Pelaksanaan Otonomi Daerah Paparan dan Dialog Menko Perekonomian R.I. Sri Mulyani

Bengkulu, peran kelapa sawit dalam perekonomian juga sangat dominan. Kenaikan permintaan terhadap komoditi kelapa sawit dan komoditi hasil perkebunan lainnya, seperti karet, akan sangat mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah ini.

5. Pelaksanaan Otonomi Daerah

Perubahan mendasar di bidang pemerintahan ditandai oleh penerapan otonomi daerah yang sangat luas. Semua kewenangan pada dasarnya ada di tangan daerah kabupatenkota dan propinsi, kecuali untuk bidang-bidang yang karena karakteristiknya yang khas harus berada di bawah kendali pemerintah pusat. Bahkan, lebih jauh lagi, beberapa propinsi telah dilindungi oleh undang-undang tersendiri agar dapat melaksanakan otonomi khusus, sehingga tak lagi tunduk pada undang-undang nasional. Hanya saja, perwujudan otonomi daerah yang hakiki tampaknya masih jauh dari harapan karena beberapa faktor. Pertama, otonomi daerah tidak diimbangi oleh perubahan mendasar dalam hubungan keuangan pusat-daerah. Hingga kini, tak satu jenis pajak pusat pun yang dialihkan ke daerah. Bahkan, sebagian besar daerah masih sangat bergantung pada kucuran dana pusat, karena basis penerimaan asli daerah masih sangat terbatas. Kedua, belum muncul kesadaran yang kuat pada daerah untuk memperjuangkan status keistimewaan atau setidaknya kekhususan, padahal setiap daerah pada galibnya memiliki beragam kekhususan sebagaimana yang dimiliki Aceh dan Papua. Sekalipun demikian, dengan segala keterbatasannya, pelaksanaan otonomi daerah telah berhasil mengurangi dominasi Jakarta dan Jawa dalam persebaran kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, penerapan otonomi daerah yang konsisten akan membuka ruang yang lebih leluasa bagi luar Jawa untuk tumbuh lebih cepat. Tanda-tanda ke arah sana sudah mulai tampak. Misalnya, penurunan pangsa Jakarta dalam penghimpunan dana pihak ketiga oleh perbankan. Sebelum krisis pangsa Jakarta mencapai 67,3 persen. Sepuluh tahun kemudian, angkanya turun menjadi 50 persen. Sebaliknya, pangsa dana pihak ketiga di Sumatera dan kawasan Timur Indonesia mengalami peningkatan cukup tajam. Dalam hal penyaluran kredit, pangsa Sumatera dan kawasan Timur Indonesia mengalami peningkatan lebih pesat lagi, yakni lebih dua kali lipat dibandingkan 10 tahun silam. Sebaliknya, pangsa Jakarta merosot tajam dari 68 persen tahun 1997 menjadi hanya 36 persen pada tahun 2007. Jika pembangunan infrastruktur bisa dipacu lebih cepat di luar Jawa, niscaya kawasan ini akan sangat menjanjikan sebagai sumber pertumbuhan utama di masa mendatang. Sudah barang tentu, yang dibutuhkan adalah pembangunan daerah yang betul-betul meningkatkan kesejahteraan warga daerah. Bukan sekedar “pembangunan di daerah” yang hanya membuat warganya sebagai penonton sebagaimana terus berlangsung hingga sekarang. Hal ini telihat dari belum terjadinya feedback effect. Terbukti, sejauh ini pembangunan di daerah yang cukup marak justru menghasilkan porsi PDRB yang terus meningkat bagi Jawa. Rangkuman Hasil Munas V Kadin -- 24 93 Tabel 2. Perkembangan Komposisi PDB Regional 1975 2000 2007 Jawa dan Bali 51.5

60.0 60.2

- Jakarta 8.7 16.7 16.1 - Jawa Barat 14.5 14.4 18.0 Luar Jawa+Bali 48.5

40.0 39.8

- Sumatera 32.2 22.8 23.0 - Kalimantan 7.1 9.5 9.1 - Sulawesi 5.0 4.2 4.1 - Provinsi Lain di Timur 4.3 3.5 3.6 Indonesia 100.0 100.0 100.0 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008

6. Kepastian Hukum