Fenomena prostitusi di Cileungsi kajian sosiologi hukum

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum Islsm (SHI)

Oleh: M. Rico Yulias NIM: 104045101556

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLSM PROGRAM SYUDY JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIEF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

i

Puji dan syukur milik Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan taufiqnya yang tak terhingga. Sahalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.

Alahamdulillah, karya tulis dapat penulis rampungakan, bahagia bercampur haru mengiringi atas karunia ini, yang tidak dapat penulis sembunyikan dri lubu hati yang dalam. Pertama penulis haturkan terima kasih dan saying yang dalam buat Bpk. Asep Saepudin Jahar M.A. yang telah memberikan bibmbingan dan waktu yang sangat penting dalam skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga untuk keluarga, orang tuaku, ( Ibu dan Bapak), kakak-kakakku,Revi Hernina (Dosen Geografi FMIPA-UI), dan M. Rommy Aniswar S.H., kepada adikku Rini Mutia, mereka yang telah mendukung moril dan imoril kepada penulis dapat menyelesaikan pendidikan Strata 1 di UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Dan terlebih kepada seseorang yang menjadi inspirasi dan penyemangat bagi penulis Sdri. Maya. Rasa terima kasih bercampur haru penulis kepada mereka tidak bisa diwaklili dengan untaian kata-kata. Mereka ayang menghantar penulis hingga sampai pada suatu tahapan ini.

Selanjutnya, Penulis sampaikan terima kasih kepada Dekan fakultas Syari’ah

dan Hukum, Prof. Dr. H. Amien Suma, S.H., M.A., M.M., beserta jajarannya yang


(5)

ii

Faizin. M. Ag., yang telah tulus ikhlas meluangkan waktunya untuk membantu dalam berbagai hal yang berhubungan dengan akademis.

Ucapan terima kasihku pun sampaikan kepada para dosen yang denganm ikhlas membekali penulis dengan ilmu pengetahuan. Dan tidak lupa penulis sampakan ucapan terima kasih kepada sahabat saya Tuta sukma dan teman-teman seangkatan PI- 2004, serta teman-teman dari kosan Al-Barkah 04. Semoga amal baik mereka semua diterima disisi Allah SWT. Amien

Ciputat, 10 Mei 2011


(6)

iii

KATA PENGANTAR……….. i

DAFTAR ISI………... iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah Lokalisasi di wilayah Limus Nunggal………... 5

C. Tujuan Penelitian……… 6

D. Kerangka Metodologi Penelitin……….. 7

E. Sistematika Penulisan……….. 8

BAB II PROSTITUSI DAN PERMASALAHANNYA A. Kategori pelacuran……….. 16

B. Seks dan pelacuran……….. 18

C. Ciri dan fungsi pelacur………. 19

D. Akibat-akibat pelacuran……….. 22

E. Penanggulangan prostitusi………... 23

BAB III LATAR BELAKANG KEHIDUPAN PROSTITUSI DI WILAYAH LIMUS NUNGGAL A. Lingkungan sekitar tempat lokalisasi prostitusi Limus Nunggal (Coklat)……….... 26

B. Lingkungan sekitar tempat lokalisasi prostitusi Limus Nunggal(Anggrek)………... 37

C. Lingkungan sekitar tempat lokalisasi prostitusi Limus Nunggal (Ups, Lengkong dan Blue)………... 43


(7)

iv

PROSTITUSI DI CILEUNGSI DALAM PASAL KUHP, UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI DAN PERDA KOTA BOGOR

A. Pengertian dan dasar hukum penyakit masyarakat

(prostitusi)………. 48

B. Unsur-unsur tindak pidana prostitusi dalam Pasal KUHP,

Undang-Undang Pornografi dan Perda Kota Bogor………… 57

C. Sanksi-sanksi terhadap tindak pidana prostitusi………... 66

D. Efektifitas sanksi prostitusi……….... 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………... 68

B. Saran – saran……….... 73


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Prostitusi diartikan sebagai pelacur atau penjual jasa seksual atau disebut juga sebagai pekerja sek komersial. Menurut istilah prostitusi didefenisikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum untuk

melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah.1

Prostitusi atau pelacuran mempunyai sejarah yang panjang dalam sejarah peradaban manusia. Prostitusi telah berada ditengah-tengah masyarakat sejak berabad-abad silam. Hal ini baik yang terjadi di Indonesia maupun yang terjadi di negara-negara lain. Sejak adanya kehidupan manusia telah diatur oleh norma-norma perkawinan, sudah ada pelacuran sebagai salah satu penyimpangan dari pada norma-norma perkawinan. Sebenarnya masalah prostitusi ini merupakan suatu masalah yang rawan dan sanggat kompleks. Oleh sebab itu kegiatan ini memerlukan perhatian dan penanganan yang serius dan menyeluruh dari berbagai aspek seperti moral, sosial, budaya, hukum atau norma adat dan lainnya. Sekalipun demikian prostitusi ini sangat sulit ditiadakan di negara manapun. Hal ini kembali lagi kepada pemahaman agama yang kurang di masyarakat.2

1

Zainuddin Ali, Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Kehidupan Prostitusi di Indonesia. (Jakarta, Sinar Grafika, 2008) h. 1

2


(9)

Prostitusi jelas merupakan pelanggaran norma hukum, disamping norma hukum perkawinan, prostitusi bertentangan pula dengan kaidah hukum agama dan pengaruh yang berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan di masyarakat. Hal ini

ditunjukkan dalam kitab suci Al-Qur’an yang melarang perzinahan dan dituangkan pula dalam undang-undang.3

Bila dilihat dari segi yuridis mengenai dasar hukum prostitusi yang dituangkan dalam undang-undang KUHP yaitu mereka menyediakan sarana tempat persetubuhan (pasal 296 KUHP),4 mereka yang mencarikan pelanggaran bagi pelacur (pasal 506 KUHP),5 dan mereka yang menjual perempuan dan laki-laki di bawah umur untuk dijadikan pelacur (pasal 297 KUHP).6 Namun sekalipun germo atau mucikari dan pedagang wanita telah tegas diancam dengan ancaman pidana, pada kenyataannya germo dan pedagang wanita ini masih terus melakukan kegiatan prostitusi. Berarti dalam hal ini hukum menghadapi suatu masalah sosial yang sulit untuk dipecahkan karena tidak mampu secara langsung menindak kegiatan prostitusi. Masalah prostitusi ini merupakan masalah sosial karena sangat merugikan di berbagai sisi. Baik disisi kesehatan, ketentraman dan kemakmuran baik jasmani, rohani maupun sosial dari kehidupan bersama. Kegiatan prostitusi sebagai gejala sosial dapat menimbulkan berbagai akibat yang membahayakan baik bagi yang bersangkutan, keluarga dan masyarakat.

3

Ibid, h. 28.

4 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta, Rineka Cipta,2005), h. 119 5 Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta, Rineka Cipta,2005), h. 200 6 Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta, Rineka Cipta,2005), h. 119


(10)

Kegiatan prostitusi sebagai gejala sosial yang dapat menimbulkan berbagai akibat yang membahayakan bagi yang bersangkutan, keluarga, dan masyarakat. Gejala social yang dapat timbul dari kegiatan ini antara lain timbulnya penyakit kelamin, berbagai tindakan kriminalitas dan lain-lain. Sehinggga terpaksa dilakukan kebijakan seperti penertiban maupun lokalisasi prostitusi. Usaha-usaha dalam menanggulangi prostitusi memiliki rentetan sejarah yang panjang. Baik dengan cara kekerasan maupun pendidikan. Namun kegiatan prostitusi ini tetap ada dari zaman ke zaman.

Dalam agama islam, prostitusi merupakan salah satu perbuatan zina dan zina hukumnya haram dan termasuk kategori dosa besar. Ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang berzina yaitu para pezina yang masih bujang di hukum cambuk delapan puluh kali (An-Nur: 4).





























































Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.

“yang sudah menikah dilempari batu 100 kali, alias mati. “Tidak halal darah bagi seorang muslim yang bersaksi tida ada Tuhan selain Allah dan aku adalah rasulnya, kecuali disebabkan oleh tiga hal: orang yang sudah menikah berzina, membunuh orang, meninggalkan agamanya serta memisahkan diri dari jamaah”.


(11)

Meski demikian, perbuatan zina masih saja ada, bahkan terorganisir secara professional, tempat-tempat melakukan zina di sediakan, dilindungi oleh hukum dan mungkin mendapat fasilitas-fasilitas tertentu. Konsumennya banyak mulai dari orang miskin sampai orang kaya. Desa limus nunggal termasuk kedalam administratif Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Diwilayah ini terdapat tempat praktek prostitusi yang sangat besar dan disinyalir lebih basar dari wilayah Puncak dan Parung. Tempat prostitusi ini sudah ada kurang lebih sejak 30 tahun yang lalu.

Walaupun Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 8 tahun 2006, didalam bagian kedelapan tentang tertib social pasal 19 dan pasal 20 yang berbunyi:

Pasal 19: “ Setiap orang dilarang berkumpul atau bertingkah laku dijalan, dijalur hijau, taman, dan tempat-tempat umum yang patut diduga kemudian berbuat asusila.

Pasal 20: ayat 1: Setiap orang atau badan dilarang menggunakan dan menyediakan atau mengunjungi bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila.

Ayat 2: Setiap orang atau badan dilarang memberikan kesempatan untuk berbuat asusiala.

Serta tertuang didalam ketentuan pidana yang diatur di dalam pasal 296, 297, 506Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) itu dapat diketahui apabila mereka menyediakan sarana tempat persetubuhan ( 296 KUHP ), mereka yang mencarikan


(12)

pelanggaran bagi pelacur (506 KUHP), dan mereka yang menjual perempuan dan laki-laki di bawah umur untuk di jadikan pelacur(297 KUHP).7

Dan tertulis juga di dalam undang-undang pornografi dalam no 44 tahun 2008, dalam pasal empat yang berbunyi: “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menawarkan, memperjualbelikan, atau menyediakan jasa pornografi yang secara ekslisif memuat:

a. Persenggamahan, termasuk persenggamahan yang menyimpang.

b. Kekerasan seksual. c. Masturbasi atau onani.

d. Ketelenjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan.

e. Alat kelamin.

Dalam sanksi pidana pasal empat undang-undang pornografi no 44 tahun 2008 dimana dalam pasal tiga puluh yang berbunyi: “Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam pasal empat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,-00. (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000.,00 (Tiga milliar rupiah).

Terdapat 5 (lima) blok yang dijadikan tempat prostitusi dengan jumlah bangunan mencapai 250 unit. Blok-blok tersebut antara lain Ups, Coklat, Lengkong, Blue, dan Anggrek. Tempat prostitusi ini berdiri di atas tanah adat. Ada kira-kira 500

7 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta, Rineka Cipta, 2005), h. 1. Undang-undang Pornografi no 44 tahun


(13)

pekerja seks komersial (PSK) yang beroperasi di Limus Nunggal. 90 persen dari mereka berasal dari luar Bogor. Paling banyak berasal dari Indramayu dan Karawang. Tapi ada juga yang berasal dari Sukabumi dan Cianjur. Lokasi ini tapatnya berada di Jalan Raya Narogong, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Jika selama ini kurang tersentuh, mungkin karena lokasinya di perbatasan Bogor dan Bekasi. Tempat prostitusi ini sudah beberapa kali ditertibkan, namun selalu muncul kembali.

Pada tahun 2006, Pemerintah Kabupaten Bogor mengeluarkan Perda No 08 tentang ketertiban umum. Dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa Kabupaten Bogor harus bersih dari segala bentuk perilaku asusila, termasuk prostitusi.8

Bila dikaji dari segi sosiologi hukum, ada banyak faktor yang menyebabkan suburnya praktek prostitusi di berbagai wilayah. Salah satunya adalah faktor ekonomi dan kurangnya tata nilai kesusilaan yang berlaku di masyarakat, sehingga menganggap prostitusi adalah hal yang biasa. Secara ringkas sosiologi hukum adalah ilmu pengetahuan ilmiah yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.9

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan penulis tersebut diatas mengenai praktek prostitusi yang terjadi di lingkungan masyarakat, dan ditinjau dari undang-undang serta dalam hadist islam maka penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian dan pembahasan dalam bentuk skripsi yang berjudul:

FENOMENA PROSTITUSI DI CILEUNGSI (KAJIAN SOSIOLOGI HUKUM).

8 Perda Bogor No 08 Tentang ketertiban umum tahun 2006, h. 23 dan 24 9 Ronni Soemitro. Study Hukum Dalam Masyarakat. 1985. Alumni Bandung, h. 15


(14)

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah Lokalisasi di Wilayah Limus Nunggal

Dari uraian diatas kiranya dapat ditelaah suatu permasalahan yang terjadi dikalangan masyarakat. Maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep tindak pidana prostitusi dalam pasal (296, 297, dan 506 KUHP)10, Undang-Undang Pornografi nomor 44 tahun 2008 (Pasal 4 ayat 1 dan 2)11, serta Peraturan Pemerintah Daerah Kota Bogor di bagian ke 8 tertib sosial dalam Pasal 2012.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang di harapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep tindak pidana prostitusi dalam pasal KUHP, Undang-undang PORNOGRAFI, dan Perda Kota Bogor.

2. Untuk mengetahui sanksi tindak pidana prostitusi menurut pasal KUHP,

Undang-Undang PORNOGRAFI dan Perda Kota Bogor, serta efektifitas sanksi tindak pidana prostitusi.

3. Bagaimana analisis hukum dan sosiologi hukum dalam menganalisa tindak

pidana prostitusi.

4. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dari hasil pembahasan masalah

prostitusi di Cileungsi ditinjau dari segi sosiologi hukum.

10 Ibid, h. 119 dan 200 (KUHP).

11 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Undang-Undang Pornografi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008), Bandung, FOKUSMEDIA, h. 4


(15)

5. Untuk menganalisis seberapa jauh Pemda Kota Bogor dan birokrasi yang terkait dalam mengatasi masalah prostitusi diwilayah limusnunggal, serta efektifitas kerja Pemerintah Kota Bogor mengingat sampai saat ini tempat prostitusi diwilayah limusnunggal masih tetap berdiri dan beraktifitas.

D.Kerangka Metodologi Penelitian.

Agar penelitian ini memperoleh informasi dan data yang akurat, maka penyusunan karya ilmiah ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Metode Penelitian

Berdasarkan judul skripsi diatas serta materi yang akan di bahas, maka dalam penulisan skripsi ini digunakan pendekatan masalah secara sosiologis hukum, artinya selain memperhatikan keadaan yang terjadi di tengah masyarakat, juga memperhatikan perundangan yang berlaku seperti kebijakan Pemerintah Daerah tentang prostitusi diwilayahnya, yang selanjutnya disuraikan dan dirumuskan dengan

mengadakan pengamatan dilapangan.13

2. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari literatur maupun bahan-bahan yang diperoleh selama perkuliahan, yang ada kaitannya dengan materi pembahasan. Selain itu juga mengadakan pengamatan langsung di lapangan.

13

Judul Buku : Dasar-dasar Sosiologi Hukum. Makna dialog antara Hukum & Masyarakat. Penulis: Sabian Utsman. Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2009, h. 8


(16)

3. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah dalam skripsi ini serta mengadakan studi kepustakaan: yaitu studi yang dilakukan dengan cara membaca serta mempelajari literatur dan karangan ilmiah yang ditulis oleh para ahli. Disamping itu mengadakan wawancara: yaitu mengumpulkan data dengan cara langsung mengadakan tanya jawab pada pelaku prostitusi, pemilik warung remang-remang diwilayah kajian dan masyarakat sekitar lokasi prostitusi. Setelah data-data terkumpul, selanjutnya disusun, dijelaskan dan dianalisa sehingga merupakan pembahasan yang diwujudkan dalam tiap-tiap bab.

4. Analisis Data

Semua data yang berhasil dikumpulkan dianalisa sesuai dengan masalah yang akan diuraikan dalam skripsi ini, kemudian disusun dan dijelaskan secara sistematika.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mencapai sasaran seperti yang di harapkan maka sistematika pembahasan ini dibagi menjadi lima bab. Teknik penulisan yang digunakan dalam

skripsi ini mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syar’iah dan Hukum UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Tahun 2011.14

Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

14

Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta, (Fakultas Syari’ah


(17)

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan dalam bab ini mencakup mengenai dasar-dasar pengertian yang ada di dalam skripsi ini antaralain: latar belakang masalah, Pembatasan dan rumusan wilayah, metodologi serta sistematika penulisan. Penjelasan tersebut diletakkan pada bab pendahuluan dengan maksud untuk memberikan uraian tentang garis besar dari keseluruhan isi skripsi ini.

Bab kedua, mengulas tentang analisis tinjauan fenomena prostitusi di cileungsi dalam pasal KUHP, Undang-Undang Pornografi dan Perda kota Bogor. Hal ini dituangkan dalam Bab II dengan tujuan untuk dapat dipakai sebagai dasar pemahaman dan digunakan sebagai penjelasan pada bab-bab selanjutnya.

Bab ketiga, menguraikan sejarah prostitusi di wilayah kajian, karakteristik PSK, baik asal daerah PSK, umur, pendidikan, tarif transaksi dan lain sebagainya serta masyarakat sekitar yang merasa diuntungkan dari adanya praktek prostitusi daerah kajian.

Bab keempat, membahas tentang upaya tertib sosial yang dilakukan oleh Pemda Kota Bogor, masyarakat sekitar, para tokoh masyarakat dan ulama.

Bab kelima, merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari uraian dan pembahasan, dan selanjutnya disampaikan saran-saran yang dianggap perlu.


(18)

BAB II

PROSTITUSI DAN PERMASALAHANNYA

Manusia sjak lahir telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup bersama dengan orang lain, karena itu akan timbul suatu hasrat untuk hidup teratur, yang mana teratur menurut seseorang belum tentu teratur buat orang lain. Sehingga akan menimbulkan suatu konflik. Keadaan tersebut harus dicegah untuk mempertahankan integrasi dan integritas masyarakat. Dari kebutuhanakan pedoman tersebutlahirlah norma atau kaidah yang hakeketnya muncul dari suatu pandangan nilai dari perilaku manusia yang merupakan patokan mengenai tingkah laku yang dianggap pantas dan berasal dari pemikiran normatif atau filosofis, proses tersebut dinamakan Sosiologi. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan pola perilaku masyarakat dengan adanya proses pengkhususan atau spesiallisasi maka tumbuhlah suatu cabang sosiologi yaitu Sosiologi Hukum yang merupakan cabang dari ilmu-ilmu hukum yang banyak mempelajari proses terjadinya norma atau kaidah (Hukum) dari pola perilaku tertentu.15

Prostitusi atau pelacuran adalah penjualan jasa seksual untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).


(19)

Dalam pengertian yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri, misalnya seorang musisi yang bertalenta tinggi namun lebih banyak memainkan lagu-lagu komersil. Pekerjaan melacur sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa ke masa. Pekerja Seks Komersial (PSK) selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa

pengaman bernama kondom.16

Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat, namun ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, bahkan jahat, tapi dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki). Tanpa penyaluran itu dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa perempuan mana saja.

Hampir di setiap media masa baik koran, majalah dan televisi memberikan gambaran yang nyata tentang kehidupan masyarakat khususnya tentang pelacuran atau prostitusi dengan segala permasalahannya. Berbagai tindakan dan langkah-langkah strategis telah diambil pemerintah dalam menangani masalah ini, baik


(20)

dengan melakukan tindakan persuatif melalui lembaga-lembaga sosial sampai menggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka yang bergelut dalam bidang pelacuran tersebut. Tetapi kenyataan yang dihadapi adalah pelacuran tidak dapat dihilangkan melainkan memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Permasalahan lebih menjadi rumit lagi tatkala pelacuran dianggap sebagai komoditas ekonomi (walaupun dilarang Undang-Undang) yang dapat mendatangkan keuntungan finansial yang sangat menggiurkan bagi para pebisnis. Pelacuran telah diubah dan berubah menjadi bagian dari bisnis yang dikembangkan terus-menerus sebagai komoditas ekonomi yang paling menguntungkan, mengingat pelacuran merupakan komoditas yang tidak akan habis terpakai. Saat pelacuran telah dianggap sebagai salah satu komoditas ekonomi (bisnis gelap) yang sangat menguntungkan, maka yang akan terjadi adalah persaingan antara para pemain dalam bisnis pelacuran tersebut untuk merebut pasar.17

Apabila persaingan telah mewarnai bisnis pelacuran, yang terjadi adalah bagaimana setiap pemain bisnis pelacuran dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dari para pesaingnya. Untuk bisnis pelacuran, baik tidaknya pelayanan ditentukan oleh umur yang relatif muda, warna kulit, status, kecantikan dan kebangsaan dari setiap wanita yang ditawarkan dalam bisnis pelacuran tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini para pebisnis yang bergelut dalam bisnis


(21)

pelacuran cenderung mengambil jalan pintas dengan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya itu.

Salah satu cara yang digunakan adalah dengan memaksa atau melakukan pemaksaan terhadap seseorang untuk bekerja sebagai pelacur dalam bisnis pelacurannya. Pemaksaan ini dilakukan dengan berbagai cara antara lain, penipuan, penjeratan utang, intimidasi, penculikan dan berbagai cara lain yang menyebabkan seseorang mau tidak mau, setuju tidak setuju harus bekerja dalam bisnis pelacuran.18

Mengingat pelacuran ini merupakan bisnis gelap maka penyelesaian dan penanganan masalah ini semakin rumit, apalagi pelacuran merupakan bisnis perdagangan tanpa adanya barang yang diperdagangkan dan dilakukan di tempat tertutup sehingga untuk membuktikan telah terjadinya hal tersebut sangat sulit. Tetapi sulit tidak sama dengan mustahil, untuk itu walaupun penanganan masalah pelacuran ini sulit kita tetap harus berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Namun yang lebih parahnya lagi prostitusi kini sudah merebah dikalangan pelajar (remaja) Apalagi remaja sedang berada pada masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Mereka biasanya ingin mencoba-coba sesuatu, karena mereka juga ingin dihargai di lingkungannya (teman sebaya).

Gaya hidup dinilai menjadi salah satu faktor utama pendorong remaja terlibat prostitusi, gaya hidup remaja sekarang dipengaruhi salah satunya oleh tayangan sinetron di televisi remaja digambarkan sebagai sosok modern dengan segala barang

18 Ibid, h. 32


(22)

yang dimilikinya, padahal dengan terlibat prostitusi, para remaja itu sangat rentan terinfeksi penyakit menular seperti HIV dan AIDS.19

Bukan hanya faktor gaya hidup yang mempengaruhi terjadinya prostitusi dikalangan pelajar (remaja). Prostitusi juga terjadi karena sebagian remaja tidak memahami mengapa terjadi kehamilan, menstruasi, dan hal lain yang terkait dengan seksualitas sehingga dengan mudah mereka tergabung dalam dunia prostitusi ini. Minimnya pengetahuan mengenai seks telah membuat para remaja tidak memiliki penangkal dalam soal seksualitas.

Untuk menangkal agar remaja tidak terlibat prostitusi, pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi di sekolah menengah sangat penting. Materi yang diajarkan bukan soal hubungan seksualnya, pasalnya di Indonesia berbicara seks masih dinilai tabu. Pendidikan seks lebih menekan pada kesehatan seksual atau reproduksi yang baik. Serta peran orang tua juga sangat penting. Orang tua harus mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Apalagi remaja yang mulai beranjak dewasa biasanya perlu pengetahuan seks yang memadai. Komunikasi antara anak dan orang tua harus pula terjalin. Dengan hubungan yang hangat, biasanya akan lebih terbuka dengan persoalan yang dihadapinya. Orang tua harus belajar mengatasi konflik yang dihadapi remaja dan mampu memberi solusinya.

Pelacuran atau prostitusi adalah salah satu Patologi sosial yang merupakan keroyalan relasi seksual dalam bentuk penyerahan diri untuk pemuasan seksual dan

19 Sabian Utsman. Dasar-dasar Sosiologi Hukum,. Makna Dialog antara Hukum dan Masyarakat. Pustaka Pelajar.


(23)

dari perbuatan tersebut yang bersangkutan dengan imbalan. Disamping itu prostitusi dapat diartiakn dengan salah satu tingkah laku yang tidak susila atau gagal untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma susila. Oleh sebab itu pelacur yang melakukan royal dan tidak pantas, berhubungan seks dengan orang yang tidak terbatas, maka pada dirinya sering mendatangkan penyakit yang dapat berjangkit dalam dirinya maupun kepada orang lain.20

Pelacuran merupakan tingkah laku lepas dan bebas tanpa kendali serta cabul,mengandung tindak pelampiasan nafsu tanpa mengenal batas kesopanan. Pelacuran selalu ada pada semua negara yang berbudaya, sejak zaman purbakala sampai sekarang. Keberadaannya selalu menjadi masalah dan patologi social, objek-objek hukum dan tradisi. Dengan berkembangnya teknologi, industri dan kebudayaan manusia, pelacuran berkembang sejalan dengan proses tersebut dalam berbagai bentuk dan tingkatan.

Di beberapa negara pelacuran dilarang dan diancam dengan hukuman, juga dipandang sebagai perbuatan hina oleh segenap anggota masyarakat. Namun demikian selama kegiatan tersebut berupa nafsu seks yang sukar dikendalikan yang sekaligus dijadikan mata pencaharian, maka pelacuran sulit diberantas. Bahkan dengan timbulnya pelacuran, akan timbul masalah dimana pelacuran merupakan gejala patologi sejak diadakannya penataan hubungan seks dan diperlakunnya norma-norma perkawinan.


(24)

A. Kategori pelacuran

Peristiwa pelacuran timbul akibat adanya dorongan seks yang tidak terintergrasi dengan kepribadian pelakunya. Dari impuls-impuls seks yang tidak terkendali oleh hati nurani tersebut dipakailah teknik seksual yang kasar dan provokatif dan berlangsung tanpa efeksian perasaan emosi serta kasih sayang.21

Perbuatan melacur dilakukan sebagai kegiatan sambilan atau pengisi waktu senggang, ataupun sebagai pekerjaan penuh (profesi). Pada tahun 60-an dinas sosial menggunakan istilah wanita tuna susila (WTS) bagi pelacur wanita sedangkan pelacur pria disebut gigolo. Bentuk kegiatan atau tingkah laku manusia yang termasuk dalam kategori pelacuran adalah :

1. Pergundikan, pemeliharaan istri tidak resmi, mereka hidup sebagai suami-istri namun tanpa ikatan perkawinan atau nikah.

2. Tante Girang. Wanita yang sudah kawin, tetapi sering melakukan perbuatan erotik dan seksual dengan pria lain secara iseng untuk pengisi waktu dengan bersenang-senang untuk mendapatkan pengalaman seks, atau secara intersensional untuk mendapatkan penghasilan.

3. Gadis Panggilan. Gadis atau wanita yang menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai pelacur, melalui saluran tertentu. Pada umumnya terdiri ibu-ibu, pelayan toko, pegawai, buruh, siswi sekolah dan mahasiswi.

4. Gadis bar. Gadis yang bekerja sebegai pelayan bar, yang sekaligus bersedia memberikan pelayanan seks kepada para pengunjung.


(25)

5. Gadis Juvenil Deliquent. Gadis muda jahat yang didorong oleh emosi yang tidak matang dan keterbelakangan intelek, serta pasif mudah menjadi pecandu minuman keras atau narkoba, sehingga mudah tergiur untuk melakukan perbuatan amoral seksual dan pelacuran.

6. Gadis Binal (free girls). Gadis sekolah atau putus sekolah, akademi dan fakultas,yang berpendirian menyebarluaskan kebebasan seks secara ekstrim untuk mendapatkan kepuasan seksual.

7. Taxi Girls. Wanita atau gadis panggilan yang ditawarkan dan dibawa ketempat pelesiran dengan taksi atau becak.

8. Penggali Emas (gold-digger). Gadis atau wanita cantik, ratu kecantikan, pramugari, penyanyi, aktris anak wayang dan lain-lain. Pada umumnya mereka sulit untuk diajak bermain seks, yang diutamakan dengan kelihaiannya dapat menggali emas dan kekayaan dari kekasihnya.

9. Hostess (pramuria). Gadis atau wanita yang menyemarakkan kehidupan malam dan night club dan merupakan bentuk pelacuran halus. Hostes harus melayani makan, minum dan memuaskan naluri seks sehingga pelanggan dapat menikmati kesenangan suasana tempat hiburan.

10.Promikuitas. Hubungan seks seorang wanita secara bebas dengan sembarangan pria dilakukan juga dengan banyak lelaki.22

22 Ibid, h. 72


(26)

B. Seks dan pelacuran

Perubahan sosial yang diakibatkan oleh perkembangan tehnologi, ilmu pengetahuan serta komunikasi di dunia dewasa ini akan mempengaruhi kebiaaan hidup manusia. Disamping itu sekaligus mempengaruhi pola - pola seks yang konvensional (menurut adat yang berlaku).

Pelaksanaan seks banyak dipengaruhi oleh penyebab perubahan social antara lain : urbanisasi, mekanisasi, alat kontrasepsi, pendidikan, demokratisasi fungsi wanita dalam masyarakat dan moderenisasi.23 Efek sampingan dari dampak tersebut adalah keluar dari jalur konvensional kultur. Pola seks dibuat menjadi hypermoderm dan radikal sehingga bertentangan dengan seks yang konvensional, dan menjadi seks bebas yang tidak ada bedanya dengan pelacuran. Bagi mereka yang tidak mampu menghayati kepuasan seks sejati, seks bebas tidak akan memperoleh kepuasan. Akhikatnya orang adalah budak dari dorongan seksual, dan apabila tidak menghayati arti dan keindahan kehidupan erotik sejati maka yang bersangkutan akan menjadi pecandu seks.24 Sedangkan alasan yang diberikan oleh para panganjur seks bebas antara lain sebagai berikut :

Dorongan seks timbul secara alami seperti rasa lapar dan haus. Pemuasannya harus bersifat natural, tabu dan regulasi seks bersifat artificial (buatan) berlebihan.

Seks mengisi setiap fase kehidupan, oleh sebab kebebasan seks harus diekspresikan dengan bebas penuh, untuk memperkaya kepribadian. Oleh sebab itu

23 Satdjipto Raharjo. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, h. 58

24 Zainudin Ali,. Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Kehidupan Prostitusi di Indonesia. (Jakarta, Sinar Grafika.


(27)

setiap restriksi (pembatasan) terhadap kegiatan seks pasti menghambat pembentukan kepribadian.

Tabu seks merupakan produk dari dogmatis religius, yang menganggap seks sebagai sumber dosa dan noda yang menimbulkan rasa malu dan bukan sebagai sumber kenikmatan.

Kegiatan seks adalah masalah diri pribadi dengan partnernya, maka orang lain tidak berhak mencampuri urusan tersebut.

Perkawinan dengan segala undang-undangnya mengakibatkan kompulsi (paksaan psikologi) yang mengakibatkan kegagalan dan kegoncangan dalam kontak pribadi dengan partnernya.

C. Ciri dan fungsi pelacur.

Pada umumnya di desa-desa tidak terdapat pelacur, jika ada mereka merupakan pendatang dari kota.

Di kota-kota jumlah pelacur sekitar 1 sampai 2% dari jumlah penduduk25. Jumlah tersebut sudah termasuk yang tersamar atau gelap atau bersifat non professional, dari tingkat bawah sampai tingkat tinggi. Mereka beroperasi bersempunyi-sembunyi secara individual atau bergabung dalam satu sindikat. Profesi pelacur dijalankan dengan kondisi sebagai berikut :

1. Melakukan profesinya secara sadar dan suka rela, berdasarkan motifasi tertentu. 2. Dijebak dan dipaksa oleh germo-germo yang terdiri dari penjahat, calo, anggota

organissi gelap penjual wanita dan pengusaha bordil.


(28)

Sedangkan ciri - ciri dari pelacur adalah sebagai berikut26:

a. Bila yang mengawaki disebut pelacur, dan bila pria disebut gigolo.

b. Cantik (ganteng), rupawan, manis, atraktif menarik wajah dan tubuhnya, dapat merangsang selera seks lawan jenisnya.

c. Masih muda dibawah 30 tahun.

d. Pakaian sangat menyolok, seksi, eksentrik untuk mensrik perhatian lawan jenisnya. e. Mereka memperlihatkan penampilan lahiriah seperti : wajah, rambut, pakaian, alat

kosmetik, parfum yang merangsang.

f. Menggunakan teknis seksual yang mekanistis, cepat, tanpa emosi dan afeksi, tidak pernah mencapai organsme, sangat provokatif, dilakukan secara kasar.

g. Bersifat mobil sering berpindah-pindah dari kota satu ke kota lainnya.

h. Biasanya berasal dari strata ekonomi dan social rendah, tidak mempunyai ketrampilan khusus, berpendidikan rendah. Sedangkan pelacur kelas tinggi biasanya berpendidikan tinggi, beroperasi secara amateur atau professional.

Fungsi pelacur yaitu menjadi sumber eksploitasi bagi kelompok-kelompok tertentu, khususnya bagi mereka yang memberikan partisipasi. Pada umumnya masyarakat menolak adanya pelacuran, tetapi dalam kenyataannya mereka tidak bisa mengelak dan harus menerimanya . kedudukukan sosial pelacur sangat rendah, tugasnya memberikan pelayanan seks kepada kaum pria, namun demikian ada beberapa fungsi yang tergolong positif sifatnya, bagi masyarakat. Fungsi yang


(29)

dimaksud dapat dijadikan katup pengaman yang secara jujur diakui, sebab dapat dijadikan sebagai berikut :

a. Sumber pelancar dalam dunia business.

b. Sumber ksenangan dari kaum yang harus berpisah dari istrinya.

c. Sumber hiburan individu atau kelompok

d. Sumber pelayanan dan hiburan bagi orang cacat (misalnya pria yang wajahnya buruk, pincang, abnormal seksualnya dan para penjahat).

Dalam menjalankan fungsinya para pelacur tersebut berlatar belakang menderita lemah mental, penghayal dan psikopat, atau dengan kata lain rohaninya tidak sempurna. Oleh sebab itu kehidupannya pada umumnya dihiasi dengan kemewahan semu berupa pakaian yang gemerlapan, makanan yang lezat dan berlimpah, berganti-ganti partner, tanpa ikatan, tanpa tanggung jawab27.

D. Akibat-akibat pelacuran

Praktek-praktek pelacuran biasanya ditolak oleh masyarakat dengan cara mengutuk keras, serta memberikan hukuman yang berat bagi pelakunya. Namun demikian ada anggota masyarakat yang bersifat netral dengan sikap acuh dan masa bodoh. Disamping itu ada juga yang menerima dengan baik. Sikap menolak diungkapkan dengan rasa benci, jijik, ngeri, takut dan lain-lain28. Perasaan tersebut timbul karena prostitusi dapat mengakibatkan sebagai berikut. :

27 Ronny Soemitro, Study Hukum Dalam Masyarakat. 1985, Alumni Bandung, h. 103 28 Ibid, h. 109


(30)

a. Menimbulkan dan menyebarkan penyakit kelamin dan penyakit kulit. Penyakit kelamin tersebut adalah AIDS dan sipilis. Keduanya dapat mengakibatkan penderitanya menjadi epilepsi, kelumpuhan, idiot psikotik yang berjangkit dalam diri pelakunya dan juga kepada keturunan dan yang lebih parah lagi dapat menyebabkan kematian kepada si penderita penyakit.

b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan. c. Memberi pengaruh demoralisasi kepada lingkungan, khususnya remaja dan

anak-anak yang menginjak masa puber.

d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan minuman keras dan obat terlarang (narkoba).

e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.

f. Terjadinya eksploitasi manusia oleh manusia lain yang dilakukan oleh germo, pemeras dan centeng kepada pelacur.

g. Menyebabkan terjadi disfungsi seksual antaralain : impotensi, anorgasme.

E. Penanggulangan prostitusi

Prostitusi merupakan masalah dan patologi sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang. Usaha penanggulangannya sangat sukar sebab harus melalui proses dan waktu yang panjang serta biaya yang besar. Usaha mengatasi tuna susila pada umumnya dilaukan secara preventif dan represif kuratif29.

Usaha yang bersifat preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Kegiatan yang dimaksud berupa :


(31)

a. Penyempurnaan undang-undang tentang larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran.

b. Intensifikasi pendidikan keagamaan dan kerohanian, untuk menginsafkan kembali dan memperkuat iman terhadap nilai religius serta norma kesusilaan.

c. Bagi anak puber dan remaja ditingkatkan kegiatan seperti olahraga dan rekreasi, agar mendapatkan kesibukan, sehingga mereka dapat menyalurkan kelebihan energi. d. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita disesuaikan dengan kodratnya dan

bakatnya, serta memberikan gaji yang memadahi dan dapat untuk membiayai kebutuhan hidup.

e. Diadakan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan

keluarga.

f. Pembentukan team koordinasi yang terdiri dari beberapa instansi dan

mengikutsertakan masyarakat lokal dalam rangka penanggulangan prostitusi.

g. Penyitaan, buku, majalah, film, dan gambar porno sarana lain yang merangsang nafsu seks.

h. Meningkatkan kesejahteraan seks.

Sedangkan usaha-usaha yang bersifat represif kuratif dengan tujuan untuk menekan, menghapus dan menindas, serta usaha penyembuhan para wanita tuna susila, untuk kemudian dibawa kejalan yang benar30. Usaha tersebut antara lain sebagai berikut :


(32)

a. Melakukan kontrol yang ketat terhadap kesehatan dan keamanan para pelacur dilokalisasi.

b. Mengadakan rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka dapat dikembalikan sebagai anggota masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi dilakukan melalui pendidikan moral dan agama, latihan kerja, pendidikan ketrampilan dengan tujuan agar mereka menjadi kreatif dan produktif.

c. Pembinaan kepada para WTS sesuai dengan bakat minat masing-masing.

d. Pemberian pengobatan (suntiakan) paa interval waktu yang tetap untuk menjamin kesehatan dan mencegah penularan penyakit.

e. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yangbersedia meninggalkan profesi pelacur, dan yang mau memulai hidup susila.

f. Mengadakan pendekatan kepada pihak keluarga dan masyarakat asal pelacur agar mereka mau menerima kembali mantan wanita tuna susila untuk mengawali hidup barunya.

g. Mencarikan pasangan hidup yang permanen (suami) bagi para wanita tuna susila untuk membawa mereka ke jalan yang benar.

h. Mengikutsertakan para wanita WTS untuk berpratisipasi dalam rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan kesempatan bagi kaum wanita31.

31 Ibid, h. 26


(33)

BAB lll

LATAR BELAKANG KEHIDUPAN PROSTITUSI DIWILIYAH LIMUSNUNGGAL

Desa limus nunggal termasuk kedalam administratif Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Diwilayah ini terdapat tempat praktek prostitusi yang sangat besar dan disinyalir lebih basar dari wilayah Puncak dan Parung. Tempat prostitusi ini sudah ada kurang lebih sejak 30 tahun yang lalu.

Terdapat 5 (lima) blok yang dijadikan tempat prostitusi dengan jumlah bangunan mencapai 250 unit. Blok-blok tersebut antara lain Ups, Coklat, Lengkong, Blue, dan Anggrek. Tempat prostitusi ini berdiri diatas tanah adat. Ada kira-kira 500 pekerja seks komersial (PSK) yang beroperasi di Limus Nunggal. 90 persen dari mereka berasal dari luar Bogor. Paling banyak berasal dari Indramayu dan Karawang. Tapi ada juga yang berasal dari Sukabumi dan Cianjur. Lokasi ini tepatnya berada di Jalan Raya Narogong, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Jika selama ini kurang tersentuh, mungkin karena lokasinya di perbatasan Bogor dan Bekasi. Tempat prostitusi ini sudah beberapa kali ditertibkan, namun selalu muncul kembali.

Pada tahun 2006, Pemerintah Kabupaten Bogor mengeluarkan Perda No 08 tentang ketertiban umum. Dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa Kabupaten Bogor harus bersih dari segala bentuk perilaku asusila, termasuk prostitusi.


(34)

A. Lingkungan sekitar tempat lokasi prostitusi limus nunggal (Coklat)

Dari lima blok yang dijadikan tempat prostitusi dengan jumlah bangunan mencapai 85 unit, banyak warga sekitar dan warga dari luar wilayah limusnunggal ternyata banyak yang diuntungkan dari adanya tempat prostitusi tersebut. Sesuai dengan hasil temuan penulis yang melakukan riset langsung kedalam tempat prostitusi tersebut dan berbaur besama sama dengan seluruh elemen baik masyarakat sekitar maupun pekerja seks komersialnya dan penulis melakukan interview kepada masyarakat sekitar tentang keuntungan masyarakat sekitar dari adanya tempat prostitusi tersebut diantaranya :

1. Tukang ojek sebut saja yang bernama Agus, Udin, dan Joko mereka semua adalah warga sekitar yang sudah menekuni usahanya yaitu sebagai tukang ojek yang sudah sepuluh tahun menekuni usahanya diwilayah sekitar tempat prostitusi limusnungal (Coklat)32. Penulis menginterview kepada tukang ojek tersebut dan memberikan beberapa pertanyaan, diantaranya :

a. Penghasilan perhari.

b. Jumlah anggota keluarga tanggungan.

c. Waktu kerja dan

d. Tarif jasa antar setiap pengunjung dan pekerja seks komersial (PSK).

Kemudian setelah penulis bertanya kepada tukang ojek tersebut ada sebuah jawaban dari hasil pertanyaan penulis yang mana terlontarkan jawaban sebagai berikut:


(35)

a. Bahawa penghasilan perhari yang didapat dari jasa pengangkutan orang (perojekan), kurang lebih penghasila yang didapat Rp. 55.000, sampai dengan Rp. 80.000.

b. Jumlah keluarga tanggungan hamper rata-rata memiliki tiga orang anak dan satu orang istri. Dimana ketiga anaknya bersekolah semua dari tingkatan sekolah dasar (SD), sampai tingkatan perguruan tinggi (kuliah).

c. Waktu kerja mereka dipengaruhi oleh hari dan penghasilan, dimana pada hari-hari biasa (efektif) mereka hanya biisa mendapat Rp. 55.000, sampai dengan Rp. 80.000. Akan tetapi apabila pada hari-hari libur (sabtu dan minggu) penghasilan mereka bias bertambah dua kali lipat dikarenakan jumlah pengunjung lebih banyak dari pada hari-hari biasa.

d. Tarif jasa antar bervariatif, mengingat jarak tempat prostitusi dicoklat dari pintu masuk sampai area lokalisasi terakhir tiga kilometer. Tarif jarak terdekat dari tujuh ratus meter sampai satu kilometer di kenakan tarif atau biaya Lima sampai tujuh ribu. Sedangkan tarif untuk jarak satu sampai tiga kilometer bias dikenakan tarif atau biaya sebesar Sepuluh ribu sampai lima belas ribu dilihat dari kenal atau tidaknya penumpang ojek tersebut.

Setelah penulis selesai menginterview para jasa pengangkut tersebut,semakin membuat adrenaline penulis semakin ingin lebih tahu lagi bagaimana suasana malam di lokalisasi blok coklat.

Penulis pun berjalan dan menemukan warung-warung di sepanjang area lokalisasi, dan penulis pun menghampiri salah satu warung yang mungkin bias


(36)

memberikan sebuah jawaban dari observasi penulis, di warung yang sedikit redup dari cahaya lampu penulis berinteraksi langsung dengan pemilik warung yang bernama ibu Rohana33. Dan sampai pada akhirnya penulis pun memeberikan beberapa pertanyaan diantaranya:

1. Penghasilan per hari dalam satu malam?

2. Barang apa atau makanan apa yang paling dominan laku terjual?

Dari hasil pertanyaan yang penulis berikan kepada ibu rohana,ibu rohana pun menjawab dengan jawaban yang membuat penulis menjadi ingin lebih dalam lagi mengetahui komunitas-komunitas apa saja yang ada di lokalisasi blok coklat, dan jawaban yang diberikan oleh ibu rohana yaitu:

1. Penghasilan warung milik ibu rohana bervariatif tergantung dilihat dari hari kerja atau hari libur, biasanya menurut ibu rohana kalau di hari biasa (hari kerja) pendapatan ibu rohana dalam satu malam dari sebuah warung yang ia miliki bisa Rp.200.000 sampai Rp.300.000 dikarenakan kalau hari biasa jumlah pengunjung pun tidak seperti pada hari libur ,kalau pada hari libur pendapatan ibu rohana bisa mencapai Rp.500.000 sampai Rp.1.000.000 dikarnakan pada hari libur pengunjung dari kalangan manapun datang ke lokalisasi coklat mengingat lokalisasi ini cukup terkenal.

2. Dari semua hasil yang di dapat ibu rohana hanya dari beberapa jenis barang yang ibu rohana sediakan di warung miliknya yaitu: rokok, kondom,dan minuman keras hanya saja yang paling dominan laku terjual ialah minuman keras.


(37)

Setelah penulis melakukakan interview dengan ibu rohana sipemilik warung suasana malam dilokalisasi pun semakin membuat penulis tertantang untuk ingin tahu lebih jauh aktifitas dan komunitas-komunitas malam di blok coklat. Penulis pun

akhirnya menemukan sekumpulan orang yang cukup menarik yaitu pengamen., sebut

saja yang bernama Alex. Karena ditengah-tengah dentuman musik disko dan dangdut yang diputar oleh pemilik tempat lokalisasi tetapi masih ada sosok pengamen yang mencoba mengais rejeki di area blok coklat34. Dengan ditemani sebuah gitar yang sudah usam dan ada juga yang menggunakan salon dan mic sebagai alat mereka untuk mengamen, dan penulis pun akhirnya menghampiri beberapa orang pengamen yang sedang berkumpul di salah satu tempat di area lokalisasi blok coklat, dan akhirnya interaksi pun terjadi antara penulis dengan bebeerapa pengamen yang akhirnya beberapa pertanyaan pun terlontarkan dari penulis kepada salah satu pengamen diantaranya:

1. Berapa penghasilan pengamen dalam satu malam?

Dan akhirnya dengan sedikit malu-malu akhirnya pengamen tersebut memberikan jawaban yang sangat unik dan menarik yaitu:

Penghasilan para pengamen bervariatif tergantung dari hati para pengunjung yang menikmati lagu yang di tembangkan oleh para pengamen biasanya dari satu buah lagu yang dibawakan, pengunjung bisa memberi Rp.2000 sampai Rp.5000 tetapi ada hal yang membuat pengamen mendapatkan rezeki mendadak yang cukup lumayan besar bahkan bisa sampai Rp.500.000 dalam satu malam dikarenakan dari sebagian


(38)

pengunjung ada saja pengunjung yang lupa dengan angka nominal mata uang yang di sebabkan oleh pengaruh minuman keras yang berlebihan dan pengaruh belaian seorang Pekerja Seks Komersial (PSK), sehingga tidak sedikit pengunjung yang salah mengeluarkan uang untuk pengamen dengan jumlah yang terbilang cukup besar. Hasil observasi penulis pun berlanjut kepada komunitas lain yaitu juru parkir35., sebut saja yang bernama Bogel dan Pandil yang biasa menjaga kendaraan para pengunjung yang sedang menikmati belaian Pekerja Seks Komersial (PSK) di dalam sebuah kamar. Dan interaksi pun terjadi antara penulis dengan seorang juru parkir, dan akhirnya juru parkir pun memberikan penjelasan yang cukup signifikan bahwa pengahasilan para juru parkir dipengaruhi dari jumlah pengunjung yang hasil akhirnya merambah kedalam sebuah kamar, tarif juru parkir pun terbilang cukup besar, untuk kendaraan roda dua saja bisa Rp.10.000 sampai Rp.15.000 dan kalau untuk kendaraan roda empat bisa mencapai Rp.25.000 sampai Rp.30.000. Tarif jasa juru parkir pun dilihat dari sudah sering atau tidaknya pengunjung tersebut datang ke lokalisasi blok coklat. Juru parkir di area lokalisasi blok coklat didominasi oleh pemuda asli kelahiran limusnunggal, yang notabenya tidak bekerja (pengangguran), tetapi ada sebagian juga anak-anak yang masih pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) yang menjadi juru parkir guna untuk pembayaran SPP adan tambahan uang saku jajan.

Setelah penuls melakukan interaksi dengan para juru parkir penulis pun akhirnya semakin berani dan tertantang untuk mengetahui lebih dalam lagi aktifitas malam


(39)

diarea lokalisasi blok coklat dan akhirnya penulis pun memberanikan diri guna penyelesaian karya tulis penulis.

Penulis pun mulai melakukan interaksi dengan komunitas yang paling utama yaitu

Pekerja Seks Komersial (PSK36)., yang ada di area lokalisasi blok coklat, penulis pun mulai menghampiri beberapa wanita yang bekerja sebagai pekerja seks komersial di salah satu warung dengan penerangan yang cukup gelap. Akhirnya penulis pun berinteraksi langsung dengan para pekerja seks komersial (PSK). Penulis pun mulai bertanya mengenai identitas diri dan motif apa yang membuat mereka mengais rezeki dengan jalan menjadi pekerja seks komersial (PSK). Dari beberapa wanita pekerja seks komersial (PSK) diarea blok coklat hanya ada lima pekerja seks komersial (PSK) yang tidak keberatan menjelaskan identitas dirinya diantaranya :

1. Nama lengkap (PSK) : Mala.

Nama samaran (PSK) : Amel.

Mulai menjadi (PSK) : Baru 2 tahun.

Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD).

Tempat kelahiran : Indramayu.

Umur : 24 tahun.

Status : Janda.

Motif menjadi (PSK) : Untuk memenuhi kebutuhan hidup dikarenakan mala

(amel) ialah tulang punggung yang mengurusi seorang

36 Sumber Pekerja Seks Koomersial (PSK) yang bernama: Mala/Amel, Nuneng Masnuneh/Lala, Nurimah/Cindy,


(40)

ibu, dan satu orang anaknya yang mana ayah dan suaminya telah meninggalkan keluarganya.

2. Nama lengkap (PSK) : Nuneng Masnuneh.

Nama samaran (PSK) : Lala.

Mulai menjadi (PSK) : Umur 16 tahun sampai sekarang.

Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD).

Tempat kelahiran : Karawang.

Umur : 21 tahun.

Status : Belum menikah.

Motif menjadi (PSK) : Dikarenakan kedua orang tuanya telah meninggal

dunia sebelum dia lulus menyelesaikan sekolah yang hanya sampai Pada tingkatan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

3. Nama lengkap (PSK) : Nurimah.

Nama samaran (PSK) : Cindy.

Mulai menjadi (PSK) : Umur 23 tahun sampai sekarang.

Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD).

4. Tempat kelahiran : Karawang.

Umur : 27tahun.

Status : Belum menikah.

Motif menjadi (PSK) :Disebabkan hilangnya keperawanan akibat


(41)

5. Nama lengkap (PSK) : Titis.

Nama samaran (PSK) : Dewi.

Mulai menjadi (PSK) : Umur 21tahun sampai sekarang.

Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD).

Tempat kelahiran : Sukabumi.

Umur : 25tahun.

Status : Menikah.

Motif menjadi (PSK) : untuk membiayai suaminya yang sedang menderita

sakit stroek.

6. Nama lengkap (PSK) : Tari.

Nama samaran (PSK) : Tidak ada.

Mulai menjadi (PSK) : Baru 1 tahun sampai sekarang.

Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Umum (SMU).

Tempat kelahiran : Bogor.

Umur : 24tahun.

Status : Menikah.

Motif menjadi (PSK) : Dikarenakan kurang keharmonisan dari faktor

ekonomi didalam keluarganya.

Setelah penulis merasa puas dengan hasil interaksi yang diperoleh dari beberapa pekerja seks komersial (PSK), penulis pun semakin berani dan tertantang untuk lebih lagi mendapatkan informasi yang berguna untuk karya tulis penulis. Setelah melakukan interaksi dengan para pekerja seks komersial (PSK) diarea


(42)

lokalisasi blok coklat, penulis pun akhirnya mulai mencoba melakukan interaksi dengan para mucikari (germo37). Ada beberapa mucikari yang bisa diajak bekerjasama dalam karya tulis penulis diantaranya:

1. Nama lengkap : Budi alias Bang Japra.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki :25 wanita pekerja seks komerial.

Asal pencarian pekerja seks komersial : Karawang, Sukabumi, Indramayu.

2. Nama lengkap : Asep alias Bang Jimmy.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki: 20 wanita pekerja seks komerial. Asal pencarian pekerja seks komersial : Bogor, Karawang, Subang.

3. Nama lengkap : Lestari alias mami Yuni.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki : 29 wanita pekerja seks

komerial.

Asal pencarian pekerja seks komersial : Bogor, Cariu, jonggol, Karawang.

4. Nama lengkap : Murni alias mami Santi.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki : 26 wanita pekerja seks

komerial.

Asal pencarian pekerja seks komersial : Karawang, Subang, Indramayu.

5. Nama lengkap : Toni alias bang Kardun.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki : 19 wanita pekerja seks

komerial.

37 Sumber, germo lokalisasi coklat yang bernama:Budi/Bang Japra, Asep/Bang Jimmy, Lestari/Mami Yuni,


(43)

Asal pencarian pekerja seks komersial : Jonggol, Karawang, Sukabumi, Indramayu.

Dari hasil interaksi penulis dengan kelima para mucikari tersebut ternyata banyak hal yang didapat oleh penulis dalam hal sebagai berikut:

1. Keamanan

Keamanan mucikari dalam melakukan usaha praktek prostitusi biasanya selalu dibekingi oleh para preman, oknum kepolisisan dan para TNI ( ABRI ) karena para mucikari lebih percaya dengan kapasitas ketiga elemen tersebut.

2. Fasilitas

Fasilitas yang di berikan oleh para mucikari kepada para pekerja seks komersial biasanya ialah sebuah kamar seluas 3x3,dengan satu buah kasur dan kipas angin kecil.

3. keuntungan

Keuntungan yang di dapat seorang mucikari biasanya di dapat dari harga sewa kamar, makanan, minuman keras dan beberapa persen dari hasil jual tubuh para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang ia miliki.

Harga minuman keras dan makanan di dalam ruang lokalisasi cendrung relatiif lebih mahal dibandingkan dengan warung-warung yang ada di pinggiran area lokalisasi, kemudian apabila ada pengunjung yang koperatif tidak mau membayar, atau jumlah uang tidak sesuai dengan jumlah pembelian dan uang untuk membayar bill atau tagihan hasil pembelian pengunjung baik berupa makanan,minuman,atau jasa jual tubuh para Pekerja Seks Komersial (PSK) tidak terpenuhi maka ketiga unsur


(44)

elemen baik preman, polisi, TNI, tidak segan-segan untuk menindak dengan tegas para pengunjung melalui jalur hukum rimba atau (penganiayaan, penyekapan, atau bahkan yang lebih parahnya sampai kepada kematian si pengunjung lokalisasi).

B. Lingkungan sekitar tempat lokalisasi prostitusi (Anggrek)

Dari lima blok yang dijadikan tempat prostitusi dengan jumlah bangunan mencapai 115 unit, jarak lokalisasi anggrek dengan lokalisasi coklat kurang lebih berjarak lima kilometer dari jalan raya narogong, di lokalisasi anggrek ini banyak warga sekitar dan warga dari luar wilayah limusnunggal ternyata banyak yang diuntungkan dari adanya tempat prostitusi tersebut. Sesuai dengan hasil temuan penulis yang melakukan riset langsung kedalam tempat prostitusi tersebut dan berbaur bersama sama dengan seluruh elemen baik masyarakat sekitar maupun pekerja seks komersialnya dan penulis melakukan interview kepada masyarakat sekitar tentang keuntungan masyarakat sekitar dari adanya tempat prostitusi tersebut diantaranya:

1. Biro jasa (Calo)

Biasanya jasa calo ini hanya menawarkan kepada pengunjung yang datang ke lokalisasi anggrek, seperti yang dilakukan oleh Budi yang bekerja sebagai calo dengan menjelaskan bentuk wajah, umur, dan tarif pekerja seks komersial (PSK). Jasa calo ini hanya mendapatkan penghasilan dari hasil calo tersebut memainkan harga asli Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan harga yang dibuat sendiri oleh calo tersebut, dari sebuah hasil kerjasama antara calo dan pekerja seks komersial (PSK)38.

38


(45)

2. Pengamen

Penulis pun akhirnya berinteraksi lagi dengan bebeerapa pengamen di lokalisasi anggrek, sebut saja yang bernama Ari dan Topan39., akhirnya beberapa pertanyaan pun terlontarkan dari penulis kepada beberapa pengamen diantaranya:

a. Berapa penghasilan dalam satu malam?

Dan pengamen anggrek pun pun memberikan jawaban yang sangat unik dan menarik yaitu:

Penghasilan para pengamen bervariatif tergantung dari hati para pengunjung dan para pekerja seks komersial yang menikmati lagu yang di tembangkan oleh para pengamen, berbeda dengan lokalisasi coklat, pengamen di lokalisasi anggrek lebih terorganisir sebagai pengamen tetap di lokalisasi anggrek karena para pengamen diberikan kartu anggota oleh seorang ketua preman yang bernama Ranto alias Codet yang mengetuai para pengamen dan memberikan pembelaan apabila para pengamen tersebut di perlakukan tidak manusiawi oleh para pengunjung lokalisasi anggrek, aturan tata tertib para pengamen anggrek berbeda dengan para pengamen coklat di mana para pengamen anggrek punya hak untuk mengusir para pengamen lain dari luar lokalisasi yang tidak memiliki kartu anggota dan penghasilannya pun terbilang cukup lumayan karena sudah ada tarif khusus dari sebuah kerjasama antara ketua pengamen dengan semua pemilik unit di lokalisasi anggrek tarif pengamen ini dapat dilihat dari pengunjung yang datang ke lokalisasi anggrek, jumlah pengunjung lebih banyak dibandingkan dengan lokalisasi coklat mengingat luasnya lokalisasi anggrek.


(46)

Penghasilan pengamen pun terbilang sama saja dengan lokalisasi coklat. Pengunjung bisa memberi Rp.2000 sampai Rp.5000 tetapi ada hal yang membuat pengamen mendapatkan rezeki yang lebih besar karena jumlah unit lokalisasi yang cukup lumayan besar dari lokalisasi coklat. Para pengamen bisa mendapatkan penghasilan sampai Rp.300.000 dalam satu malam. Dan dikenakan potongan Rp. 10.000 dari setiap para pengamen untuk biaya organisasi.

3. Pekerja Seks Komersial (PSK)

Dari hasil observasi penulis dengan para calo dan pengamen maka penulis pun melakukan hal yang sama yang penulis lakukan diwilayah lokalisasi coklat, yaitu menghampiri para Pekerja Seks Komersial (PSK) diarea lokalisasi anggrek40., dan akhirnya ada bebrapa pekerja seks komersial (PSK) yang bisa diajak bekerjasama dengan penulis diantaranya:

a. Nama lengkap (PSK) : Desy.

Nama samaran (PSK) : Sisi.

Mulai menjadi (PSK) : Umur 18 tahun. Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD). Tempat kelahiran : Bekasi.

Umur : 20 tahun.

Status : belum menikah.

Motif menjadi (PSK) : Dikarenakan dijual oleh orang tuanya yang terlilit

40 Sumber Pekerja Seks Komersial (PSK) lokalisasi anggrek yang bernama: Desi/Sisi, Sari/Ocha, Dian/Jesica, Rini


(47)

hutang rentenir. b. Nama lengkap (PSK) : Sari.

Nama samaran (PSK) : Ocha.

Mulai menjadi (PSK) : Umur 16 tahun. Pendidikan terakhir : Tidak bersekolah.

Tempat kelahiran : Bogor

Umur : 19 tahun.

Status : Belum menikah.

Motif menjadi (PSK) : Sakit hati karena hilangnya keperawanannya yang diambil oleh ayah tirinya.

c. Nama lengkap (PSK) : Dian.

Nama samaran (PSK) : Jesica.

Mulai menjadi (PSK) : Umur 19 tahun. Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD).

Tempat kelahiran : Karawang.

Umur : 21 tahun.

Status : Janda.

Motif menjadi (PSK) : Disebabkan kebutuhan ekonomi karena jauh dari orang tua dan hidup sendiri dengan memiliki 1 orang anak balita.

d. Nama lengkap (PSK) : Rini. Nama samaran (PSK) : Tidak ada. Mulai menjadi (PSK) : Umur 18 tahun.


(48)

Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD).

Tempat kelahiran : Jonggol

Umur : 20 tahun.

Status : belum menikah.

Motif menjadi (PSK) : Akibat pergaulan bebas.

e. Nama lengkap (PSK) : Putry

Nama samaran (PSK) : Icha

Mulai menjadi (PSK) : Umur 17 tahun.

Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Tempat kelahiran : Bogor

Umur : 18 tahun.

Status : belum menikah.

Motif menjadi (PSK) : Akibat pergaulan bebas.

Setelah penulis merasa puas dengan hasil interaksi yang diperoleh dari beberapa Pekerja Seks Komersial (PSK), penulis pun semakin berani dan tertantang untuk lebih lagi mendapatkan informasi yang berguna untuk karya tulis penulis. Setelah melakukan interaksi dengan para Pekerja Seks Komersial (PSK) diarea lokalisasi blok coklat, penulis pun akhirnya mulai mencoba melakukan interaksi dengan para

mucikari (germo41). Ada beberapa mucikari yang bisa diajak bekerjasama dalam karya tulis penulis diantaranya:

41 Sumber mucikari (germo)lokalisasi anggrek yang bernama: Anwar/Bang Kubil, Doni/Bang Dorif, Heri/Bang


(49)

1. Nama lengkap : Anwar alias Bang Kubil.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki : 35 wanita pekerja seks

komersial.

Asal pencarian pekerja seks komersial : Karawang, Jonggol Bogor.

2. Nama lengkap : Doni alias Bang Dorif.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki : 30 wanita pekerja seks

komerial.

Asal pencarian pekerja seks komersial : Bogor, Karawang, Cariu.

3. Nama lengkap : Hari alias Bang Anton.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki : 29 wanita pekerja seks

komerial.

Asal pencarian pekerja seks komersial : Bogor, Cariu, jonggol, Karawang.

4. Nama lengkap : Dedeh alias mami Comel.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki : 26 wanita pekerja seks

komerial.

Asal pencarian pekerja seks komersial : Karawang, Subang, Bekasi.

5. Nama lengkap : Deden alias bang Gembel.

Jumlah pekerja seks komersial yang dimiliki : 19 wanita pekerja seks

komerial.

Asal pencarian pekerja seks komersial : Jakarta, Karawang, Indramayu.

Dari hasil interaksi penulis dengan kelima para mucikari tersebut ternyata banyak hal yang didapat oleh penulis dalam hal sebagai berikut:


(50)

1. Keamanan

Keamanan mucikari dalam melakukan usaha praktek prostitusi biasanya selalu dibekingi oleh para preman, oknum Kepolisisan dan para TNI ( ABRI ) karna para mucikari lebih percaya dengan kapasitas ketiga elemen tersebut.

2. Fasilitas

Fasilitas yang di berikan oleh para mucikari kepada para pekerja seks komersial biasanya ialah sebuah kamar seluas 3x3,dengan satu buah kasur dan kipas angin kecil.

Keuntungan

Keuntungan yang di dapat seorang mucikari biasanya di dapat dari harga sewa kamar, makanan, minuman keras dan beberapa persen dari hasil jual tubuh para pekerja seks komersial yang ia miliki.

C. Lingkungan sekitar tempat lokalisasi prostitusi ( Ups, Lengkong dan Blue )

Terdapat 5 (lima) blok yang dijadikan tempat prostitusi dengan jumlah bangunan mencapai 50 unit. Blok-blok tersebut antara lain Ups, Lengkong dan Blue Tempat prostitusi ini berdiri diatas tanah adat. Ada kira-kira 500 pekerja seks komersial (PSK) yang beroperasi di Limus Nunggal. 90 persen dari mereka berasal dari luar Bogor. Paling banyak berasal dari Indramayu dan Karawang. Tapi ada juga yang berasal dari Sukabumi dan Cianjur. Lokasi ini tapatnya berada di Jalan Raya Narogong, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Jika selama ini kurang tersentuh, mungkin karena lokasinya di perbatasan Bogor dan Bekasi. Tempat prostitusi ini sudah beberapa kali ditertibkan, namun selalu muncul kembali.


(51)

Pada tahun 2006, Pemerintah Kabupaten Bogor mengeluarkan PERDA (Peraturan Daerah) No 08 tentang ketertiban umum. Dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa Kabupaten Bogor harus bersih dari segala bentuk perilaku asusila, termasuk prostitusi42. Untuk lokalisasi prostitusi ups, lengkong dan blue berada di sepanjang jalan raya narogong tapatnya berada ditengah-tengah lokalisasi coklat dan lokalisasi anggrek. Lokalisasi ini terbilang yang paling bawah kelasnya dibandingkan dengan anggrek dan coklat dikarenakan tempat lokalisasi ini hanya dilengkapi dengan bangunan triplek yang kurang layak pangsa pasar lokalisasi ini pun hanya digandrungi oleh kelas bawah saja seperti tukang becak dan tukang ojek.samlpai pada akhirnya penulis pun akkhirnya masuk ke lokalisasi lengkong, blue, ups guna melakukan observsasi di lokalisasi ini penulis sangat mudah mendapatkan informasi mengenai segala aktifitas kegiatan di lokalisasi,karena Pekerja Seks Komersial di lokalisasi ini cukup ramah ketika ada seorang pria yang masuk ke area lokalisasi mengingat tidak terlalu ramainya aktifitas di lokalisasi tersebut,lokalisasi ini tidak begitu ketat dibanding lokalisasi coklat dan anggrek karena tidak ada pengamen,tidak ada biro jasa dan tidak ada keamanan yang ssangat ekstra dan akhirnya penulis pun berhasil mendapatkan informasi dari beberapa Pekerja Seks Komersial (PSK)43.,diantaranya:

1. Nama lengkap (PSK) : marni.

Nama samaran (PSK) : tidak ada.

43 Sumber. Pekerja Seks Komersial (PSK), lokalisasi Ups, Lengkong dan Blue, yang bernama: Marni, Susi, Sumi,


(52)

Mulai menjadi (PSK) : Baru 3 tahun.

Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD).

Tempat kelahiran : Indramayu.

Umur : 45 tahun.

Status : bersuami.

Motif menjadi (PSK) : untuk membantu taraf ekonomi suaminya dalam keluarga.

2. Nama lengkap (PSK) : Susi.

Nama samaran (PSK) : tidak ada. Mulai menjadi (PSK) : sudah 5 tahun.

Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD).

Tempat kelahiran : Karawang.

Umur : 40 tahun.

Status : janda.

Motif menjadi (PSK) : merasa kesepian setelah suaminya meninggal dunia.

3. Nama lengkap (PSK) : sumi.

Nama samaran (PSK) : tidak ada. Mulai menjadi (PSK) : sudah 2 tahun.

Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD)

Tempat kelahiran : Karawang.

Umur : 37 tahun.


(53)

Motif menjadi (PSK) : Disebabkan untuk membayar hutang suaminya sewaktu sakit keras.

4. Nama lengkap (PSK) : sutinah.

Nama samaran (PSK) : tidak ada Mulai menjadi (PSK) : sudah 5 thn

Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar (SD)

Tempat kelahiran : Sukabumi

Umur : 40

Status : janda

Motif menjadi (PSK) : kesepian dan bingung mencari pekerjaan

5. Nama lengkap (PSK) : Ratmini

Nama samaran (PSK) : Tidak ada Mulai menjadi (PSK) : Baru 1 tahun

Pendidikan terakhir : sekolah dasar ( SD )

Tempat kelahiran : Bogor

Umur : 48 tahun.

Status : janda

Motif menjadi (PSK) : Dikarenakan butuh uang untuk kehidupan sehari-hari. Setelah penulis mendapatkan informasi dari hasil investigasi dan observasi dari ke lima lokalisasi diwilayah Limus Nunggal, ada beberapa yang dapat penulis


(54)

sampaikan mengenai tarif jasa para Pekerja Seks Komersial (PSK) dari lima lokalisasi yaitu:

1. Lokalisasi Coklat

- Harga pekerja seks komersial di lokalisasi ini terbilang cukup mahal dan harga jasa jual tubuh pekerja seks komersial Rp.150.000.

2. Lokalisasi anggrek

- Harga Pekerja Seks Komersial (PSK) di lokalisasi ini terbilang mahal dan harga jasa jual tubuh Pekerja Seks Komersial (PSK) Rp.250.000.

3. Lokalisasi Ups, Lengkong dan Blue

- Harga Pekerja Seks Komersial (PSK) ini terbilang cukup murah bahkan sangat murah dan harga jasa jual tubuh Pekerja Seks Komersial (PSK) Rp.25.000 dan yang termahal Rp.50.000


(55)

BAB IV

ANALISIS TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM FENOMENA PROSTITUSI DI CILEUNGSI DALAM PASAL KUHP, UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI

DAN PERDA KOTA BOGOR

A. Pengertian dan dasar hukum penyakit masyarakat ( Prostitusi )

1. Pengertian penyakit masyarakat (Prostitusi).

Prostitusi dalam bahasa diartikan sebagai pelacur atau penjual jasa seksual atau disebut juga sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Menurut istilah prostitusi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah44. Atau dengan kata lain Prostitusi atau pelacuran adalah penjualan jasa seksual untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).

Dalam pengertian yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri, misalnya seorang musisi yang bertalenta tinggi namun lebih banyak memainkan lagu-lagu komersil. Pekerjaan melacur sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa ke masa. Pekerja Seks Komersial (PSK) selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah

44 Zainudin Ali, Tinjauan Soosiologi Hukum Terhadap Kehidupan Prostitusi di Indonesia, (Jakarta. Sinar Grafika,


(56)

yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa

pengaman bernama kondom45.

Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat, namun ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, tapi dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki) tanpa penyaluran itu dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa perempuan mana saja.

Hampir di setiap media massa baik koran, majalah, dan televisi memberikan gambaran yang nyata tentang kehidupan masyarakat khususnya tentang pelacuran atau prostitusi dengan segala permasalahannya. Berbagai tindakan dan langkah-langkah strategis telah diambil pemerintah dalam menangani masalah ini, baik dengan melakukan tindakan persuatif melalui lembaga-lembaga sosial sampai menggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka yang bergelut dalam bidang pelacuran tersebut. Tetapi kenyataan yang dihadapi adalah pelacuran tidak dapat dihilangkan melainkan memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat dari waktu ke waktu.

45 Ibid, h. 6


(57)

Permasalahan lebih menjadi rumit lagi tatkala pelacuran dianggap sebagai komoditas ekonomi (walaupun dilarang Undang-undang) yang dapat mendatangkan keuntungan finansial yang sangat menggiurkan bagi para pebisnis. Pelacuran telah diubah dan berubah menjadi bagian dari bisnis yang dikembangkan terus-menerus sebagai komoditas ekonomi yang paling menguntungkan, mengingat pelacuran merupakan komoditas yang tidak akan habis terpakai. Saat pelacuran telah dianggap sebagai salah satu komoditas ekonomi (bisnis gelap) yang sangat menguntungkan, maka yang akan terjadi adalah persaingan antara para pemain dalam bisnis pelacuran tersebut untuk merebut pasar46.

Apabila persaingan telah mewarnai bisnis pelacuran, yang terjadi adalah bagaimana setiap pemain bisnis pelacuran dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dari para pesaingnya. Untuk bisnis pelacuran, baik tidaknya pelayanan ditentukan oleh umur yang relatif muda, warna kulit, status, kecantikan dan kebangsaan dari setiap wanita yang ditawarkan dalam bisnis pelacuran tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini para pebisnis yang bergelut dalam bisnis pelacuran cenderung mengambil jalan pintas dengan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya itu.

Salah satu cara yang digunakan adalah dengan memaksa atau melakukan pemaksaan terhadap seseorang untuk bekerja sebagai pelacur dalam bisnis pelacurannya. Pemaksaan ini dilakukan dengan berbagai cara antara lain, penipuan,


(58)

penjeratan utang, intimidasi, penculikan dan berbagai cara lain yang menyebabkan seseorang mau tidak mau, setuju tidak setuju harus bekerja dalam bisnis pelacuran47.

Mengingat pelacuran ini merupakan bisnis gelap maka penyelesaian dan penanganan masalah ini semakin rumit, apalagi pelacuran merupakan bisnis perdagangan tanpa adanya barang yang diperdagangkan dan dilakukan di tempat tertutup sehingga untuk membuktikan telah terjadinya hal tersebut sangat sulit. Tetapi sulit tidak sama dengan mustahil, untuk itu walaupun penanganan masalah pelacuran ini sulit kita tetap harus berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun yang lebih parahnya lagi prostitusi kini sudah merebah dikalangan pelajar (remaja) Apalagi remaja sedang berada pada masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Mereka biasanya ingin mencoba-coba sesuatu. Mereka juga ingin dihargai dilingkungannya (teman sebaya). Gaya hidup dinilai menjadi salah satu faktor utama pendorong remaja terlibat prostitusi. Gaya hidup remaja sekarang dipengaruhi salah satunya oleh tayangan sinetron di televisi48.

Remaja digambarkan sebagai sosok modern dengan segala barang yang dimilikinya. Padahal dengan terlibat prostitusi, para remaja itu sangat rentan terinfeksi penyakit menular seperti HIV dan AIDS49.

Bukan hanya faktor gaya hidup yang mempengaruhi terjadinya prostitusi dikalangan pelajar (remaja). Prostitusi juga terjadi karena sebagian remaja tidak memahami mengapa terjadi kehamilan, menstruasi, dan hal lain yang terkait dengan seksualitas

47 Sadjipto Raharjo, Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, h. 83

48 Ronny Soemitro. Study Hukum Dalam Masyarakat, 1985. Alumni Bandung, h. 126 49 Ibid, h. 131


(59)

sehingga dengan mudah mereka tergabung dalam dunia prostitusi ini minimnya pengetahuan mengenai seks telah membuat para remaja tidak memiliki penangkal dalam soal seksualitas.

Untuk menangkal agar remaja tidak terlibat prostitusi, pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi di sekolah menengah sangat penting. Materi yang diajarkan bukan soal hubungan seksualnya, pasalnya di Indonesia berbicara seks masih dinilai tabu. Pendidikan seks lebih menekan pada kesehatan seksual atau reproduksi yang baik. Serta peran orang tua juga sangat penting. Orang tua harus mempunyai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Apalagi remaja yang mulai beranjak dewasa biasanya perlu pengetahuan seks yang memadai. Komunikasi antara anak dan orang tua harus pula terjalin. Dengan hubungan yang hangat, biasanya akan lebih terbuka dengan persoalan yang dihadapinya. Orang tua harus belajar mengatasi konflik yang dihadapi remaja dan mampu memberi solusinya50.

Selain itu norma-norma sosial jelas mengharamkan prostitusi. Disini penulis akan mengemukakan penjelasan prostitusi dalam pandangan agama islam yaitu:

Dalam agama islam, prostitusi merupakan salah satu perbuatan zina dan zina hukumnya haram dan termasuk kategori dosa besar. Ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang berzina yaitu para pezina yang belum pernah menikah atau masih bujang dihukum dengan hukuman cambuk delapan puluh kali ( An-Nur : 4 ) dan yang sudah menikah dilempari batu 100 kali alias mati51. Nabi

50 Soekanto, Soerjono. Menngenal Sosiologi Hukum. 1989. PT. Citra Aditya Bakti, h. 94 51 Al-Qur’an Surat An-nur, Ayat 4


(1)

Pelacuran merupakan masalah yang tidak hanya melibatkan pelacurnya saja, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan suatu kegiatan yang melibatkan banyak orang seperti germo, para calo, serta konsumen-konsumen yang sebagian besar pelakunya merupakan laki-laki yang sering luput dari perhatian aparat penegak hukum. Di Indonesia pemerintah tidak secara tegas melarang adanya praktek-praktek pelacuran. Ketidak tegasan sikap pemerintah ini dapat dilihat pada Pasal296, yang bunyinya adalah sebagai berikut:

“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”.

Dan pasal 506 yang berbunyi:

“Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pelacur, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dilarang dalam KUHP adalah mengeksploitir seksualitas orang lainbaik sebagai “pencaharian ataupun kebiasaan” (pasal 296 KUHP) atau „menarikkeuntungan’ dari pelayanan seks (komersial) seorang perempuan dengan praktek germo (pasal 506 KUHP).

Pasal-pasal tersebut dalam KUHP hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan seks secara illegal, artinya larangan hanya diberikan untuk mucikari atau germo, sedangkan pelacurnya sendiri sama sekali tidak ada pasal


(2)

yang mengaturnya. Kegiatan seperti itupun tidak dikelompokkan sebagai tindakan kriminal. Meskipun demikian hukum pidana tetap merupakan dasar dari peraturan-peraturan dalam industri seks di Indonesia. Karena larangan pemberikan pelayanan seksual khususnya terhadap praktek-praktek pelacuran tidak ada dalam hukum negara, maka peraturan dalam industri seks ini cenderung didasarkan pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah, baik pada tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan, dengan mempertimbangkan reaksi, aksi dan tekanan berbagai organisasi masyarakat yang bersifat mendukung dan menentangpelacuran tersebut.

Kemudian apabila melihat dari Undang-Undang Pornografi no 44 tahun 2008, dalam Pasal empat yang berbunyi:

1. Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menawarkan, memperjualbelikan, atau menyediakan jasa pornografi yang secara ekslisif memuat:

a. Persenggamahan, termasuk persenggamahan yang menyimpang b. Kekerasan seksual.

c. Masturbasi atau onani.

d. Ketelenjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. e. Alat kelamin.


(3)

2. Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. Menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan.

b. Menyajikan secara eksplisit alat kelamin.

c. Mengeksploitasi atau memamerkan aktifitas seksual atau

d. Menawarkan atau mengiklankan, baik secara langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 8 tahun 2006, didalam bagian kedelapan tentang tertib sosial Pasal 19 dan Pasal 20 yang berbunyi :

Pasal 19: “setiap orang dilarang berkumpul atau bertingkah laku dijalan, dijalur hijau, taman, dan tempa-tempat umum yang patut diduga kemudian berbuat asusila.

Pasal 20: Ayat satu: Setiap orang atau badan dilarang menggunakan dan menyediakan atau mengunjungi bangunan atau rumah sebagai tempatuntuk berbuat asusila.

Ayat 2: Setiap orang atau badan dilarang memberikan kesempatan untuk berbuat asusila.

B. SARAN – SARAN

Apa pun bentuknya, dalam prostitusi, perempuan yang dilacurkan adalah korban yang berhak atas perlakuan manusiawi karena mereka sama seperti kita. Keberpihakan itu tidak berarti kita menyetujui prostitusi, tetapi mencoba memberi nuansa pendekatan yang berperikemanusiaan.


(4)

Janganlah kita melihat, menilai, apalagi menghakimi hitam-putih, baik-buruknya seseorang dari apa yang ia lakukan. Urusan benar salah, dosa dan tidak dosa, adalah urusan manusia dengan Tuhan-nya. Bagaimanapun, niat bertobat dalam hati para perempuan yang dilacurkan lebih patut dihargai jika dibandingkan dengan para koruptor berdasi dan dihormati yang diam-diam memakan uang rakyat banyak.

Masyarakat bila digerakkan, dan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait akan mampu melakukan tindak pencegahan dan penanggulanggan prilaku prostitusi di lingkungannya.

1. Kepada para penegak hukum khususnya kepada instansi Pemerintahan Kota Bogor dan instansi Kepolisian Republik Indonesia, sebagai akar penyelesaian permasalahan penyakit masyarakat (Prostitusi) untuk selalu meningkatkan kewaspadaanya terhadap segala sesuatu yang berkaitan tentang penyakit masyarakat yang berdampak menjadi sebuah kejahatan. Karena dijaman sekarang ini semakin banyak tipologi kejahatan yang menggunakan berbagai mediasi untuk tercapainya suatu tindak kejahatan tersebut. Salah satunya dalam konteks kejahatan asusila. Makin pesatnya perkembangan teknologi informasi pada saat sekarang ini menjadi sebuah hal yang baru bagi para pelaku kejahatan, untuk mengirimkan atau menyebarkan motif-motif kejahatan asusila baik itu kepada masyarakat ataupun terhadap pribadi seseorang, oleh karena itu penulis berpesan kepada Pemerintah Kota Bogor dan Kepolisian setempat untuk lebih menigkatkan kinerjanya serta ketegasan hukum. Ini nbertujuan untuk tidak merusaknya moral generasi muda dan generasi bangsa Indonesia.


(5)

2. Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta sebagai tolak ukur pemikiran peradaban di masyarakat harus selalu senantiasa memberikan pemahaman-pehaman akan penyadaran diri pribadi masyarakat untuk selalu menjaga generasi bangsa.

3. Terakhir penulis berpesan kepafda instansi terkait, khususnya di bidang ilmu pengetahuan umum dan agama (Perpustakaan) untuk lebih meningkatkan dan menambah literature-literatur yang masih dianggap belum memadai, agar memberikan kenyamanan dan kepuasan terhadap mahasiswa atau mahasiswi dalam mencari ilmu. Sekali lagi penulis mengingatkan bahwa “ Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil”.


(6)

Al-Quran dan terjemahnya.

Andi Hamzah, Pasal 296 KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 2005. Andi Hamzah, Pasal 506 KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 2005. Andi Hamzah, Pasal 297 KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Satjipto Raharjo Sosiologi Hukum, Perkembangan Metode dan Pemilihan Masalah, Yogyakarta: Genta Publishing, 2005.

Satjipto Raharjo, Sosiologi Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing 2010. J.M Kan, Ilmu Hukum, Bandung: Sinar Baru, 1996.

Perda Bogor Nomor 08, Tentang Ketertiban Umum, Bagian Kedelapan, Pasal 19 dan Pasal 20, Tahun 2006.

Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang Republik Indonesia, nomor 44 tahun 2008.Bandung:Fokus Media, 2009.

Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarief Hidayatullah, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarief Hidayatullah, 2011.

Bouman, Sosiologi, Pengertian dan Masalah, Yogyakarta: PT. Kanikus, 1975.

Max Webber dan Durkheim, Teori Sosiologi Hukum, Bandung: Refika Aditama 2005. Ronny Soemitro, Study Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta:Rineka Cipta, 1985. Niklas Lukman, Teori Sosiologi Hukum, Jakarta: 1985.

Ali, Zainudin Sosiologi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Abadi, Bandung, 1996 Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Press 1983.

Ronny Soemitro,Dasar-dasar Sosiologi Hukum, Makna Dialog Antara Hukum dan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1985.