Biografi Ustadz Muhsin Metode Dakwah Ustadz Muhsin Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Imdadil Mustafawii Cawang
32
Ustadz Muhsin lahir dari keluarga yang bisa dibilang cukup agamis karena kedua orangtua beliau merupakan asli dari Jakarta yang sangat kental
dengan adat ketimuran. Bagi mereka pendidikan agama adalah pendidikan utama dalam mendidik anak-anaknya. Dengan menanamkan ilmu agama dari
sejak kecil, beliau dapat paham dan berusaha agar tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Oleh karenanya, beliau selalu ditempatkan
di dalam pendidikan yang bersyariat Islamiyah, seperti di MHI Madrasah Hayatul Islamiyah dan Pondok Pesantren.
Hal ini juga beliau terapkan dalam keluarganya sendiri, beliau sangat konsisten dan disiplin dalam mendidik anak-anaknya. Beliau juga selalu
menekankan kepada putra-putrinya untuk menguasai berbagai disiplin ilmu, dan menuntut ilmu kepada banyak guru khususnya ilmu agama. Sebab ilmu
yang dimilikinya tidak dapat diwariskan. Pada masa kecilnya, ustadz Muhsin tidak jauh berbeda dengan
kebanyakan anak-anak pada umumnya. Beliau juga bermain dengan teman- temannya, seperti bermain bola, bermain tebak-tebakan dan lain sebagainya.
Namun di umur yang masih relatif muda, beliau mempunyai kesenangan yang berbeda dari kebanyakan anak-anak lainnya, yaitu beliau sudah senang dalam
membaca Al-Qur ’anul Karim, menghafal hadits-hadits, membaca buku-buku
Islami, mempelajari buku-buku salaf dan lain sebagainya. Kesenangan- kesenangan inilah yang membuat beliau akhirnya menjadi seorang d
a’i seperti sekarang ini.
5
5
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhsin, Jakarta, 18 April 2014.
33
Sampai remaja pun, ustadz Muhsin juga banyak menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan mengaji, baik di Pondok Pesantren
maupun di majelis-majelis ta’lim yang ada di Jakarta. Beliau sering mengaji di
Maje lis Ta’lim Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi di Kwitang, Majelis
Ta’lim Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Atthas di Harmoni, dan Majelis Ta’lim Habib AbdulQodir bin Muhammad Al-Haddad di Condet. Berbeda
dengan anak-anak remaja pada umumnya, yang kebanyakan mereka masih memikirkan akan kesenangan dunia saja tanpa memikirkan amal apa yang
akan mereka bawa di akhirat kelak. Kegiatan ustadz Muhsin dalam menuntut ilmu dan mengaji masih terus
berlanjut hingga sekarang walaupun sudah berumah tangga. Hal inilah yang membuktikan konsistensi beliau dalam menuntut ilmu patut semua kita tiru.
Beliau adalah orang yang sangat tekun dan berdisiplin tinggi dalam mempelajari ilmu-ilmu agama, sehingga beliau sangat ingin mengembangkan
dan memajukan ajaran agama Islam di masyarakat luas, khususnya di masyarakat sekitar beliau tinggal. Ilmu agama yang beliau kuasai juga
sangatlah luas, sebagaimana Al-Allamah Assayidil Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf yang juga salah satu guru beliau
mengatakan, “Ilmu itu laksana lautan dan tak akan ada yang mengenalnya
kecuali orang-orang yang masuk didal amnya”.
6
Beliau juga dikenal sebagai orang yang sangat tawadhu ’ rendah hati,
ramah terhadap semua orang, tidak senang dengan ketenaran popularitas serta adab dan akhlak beliau yang sangat tinggi dan luhur.
7
6
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Secangkir Hikmah, Malang: Pustaka Basma, 2010, Cet. Ke-2, h. 162.
7
Wawancara dengan Muhammad Tajuddin selaku tetangga juga jama’ah, Jakarta, 18 April 2014.
34
Akhlak, ilmu dan amal beliau merupakan cerminan Ulama Salaf orang terdahulu yang berpegang kuat kepada ajaran Rasulullah SAW yang
terdapat dalam dirinya dan menghasilkan suri tauladan yang baik untuk para jama’ahnya yang ingin mengikuti jejak Rasulullah SAW. Jadi, itu semua
terlukis dengan perilakunya dalam melaksanakan yang fardhu dan sunnah. Beliau sangat berpegang kepada Thoriqoh Salaf Alawiyin seperti yang
dipegang teguh oleh kedua orangtua dan guru-guru beliau. Orang yang mengikuti salaf tidak akan salah dan tidak akan lelah karena jalan salaf mudah
dan lurus. Thariqah mereka adalah mengisi dan membagi waktu serta
mengaturnya dengan berbagai ibadah, Majelis-majelis ilmu dan pendidikan akhlak, pembacaan wirid-wirid dan hizib-hizib.
8
Para salaf dari kaum Alawiyyin maupun lainnya mendidik penuntut ilmu untuk memiliki hati yang selamat salimah, berprasangka baik kepada
Allah SWT dan mahluk-Nya, zuhud terhadap dunia, cinta kepada akhirat, peduli pada hak-hak manusia, serta menghargai ilmu, ulama, wali, dan kaum
muslimin. Mereka melindungi hati dan pendengaran para penuntut ilmu dari segala sesuatu yang akan mengganggu dan menjauhkan mereka dari amal,
juga dari segala sesuatu yang akan memalingkan hati mereka dari akhlak yang luhur dan mulia. Mereka menjaga para penuntut ilmu dari pergaulan dengan
orang-orang yang berbeda paham dan dari mempelajari buku-buku yang berisi keterangan yang dapat merusak apa yang telah mereka pelajari, agar hati
8
Idrus Alwi Almasyhur, Manaqib Sepuluh Wali Quthub Keturunan Nabi Muhammad saw, Jakarta: saRaz Publishing, 2013, Cet. Ke-3, h. 68.
35
mereka tetap bersih dan suci, jiwa mereka tenang, dan semangat mereka tertuju pada kebaikan dan semua hal yang menyebabkan kebaikan.
9
Inilah yang dilakukan oleh ustadz Muhsin dalam kegiatan sehari-hari beliau yang tidak lepas dari kegiatan ibadah dan menuntut ilmu ke majelis-
majelis ta’lim. Beliau selalu mengajarkan kepada para jama’ahnya seperti apa
yang telah diajarkan oleh guru-gurunya, yang kesemuanya itu adalah hal-hal kebaikan demi mencari ridho Allah SWT.