, 1989. William N.Dunn 1994, menjelaskan bahwa monitoring
mempunyai beberapa tujuan, yaitu: a. Compliance kesesuaiankepatuhan.
Menentukan apakah implementasi kebijakan tersebut sesuai dengan standard dan prosedur yang telah ditentukan.
Misalnya, dalam INPRES Desa Tertinggal IDT, setiap desa menerima dana IDT sebesar Rp 20.000.000,00 standard.
Monitoring adalah untuk mengetahui, apakah yang diserahkan benar-benar Rp 20.000.000,00 per desa.
b. Auditing pemeriksaan. Menentukan apakah sumber-sumber pelayanan kepada
kelompok sasaran target groups memang benar-benar sampai kepada mereka.
Misalnya, untuk menentukan apakah dana IDT sebesar Rp 20.000.000,00 itu benar-benar sampai ke kelompok
sasaran, yaitu kelompok-kelompok masyarakat miskin.
c. Accounting Akuntansi. Menentukan perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang
terjadi setelah implementasi sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh, untuk menentukan apakah setelah mene- rima dana IDT sebesar Rp 20.000.000,00 benar-benar ada
perubahan kondisi sosial dan ekonomi dari kelompok sasaran, atau dengan kata lain mereka yang tadinya miskin, sekarang
tidak miskin lagi.
d. Explanation Penjelasan Menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan publik berbeda
dengan tujuan kebijakan publik. Sebagai contoh, misalnya menjelaskan mengapa setelah
menerima dana IDT sebesar Rp 20.000.000,00, masyarakat 33
miskin tidak berkurang, atau mengapa dana IDT tersebut yang mestinya digulirkan ke kelompok lainnya, ternyata tidak
dapat digulirkan..
3. Evaluasi Kebijakan Publik
David Mackmias, seperti dikutip oleh Howlett and Ramesh 1995, mendefinisikan evaluasi kebijakan sebagai : “suatu
pengkajian secara sistematik dan empiris terhadap akibat- akibat dari suatu kebijakan dan program pemerintah yang
sedang berjalan dan kesesuaiannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan tersebut”.
Kesulitan dalam evaluasi kebijakan, antara lain adalah tujuan- tujuan dalam kebijakan publik jarang di
.
lakukan ditulis secara cukup jelas, dalam arti seberapa jauh tujuan-tujuan kebijakan
publik itu harus dicapai. Pengembangan ukuran-ukuran yang tepat dan dapat diterima semua pihak sangat sulit dilakukan
Howlett dan Ramesh, 1995. Selain daripada itu, evaluasi kebijakan, seperti pada tahap-tahap
lainnya dalam proses kebijakan, merupakan kegiatan politis. Evaluasi kebijakan selalu melibatkan para birokrat pejabat
pemerintah, para politisi, dan juga seringkali melibatkan pihak- pihak di luar pemerintah Howlett and Ramesh, 1995.
Samodera Wibawa, et al 1994, mengemukakan bahwa evaluasi kebijakan merupakan aktivitas ilmiah yang perlu dilakukan oleh
para pembuat kebijakan di dalam tubuh birokrasi pemerintah. Di tangan para aktor kebijakan ini, evaluasi memiliki fungsi yang
sangat penting, yaitu memberikan masukan untuk penyempurnaan suatu kebijakan.
Dengan melakukan evaluasi, pemerintah dapat meningkatkan efektivitas program-program mereka, sehingga meningkatkan
pula kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Seperti diuraikan di muka, evaluasi merupakan proses politik.
Evaluasi kebijakan pada dasarnya harus dapat menjelaskan seberapa jauh kebijakan dan implementasinya telah dapat
mencapai tujuan. Hanya saja, hal ini bukan merupakan hal yang mudah: Mengidentifikasi tujuan yang benar-benar ingin dicapai,
bukanlah tugas yang mudah. Banyak kebijakanprogram yang mempunyai tujuan yang sangat luas, dan oleh karenanya terasa
tak mungkin tercapai. Akibatnya evaluator tidak dapat membuat indikator efektivitas kebijakanprogram tersebut. Mengapa suatu
kebijakanprogram mempunyai tujuan yang kabur? Hal ini terjadi karena kebijakan adalah produk politik, yang mengakomodasikan
beraneka ragam kepentingan. Ada banyak tujuan formal dan diumumkan kepada masyarakat, tetapi tujuan yang sesungguhnya
tidak dapat diketahui Samodera Wibawa, et al, 1994. Selain daripada itu, seringkali tidak disadari bahwa yang biasa
disebut evaluasi oleh birokrasi pemerintah, sebenarnya bukan evaluasi dalam arti yang benar. Para pejabat evaluator sering
tidak bersungguh-sungguh dalam menilai apakah kebijakan yang mereka evaluasi itu efektif atau tidak. Hal ini terjadi karena yang
mengevaluasi adalah pejabat pemerintah. Mereka mempunyai kepentingan untuk menunjukkan bahwa
kebijakan program telah berjalan dengan, baik. Samodera
.
Wibawa, et al, 1994. Akibatnya, misalnya suatu instansi pemerintah melakukan evaluasi kebijakan, tetapi dalam
kenyataannya hasilnya jarang dipublikasikan, sehingga masyarakat sulit mengetahui hasil evaluasi kebijakan.
Howlett dan Ramesh 1995, mengemukakan tentang beberapa bentuk evaluasi kebijakan, yaitu:
a. Administrative Evaluation Evaluasi Administratif. Evaluasi administratif pada umumnya dibatasi pada pengkajian
tentang efisiensi penyampaian pelayanan pemerintah dan penentuan, apakah penggunaan dana oleh pemerintah sesuai
dengan tujuan yang telah dicapai. Ada beberapa bentuk evaluasi administratif Howlett and
Ramesh, 1995, yaitu: 1 Effort Evaluation.
Effort evaluation bertujuan untuk mengukur kuantitas inputs masukan program, yaitu kegiatan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan. Inputs itu adalah personil, ruang kantor, komunikasi, transportasi, dan lain-lain, yang dihitung
berdasarkan biaya yang digunakan. 2 Performance Evaluation.
Performance evaluation mengkaji outputs program. Contoh, outputs rumah sakit : tempat tidur yang tersedia,
jumlah pasien. 3 Effectiveness Evaluation.
Effectiveness evaluation bertujuan untuk menilai apakah program telah dilaksanakan, kemudian diadakan
perbandingan kesesuaian antara pelaksanaan program dengan tujuan kebijakan.
4 Process Evaluation. Process evaluation mengkaji peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur operasi organisasi yang digunakan dalam penyampaian program.
b. Judicial Evaluation Evaluasi Yudisial. Evaluasi yudisial mengadakan pengkajian apakah kebijakan
yang dibuat pemerintah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, apakah tidak melanggar HAM dan hak-
hak individu. c. Political Evaluation Evaluasi Politis.
Evaluasi politis masuk dalam proses kebijakan hanya pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, pemilihan umum.
B. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian Anda tentang Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi Kebijakan Publik, cobalah latihan di bawah
ini. 1. Jelaskan tentang pentingnya implementasi kebijakan publik.
2. Jelaskan tentang kebijakan. 3. Jelaskan tentang implementation Gap.
4. Jelaskan tentang kebijakan yang tidak dapat diimplementasikan non implementation dan berikan contohnya.
5. Jelaskan tentang kebijakan yang implementasinya kurang berhasil unsuccessful implementtation dan berikan contohnya
6. Jelaskan pengertian monitoring kebijakan. 7. Jelaskan empat tujuan monitoring kebijakan.
8. Jelaskan pengertian evaluasi kebijakan. 9. Jelaskan kesulitan dalam evaluasi kebijakan.
10.Jelaskan, mengapa evaluasi dikatakan merupakan proses tentang bentuk-bentuk evaluasi kebijakan.
Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan pembelajaran tentang Implementasi,
Monitoring, dan Evaluasi Kebijakan Publik, terutama yang belum Anda pahami.
C. Rangkuman
Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, akan tetapi baru beberapa dasa warsa terakhir ini
mendapat perhatian dari para ilmuwan sosial. Akibat kurangnya perhatian pada implementasi kebijakan ini
menimbulkan adanya implementation gap, yaitu kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang
senyatanya dicapai. Kebijakan publik mengandung resiko untuk mengalami kegagalan. Kegagalan ini dikategorikan menjadi dua,
yaitu non implementation dan unsuccessful implementation. Tugas implementasi adalah mengembangkan suatu struktur hubungan
antara tujuan kebijakan dengan tindakan pemerintah untuk merealisasikan tujuan-tujuan kebijakan.
Monitoring kebijakan merupakan kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan. Ada empat tujuan monitoring, yaitu :
Compliance kesesuaiankepatuhan, Auditing pemeriksaan, Accounting akuntansi, dan Explanation penjelasan.
Evaluasi kebijakan adalah suatu pengkajian secara sistematik dan empiris terhadap akibat-akibat dari suatu kebijakan dan program
pemerintah yang sedang berjalan dan kesesuaiannya dengan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan tersebut.
Evaluasi kebijakan, seperti tahap-tahap lain dalam proses kebijakan, merupakan proses politik, yang melibatkan para birokrat, politisi dan
fihak-fihak di luar pemerintah. Evaluasi merupakan kegiatan yang sulit, karena tujuan kebijakan itu
sendiri sering dirumuskan secara luas, sehingga sulit menyusun indikator-indikatornya.
Ada beberapa bentuk evaluasi kebijakan, yaitu Evaluasi Administratif, Evaluasi Yudisial dan Evaluasi Politis.
BAB VII ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan analisis kebijakan publik.
A. Uraian