07. Kebijakan Fiskal
Dari sisi pengelolaan fiskal penurunan asumsi harga minyak dunia juga akan mengurangi tekanan defisit anggaran. Defisit anggaran 2008 yang semula diperkirakan dapat melebihi
2 diproyeksikan untuk dapat ditekan di kisaran 1,7.
Kendati terpaksa menghadapi tekanan inflasi yang tinggi akibat melonjaknya harga minyak mentah dan harga komoditas pangan, namun secara keseluruhan stabilitas makro
ekonomi Indonesia dapat dijaga dengan baik. Kurs nilai tukar rupiah dapat dikatakan stabil, bahkan cenderung terus menguat, sehingga dalam delapan bulan pertama tahun
2008, kurs rupiah mengalami apresiasi penguatan sebesar 2,2 persen. Terjaganya stabilitas nilai rupiah memegang peranan penting, tidak saja pada tingkat daya saing
ekspor Indonesia sehingga tercapainya pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, tetapi juga dalam menahan laju inflasi agar tidak diperburuk oleh adanya imported inflation.
08. Sertifikat Bank Indonesia SBI
Biaya operasi moneter yang besar yang harus ditanggung oleh Bank Indonesia juga perlu mendapatkan perhatian. Tercatat setiap tahunnya dibutuhkan dana sekitar lebih dari Rp.
22 triliun untuk membayar bunga SBI dan FasBI; apalagi dengan kecenderungan jumlah Operasi Pasar Terbuka SBI dan FasBI yang makin meningkat menjadi sekitar Rp. 300
triliun. Besarnya jumlah bunga SBI dan FasBI ini juga akan menimbulkan semakin banyaknya likuiditas di pasar, dan kalau tidak segera dibenahi akan dapat membawa kita
ke arah perangkap likuiditas liquidity trap dimana keijakan moneter akan menjadi tidak efektif lagi.
09. Logistik
Sektor logistik merupakan urat nadi bagi perdagangan dalam negeri maupun internasional. Sektor logsitik juga merupakan faktor penentu upaya menghilangkan
kesenjangan antara daerah, yang berati juga menentukan keberhasilan pemerataan perekonomian nasional. Tanpa kelancaran bekerjanya sektor logistik, proses produksipun
dapat terganggu. Inflasipun akan dapat menjadi lebih tinggi akibat terjadinya ketersendatan di jalan raya dan di pelabuhan. Faktor lokasi dan ketepatan waktu menjadi
sangat penting untuk diperhatikan, apalagi menjelang di lakukannya upaya menuju terbentuknya ASEAN economic community, di mana sektor logistik menjadi salah satu
sektor yang pertama yang akan diintegrasikan. Permasalahan di sektor logistik bukan hanya menyangkut pengurangan ongkos angkut. Perkembangan logistik yang baik harus
selalu dikaitkan dalam mata rantai suplai dan arus barangjasa. Ketentuan hukum yang jelas pun dibutuhkan untuk mengurangi ketidakpastian dalam menjalankan usaha logistik.
Perlu dipertegas kewenangan instansi untuk menangani sektor logistik, baik antara departemen perdagangan, departemen perhubungan dan kementerian komunikasi dan
informasi.
C. P
EMBANGUNAN
E
KONOMI
D
AERAH
01. Pembangunan Ekonomi Daerah
Setiap daerah pada umumnya memiliki corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah
perlu mengenali karakteriristik lokal antara lain tingkat pertumbuhan ekonominya,sarana dan prasarana fisik yang telah tersedia, kondisi sosial budaya, potensi yang tersedia dan
layak untuk dikembangkan, termasuk juga dalam hal tingkat interaksinya dengan daerah lain. Melalui pembangunan ekonomi daerah yang terencana,terarah sejalan dengan
potensi lokal yang dimiliki diharapkan percepatan pertumbuhan ekonomi daerah akan semakin meningkat dan segera terwujud. Hal ini nantinya akan dapat dilihat dari indikator
perputaran arus barang,daya beli masyarakat yang semakin meningkat,transaksi keuangan, dan gairah pasar yang tinggi yang pada akhirnya akan dapat memacu
pembangunan suatu daerah.
Rangkuman Hasil Munas V Kadin --
5
93
02. Usaha Menengah Kecil dan Mikro
Menurut data Sensus Ekonomi tahun 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan kreteria UMKM sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku, jumlah
UMKM tercatat mencapai jumlah 22,73 juta unit atau 99,8 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.
UMKM, yang sebagian besar berada di sektor informal dan terbukti mampu menjadi katup pengaman pada krisis 1997, memiliki posisi strategis dalam perekonomian Indonesia.
Sektor ini menyumbang 53,28 persen produk domestik bruto nasional 2006, 15,44 persen dari total nilai ekspor dan menyerap 37,96 juta tenaga kerja atau 46,91 persen dari
total penyerapan tenaga kerja nasional. Kendati memiliki posisi strategis, UMKM sering dihadapkan pada situasi tidak kondusif, termasuk yang bersumber dari kebijakan
pemerintah.
03. Pemerataan Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan pokok pembangunan nasional, sehingga pencapaian target pertumbuhan ekonomi seringkali dijadikan sebuah ukuran
untuk menilai kinerja pemerintah. Namun tujuan pembangunan nasional tidak melulu tertuju pada pertumbuhan ekonomi semata. Pembangunan nasional akan segera tercapai
jika terjadi pertumbuhan ekonomi di satu sisi dan pemerataan di sisi yang lain.
Bank Indonesia melaporkan, perekonomian nasional masih menghadapi permasalahan, antara lain perbedaan pertumbuhan ekonomi antar daerah dan meningkatnya jumlah kota
yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional. Beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan di beberapa daerah relatif rendah antara lain keterbatasan infrastruktur,
aturan daerah yang kurang menarik minat investasi, dan bertumpunya ekonomi daerah pada sektor primer tertentu, misal pertambangan.
Pola ketimpangan Jawa – luar Jawa juga terlihat dari turunnya dan relatif rendahnya upah riil buruh tani di Jawa, padahal sebagian terbesar tenaga kerja di sektor pertanian berada
di sektor pertanian di Jawa. Program proteksi harga komoditas pertanian pangan yang dilakukan pemerintah tak tampak memberikan manfaat bagi petani, melainkan
meningkatkan margin perdagangan saja.
Empat permasalahan utama masalah masih tingginya kesenjangan antar daerah yaitu: a. Disparitas penyebaran penduduk dan ketenagakerjaan.
b. Disparitas tingkat kesejahteraan sosial ekonomi. c. Disparitas pertumbuhan ekonomi antara daerah. Kontribusi wilayah terhadap
pertumbuhan PDB nasional selama 2001-2007 terbesar berasal dari wilayah Jawa- Bali, dengan kontribusi rata-rata per tahun lebih dari 60, Sumatera 22, Kalimantan
9, Sulawesi dan Indonesia bagian Timur lainnya kurang dari 5. d. Disparitas sarana dan prasarana daerah.
04. Hubungan Pemerintah Daerah dan Pelaku Usaha