20
belakanginya sebagai landasan kenapa perbuatan itu dilakukan. Dan motivasi yang positif akan mengarahkan seseorang menuju kesuksesan
hidup di dunia dan di akhirat kelak.
23
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting, yaitu dapat
menent ukan sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang
beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang
hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar
belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.
24
Atas dasar itu, seorang da’i harus pintar dan cermat sebelum
melakukan ceramah di suatu tempat. Maksudnya, ketika seorang da’i ingin
berceramah atau melakukan ceramahnya, da’i haruslah selalu memerhatikan realitas yang terjadi pada mad’unya, baik dari tingkat
intelektual, strata, sosial, psikologis dan sebagainya. Semua itu menjadi acuan yang harus dipertimbangkan.
2. Metode Al-Mau’idzah Al-Hasanah
Secara bahasa , mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu
mau’idzah dan hasanah. Kata mau’idzah berasal dari kata wa’adza- ya’idzu-wa’dzan-„idzatan yang berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan
dan peringatan, sementara hasanah merupakan kebalikkan fansayyi’ah
yang artinya kebaikan lawannya kejahatan.
25
Kata hasanah baik adalah lawan sayiah buruk, maka mauizhah terkadang bersifat baik dan terkadang buruk sesuai dengan apa yang
23
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Secangkir Hikmah, Malang: Pustaka Basma, 2010, Cet. Ke-2, h. ix.
24
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 247.
25
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, h. 251.
21
dinasihatkan manusia dan diperintahkannya serta sesuai dengan cara gaya bahasa si pemberi nasihat.
26
Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain:
Ali Mustafa Yaqub menyatakan bahwa mau’idzah hasanah adalah
ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen-argumen yang
memuaskan sehingga pihak audiens dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah.
27
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Drs. Wahidin Saputra adalah sebagai berikut:
“Al-Mau’izhah al-Hasanah” adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberika nasihat dan
menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al- Qur’an.
28
Mau’idzah hasanah dalam penyampaiannya dapat melalui beberapa bentuk, antara lain dalam bentuk kisah-kisah umat terdahulu, dalam bentuk
peringatan atau dalam bentuk berita gembira, dalam bentuk pelukisan surga dan penghuninya, serta neraka dan penghuninya dalam bentuk
ungkapan perumpamaan dalam mencari kesamaan.
29
Adapun dakwah yang
26
Syekh Muhammad Abu Al-Falah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik Berdakwah Menurut Al-
Qur’an dan As-Sunnah, Terjemahan Dedi Junaedi, Jakarta: Akademika Pressindo, 2010, h. 327-328.
27
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997, h. 121.
28
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 251.
29
H.M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Yogyakarta: Al Amin Press, 1997, h. 29.
22
dapat dikategorikan ke dalam metode mau’idzah hasanah antara lain
silaturrahim kunjungan keluarga, pengajian berkala di masjid, majlis ta
’lim, ceramah umum, tabligh, dan sebagainya. Jadi bisa kita simpulkan
mau’idzah hasanah ialah ungkapan yang mengandung banyak unsur, antara lain unsur pendidikan, pengajaran,
bimbingan, peringatan, kisah-kisah, berita gembira, wasiat dan sebagainya. yang bisa kita jadikan sebagai pegangan hidup atau pedoman dalam
kehidupan agar mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak.
3. Metode Mujaddalah
Dari segi etimologi bahasa lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan Alif pada
huruf jim yang mengikuti wazan faa ala, “jaa dala” dapat bermakna
berdebat, dan “mujaadalah” perdebatan.
30
Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan
ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.
31
Dari segi istilah terminologi mujaddalah berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya
suasana yang mengharuskan lahirnya perumusan diantara keduanya.
32
30
KH. Adib Bisri dan KH. Munawwir AF, Kamus al-Bisri, Jakarta: Pustaka Progresif, 2000, h. 67.
31
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an, Jakarta:
Lentera Hati, 2000, h. 553.
32
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983, h. 321.
23
Apabila ada suatu perbantahan antara da’i dan mad’u, yang disebut
dengan polemik, maka dapat diluruskan bantahan yang bersumber dari Al- Qur’an dan Al-Hadits dengan penyampaian yang baik, sehingga mad’u
tersebut dapat menerimanya. Tujuan berdebat bukan untuk bertengkar dan menyakiti hati lawan, melainkan untuk meluruskan akidah yang
melenceng dari aturan-aturan agama. Dari pengertian diatas maka dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa Al-Mujaddalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan diantara
keduanya, sehingga apa-apa yang menjadi suatu permasalahan dapat ditangani dengan baik dan sesuai dari ajaran Al-
Qu’ran dan hadits.
C. Ustadz dan Jama’ah
1. Pengertian Ustadz
Kata Ustadz berasal da ri bahasa Arab yaitu “Ustadzun” artinya
seorang guru laki- laki atau “Ustadzatun” yang mengandung arti seorang
guru perempuan.
33
Realita yang ada sekarang di Indonesia, kata “ustadz” digunakan
sebagai julukan seorang laki-laki yang terlihat alim, rajin ke masjid atau musholla baik untuk men
gikuti shalat berjama’ah maupun mengikuti pengajian rutin.
Julukan ustadz terkadang juga digunakan kepada seseorang yang dapat membaca Al-
Qur’an dengan fasih dan merdu, memimpin do’a baik
33
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuriyah, 1989, h. 40.
24
berdo’a setelah shalat maupun selepas kegiatan keagamaan seperti tahlillan, syukuran, selamatan dan lain sebagainya.
Ada juga Julukan Ustadz diberikan kepada guru, baik guru TPA, guru Privat, maupun guru-guru agama di SD, SLTP, SMA, dan Perguruan
Tinggi jika dilihat dari segi arti. Secara sosiologi siapa saja dapat menjadi seorang ustadz. Namun
dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, yaitu mempunyai pengetahuan yang lebih terhadap agama Islam dengan mengamalkan serta dapat
memberikan pemahaman kepada orang lain. Akan tetapi yang dimaksud dalam hal ini, julukan ustadz lebih tepat jika diberikan kepada seorang
guru yang ahli atau memahami ilmu agama baik secara dasar maupun mendalam sampai ke akar-akarnya, serta mengamalkan di dalam
kehidupannya dan mengajarkannya kepada orang lain tanpa kenal lelah.
2. Pengertian Jama’ah
J ama’ah secara bahasa diambil dari kata dasar “jama’a” yang
artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian yang lain. Dan kata tersebut berasal dari kata ijtima
’ perkumpulan, yang merupakan lawan kata dari tafarruq perceraian dan
juga lawan kata dari furqah perpecahan.
34
Pengertian jama’ah secara istilah terminologi yaitu kelompok kaum muslimin, dan mereka adalah pendahulu ummat dari kalangan para
sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka
34
Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, “Pengertian Jama’ah”, artikel diakses pada 30
Agusutus 2014 dari http:armyx7.blogspot.com200806defnisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html
25
sampai hari kiamat, dimana mereka berkumpul berdasarkan Al- Qur’an dan
As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun batin.
35
Istilah jama ’ah mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai dengan
konteks kalimat dan kaitannya. Pertama , dikaitkan dengan kata “ahlu
sunnah ” sehingga menjadi ahlu sunnah wal jama’ah, yang berarti golongan
yang mengikuti sunah dan tradisi Nabi Muhammad SAW serta berada dalam kumpulan kaum muslim. Kedua, istilah jama
’ah dikaitkan dengan ijma’ sebagai sumber hukum. Ijma’ merupakan hasil kesepakatan jama’ah
dalam suatu masalah yang di dalamnya terdapat silang pendapat. Ketiga, istilah
jama’ah dengan imam atau pemimpin, yang berarti komunitas kaum muslimin
jama’ah yang dipimpin seorang imam. Istilah jama’ah juga berkaitan dengan masalah shalat, terutama
dalam pelaksanaan shalat jum’at yang harus mencukupi jumlah 40 orang. Sehingga jika jumlah ini tidak terpenuhi, maka shalatnya tidak sah.
Mazhab-mazhab lain berpendapat bahwa jika pengerti an jama’ah telah
terpenuhi – ditinjau dari segi jumlahnya, tiga orang atau lebih, termasuk
imam – maka sholat jum’at sah. Hal ini disebutkan arti dari istilah jama’ah
itu sendiri, yaitu jamak, banyak, atau lebih dari tiga orang.
36
Namun yang dimaksud jama’ah di sini yaitu suatu kumpulan atau sekelompok
orang yang
berkumpul untuk
menyaksikan atau
mendengarkan tentang ilmu-ilmu agama yang diberikan oleh seorang ustadz atau ustadzah.
35
Al- Atsari, “Pengertian Jama’ah”.
36
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam; Jemaah, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, Jilid 2, h. 310-311.