Metode Dakwah Ustadz Muhsin Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang

(1)

MUSTAFAWII CAWANG

Skripsi

DiajukanKepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

A. AZHARI SURYAATMAJA

NIM: 109051000208

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya mengatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 02 Juni 2014 Penulis

A. Azhari Suryaatmaja


(5)

i

A. Azhari Suryaatmaja

Metode Dakwah Ustadz Muhsin Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil

Mustafawii

Metode dakwah merupakan suatu cara dakwah yang digunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah kepada mad’unya untuk mencapai kegiatan tertentu. Dengan metode dakwah ini, seorang juru dakwah dapat menyampaikan materi dakwah yang akan disampaikan. Ketertarikan peneliti adalah ingin mengetahui metode apa yang digunakan oleh ustadz Muhsin sehingga dakwah beliau dapat diterima. Dan juga yang di ketahui saat ini, sebuah

majelis ta’lim sangat jarang ada dan yang hadir pun tidak terlalu ramai, khususnya

di Cawang. Oleh karenanya, bagaimana seorang ustadz Muhsin dapat mengajak dan mengayomi agar orang-orang di lingkungan beliau mau menghadiri majelis

ta’lim dan belajar di dalamnya.

Untuk memperdalam penelitian ini, peneliti memberikan perumusan masalah sebagai berikut Bagaimana penerapan metode dakwah ustadz Muhsin pada jama’ah Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii? Metode dakwah apa yang digunakan ustadz Muhsin pada jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii?

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana peneliti menggambarkan metode dakwah ustadz Muhsin di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang dalam mengajarkan

ilmu-ilmu agama kepada jama’ahnya.

Ustadz Muhsin adalah seorang pendiri sekaligus sebagai pengajar di

Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii. Di dalam majelisnya, beliau mengajarkan

jama’ahnya memakai kitab fiqih, aqidah, dan hadits. Beliau sangat didukung oleh orangtua dan guru-gurunya dalam menjalankan pengajaran di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii.

Metode dakwah yang digunakan ustadz Muhsin pada jama’ah Majlis

Ta’lim Imdadil Mustafawii yaitu dengan metode bil hikmah, mau’idzah hasanah dan mujaddalah. Metode bil hikmah digunakan saat sedang memberikan

contoh-contoh yang yang bijak ke jama’ah di sela-sela pelajaran. Mau’idzah hasanah digunakan saat sedang memberikan pelajaran dan nasihat-nasihat yang baik dengan tutur kata yang baik dan mudah dipahami. Sedangkan mujaddalah digunakan saat sedang menjawab pertanyaan dari jama’ah yang masih kurang dalam memahami isi pelajaran yang sedang dibahas. Konsep penerapan metode dakwah yang digunakan oleh beliau yaitu dengan metode halaqah, tanya jawab dan percakapan antar pribadi. Dan penerapan ini sangat sejalan dengan metode dakwah, karena cocok untuk digunakan didalam pengajian majelis ta’lim.


(6)

ii

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, iman dan Islam serta memberikan saya kemampuan sehingga peneliti bisa menyelesaikan tugas skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita menuju zaman yang terang benderang dan menjadikan kita dapat mengenal Islam.

Atas rahmat, barokah, dan hidayah, serta ridha Allah SWT, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas akhir peneliti untuk menyelesaikan studi di jenjang Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti sadar bahwa pengetahuan, pemahaman, pengalaman, kemampuan, dan kekuatan yang peneliti miliki dalam menyelesaikan skripsi masih terbatas dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti selalu berusaha untuk mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, sehingga penyusunan skripsi ini berjalan baik.

Dalam hal ini peneliti mengangkat judul yaitu ”Metode Dakwah Ustadz

Muhsin Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang”

Terima kasih dan syukur peneliti ucapkan atas segala dukungan dan motivasi yang telah diberikan dari berbagai pihak sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dukungan dan motivasi dari berbagai pihak sangat membantu peneliti melalui hambatan-hambatan selama


(7)

iii

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. H. Sunandar, M.A

2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Fita F, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Bapak Noor Bekti, SE, M. Si. selaku Penasehat Akademik yang telah memberi saran mengenai judul skripsi.

4. Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mewariskan ilmu kepada peneliti selama masa perkuliahan. Dan juga para Karyawan perpustakaan utama dan fakultas yang telah mengizinkan peneliti untuk meminjam buku-buku untuk penelitian ini.

6. Kepada yang terhormat, Ustadz Muhsin selaku pimpinan Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii dan sekaligus sebagai subjek penelitian yang telah membantu dan meluangkan waktunya untuk menyelesaikan serta


(8)

iv

7. Kepada Aba tercinta Abdul Hamid, S.Ag dan Ummi tersayang Syahani Suryaningsih atas segala kasih sayang, perhatian dan dorongannya. Tidak pernah lelah dan bosan dalam memberikan dukungan moril dan materil, serta selalu mendoakan yang terbaik untuk buah hatimu ini, sehingga penulis dapat mengenyam pendidikan formal tingkat perguruan tinggi hingga selesai. Untuk kakakku Siti Istianah, S.Pd.I dan juga adikku Muhammad Husen yang senantiasa memberikan dukungan dan doa, sehingga memberikan motivasi kepada peneliti untuk selalu bersemangat demi kelancaran skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 khususnya kelas KPI F, Anas, Rizki, Apriza, Kamal, Ilham, Imam, Amir, Aryo, Edy Laras dan sahabat-sahabat angkatan 2009 lainnya.

9. Kepada semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Namun tidak mengurangi rasa hormat, peneliti hanya bisa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya. Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada peneliti, Amin...

Jakarta, 15 Mei 2014 Peneliti


(9)

v

ABSTRAK

...

i

KATA PENGANTAR

...

ii

DAFTAR ISI

...

v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

...

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Metodologi Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Metode Dakwah

...

13

1. Pengertian Metode

...

13

2. Pengertian Dakwah

...

14

3. Pengertian Metode Dakwah

...

16

B. Macam-macam Metode Dakwah

...

18

1. Metode Al-Hikmah ... 19

2. Metode Al-Mau’idzah Al-Hasanah ... 20

3. Metode Mujaddalah ... 22

C. Ustadz dan Jama’ah

...

23 1. Pengertian Ustadz

...

23

2. Pengertian Jama’ah

...

24

D. Majlis Ta’lim

...

26

1. Pengertian Majlis Ta’lim ... 26

2. Fungsi Majlis Ta’lim ... 28


(10)

vi

A. Biografi Ustadz Muhsin

...

30

B. Latar Belakang Pendidikan dan Karya-karya Ustadz Muhsin

...

35

1. Pendidikan Ustadz Muhsin ... 35

2. Karya-karya Ustadz Muhsin ... 37

C. Perjalanan Dakwah Ustadz Muhsin

...

37

D. Tujuan Dakwah Ustadz Muhsin

...

39

E. Profil Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii

...

40

1. Latar belakang Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii ... 40

2. Visi dan Misi Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii ... 41

3. Tujuan Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii ... 42

4. Kegiatan Pengajian Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii ... 43

BAB IV ANALISA A. Metode Dakwah Ustadz Muhsin

...

45

1. Al-Hikmah ... 46

2. Mau’idzah Hasanah ... 51

3. Mujaddalah Bil Lati Hiya Ahsan ... 54

B. Penerapan Metode Dakwah Ustadz Muhsin Pada Jama’ah Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii

...

56

1. Metode Halaqah

...

57

2. Metode Tanya Jawab

...

59

3. Metode Percakapan Antar Pribadi ... 61

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

...

64

B. Saran

...

65

DAFTAR PUSTAKA

...

67 LAMPIRAN


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah tidak dapat dipisahkan dari Islam yang merupakan agama

Rahmatan Lil Alamin yang menanamkan kasih sayang terhadap sesama

mahluk hidup, tidak saling menyakiti tapi saling menjaga dan memelihara. Dakwah Islam juga suatu cara bagaimana seseorang menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada umat manusia dan mengajak atau menyeru mereka untuk terus beriman kepada Allah SWT dan mencintai Rasulullah SAW serta mengajarkan apa-apa diperintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh keikhlasan juga menjalankan sunah Rasulullah SAW dalam kehidupannya sehari-hari.

Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai kenyataan bahwa tata cara memberikan sesuatu yang lebih penting dari sesuatu yang diberikan itu sendiri. Semangkok teh pahit dan sepotong ubi goreng yang disajikan dengan cara sopan, ramah dan tanpa sikap yang dibuat-buat, akan lebih terasa enak disantap ketimbang seporsi makanan lezat, mewah dan mahal harganya, tetapi disajikan dengan cara kurang ajar, tidak sopan dan menyakitkan hati orang yang menerimanya.1

Gambaran di atas membersitkan ungkapan bahwa tata cara atau metode lebih penting dari materi, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan Al-Thariqah ahammu min al-Maddah. Ungkapan ini sangat relevan dengan

1

Munzier Suparta dan Harjani Hefni, ed., Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), Edisi Revisi, Cet. Ke-3, h. vii


(12)

kegiatan dakwah. Betapa pun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya isu-isu yang disajikan, tetapi bila disampaikan dengan cara yang

sembrono, tidak sistematis dan serampangan, akan menimbulkan kesan yang tidak menggembirakan. Tetapi sebaliknya, walaupun materi kurang sempurna, bahan sederhana, dan isu-isu yang disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara yang menarik dan menggugah, maka akan menimbulkan kesan yang menggembirakan.2

Dilihat dari uraian di atas, dakwah sangatlah penting namun keberhasilan dakwah itu tergantung dari cara (metode) penyampaian kepada jama’ah atau mad’u. Itu sebabnya, para da’i haruslah memilih metode yang tepat agar jama’ah atau mad’u dapat memahami apa yang disampaikan dan dapat dipraktekkan dalam kehidupannya.

Usaha yang dilakukan da’i tidak sebatas pada penyampaian pesan

dakwah saja, akan tetapi seorang da’i harus juga memerhatikan metode dakwah yang digunakan. Banyak metode yang dapat dilakukan oleh para da’i

untuk melakukan kegiatan dakwahnya, metode yang dilakukan dapat berupa metode ceramah, metode diskusi, metode halaqah, atau metode lain yang dapat mengundang umat menjadi tertarik dalam mempelajari ilmu agama.

Namun, dewasa ini umat Islam semakin terlihat kecerdasannya,

sehingga apabila seorang da’i salah dalam menggunakan metode dakwahnya,

maka tidak menutup kemungkinan umat akan menghindar dari majelis ta’lim tersebut. Apabila hal itu terjadi, maka akan timbul kemerosatan moral pada umat, seperti yang kita ketahui, bahwa berhasil atau tidaknya sebuah dakwah

2

Munzier Suparta dan Harjani Hefni, ed., Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), Edisi Revisi, Cet. Ke-3, h. vii


(13)

sangat bergantung pada da’i dalam memberikan pengaruh kepada mad’u. Meski keberhasilan dakwah tidak hanya ditentukan oleh da’i, akan tetapi da’i

yang paling memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan dakwah.

Sejalan dengan pengertian diatas, metode yang dilakukan untuk mengajak haruslah sesuai dengan materi dan tujuan kemana ajakannya tersebut ditunjukkan. Pemakaian metode yang benar merupakan bagian dari keberhasilan dakwah itu sendiri. Sebaliknya jika metode yang dipergunakan dalam menyampaikan materi atau pesan dakwah tidak sesuai, maka akan mengakibatkan hal yang tidak diharapkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 125 :





























































Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Ayat ini menjelaskan sekurang-kurangnya ada tiga metode dakwah yakni metode hikmah, mau’izatil hasanah, dan mujadalah. Ketiga metode ini

dapat dipergunakan sesuai dengan objek yang dihadapi seorang da’i di tempat

ia berdakwah. Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan


(14)

dasar hikmah dan kasih sayang.3Metode ini juga merupakan cara dakwah yang dilakukan da’i kepada mad’unya dalam menyampaikan materi atau pengajian secara rutinitas baik di masjid-masjid, musholla-musholla, pesantren-pesantren, majelis ta’lim maupun di majelis lainnya. Hal ini juga dilakukan oleh ustadz Muhsin dalam menyampaikan materi dakwahnya di

Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii.

Ustadz Muhsin bin H. Muhammad Said adalah seorang pendiri Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi. Beliau dalam mendidik dan mengajarkan

para jama’ah (murid-muridnya) mengikuti tuntunan yang terdapat pada

Al-Qur’an dan Hadits demi semata-mata mencari ridho Allah SWT dan Rasulullah SAW. Beliau juga seorang ustadz yang tidak pernah lelah dalam menyampaikan syari’at Islam yang bertujuan mengajak masyarakat, khususnya masyarakat Cawang agar lebih mengetahui masalah-masalah dalam agama.

Di samping itu juga, beliau adalah seorang pengajar di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi yang mengajarkan dan menyampaikan permasalahan agama khususnya dalam fiqih, aqidah, dan hadits yang diajarkannya dari kitab-kitab karangan para ulama yang masyhur. Kitab-kitab yang beliau

ajarkan kepada jama’ahnya, diantaranya Fathul Ghorib (fiqih), al-Aqoiquddiniyyah (aqidah), dan Jalaluddin Asyayati (hadits).

Dari sinilah ketertarikan peneliti pada sosok ustadz Muhsin yang mempunyai cita-cita luhur mengajak masyarakat kembali ke jalan Allah SWT melalui Majelis Ta’limnya. Karena di zaman sekarang ini, sudah sangat jarang

3


(15)

akan adanya majelis-majelis ilmu, yang kita duduk didalamnya mendengarkan dan membahas tentang hal-hal yang kita lakukan sehari-hari, seperti sholat, wudhu, adzan, puasa, haji. Dalam pengajiannya, beliau menggunakan metode yaitu dengan para jama’ah mendengarkan dan memahami apa yang disampaikan ustadz Muhsin dalam penyampaian beliau lewat membaca kitab ilmu dan kitab hadist yang diselingi lantunan sholawat dengan menggunakan alat musik hadroh.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui dan memahami lebih dalam sosok seorang ulama yang telah mengajak dan memanggil umat Islam agar kembali ke jalan Allah SWT dan Rasulullah SAW, dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits yang dituangkan ke dalam skripsi dengan judul “Metode Dakwah

Ustadz Muhsin Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii

Cawang”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pada uraian latar belakang di atas dapat dipahami bahwa pembatasan masalah hanya pada Metode Dakwah Ustadz Muhsin pada Jama’ah Majelis

Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan Juni.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Metode dakwah apa yang digunakan Ustadz Muhsin pada jama’ah Majelis


(16)

b. Bagaimana penerapan Metode Dakwah Ustadz Muhsin pada jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui metode dakwah apa yang digunakan oleh Ustadz

Muhsin pada jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustawafii.

b. Untuk mengetahui penerapan Metode Dakwah Ustadz Muhsin pada Jamaah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii.

2. Manfaat Penelitian a. Segi Akademis

Kegunaan penelitian ini secara akademis yaitu sebagai bahan informasi dan pengembangan konsep Islam, sekaligus untuk menambah wawasan dan masukan bagi para pelaku dakwah (khususnya pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi) agar dapat melakukan kegiatan dakwahnya dengan lebih baik lagi.

b. Segi Praktis

Untuk dapat menambah wawasan bagi para pemikir dakwah maupun pihak masyarakat dalam mengemas pesan dakwah. Dan diharapkan pula, dengan adanya penelitian ini dapat menjadi tolak ukur serta perbandingan yang baik dalam bidang dakwah.


(17)

D. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis melakukan observasi terhadap penelitian terdahulu yang mempunyai kemiripan dengan penelitian yang akan penulis lakukan.Skripsi tersebut antara lain adalah :

1. “Metode Dakwah Pada Rubrik Sentuhan Kalbu Dalam Majalah Al-Kisah

Edisi April-Juli 2008”. Penelitian ini dilakukan oleh Hery Romadhona, mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam tahun 2011. Pada penelitian ini ia membahas metode dakwah melalui majalah yang di dalamnya mengandung pesan-pesan aqidah, syariah, dan akhlak.4

2. “Metode Dakwah Forum Arimatea Dalam Menyampaikan Dakwah Islam”.

Penelitian ini dilakukan oleh Sri Widiastutik, mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam tahun 2008. Pada penelitian ini ia membahas metode dakwah melalui forum diskusi dan tanya jawab mengenai dakwah Islam.5

3. “Metode Dakwah Yusuf Manyur”. Penelitian ini dilakukan oleh Agus Salim Wahid, mahasiswa Jurusan Komunikasin dan Penyiaran Islam Tahun 2007. Pada penelitian ini ia membahas mengenai metode dakwah Yusuf Mansyur mengenai konsep sedekah, wisata hati, dan mengenai penerapan metode dakwah Yusuf Mansyur.6

4

Hery Romadhona, Metode Dakwah Pada Rubrik Sentuhan Kalbu Dalam Majalah Al-Kisah Edisi April-Juli 2008. (Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011).

5

Sri Widiastutik, Metode Dakwah Forum Arimatea Dalam Menyampaikan Dakwah

Islam. (Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

6

Agus Salim Wahid, Metode Dakwah Yusuf Mansyur. (Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).


(18)

Dari sekian judul skripsi yang tertera di atas, secara teori memang mengangkat teori yang sama. Namun, yang membedakan dari penelitian ini adalah objek dan subjek yang akan diteliti oleh penulis.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.7

Pendekatan kualitatif ini digunakan karena bersifat luwes, sangat rinci, tidak rumit dalam mendefinisikan suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik yang terjadi di lapangan.8 Dengan menggunakan pendekatan deskriptif ini, data yang telah diperoleh dari penelitian (berbentuk tulisan atau lisan) dipaparkan atau digambarkan dalam sebuah tulisan ilmiah.

2. Subjek dan Objek

Subjek penelitian adalah sumber-sumber tempat memperoleh keterangan, sedangkan objek penelitian adalah sesuatu yang diteliti.9 Subjek penelitian ini adalah pimpinan majelis ta’lim, pengurus dan

jama’ah yang mengaji di Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii. Sedangkan

7

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 138.

8

Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Radja Grafindo

Persada, 2003), Cet. Ke-2 h. 39.

9


(19)

yang menjadi objek penelitiannya adalah metode dakwah yang dilakukan ustadz Muhsin pada jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan April – Juni 2014 bertempat di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii yang beralamat di Jalan Dewi Sartika Gang Masjid Bendungan RT. 003/RW. 010 No. 29 Cawang, Jakarta Timur.

4. Tahapan Penelitian a. Pengumpulan Data

1) Wawancara

Wawancancara yaitu pengumpulan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden dan jawaban-jawaban tersebut dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder).10 Dalam penelitian ini peneliti mewawancarai pimpinan Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi, yaitu ustadz Muhsin.

2) Observasi

Observasi merupakan prosedur sistematis untuk mengetahui gejala-gejala yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti melalui pengamatan dari dekat dengan harapan akan memperoleh suatu kelengkapan data.11 Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan kelengkapan data-data yang berkaitan dengan

10

Irwana Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial Suatu Tehknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-ilmu Sosial, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), h. 68.

11

Syamsir Alam, Pedoman Penulisan Skripsi Diktat Fakultas Dakwah dan Komunikasi


(20)

penelitian ini. Adapun dalam hal ini peneliti melakukan observasi di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang, Jakarta Timur. 3) Dokumentasi

Dokumentasi adalah studi dokumen berupa data tertulis yang mengadung keterangan dan penjelasan serta pemikitan tentang fenomena yang aktual.12 Dokumentasi dalam hal ini dikumpulkan

file-file dan dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini, serta data-data berupa arsip dari Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi. Guna untuk melengkapi data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini.

b. Pengolahan Data

Dilakukan dengan cara mengklasifikasi atau mengkategorikan data berdasarkan beberapa tema sesuai dengan fokus penelitian. Pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul bersamaan dengan analisis data setelah data terkumpul.

Adapun penulisan ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” tahun 2007 yang diterbitkan oleh CeQDA (Centre for Quality Development and Assurance).

c. Analisis Data

Dalam menganalisa data peneliti menggunakan analisis deskriptif. Di mana peneliti mengungkapkan data dan fakta secara

12

Nurul Hidayati, Metode Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif, (Jakarta; UIN Jakarta Press, 2006), h. 63.


(21)

ilmiah tanpa sedikit pun mempengaruhi subjek maupun objek penelitian. Dalam pengolahan tersebut peneliti menggabungkan data dengan pengolahan data hasil dari observasi, wawancara, dan dokumentasi menjadi sebuah data yang bisa saling melengkapi sehingga dapat dideskripsikan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai skripsi ini maka penulis akan menguraikan dalam lima bab. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan: meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan teori: memuat tentang metode dakwah, meliputi

pengertian metode, dakwah dan metode dakwah, macam-macam metode dakwah, pengertian ustadz dan jama’ah, serta pengertian majelis ta’lim berikut fungsi dan karakteristiknya.

BAB III Gambaran Umum: membahas sekilas biografi Ustadz Muhsin,

mengenai perjalanan hidup, pendidikan, karya-karyanya, perjalanan dakwah dan profil Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii.

BAB IV Analisis Data: meliputi hasil pembahasan penelitian tentang

Metode Dakwah Ustadz Muhsin dan penerapannya pada Jama’ah


(22)

BAB V Penutup:terdiri dari kesimpulan dan saran yang sudah diterangkan


(23)

13

A. Metode Dakwah

1. Pengertian Metode

Metode menurut bahasa berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).1 Dengan demikian, kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.

Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodicay artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut thariq. Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran mencapai suatu maksud.2

Kata metode (minhaj) dalam bahasa berarti “jalan yang jelas”.

Sedangkan dalam istilah, kita dapat mengartikan manhaj atau minhaj

dengan “aturan dan pedoman untuk sesuatu”. Sudah alami bahwa minhaj

dan syari’at itu berbilang karena ia merupakan berbagai hukum, perintah, larangan, langkah-langkah, aturan, dan jalan di satu sisi dan di sisi lain karena berkaitan dengan aspek hamba (manusia) yang kondisi dan urusannya berbeda-beda, baik waktu maupun tempat.3

Abdul Kadir Munsyi dalam bukunya “Metode Diskusi dalam Dakwah” mengartikan metode sebagai cara untuk menyampaikan sesuatu.4

1

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 61.

2

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 242. 3

Syekh Muhammad Abu Al-Falah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik

Berdakwah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Terjemahan Dedi Junaedi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), h. 41-42.

4


(24)

Sedangkan dalam metodologi penelitian ilmu dakwah disebut bahwa metode adalah suatu cara untuk mencapai suatu cita-cita.5

Melihat dari berbagai pengertian diatas maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa metode dalam arti yang umum adalah suatu cara atau jalan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Sehingga tujuan tersebut dapat dicapai dengan semaksimal mungkin.

2. Pengertian Dakwah

Secara bahasa (etimologi) kata dakwah berasal dari bahasa Arab (da’a, yadu’u, da’watan) yang berarti menyeru, memanggil, mengajak. Adapun pengertian dakwah menurut istilah (terminologi) adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan yang benar sesuai perintah Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia akhirat.6

Sedangkan menurut Kamus Istilah Fiqih, dakwah ialah ajakan atau penyampaian ajaran Islam di lingkungan umat Islam yang lengah, lalai, dan dangkal pengetahuannya tentang Islam, agar mereka sadar dari kekeliruannya, dan mempertebal ketaqwaannya kepada Allah SWT.7

Dakwah ditinjau dari segi istilah mengandung beberapa arti yang beraneka ragam. Dalam hal ini banyak ilmuwan dakwah yang memberikan pengertian atau definisi terhadap istilah dakwah. Berikut ini penulis mengutip beberapa definisi, antara lain :

Pandangan Prof. Dr. M. Quraish Shihab tentang dakwah ialah seruan atau ajakan kepada kesadaran atau keinsafan atau usaha mengubah

5

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), h. 59.

6

Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1998), Cet. Ke-3, h. 1.

7 M. Abdul Mujieb, Mabruri Thalhah, dan Syafi’ah A.M, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT.


(25)

situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.8

M. Arifin dalam buku “Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi”

menyatakan bahwa dakwah adalah suatu kajian dalam seruan, baik dengan lisan, tulisan serta tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk mempengaruhi orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, penghayatan serta pengamalan ajaran agama tanpa adanya unsur paksaan.9

Menurut Drs. Didin Hafifuddin, dakwah adalah proses yang berkesinambungan yang ditangani para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah SWT dan secara bertahap menuju kehidupan yang Islami.10

DR. Wardi Bachtiar berpendapat dakwah adalah suatu proses upaya mengubah sesuatu situasi kepada situasi yang lebih baik sesuai ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah SWT yaitu Al-Islam.11

Syeikh Ali Makhfuz mengemukakan bahwa dakwah adalah mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan mungkar, agar mereka mendapat kebahagiaan daunia dan akhirat.12

8

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. Ke-19, h. 194.

9

M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (jakarta:Bumi Aksara, 1993), h. 6.

10

Didin Hafifuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 77.

11

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, h. 31.

12

Syeikh Ali Makhfuz, Hidayat al Mursyidin, Terjemahan Chodijah Nasution, (Yogyakarta: Tiga A, 1970), h. 17.


(26)

Hamzah Yaqub dalam bukunya “Publisistik Islam” mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya.13

Menurut S.M. Nasaruddin Latif, dakwah adalah usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah syari’at dan akhlak Islamiyah.14

Syekh Muhammad Abu Al-Fatah Al-Bayanuniy mengemukakan dakwah adalah penyampaian Islam kepada manusia, mengajarkannya kepada mereka dan merealisasikannya dalam kehidupan nyata.15

Dari berbagai pengertian atau definisi diatas menunjukkan bahwa dakwah adalah salah satu cara untuk menyeru atau mengajak kepada kebaikan. Karena hal ini sudah dilakukan sejak lama oleh para sahabat, tabi’in, tabi’in-tabi’in dan hingga sekarang dilanjutkan oleh para ulama, bahkan cara-cara yang dipakai pun oleh para sahabat dan yang lainnya sebelum kita tidak jauh berbeda. Sehingga dakwah mereka untuk mengajak manusia ke jalan Allah SWT dan mengikuti sunah-sunah Rasulullah saw sangatlah baik dan berhasil.

3. Pengertian Metode Dakwah

Didalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah, metode dakwah sangatlah penting. Metode dakwah ialah ilmu yang mempelajari

13

Hamzah Yaqub, Publisistik Islam, (Bandung: CV. Diponogoro, 1973), h. 49.

14

Nasaruddin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma Dara, 1979), h. 11

15

Syekh Muhammad Abu Al-Falah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik


(27)

bagaimana cara berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya. Sumber-sumber pokok metode dakwah yang dijadikan pegangan antara lain Al-Qur’an, Hadits, sirah (sejarah) dari salafus shalih

dari kalangan sahabat, tabi’in dan atbaat tabi’in, serta iman.16

Menurut Wahidin Saputra, metode dakwah (Thariqah al-Dakwah)

ialah cara atau strategi yang harus dimiliki seorang da’i, dalam

melaksanakan aktivitas dakwahnya.17

Toto Tasmara berpendapat bahwa metode dakwah adalah cara-cara

tertentu yang dilakukan seseorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk

mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.18

Syekh Muhammad Abu Al-Fatah Al-Bayanuniy mengatakan metode dakwah adalah suatu objek yang meliputi langkah-langkah dakwah dan aturannya yang telah digariskan.19

Pandangan Said bin Ali Al-Qahtani tentang metode dakwah ialah ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi secara langsung dan kendala-kendalanya.20

Dari definisi diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa metode dakwah

adalah cara penyampaian materi dakwah yang digunakan oleh da’i dalam

menyampaikan materi dan juga salah satu cara dalam menyampaikan seruan. Metode dakwah juga merupakan salah satu unsur terpenting agar

16

Said bin Ali Al-Qahtani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Terjemahan Masykur Hakim dan

Ubaidillah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 101.

17

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 9.

18

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gema Media Pratama, 1997), h. 7.

19

Syekh Muhammad Abu Al-Falah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik

Berdakwah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, h. 31. 20


(28)

mencapai tujuan dakwah yang efektif dan efesien. Sehingga mad’u dapat lebih mudah menerima pesan yang disampaikan oleh da’i.

Harus dipahami juga bahwa metode dakwah adalah cara bagaimana

seorang da’i bisa menempatkan posisi ketika menyampaikan pesan-pesan dakwahnya sesuai dengan pendengar (mad’u) yang sedang dan akan

dihadapi. Oleh karena itu, seorang da’i diharapkan dapat mengetahui latar belakang mad’u sebelum menyampaikan materinya.

B. Macam-macam Metode Dakwah

Pada prinsipnya metode dakwah berpijak pada dua aktivitas, yaitu aktivitas bahasa lisan/tulisan dan aktivitas badan. Aktivitas lisan dalam menyampaikan pesan dapat berupa metode ceramah, diskusi, dialog, nasehat,

ta’lim, peringatan, dan lain-lain. Aktivitas tulisan berupa penyampaian pesan dakwah melalui berbagai media massa cetak, seperti buku, majalah, buletin, koran, dan lainnya. Sedangkan aktivitas badan dalam menyampaikan pesan dakwah dapat berupa berbagai aksi amal sholeh, diantaranya tolong-menolong melalui materi, lingkungan, penataan organisasi, atau lembaga-lembaga keislaman.

Dalam membahas metode dakwah ini, terdapat beberapa kerangka dasar metode dakwah yang terkandung dalam firman Allah SWT di surat An-Nahl ayat 125 :






























































(29)

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl : 125)

Berdasarkan kandungan ayat diatas maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dalam dakwah terdapat tiga macam metode, yaitu :

1. Metode Al-Hikmah

Kata al-hikmah mempunyai banyak pengertian. Pengertian-pengertian yang dikemukakan para ahli bahasa maupun Al-Qur’an tidak hanya menyangkut pemaknaan eksistensinya. tetapi juga pemaknaan dalam konsepnya sehingga pemaknaan lebih luas dan bervariasi. Dalam kamus dan beberapa kitab tafsir kata al-hikmah diartikan: al-„adl

(keadilan), al hilm (kesabaran dan ketabahan), an-nubuwwah (kenabian),

al-„ilm (ilmu pengetahuan), al-Qur’an, falsafah, kebijakan, pemikiran atau pendapat yang baik, al-haq (kebenaran), meletakkan sesuatu pada tempatnya, kebenaran sesuatu dan mengetahui sesuatu yang paling utama dengan ilmu yang paling utama.21

Selain itu, kata hikmah sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, sehingga tidak merasakan adanya paksaan, konflik, maupun rasa tertekan. Adapun definisi dakwah secara umum adalah ketepatan dalam perkataan, perbuatan, keyakinan serta melakukan sesuatu pada tempatnya.22

Kata-kata hikmah diyakini dapat memberikan motivasi serta dampak psikologis yang mengarahkan seseorang kepada satu tujuan. Motivasi dapat membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah serta dapat membuat perilaku semakin berkualitas dan bermutu. Di dalam setiap perbuatan manusia, sudah pasti terdapat motivasi yang melatar

21

Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an: Study Kritis atas Visi, Misi, dan

Wawasan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), h. 163.

22


(30)

belakanginya sebagai landasan kenapa perbuatan itu dilakukan. Dan motivasi yang positif akan mengarahkan seseorang menuju kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat kelak.23

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting, yaitu dapat menentukan sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya, para

da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.24

Atas dasar itu, seorang da’i harus pintar dan cermat sebelum melakukan ceramah di suatu tempat. Maksudnya, ketika seorang da’i ingin

berceramah atau melakukan ceramahnya, da’i haruslah selalu memerhatikan realitas yang terjadi pada mad’unya, baik dari tingkat

intelektual, strata, sosial, psikologis dan sebagainya. Semua itu menjadi acuan yang harus dipertimbangkan.

2. Metode Al-Mau’idzah Al-Hasanah

Secara bahasa, mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’idzah dan hasanah. Kata mau’idzah berasal dari kata wa’adza -ya’idzu-wa’dzan-„idzatan yang berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, sementara hasanah merupakan kebalikkan fansayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejahatan.25

Kata hasanah (baik) adalah lawan sayiah (buruk), maka mauizhah

terkadang bersifat baik dan terkadang buruk sesuai dengan apa yang

23

Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Secangkir Hikmah, (Malang: Pustaka Basma, 2010),

Cet. Ke-2, h. ix.

24

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 247.

25


(31)

dinasihatkan manusia dan diperintahkannya serta sesuai dengan cara (gaya bahasa) si pemberi nasihat.26

Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain:

Ali Mustafa Yaqub menyatakan bahwa mau’idzah hasanah adalah ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audiens dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah.27

Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Drs. Wahidin Saputra adalah sebagai berikut:

“Al-Mau’izhah al-Hasanah” adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberika nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al-Qur’an.28

Mau’idzah hasanah dalam penyampaiannya dapat melalui beberapa bentuk, antara lain dalam bentuk kisah-kisah umat terdahulu, dalam bentuk peringatan atau dalam bentuk berita gembira, dalam bentuk pelukisan surga dan penghuninya, serta neraka dan penghuninya dalam bentuk ungkapan perumpamaan dalam mencari kesamaan.29 Adapun dakwah yang

26

Syekh Muhammad Abu Al-Falah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik

Berdakwah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Terjemahan Dedi Junaedi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), h. 327-328.

27

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997),

h. 121.

28

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 251.

29

H.M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al Amin Press,


(32)

dapat dikategorikan ke dalam metode mau’idzah hasanah antara lain silaturrahim (kunjungan keluarga), pengajian berkala di masjid, majlis ta’lim, ceramah umum, tabligh, dan sebagainya.

Jadi bisa kita simpulkan mau’idzah hasanah ialah ungkapan yang mengandung banyak unsur, antara lain unsur pendidikan, pengajaran, bimbingan, peringatan, kisah-kisah, berita gembira, wasiat dan sebagainya. yang bisa kita jadikan sebagai pegangan hidup atau pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak.

3. Metode Mujaddalah

Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata

jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan Alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faa ala, “jaa dala” dapat bermakna

berdebat, dan “mujaadalah” perdebatan.30

Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna

menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.31

Dari segi istilah (terminologi) mujaddalah berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya perumusan diantara keduanya.32

30

KH. Adib Bisri dan KH. Munawwir AF, Kamus al-Bisri, (Jakarta: Pustaka Progresif,

2000), h. 67.

31

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2000), h. 553.

32


(33)

Apabila ada suatu perbantahan antara da’i dan mad’u, yang disebut dengan polemik, maka dapat diluruskan bantahan yang bersumber dari

Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan penyampaian yang baik, sehingga mad’u tersebut dapat menerimanya. Tujuan berdebat bukan untuk bertengkar dan menyakiti hati lawan, melainkan untuk meluruskan akidah yang melenceng dari aturan-aturan agama.

Dari pengertian diatas maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa Al-Mujaddalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan diantara keduanya, sehingga apa-apa yang menjadi suatu permasalahan dapat ditangani dengan baik dan sesuai dari ajaran Al-Qu’ran dan hadits.

C. Ustadz dan Jama’ah

1. Pengertian Ustadz

Kata Ustadz berasal dari bahasa Arab yaitu “Ustadzun” artinya seorang guru laki-laki atau “Ustadzatun” yang mengandung arti seorang guru perempuan.33

Realita yang ada sekarang di Indonesia, kata “ustadz” digunakan sebagai julukan seorang laki-laki yang terlihat alim, rajin ke masjid atau musholla baik untuk mengikuti shalat berjama’ah maupun mengikuti pengajian rutin.

Julukan ustadz terkadang juga digunakan kepada seseorang yang dapat membaca Al-Qur’an dengan fasih dan merdu, memimpin do’a baik

33

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuriyah, 1989), h. 40.


(34)

berdo’a setelah shalat maupun selepas kegiatan keagamaan seperti tahlillan, syukuran, selamatan dan lain sebagainya.

Ada juga Julukan Ustadz diberikan kepada guru, baik guru TPA, guru Privat, maupun guru-guru agama di SD, SLTP, SMA, dan Perguruan Tinggi (jika dilihat dari segi arti).

Secara sosiologi siapa saja dapat menjadi seorang ustadz. Namun dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, yaitu mempunyai pengetahuan yang lebih terhadap agama Islam dengan mengamalkan serta dapat memberikan pemahaman kepada orang lain. Akan tetapi yang dimaksud dalam hal ini, julukan ustadz lebih tepat jika diberikan kepada seorang guru yang ahli atau memahami ilmu agama baik secara dasar maupun mendalam sampai ke akar-akarnya, serta mengamalkan di dalam kehidupannya dan mengajarkannya kepada orang lain tanpa kenal lelah.

2. Pengertian Jama’ah

Jama’ah secara bahasa diambil dari kata dasar “jama’a” yang artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian yang lain. Dan kata tersebut berasal dari kata ijtima

(perkumpulan), yang merupakan lawan kata dari tafarruq (perceraian) dan juga lawan kata dari furqah (perpecahan).34

Pengertian jama’ah secara istilah (terminologi) yaitu kelompok

kaum muslimin, dan mereka adalah pendahulu ummat dari kalangan para

sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka

34

Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, “Pengertian Jama’ah”, artikel diakses pada 30 Agusutus 2014 dari http://armyx7.blogspot.com/2008/06/defnisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html


(35)

sampai hari kiamat, dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun batin.35

Istilah jama’ah mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai dengan konteks kalimat dan kaitannya. Pertama, dikaitkan dengan kata “ahlu sunnah” sehingga menjadi ahlu sunnah wal jama’ah, yang berarti golongan yang mengikuti sunah dan tradisi Nabi Muhammad SAW serta berada dalam kumpulan kaum muslim. Kedua, istilah jama’ah dikaitkan dengan

ijma’ sebagai sumber hukum. Ijma’ merupakan hasil kesepakatan jama’ah dalam suatu masalah yang di dalamnya terdapat silang pendapat. Ketiga, istilah jama’ah dengan imam atau pemimpin, yang berarti komunitas kaum muslimin (jama’ah) yang dipimpin seorang imam.

Istilah jama’ah juga berkaitan dengan masalah shalat, terutama dalam pelaksanaan shalat jum’at yang harus mencukupi jumlah 40 orang.

Sehingga jika jumlah ini tidak terpenuhi, maka shalatnya tidak sah. Mazhab-mazhab lain berpendapat bahwa jika pengertian jama’ah telah terpenuhi – ditinjau dari segi jumlahnya, tiga orang atau lebih, termasuk imam –maka sholat jum’at sah. Hal ini disebutkan arti dari istilah jama’ah itu sendiri, yaitu jamak, banyak, atau lebih dari tiga orang.36

Namun yang dimaksud jama’ah di sini yaitu suatu kumpulan atau sekelompok orang yang berkumpul untuk menyaksikan atau mendengarkan tentang ilmu-ilmu agama yang diberikan oleh seorang ustadz atau ustadzah.

35

Al-Atsari, “Pengertian Jama’ah”. 36

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam; Jemaah, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Jilid 2, h. 310-311.


(36)

D. Majelis Ta’lim

1. Pengertian Majelis Ta’lim

Majelis ta’lim menurut bahasa terdiri dari dua kata yaitu “majlis

dan “ta’lim” yang keduanya berasal dari bahasa Arab. Kata majlis dalam bahasa Arab berasal dari kata “jalasa, yajlisu, majlisan” yang artinya

duduk.37

Sedangkan kata ta’lim dalam bahasa Arab berasal dari akar kata “a’lama, ya’lamu, ta’liman” yang berarti mengajar.38

Ada beberapa pendapat dari segi istilah definisi majelis ta’lim diantaranya adalah sebagai berikut :

Dr. Hj. Tutty Alawiyah As, dalam karangan yang berjudul “Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Ta’lim” mendefinisikan majelis ta’lim sebagai berikut majelis dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya. Oleh karena itu, majelis ta’lim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.39

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian majelis ta’lim yaitu pertemuan dan perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat orang berkumpul.40

Di dalam musyawarah majelis ta’lim se-DKI Jakarta telah diberikan tentang pengertian majelis ta’lim, yaitu lembaga pendidikan non

37

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hila Karya Agung, 2000), h. 98.

38

Asad M. Kalali, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), Cet. Ke-2, h. 8.

39

Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Ta’lim, (Bandung: Mizan, 1997),

h. 75.

40


(37)

formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan seseorang dan antara manusia dengan lingkungan, dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.41

Dalam prakteknya, majelis ta’lim merupakan tempat pangajaran atau pendidikan agama Islam yang paling fleksibel dan tidak terikat oleh

waktu. Majelis ta’lim bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata sosial, dan jenis kelamin. Waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, atau malam. Tempat pengajarannya pun bisa dilakukan dirumah, masjid, mushlla, gedung, aula, halaman, dan sebagainya. Selain itu majelis ta’lim memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai lembaga dakwah dan lembaga pendidikan non-formal.

Fleksibilitas majelis ta’lim inilah yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan merupakan lembaga pendidikan Islam yang paling dekat dengan umat (masyarakat). Majelis ta’lim juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara sesama anggota jamaah majelis ta’lim tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu.

Dengan berpedoman beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa majelis ta’lim adalah sebuah lembaga yang dijadikan sebagai

41


(38)

wadah pendidikan Islam non-formal yang dapat berdiri sendiri dan memiliki tujuan untuk merealisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sosial masyarakat dan mempunyai program pengajaran tersendiri, dalam rangka membina dan mengembangkan kualitas kehidupan seorang muslim dengan berpedoman pada ajaran Islam demi terciptanya kehidupan yang lebih baik dan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

2. Fungsi Majlis Ta’lim

Adapun fungsi majelis ta’lim itu sendiri sebagai lembaga pendidikan non-formal adalah sebagai berikut :

a. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.

b. Sebagai taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya yang santai.

c. Sebagai ajang berlangsungnya silaturahmi massal yang dapat menghidup suburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah.

d. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umat. e. Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi

pembangunan umat dan bangsa pada umumnya.42

3. Karakteristik Majelis Ta’lim

Adapun karakterisitk majelis ta’lim adalah sebagai berikut :

a. Badan yang mengurusi kegiatan pendidikan secara berkesinambungan. b. Seorang atau lebih guru/ustadz/kyai yang memberikan pelajaran secara

rutin dan berkesinambungan.

42


(39)

c. Peserta atau jamaah dalam relatif banyak yang secara terus menerus mengikuti pelajaran.

d. Kurikulum baik dalam bentuk buku atau kitab, pedoman atau rencana pelajaran yang terarah.

e. Kegiatan pendidikan secara teratur dan berkala.

f. Tempat tertentu yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan, baik secara tradisional atau sederhana maupun secara modern, maka lembaga tersebut dapat disebut majelis ta’lim.43

43

Ismet Firdaus, Lisma Dyawati Fuaida, Nurkhayati, Ahmad Zaky, Pengalaman Al-Qur’an


(40)

30

MUSTAFAWII

A. Biografi Ustadz Muhsin

Muhammad Ihsan atau biasa dipanggil dengan Muhsin dalam kesehariannya adalah seorang ustadz/da’i atau pengajar asli Jakarta. Beliau dilahirkan di Jakarta tepatnya pada tanggal 23 Desember 1966. Ayahanda beliau bernama H. Muhammad Said (Almarhum). Sedangkan Ibundanya bernama Siti Suryani.1

Beliau adalah putra pertama dari 11 bersaudara, diantaranya A. Fauzi, Latifah, Abdul Majid, Chodijah, Faridah, Abdur Rohim, Ali, Taufiq, Hidayah, dan Mahmud. Tetapi tiga dari sepuluh saudara kandung beliau sudah meninggal dunia saat masih belia. Mereka adalah Taufiq, Hidayah, dan Mahmud.2

Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, ustadz Muhsin didampingi oleh istri beliau yang selalu setia, yaitu Aminah binti Asmawi. Umi Aminah adalah kelahiran Jakarta pada tanggal 20 Juli 1966. Ustadz Muhsin menikah pada umur yang sama dengan isterinya, yaitu saat umur 22 tahun dan menikah pada tanggal 30 September 1990. Dalam pernikahannya, beliau dikaruniai 4 buah hati tercinta, yaitu Fatimah, Muhammad, Ruqoyyah, dan Husin.3

1

Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 18 April 2014.

2

Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 18 April 2014.

3


(41)

Anak sulung beliau adalah Fatimah. Ia lahir di Jakarta pada tanggal 24 Juni 1992. Di usia 6 tahun, ia mengenyam pendidikan di SDN 04 Pagi Cawang. Setelah tamat, ia langsung melanjutkan ke Pondok Pesantren Darul

Lughah wa Da’wah. Tidak puas disitu saja, ia lalu melanjutkan lagi ke Pondok

Pesantren Darul Maliki pimpinan Ustz. Amiroh bin Jindan di Perbantukan dan setelah tamat ia langsung mengabdi disana hingga sekarang. Muhammad, anak kedua ustadz Muhsin, kelahiran 31 Maret 1996, tidak berbeda jauh dengan kakaknya. Ia juga belajar di SDN 04 Pagi Cawang. Setamatnya di SDN 04, ia langsung melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Al-Khairat Bekasi hingga sekarang.

Rogayah adalah anak ketiga ustadz Muhsin yang lahir pada tanggal 18 April 1999. Ia mengikuti kedua kakaknya yang mengenyam pendidikan di SDN 04 Pagi Cawang juga. Setelah tamat, ia dimasukkan oleh ustadz Muhsin ke Pondok Pesantren Darul Maliki yang mana disitu ada anak pertama beliau yang sudah mengabdi. Dan beliau menitipkan Rogayah kepada kakaknya disana. Dan anak beliau yang terakhir ialah Husin. Ia lahir pada tanggal 8 April 2003. Berbeda dari kakak-kakaknya, ia tidak sempat sekolah di Sekolah Umum namun ia langsung dimasukkan ke Pondok Pesantren Dar’inat di Galuk untuk menuntut ilmu disana.

Pada saat ini beliau tinggal di Jalan Dewi Sartika Gang Masjid Bendungan RT. 003/RW. 010 No. 29 Cawang, Jakarta Timur. Namun sebelum tinggal di Jalan Dewi Sartika, beliau tinggal di Cawang Kapling atau yang dikenal saat ini dengan Cawang Baru.4

4


(42)

Ustadz Muhsin lahir dari keluarga yang bisa dibilang cukup agamis karena kedua orangtua beliau merupakan asli dari Jakarta yang sangat kental dengan adat ketimuran. Bagi mereka pendidikan agama adalah pendidikan utama dalam mendidik anak-anaknya. Dengan menanamkan ilmu agama dari sejak kecil, beliau dapat paham dan berusaha agar tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Oleh karenanya, beliau selalu ditempatkan di dalam pendidikan yang bersyariat Islamiyah, seperti di MHI (Madrasah Hayatul Islamiyah) dan Pondok Pesantren.

Hal ini juga beliau terapkan dalam keluarganya sendiri, beliau sangat konsisten dan disiplin dalam mendidik anak-anaknya. Beliau juga selalu menekankan kepada putra-putrinya untuk menguasai berbagai disiplin ilmu, dan menuntut ilmu kepada banyak guru khususnya ilmu agama. Sebab ilmu yang dimilikinya tidak dapat diwariskan.

Pada masa kecilnya, ustadz Muhsin tidak jauh berbeda dengan kebanyakan anak-anak pada umumnya. Beliau juga bermain dengan teman-temannya, seperti bermain bola, bermain tebak-tebakan dan lain sebagainya. Namun di umur yang masih relatif muda, beliau mempunyai kesenangan yang berbeda dari kebanyakan anak-anak lainnya, yaitu beliau sudah senang dalam membaca Al-Qur’anul Karim, menghafal hadits-hadits, membaca buku-buku Islami, mempelajari buku-buku salaf dan lain sebagainya. Kesenangan-kesenangan inilah yang membuat beliau akhirnya menjadi seorang da’i seperti sekarang ini.5

5


(43)

Sampai remaja pun, ustadz Muhsin juga banyak menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan mengaji, baik di Pondok Pesantren maupun di majelis-majelis ta’lim yang ada di Jakarta. Beliau sering mengaji di Majelis Ta’lim Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi di Kwitang, Majelis

Ta’lim Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Atthas di Harmoni, dan Majelis

Ta’lim Habib AbdulQodir bin Muhammad Al-Haddad di Condet. Berbeda

dengan anak-anak remaja pada umumnya, yang kebanyakan mereka masih memikirkan akan kesenangan dunia saja tanpa memikirkan amal apa yang akan mereka bawa di akhirat kelak.

Kegiatan ustadz Muhsin dalam menuntut ilmu dan mengaji masih terus berlanjut hingga sekarang walaupun sudah berumah tangga. Hal inilah yang membuktikan konsistensi beliau dalam menuntut ilmu patut semua kita tiru.

Beliau adalah orang yang sangat tekun dan berdisiplin tinggi dalam mempelajari ilmu-ilmu agama, sehingga beliau sangat ingin mengembangkan dan memajukan ajaran agama Islam di masyarakat luas, khususnya di masyarakat sekitar beliau tinggal. Ilmu agama yang beliau kuasai juga sangatlah luas, sebagaimana Al-Allamah Assayidil Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf yang juga salah satu guru beliau mengatakan, “Ilmu itu laksana lautan dan tak akan ada yang mengenalnya

kecuali orang-orang yang masuk didalamnya”.6

Beliau juga dikenal sebagai orang yang sangat tawadhu’ (rendah hati), ramah terhadap semua orang, tidak senang dengan ketenaran ( popularitas ) serta adab dan akhlak beliau yang sangat tinggi dan luhur.7

6

Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Secangkir Hikmah, (Malang: Pustaka Basma, 2010), Cet. Ke-2, h. 162.

7

Wawancara dengan Muhammad Tajuddin selaku tetangga juga jama’ah, Jakarta, 18 April 2014.


(44)

Akhlak, ilmu dan amal beliau merupakan cerminan Ulama Salaf (orang terdahulu yang berpegang kuat kepada ajaran Rasulullah SAW) yang terdapat dalam dirinya dan menghasilkan suri tauladan yang baik untuk para

jama’ahnya yang ingin mengikuti jejak Rasulullah SAW. Jadi, itu semua terlukis dengan perilakunya dalam melaksanakan yang fardhu dan sunnah.

Beliau sangat berpegang kepada Thoriqoh Salaf Alawiyin seperti yang dipegang teguh oleh kedua orangtua dan guru-guru beliau. Orang yang mengikuti salaf tidak akan salah dan tidak akan lelah karena jalan salaf mudah dan lurus.

Thariqah mereka adalah mengisi dan membagi waktu serta

mengaturnya dengan berbagai ibadah, Majelis-majelis ilmu dan pendidikan akhlak, pembacaan wirid-wirid dan hizib-hizib. 8

Para salaf dari kaum Alawiyyin maupun lainnya mendidik penuntut ilmu untuk memiliki hati yang selamat (salimah), berprasangka baik kepada Allah SWT dan mahluk-Nya, zuhud terhadap dunia, cinta kepada akhirat, peduli pada hak-hak manusia, serta menghargai ilmu, ulama, wali, dan kaum muslimin. Mereka melindungi hati dan pendengaran para penuntut ilmu dari segala sesuatu yang akan mengganggu dan menjauhkan mereka dari amal, juga dari segala sesuatu yang akan memalingkan hati mereka dari akhlak yang luhur dan mulia. Mereka menjaga para penuntut ilmu dari pergaulan dengan orang-orang yang berbeda paham dan dari mempelajari buku-buku yang berisi keterangan yang dapat merusak apa yang telah mereka pelajari, agar hati

8

Idrus Alwi Almasyhur, Manaqib Sepuluh Wali Quthub Keturunan Nabi Muhammad


(45)

mereka tetap bersih dan suci, jiwa mereka tenang, dan semangat mereka tertuju pada kebaikan dan semua hal yang menyebabkan kebaikan.9

Inilah yang dilakukan oleh ustadz Muhsin dalam kegiatan sehari-hari beliau yang tidak lepas dari kegiatan ibadah dan menuntut ilmu ke majelis-majelis ta’lim. Beliau selalu mengajarkan kepada para jama’ahnya seperti apa yang telah diajarkan oleh guru-gurunya, yang kesemuanya itu adalah hal-hal kebaikan demi mencari ridho Allah SWT.

B. Latar Belakang Pendidikan dan Karya-karya Ustadz Muhsin

1. Pendidikan Ustadz Muhsin

Bagi ustadz Muhsin pendidikan agama itu sangatlah penting. Itu dapat dilihat dari tempat dimana saja beliau menuntut ilmu. Selain di sekolah umum, beliau juga menuntut ilmu di beberapa Pondok Pesantren demi keinginannya untuk memperdalam ilmu agama. Setelah mengenyam pendidikan di MHI (Madrasah Hayatul Islamiyah) atau yang sekarang dikenal sebagai SDI (Sekolah Dasar Islam) di Cawang Baru selama 6 tahun.10

Beliau langsung melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Astaqofah Islamiyyah di Tebet, Jakarta Selatan, pimpinan Al-Allamah Assayidil Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad bin AbdulQodir Assegaf selama 10 tahun, dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1993. Di Atsaqofah Islamiyah beliau banyak belajar ilmu agama yang diantaranya

9

Novel Muhammad Alaydrus, Sekilas Tentang Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas,

(Solo: Putera Riyadi, 2003), Cet. Ke-2, h. 55-56.

10


(46)

belajar kitab fiqih, aqidah, tauhid, nahwu, sharaf. Setelah di Atsaqofah Islamiyyah, beliau juga melanjutkan ke Pondok Pesantren Al-Hawi di Condet, Jakarta Timur, pimpinan Al-Allamah Al-Habib AbdulQadir bin Muhammad bin Ahmad Al-Haddad selama 10 tahun, dari tahun 1988 sampai dengan tahun 1998.11

Pelajaran yang ustadz Muhsin pelajari di Pondok Pesantren Al-Hawi tidak jauh berbeda dengan yang beliau pelajari di Pondok Pesantren Atsaqofah Islamiyyah. Namun bedanya, setelah tamat dari Al-Hawi beliau melanjutkan untuk mengabdi sebagai pengajar disana sedangkan di Atsaqofah Islamiyyah beliau tidak mengabdi.

Tamatnya ustadz Muhsin dari Pondok Pesantren Al-Hawi di Jakarta, beliau mempunyai keinginan untuk berziarah ke makam para wali Allah SWT di Hadramaut, Yaman Selatan dan akhirnya keinginan beliau pun tercapai. Seperti peribahasa yang mengatakan, “Sambil Menyelam Minum Air”, hal itu juga yang didapatkannya disana. Beliau disana tidak hanya mendapatkan kesempatan untuk berziarah, namun juga dapat memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren Rubat Tarim, walau hanya selama 6 bulan saja dibawah bimbingan guru besar disana, yaitu Al-Allamah Al-Arifbillah Al-Habib Hasan bin Abdullah Asyatiri.12

Tarim juga disebut sebagai pusat pendidikan Islam. Di kota ini banyak terdapat ma’had, halaqah ta’limiyyah, dan zawiyah. Tarim

11

Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 2 Mei 2014.

12


(47)

menyimpan sejarah peradaban Islam sejak abad ke-4 H. Banyaknya ulama menjadikan kota Tarim sebagai kota idola bagi para penuntut ilmu serta membuktikan bahwa kota ini sangat diperhitungkan kala itu.13Disanalah ustadz Muhsin juga menimba ilmu agama di salah satu pondok pesantren tertua di Hadramaut, yaitu Rubath Tarim.

2. Karya-karya Ustadz Muhsin

Karya-karya yang telah dibuat dan dicapai oleh beliau adalah bukti kecintaan beliau kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Karya-karya ini semuanya berisi tentang keutamaan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun karya-karya tersebut sebagai berikut :

a. Addanul Fa’iq

b. Kunuzul Asror

c. Natijatul Zahro d. Tuhfatul Ahyar14

C. Perjalanan Dakwah Ustadz Muhsin

Perjalanan dakwah ustadz Muhsin adalah berawal dari semangat yang sangat kuat serta keinginan menggapai ridho Allah SWT. Dengan bekal pendidikan dan dukungan yang diberikan keluarga dan para gurunya, akhirnya beliau menjadi seorang da’i yang sangat dipandang oleh masyarakat luas, khususnya masyarakat Cawang dan dari semangat inilah awal mula beliau mulai menjalankan dakwah. Beliau membuka sebuah Majelis Ta’lim yang

13

Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, TARIM Kota Pusat Peradaban Islam, (Malang:

Pustaka Basma, 2012), h. xii.

14


(48)

bernama Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, bertempat dikediaman beliau di Cawang. Dari sanalah perjalanan dakwah beliau hingga sampai sekarang terus berlanjut.

Pada tahun 2000, saat Ustadz Muhsin memulai berdakwah, beliau memulainya dengan berpindah-pindah tempat, baik dari pintu ke pintu, masjid ke masjid dan dari mushollah ke mushollah agar ilmu itu syi’ar (menyebar luas). Dari situlah banyak yang melihat dakwah beliau dan berminat untuk masuk dan belajar di dalam majelis ta’lim yang beliau pimpin. Hingga sekarang ada beberapa tempat yang telah beliau hadiri di dalamnya untuk memberikan ilmu-ilmu agama kepada jama’ah ataupun mad’u nya, yaitu di Rawajati (Kalibata), Pisangan Baru, Pisangan Lama, Kebon Nanas, Perumpung, Jalan Salak (Cawang), PWI, Kalimalang.15

Mereka yang menghadiri majelis ta’lim ustadz Muhsin seperti telah terlupakan oleh kehidupan dunia yang mereka jalani sehari-hari, mungkin yang lapar lupa dengan kelaparannya, yang sakit hilang rasa sakitnya, yang lelah akan aktifitas pekerjaan hilang rasa lelahnya dengan tujuan yang pasti yaitu menimba ilmu, mendengar nasihat, tabarukan (mencari berkah) serta

meminta do’a dari beliau. Hal inilah yang membuktikan bahwa beliau adalah seorang da’i yang memiliki banyak kelebihan di dalam berdakwah sehingga majelis ta’limnya terasa sangat nyaman bagi para penuntut ilmu.16

Didalam dakwahnya, ustadz Muhsin juga selalu berbicara dengan orang lain dengan tutur kata yang lembut, halus, tidak kasar, mudah dicerna dan

15

Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 9 Mei 2014.

16

Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta,9 Mei 2014


(49)

dipahami sehingga orang awam maupun intelektual dapat memahami dan mengambil manfaatnya. Majelis yang beliau pimpin senantiasa selalu dipenuhi dengan pembacaan kitab-kitab Fiqih, Aqidah maupun Hadits yang sangat bermanfaat. Tidak ada pembicaraan kosong yang tidak menghasilkan manfaat. Apa yang ditutur di dalam majelis hanyalah pembacaan kitab, dzikir, diskusi

keagamaan, nasihat untuk jama’ah serta ajakan untuk melakukan amal-amal shaleh.17

Selama ustadz Muhsin mensyi’arkan ilmu-ilmu agama ke masyarakat, beliau berdakwah dengan adab dan akhlak yang mulia sehingga masyarakat menerima beliau dengan lapang dan penuh ikhlas. Cara berdakwah seperti inilah yang beliau contoh dari para guru beliau yang terus bersambung sampai ke Nabi Muhammad SAW.

Dalam mendidik dan mengajar pun beliau sangat berpegang teguh pada metode para salaf, memulai dengan yang dasar, kemudian sedang, lalu yang mendalam. Pendidikan dan ajarannya pun bukan hanya lewat kata-kata yang beliau ucapkan, melainkan dengan perbuatannya yang sangat terpuji.

D. Tujuan Dakwah Ustadz Muhsin

Adapun tujuan dakwah ustadz Muhsin tidak terlepas dari kondisi masyarakat saat ini yang sudah meninggalkan ajaran dan sunnah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan ridho Allah SWT.

17

Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta,9


(50)

2. Mengajak kaum muslimin khususnya para jama’ah untuk berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadits.

3. Mengajak para jama’ah mendekatkan diri kepada Allah SWT dan

Rasulullah SAW.

4. Menjalin Ukhuwah Islamiyah diantara para jama’ahnya.

5. Menyampaikan Risalah Nabi Muhammad SAW.18

E. Profil Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii

1. Latar Belakang Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii

Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii adalah sebuah majelis ta’lim yang berdiri tahun 2000. Majelis ta’lim ini terletak di kediaman ustadz Muhsin di jalan Dewi Sartika, Gang Masjid Bendungan, Cawang, Jakarta Timur. Tepatnya majelis ini berada di rumah ustadz Muhsin sendiri, yang berfungsi juga sebagai kegiatan majelis ta’lim dan pengajian-pengajian rutin. Dengan majelis ta’lim di rumah ustadz Muhsin ini, mempermudah

para jama’ah untuk hadir mengikuti pelaksanaan kegiatan di Majelis

Ta’lim Imdadil Mustafawii.19

Sejarah berdirinya Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii ini tidak lain tidak bukan adalah keinginan di dalam hati ustadz Muhsin agar masyarakat mau untuk hadir dan kenal dengan majelis ilmu. Karena dewasa ini, sudahlah banyak orang yang jarang menghadiri majelis-majelis ilmu dikarenakan kecintaan mereka-mereka akan dunia yang fana dan

18

Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 9 Mei 2014.

19


(51)

hanya sementara ini. Jikalau mereka tahu bahwa di dalam sebuah majelis ilmu itu banyak anugerah dan karunia Allah SWT, pastilah mereka akan berbondong-bondong untuk menghadirinya.

Berdirinya majelis ta’lim ini diprakarsai oleh guru ustadz Muhsin sendiri yang sangat beliau hormati dan mengaji kepadanya, yaitu Al-Allamah Al-Arifbillah Al-Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Atthas. Sedangkan yang memberikan nama dari Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi ini juga adalah guru beliau, yaitu Al-Habib Muhammad bin Sholeh Al-Atthas.20

Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii ini mempunyai arti pertolongan dan bantuan Rasulullah SAW. Dari pengertian Majelis diatas, sudahlah tentu majelis ta’lim yang beliau pimpin selalu merujuk kepada Rasulullah SAW dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah SAW serta Majlis ta’lim ini diberi nama Imdadil Mustafawii agar selalu yang hadir diberikan ilmu yang bermanfaat dan diberikan kemudahan untuk mengamalkannya.21

2. Visi dan Misi Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii

a. Visi Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi

1) Sebagai wadah organisasi keagamaan yang berfungsi untuk mengajak dan menyeru kaum muslimin untuk hadir di majelis-majelis ilmu.

2) Sebagai wadah organisasi keagamaan yang berfungsi untuk mengajak dan menyeru kaum muslimin untuk meneladani dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah SAW.

20

Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 30 Mei 2014.

21


(52)

b. Misi Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawi

1) Melaksanakan syi’ar agama melalui majelis ilmu.

2) Memberikan pengajaran tentang Islam secara menyeluruh.

3) Mengenalkan kisah para salafussholihin dan para wali Allah SWT. 4) Memperbanyak membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.

3. Tujuan Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii

Setiap majelis ta’lim tentunya memiliki tujuan yang luhur dalam meningkatkan kualitas ketaqwaan dan mesyia’rkan Islam. Tujuannya adalah berusaha menyampaikan pesan Al-Qur’an dan Hadits serta sun nah-sunnah Rasulullah SAW dalam satu wadah/perkumpulan agar mereka mengerti hukum-hukum Allah SWT dan mereka mau menjalankan perintah-Nya juga menjauhi larangan-Nya, sehingga terhindar dari adzab Allah SWT dan tujuan inilah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii menyampaikan dakwah Islam. Adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. b. Untuk memperkenalkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw agar

kita memiliki akhlakul karimah.

c. Untuk mengenalkan dan mempelajari kitab-kitab fiqih, aqidah, dan hadits karangan salafussholihin.

d. Untuk mengajak dan menghadiri majelis-majelis ilmu agama.

e. Untuk membentuk jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii dan masyarakat menjadi umat yang melaksanakan ajaran Islam penuh dengan kesadaran.


(53)

f. Untuk mewujudkan rasa Ukhuwah Islamiyyah di antara jama’ah

Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii dan memperat tali silaturrahim dengan masyarakat serta mempersatukan Ulama, diantaranya para Habaib, Kyai, dan Ustadz.

g. Untuk menambah tempat pendidikan non-formal berupa majelis ta’lim, guna membantu masyarakat sekitar untuk belajar (menuntut ilmu) di

Majlis Ta’lim Imdadil Mustafawii.

4. Jadwal Kegiatan Pengajian Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii

Kegiatan yang ada di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii ini, pada umumnya sama seperti di majelis-majelis biasanya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii ada di beberapa tempat. Adapun kegiatan-kegiatan yang dibuat di golongkan ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Kegiatan Rutin (harian atau mingguan)

1) Madras di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii (Senin pagi pukul 08.00 wib sampai selesai).

2) Madras di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii (Selasa pagi pukul 08.00 wib sampai selesai).

3) Madras di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii (Sabtu pagi pukul 08.00 wib sampai selesai).

4) Pengajian kitab Fiqih, aqidah, dan hadits di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii (Jum’at malam Sabtu pukul 20.00 wib sampai selesai). 5) Majelis Sholawat di Maqam Habib Ahmad bin Alwi Al-Haddad


(54)

6) Majelis Sholawat Kitab Tanbihul Anam di Tanah Manisan (Kamis pagi pukul 06.30 sampai selesai).

7) Pengajian kitab fiqih, aqidah, dan hadits di Gang Salak, Cawang (Awal Maghrib setiap Senin malam Selasa).

8) Pengajian kitab fiqih, aqidah, dan hadits di Pisangan (Awal Maghrib setiap Minggu malam Senin).

9) Pengajian kitab fiqih, aqidah, dan hadits di Gang Ayub, Kebon Nanas (Awal Maghrib setiap Sabtu malam Minggu).

b. Kegiatan Bulanan

1) Pengajian kitab fiqih, aqidah, dan hadits di Mushollah Nurul Iman,

Prumpung (Kamis malam Jum’at ke-3).

c. Kegiatan Tahunan

1) Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Jum’at kedua setelah

acara Maulid di Ar-Riyadh Solo.

2) Khataman Kitab Tanbihul Anam stiap tanggal 25 Desember di luar kota.

3) Khataman Al-Qur’an dalam Tarawih setiap malam ke-10 bulan

Ramadhan di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii.

4) „Uwad (pertemuan lebaran) setiap tanggal 1 Syawal dan 10

Dzulhijjah ba’da Isya.

5) Majelis Shalawat setiap Minggu ke-2 Robiussani di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii.22

22


(55)

45

A. Metode Dakwah Ustadz Muhsin

Da’i adalah subjek dalam kegiatan dakwah. Da’i memiliki peranan

yang sangat penting dalam menentukan dakwah itu berhasil atau tidak. Maka

seorang da’i harus benar-benar memiliki kemampuan dalam bidang dakwah Islam. Kemampuan seorang da’i dapat dilihat dari ilmu yang dimilikinya dan metodenya yang digunakannya dalam berdakwah. Metode dakwah adalah

salah satu komponen utama dakwah yang penting diketahui bagi seorang da’i.

Oleh karena itu, dibutuhkan metode dakwah yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi para mad’u(jama’ah).

Kegiatan pada suatu majelis ta’lim itu memiliki suatu tujuan yaitu untuk mengajarkan ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW dan mengajak seseorang untuk menyeru kebaikan serta meninggalkan keburukan. Sama halnya seperti majelis ta’lim yang didirikan oleh ustadz Muhsin yang diberi nama Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii juga memiliki beberapa kegiatan keagamaan yang dilakukan, diantaranya Pembacaan Ratib, penjelasan tentang kitab Fiqih dan Hadits, bershalawat dengan diiringi lantunan Hadroh dan

ditutup dengan do’a.1

Sebelum pengajian dimulai ustadz Muhsin selalu mengawali dengan pembacaan surat Yasin, pembacaan Ratibul Haddad atau Atthas lalu

1

Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4


(56)

dilanjutkan dengan do’a untuk Nabi Muhammad SAW dan para keluarganya, sahabat-sahabatnya, tabi’in-tabi’in, dan para wali-wali Allah SWT demi semata-mata ingin mencari ridho Allah SWT dan mendapatkan keberkahan.2

Agar pesan dakwah yang disampaikan oleh da’i dapat diterima oleh mad’u dengan baik, dibutuhkan juga beberapa metode dakwah yang tepat untuk dapat digunakan oleh para ulama. Dan dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan, didapat beberapa metode yang digunakan ustadz Muhsin. Metode yang diterapkan oleh ustadz Muhsin dalam setiap dakwahnya adalah menggunakan metode dakwah yang telah disebutkan dalam Surat An-Nahl ayat 125, yaitu metode dakwah Al-Hikmah, Mau’idzatul Hasanah, dan Mujaddalah.

1. Al-Hikmah.

Dalam kaitannya dengan teoritis, metode al-hikmah diartikan sabagai al-„adl (keadilan), al-haq (kebenaran), al-hilm (ketabahan), al-„ilm

(pengetahuan), dan annubuwwah (kenabian). Disamping itu al-hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu pada proporsinya.

Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, ada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang kepada agama atau tuhan. Pengertian bijaksana yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, tidak ada paksaan, konflik

2

Hasil Pengamatan secara langsung di Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii, Jakarta, 4 April 2014.


(57)

maupun rasa ketakutan. Dengan kata lain, dakwah al-hikmah dilakukan atas dasar persuasif.

Didalam pengajian rutin ustadz Muhsin, beliau memberikan pemahaman agama serta mendidik para jama’ahnya dengan cara yang bijaksana (bi al-Hikmah), ini berdasarkan sebuah observasi yang dilakukan peneliti secara langsung, dimana peneliti mendengarkan dan memahami isi dari pembahasan yang beliau sampaikan kepada para jama’ah di Majelis

Ta’lim Imdadil Mustafawii, yang sangat bijaksana mengenai silaturrahmi, yaitu:

Hadirin yang dimuliakan Allah SWT

Seseorang tidak lahir sendiri, tidak hidup sendiri. Dia terikat oleh lingkaran di mana dia tidak mungkin terlepas darinya dengan sendiri, dia adalah lemah dan bukan apa-apa, tetapi dengan lingkaran tersebut, dia menjadi kuat dan memiliki wujud yang nampak darinya, lingkaran tersebut tiada lain adalah rahim (keluarga, kerabat dan sahabat). Dari sini maka Islam mengajak kepada silaturahim, menjalin hubungan rahim kepada keluarga, kerabat maupun sahabat. Maka setiap manusia harus bersilaturrahim agar terjalin ukhuwah Islamiah, sampai Rasulullah SAW mengatakan “Wahai golongan orang muslim, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah SWT dan hendaklah kalian menimbulkan rasa kasih sayang kepada saudara-saudara kalian, karena tidak ada pahala yang lebih cepat lagi sampainya di dunia, kecuali silaturrahmi”, artinya, pahalanya yang dipercepat bukan hanya di akhirat tapi juga di dunia. Rasulullah SAW

juga mengatakan “Siapa yang menginginkan panjang umurnya dan

banyak rezekinya, maka bersilaturrahmi”. Maka jika ada orang yang ingin panjang umur dan banyak rezeki bersilautrrahmilah. Kemudian apa tujuan dari silaturrahmi? Tujuan dari silaturrahmi itu banyak sekali, yang pertama dalam rangka ukhuwah Islamiah (persaudaraan seagama Islam), yang kedua ukhuwah wathaniah (persaudaraan sebangsa), yang ketiga ukhuwah basyariah (persaudaraan sesama manusia), walaupun berbeda agama, tidak masalah, karena ada persaudaraan kemanusian, dan dengan akhlak yang baik, agar orang tersebut tertarik dengan ajaran agama Islam yang sangat indah. Ada keuntungan-keuntungan dari silaturrahmi yaitu seseorang mampu mendekatkan diri kepada Allah dengan mendapatkan rahmat-Nya, dengan silaturrahmi juga, menjauhkan diri seseorang dari api neraka. Padahal, untuk mendapatkan rahmat Allah SWT itu agak berat, dengan kita bersilaturrahmi maka insya Allah rahmat Allah SWT akan turun pada kita, amin.


(1)

(2)

(3)

(4)

USTADZ MUHSIN BERSAMA GURU-GURU BELIAU


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Aktivitas dakwah Ustadz Yuke Sumeru di Majelis Ta'lim al-Falaah Bintaro Jaya

0 19 74

Kiprah Dakwah Ustadzah Hj. Faridah Hanum Lutfi Di Majelis Taklim Al-Muhajirin Perumahan Batu Ceper Indah Kota Tangerang

0 18 80

Respon Jamaah Majelis Ta’lim Baitul Muttaqin Kebayoran Baru Jakarta Selatan Terhadap Film La Tahzan

0 10 75

Metode dakwah ustadz Syamsul Arifin Nababan dalam membina aqidah santri muallaf di pondok pesantren pembinaan muallaf annaba center Tangerang Selatan Banten

1 31 0

STRATEGI DAKWAH PADA KELOMPOK MAJELIS TA’LIM ABANG BECAK (MATABACA) SURABAYA.

0 0 40

PERANAN MAJELIS TA’LIM TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MUSLIM DI MAJELIS TA’LIM NURUL HUDA.

1 2 130

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - RETORIKA DAKWAH K.H.MUHAMMAD DAINAWI DALAM PENYAMPAIAN PESAN DAKWAH PADA JAMA’AH MAJELIS TA’LIM A’ISAH PULAU PANGGUNG SEMENDO DARAT LAUT SUMATERA SELATAN - Raden Intan Repository

0 0 13

BAB III GAMBARAN UMUM MAJELIS TA’LIM JAMI’IYAH ISTIGHOSAH AL-MU’AWWANAH DESA CINTAMULYA A. Sejarah Berdirinya Majelis Ta’lim Jami’iyah Istighosah Al-Mu’awwanah - MODEL KOMUNIKASI DAKWAH DALAM MENINGKATKAN UKHUWAH ISLAMIYAH PADA MAJELIS TA’LIM JAMI’IYAH IS

0 0 22

STRATEGI DAKWAH MAJELIS TA’LIM RAHMAT HIDAYAT DALAM MEMBINA JAMA’AH DI BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 2 102

DAYA TARIK DAKWAH BUYA YAHYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU JAMA’AH DI MAJELIS TA’LIM AL-BAHJAH DI KELURAHAN SENDANG KECAMATAN SUMBER KABUPATEN CIREBON - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 21