19
B. Seks dan pelacuran
Perubahan sosial yang diakibatkan oleh perkembangan tehnologi, ilmu pengetahuan serta komunikasi di dunia dewasa ini akan mempengaruhi kebiaaan
hidup manusia. Disamping itu sekaligus mempengaruhi pola - pola seks yang konvensional menurut adat yang berlaku.
Pelaksanaan seks banyak dipengaruhi oleh penyebab perubahan social antara lain : urbanisasi, mekanisasi, alat kontrasepsi, pendidikan, demokratisasi fungsi wanita
dalam masyarakat dan moderenisasi.
23
Efek sampingan dari dampak tersebut adalah keluar dari jalur konvensional kultur. Pola seks dibuat menjadi hypermoderm dan
radikal sehingga bertentangan dengan seks yang konvensional, dan menjadi seks bebas yang tidak ada bedanya dengan pelacuran. Bagi mereka yang tidak mampu
menghayati kepuasan seks sejati, seks bebas tidak akan memperoleh kepuasan. Akhikatnya orang adalah budak dari dorongan seksual, dan apabila tidak menghayati
arti dan keindahan kehidupan erotik sejati maka yang bersangkutan akan menjadi pecandu seks.
24
Sedangkan alasan yang diberikan oleh para panganjur seks bebas antara lain sebagai berikut :
Dorongan seks timbul secara alami seperti rasa lapar dan haus. Pemuasannya harus bersifat natural, tabu dan regulasi seks bersifat artificial buatan berlebihan.
Seks mengisi setiap fase kehidupan, oleh sebab kebebasan seks harus diekspresikan dengan bebas penuh, untuk memperkaya kepribadian. Oleh sebab itu
23
Satdjipto Raharjo. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, h. 58
24
Zainudin Ali,. Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Kehidupan Prostitusi di Indonesia. Jakarta, Sinar Grafika. 2008, h. 76
20
setiap restriksi pembatasan terhadap kegiatan seks pasti menghambat pembentukan kepribadian.
Tabu seks merupakan produk dari dogmatis religius, yang menganggap seks sebagai sumber dosa dan noda yang menimbulkan rasa malu dan bukan sebagai
sumber kenikmatan. Kegiatan seks adalah masalah diri pribadi dengan partnernya, maka orang lain
tidak berhak mencampuri urusan tersebut. Perkawinan dengan segala undang-undangnya mengakibatkan kompulsi
paksaan psikologi yang mengakibatkan kegagalan dan kegoncangan dalam kontak pribadi dengan partnernya.
C. Ciri dan fungsi pelacur.
Pada umumnya di desa-desa tidak terdapat pelacur, jika ada mereka merupakan pendatang dari kota.
Di kota-kota jumlah pelacur sekitar 1 sampai 2 dari jumlah penduduk
25
. Jumlah tersebut sudah termasuk yang tersamar atau gelap atau bersifat non
professional, dari tingkat bawah sampai tingkat tinggi. Mereka beroperasi bersempunyi-sembunyi secara individual atau bergabung dalam satu sindikat. Profesi
pelacur dijalankan dengan kondisi sebagai berikut : 1.
Melakukan profesinya secara sadar dan suka rela, berdasarkan motifasi tertentu. 2.
Dijebak dan dipaksa oleh germo-germo yang terdiri dari penjahat, calo, anggota organissi gelap penjual wanita dan pengusaha bordil.
25
Ronny Soemitro, Study Hukum Dalam Masyrakat. 1985. Alumni Bandung, h. 35
21
Sedangkan ciri - ciri dari pelacur adalah sebagai berikut
26
:
a. Bila yang mengawaki disebut pelacur, dan bila pria disebut gigolo.
b. Cantik ganteng, rupawan, manis, atraktif menarik wajah dan tubuhnya, dapat
merangsang selera seks lawan jenisnya. c.
Masih muda dibawah 30 tahun. d.
Pakaian sangat menyolok, seksi, eksentrik untuk mensrik perhatian lawan jenisnya. e.
Mereka memperlihatkan penampilan lahiriah seperti : wajah, rambut, pakaian, alat kosmetik, parfum yang merangsang.
f. Menggunakan teknis seksual yang mekanistis, cepat, tanpa emosi dan afeksi, tidak
pernah mencapai organsme, sangat provokatif, dilakukan secara kasar. g.
Bersifat mobil sering berpindah-pindah dari kota satu ke kota lainnya. h.
Biasanya berasal dari strata ekonomi dan social rendah, tidak mempunyai ketrampilan khusus, berpendidikan rendah. Sedangkan pelacur kelas tinggi biasanya
berpendidikan tinggi, beroperasi secara amateur atau professional. Fungsi pelacur yaitu menjadi sumber eksploitasi bagi kelompok-kelompok
tertentu, khususnya bagi mereka yang memberikan partisipasi. Pada umumnya masyarakat menolak adanya pelacuran, tetapi dalam kenyataannya mereka tidak bisa
mengelak dan harus menerimanya . kedudukukan sosial pelacur sangat rendah, tugasnya memberikan pelayanan seks kepada kaum pria, namun demikian ada
beberapa fungsi yang tergolong positif sifatnya, bagi masyarakat. Fungsi yang
26
Kartini Kartono. Patologi Sosial. Rajawali Press, Jakarta, 1983, h. 17