2 4
6 8
10
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 Tradable
Non-tradable GDP
Catatan: Jan-Sep 2008 until 3rd quarter. Sumber: Badan Pusat Statistik Pola pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat didominasi oleh sektor jasa
menyebabkan lambatnya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja, khususnya di sektor formal, memperbesar kesenjangan distribusi pendapatan, dan memperlambat upaya
penurunan jumlah penduduk miskin. Pertumbuhan sektor tradable yang rendah juga mengindikasikan lemahnya daya saing ekonomi.
2. Pengangguran, Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan
Persoalan besar yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia adalah penciptaan lapangan kerja produktif. Sejak 2000, tingkat pengangguran terbuka terus meningkat.
Pada saat yang bersamaan ekonomi mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Pada tahun 2005 dan 2006, tingkat pengangguran terbuka open unemployment mencapai
lebih dari 10 persen, kemudian sedikit menurun menjadi 9,1 persen pada tahun 2007.
Rendahnya pertumbuhan penyerapan tenaga sangat boleh jadi disebabkan karena pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang bersifat padat karya sektor pertanian dan
industri manufaktur lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada umumnya. Seperti dikatakan sebelumnya, sektor-sektor jasa modern merupakan sektor yang mengalami
pertumbuhan tinggi, sementara itu sektor-sektor tersebut kurang menyerap tenaga kerja.
Pengangguran yang tinggi atau penyerapan tenaga kerja produktif yang rendah menyebabkan upaya pengentasan kemiskinan mengalami hambatan. Walaupun
jumlahnya menurun bila dibandingkan dengan keadaan di waktu krisis, jumlah penduduk miskin masih besar berkisar antara 35 sampai 40 juta penduduk.
Memperhatikan fluktuasi yang terjadi dari tahun ke tahun, jumlah penduduk hampir miskin near poor diperkirakan cukup besar. Kelompok ini sangat rentan terhadap
perubahan harga, terutama harga pangan dan kebutuhan pokok lainnya.
Gambar 3. Tingkat Kemiskinan Headcount Index: US 1 per hari
Rangkuman Hasil Munas V Kadin --
20
93
Sumber: World Bank, East Asia Pacific Update, November 2007.
Gambar 4. Tingkat Kemiskinan Headcount Index: US 2 per hari
Sumber: World Bank, East Asia Pacific Update, November 2007
Penduduk miskin absolut dan yang nyaris miskin masih relatif sangat besar. Jumlahnya sangat rentan terhadap gejolak harga, terutama harga pangan. Secara persentase,
tingkat kemiskinan yang sangat tinggi terjadi di Papua dan Maluku, dimana persentase penduduk Miskin lebih dari 30; di Papua bahkan mendekati 40. Walaupun terjadi
tingkat pengangguran yang tinggi di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, persentase penduduk miskin di ketiga provinsi ini, jauh lebih rendah dibandingkan dengan di tiga
provunsi lainnya di Jawa Jawa Tengah dan Timur dan DIY. Dilihat dari pendapatan, rata-rata penduduk memiliki pendapatan sedikit lebih tinggi dengan Jawa Barat. DKI
Jakarta merupakan provinsi tertinggi pendapatan per kapitanya. Sementara itu, pendapatan penduduk Jawa Tengah dan DIY dan Banten, secara rata-rata lebih rendah
dibandingkan dengan penduduk provinsi lain di Jawa.
Pengangguran yang tinggi dan jumlah penduduk miskin yang besar di tengah pertumbuhan ekonomi menyebabkan pembagian pendapatan yang semakin timpang.
Dengan ukuran Gini Coefficient, ketimpangan distribusi pendapatan di antara penduduk Indonesia terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 Gini Index sebesar
Rangkuman Hasil Munas V Kadin --
21
93
34,3 kemudian meningkat menjadi 37,7 pada tahun 2007. Ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pola pertumbuhan yang lebih
terpusat pada sektor-sektor jasa modern di kota-kota besar, sehingga peningkatan pendapatan yang tinggi dinikmati oleh sebagian kecil lapisan masyarakat. Bila
pertumbuhan ekonomi akan terus mengikuti pola yang ada selama ini, maka pengangguran sulit dikurangi, jumlah penduduk miskin akan terus meningkat dan
distribusi pendapatan akan semakin timpang.
Gambar 4. Perkembangan Tingkat Ketimpangan Pendapatan
2002 2003
2004 2005
2006 2007
Gini coefficient
34.3 34.1
34.7 34.9
35.4 37.4
33 34
35 36
37 38
Gini coefficient
Sumber: Badan Pusat Statistik, seperti termuat pada situs Bank Indonesia, 2008
3. Pengembangan UMKM