commit to user
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum akan berjalan dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan penghormatan terhadap
hak-hak yang sah atas tanah.
3. Tinjauan Tentang Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah
Kepentingan umum menurut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
didefiniskan kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud sebagai kepentingan umum selanjutnya diuraikan
dalam 7 kategori. Misalnya: jalan, waduk, fasilitas keamanan umum, pelabuhan atau bandara, tempat pembuangan sampah, cagar alam atau cagar
budaya, dan lain-lain. Menurut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pengadaan tanah bagi kegiatan untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilakukan
dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Di luar itu pengadaan tanah dilaksanakan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang
disepakati. Dengan demikian pihak swasta tidak dapat memanfaatkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Maria S.W. Sumardjono, 2007:
74. Setelah keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 disempurnakan
menjadi Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksana Pembangunan Untuk Kepentingan Umum maka tidak ada
kriteria pembatasan kepentingan umum, hal ini membuka kemungkinan pengadaan tanah oleh swasta difasilitasi oleh pemerintah, sedangkan biayanya
dibebankan kepada swasta atau investor Maria S.W. Sumardjono, 2007: 103. Menurut Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria, menyatakan bahwa:
untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
commit to user
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
undang-undang, dimaksudkan di sini bahwa negara dapat saja mengambil hak privat yang dimiliki seseorang atas tanah untuk kepentingan umum yang
disejajarkan dengan kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama dari rakyat dengan kepentingan umum Gunanegara, 2008: 58.
Pengambilan tanah Hak Milik secara sewenang-wenang, yang dapat mengakibatkan orang akan kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, kehidupan
yang layak atau kenikmatan dari hak milik atas tanah yang dimilikinya. Dengan dikuasainya suatu benda berdasarkan hak milik, maka seorang
pemegang hak milik diberikan kewenangan untuk menguasainya secara tenteram dan untuk mempertahankannya terhadap siapapun yang bermaksud
untuk mengganggu ketentramannya dalam menguasai, memanfatkan serta mempergunakan benda tersebut. Menurut ketentuan Pasal 20 ayat 1 Undang-
Undang Pokok Agraria yang menyatakan bahwa “Hak Milik adalah hak turun- temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan
mengingat ketentuan Pasal 6”. Dari bunyi pasal tersebut jelas dapat kita lihat bahwa hak milik merupakan hak paling kuat yang dipunyai orang atas tanah
sehingga menyebabkan pemilik atas tanah hak milik tersebut dapat berbuat seluas-luasnya. Berbuat seluas-luasnya di sini tidak mutlak, tentunya dengan
batasan. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat
daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara Kartini
Muljadi, dan Gunawan Widjaja, 2004: 17. Menurut Soetandyo ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh agar
pembangunan nasional yang banyak memerlukan tanah yang dapat dibebaskan dapat bersifat kemanusiaan dan berdimensi kerakyatan, yaitu:
a. Menggunakan pendekatan sosiologik antropologik yang prosesnya harus ditunggui dengan penuh kesabaran. Dalam wujud kebijaksanaan untuk
commit to user
membuka peluang yang luas dan bebas kepada masyarakat awam agar secara bubbling up para warga ini dapat memutuskan sendiri secara
bertanggung jawab kegunan lahan-lahan mereka untuk kepentingan orang banyak.
b. Menggunakan pendekatan hukum, namun dengan memprioritaskan prosedur dan proses yang privaatrechtelijk yang pada hakikatnya adalah juga suatu
proses yang demokratis daripada mendahulukan yang publiekrechtelijk, yang dalam masa-masa transisi di kebanyakan negeri berkembang,
umumnya terkesan masih amat berwarna kekuasaan ekstralegal Adrian Sutedi, 2007: 85.
Pembahasan mengenai prinsip-prinsip kepentingan umum dalam pengadaan tanah untuk pembangunan tersebut menjadi penting karena:
a. Dalam sarana pembangunan, terutama dibidang materiil baik di kota maupun di desa banyak memerlukan tanah.
b. Sebagai titik tolak didalam pembebasan tanah, pengadaan tanah, dan pencabutan hak atas tanah.
c. Setelah lahirnya otonomi daerah, dalam rank untuk menampung aspirasi masyarakat di daerah, kepentingan umum dalam penafsirannya harus
disesuaikan dengan masyarakat setempat Adrian Sutedi, 2007: 48-49.
4. Tinjauan Tentang Musyawarah dan Ganti Kergugian