Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
Kegiatan prostitusi sebagai gejala sosial yang dapat menimbulkan berbagai akibat yang membahayakan bagi yang bersangkutan, keluarga, dan masyarakat.
Gejala social yang dapat timbul dari kegiatan ini antara lain timbulnya penyakit kelamin, berbagai tindakan kriminalitas dan lain-lain. Sehinggga terpaksa dilakukan
kebijakan seperti penertiban maupun lokalisasi prostitusi. Usaha-usaha dalam menanggulangi prostitusi memiliki rentetan sejarah yang panjang. Baik dengan cara
kekerasan maupun pendidikan. Namun kegiatan prostitusi ini tetap ada dari zaman ke zaman.
Dalam agama islam, prostitusi merupakan salah satu perbuatan zina dan zina hukumnya haram dan termasuk kategori dosa besar. Ada beberapa ayat yang
menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang berzina yaitu para pezina yang masih bujang di hukum cambuk delapan puluh kali An-Nur: 4.
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka yang
menuduh itu delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
“yang sudah menikah dilempari batu 100 kali, alias mati. “Tidak halal darah bagi seorang muslim yang bersaksi tida ada Tuhan selain Allah dan aku adalah
rasulnya, kecuali disebabkan oleh tiga hal: orang yang sudah menikah berzina, membunuh orang, meninggalkan agamanya serta memisahkan diri dari jamaah”.
4
Meski demikian, perbuatan zina masih saja ada, bahkan terorganisir secara professional, tempat-tempat melakukan zina di sediakan, dilindungi oleh hukum dan
mungkin mendapat fasilitas-fasilitas tertentu. Konsumennya banyak mulai dari orang miskin sampai orang kaya. Desa limus nunggal termasuk kedalam administratif
Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Diwilayah ini terdapat tempat praktek prostitusi yang sangat besar dan disinyalir lebih basar dari wilayah
Puncak dan Parung. Tempat prostitusi ini sudah ada kurang lebih sejak 30 tahun yang lalu.
Walaupun Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 8 tahun 2006, didalam bagian kedelapan tentang tertib social pasal 19 dan pasal 20 yang berbunyi:
Pasal 19: “ Setiap orang dilarang berkumpul atau bertingkah laku dijalan, dijalur hijau, taman, dan tempat-tempat umum yang patut diduga kemudian berbuat
asusila. Pasal 20: ayat 1: Setiap orang atau badan dilarang menggunakan dan
menyediakan atau mengunjungi bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila.
Ayat 2: Setiap orang atau badan dilarang memberikan kesempatan untuk berbuat asusiala.
Serta tertuang didalam ketentuan pidana yang diatur di dalam pasal 296, 297, 506Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP itu dapat diketahui apabila mereka
menyediakan sarana tempat persetubuhan 296 KUHP , mereka yang mencarikan
5
pelanggaran bagi pelacur 506 KUHP, dan mereka yang menjual perempuan dan laki-laki di bawah umur untuk di jadikan pelacur297 KUHP.
7
Dan tertulis juga di dalam undang-undang pornografi dalam no 44 tahun 2008, dalam pasal empat yang berbunyi: “Setiap orang dilarang memproduksi,
membuat, memperbanyak, menggandakan, menawarkan, memperjualbelikan, atau menyediakan jasa pornografi yang secara ekslisif memuat:
a. Persenggamahan, termasuk persenggamahan yang menyimpang.
b. Kekerasan seksual.
c. Masturbasi atau onani.
d. Ketelenjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan.
e. Alat kelamin.
Dalam sanksi pidana pasal empat undang-undang pornografi no 44 tahun 2008 dimana dalam pasal tiga puluh yang berbunyi: “Setiap orang yang menyediakan
jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam pasal empat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan atau pidana denda
paling sedikit Rp. 250.000.000,-00. dua ratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 3.000.000.000.,00 Tiga milliar rupiah.
Terdapat 5 lima blok yang dijadikan tempat prostitusi dengan jumlah bangunan mencapai 250 unit. Blok-blok tersebut antara lain Ups, Coklat, Lengkong,
Blue, dan Anggrek. Tempat prostitusi ini berdiri di atas tanah adat. Ada kira-kira 500
7
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta, Rineka Cipta, 2005, h. 1. Undang-undang Pornografi no 44 tahun 2008. Peda Kota Bogor no 08 tahun 2006.
6
pekerja seks komersial PSK yang beroperasi di Limus Nunggal. 90 persen dari mereka berasal dari luar Bogor. Paling banyak berasal dari Indramayu dan Karawang.
Tapi ada juga yang berasal dari Sukabumi dan Cianjur. Lokasi ini tapatnya berada di Jalan Raya Narogong, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Jika selama ini kurang tersentuh,
mungkin karena lokasinya di perbatasan Bogor dan Bekasi. Tempat prostitusi ini sudah beberapa kali ditertibkan, namun selalu muncul kembali.
Pada tahun 2006, Pemerintah Kabupaten Bogor mengeluarkan Perda No 08 tentang ketertiban umum. Dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa Kabupaten Bogor
harus bersih dari segala bentuk perilaku asusila, termasuk prostitusi.
8
Bila dikaji dari segi sosiologi hukum, ada banyak faktor yang menyebabkan suburnya praktek prostitusi di berbagai wilayah. Salah satunya adalah faktor ekonomi
dan kurangnya tata nilai kesusilaan yang berlaku di masyarakat, sehingga menganggap prostitusi adalah hal yang biasa. Secara ringkas sosiologi hukum adalah
ilmu pengetahuan ilmiah yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
9
Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan penulis tersebut diatas mengenai praktek prostitusi yang terjadi di lingkungan masyarakat, dan
ditinjau dari undang-undang serta dalam hadist islam maka penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian dan pembahasan dalam bentuk skripsi yang berjudul:
FENOMENA PROSTITUSI
DI CILEUNGSI
KAJIAN SOSIOLOGI
HUKUM.
8
Perda Bogor No 08 Tentang ketertiban umum tahun 2006, h. 23 dan 24
9
Ronni Soemitro. Study Hukum Dalam Masyarakat. 1985. Alumni Bandung, h. 15
7