pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Brathes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja Cobley Janz, 1999:
1. Signifier
2. Signified
penanda petanda
3. Denotative sign tanda denotatif
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
PENANDA KONOTATIF
PETANDA KONOTATIF
6. CONNOTATIVE SIGN TANDA KONOTATIF
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotative 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotative adalah juga
penanda konotatif 4. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsure material : hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri,
kegarangan dan keberanian menjadi mungkin Cobley dan Jansz, 1999:51. Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotative yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi
penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotative. Sobur, 2004:69.
Secara lebih rinci, linguistic pada dasarnya membedakan tingkat ekspresi dan tingkat isi yang keduanya dihubungkan oleh sebuah relasi. Kesatuan dari tingkat-
tingkat dan relasinya ini membentuk sebuah relasi. Kesatuan dari tingkat-tingkat dan relasinya ini membentuk sebuah system. Sistem demikian ini dapat didalam dirinya
sendiri menjadi unsure sederhana dari sebuah system kedua yang akibatnya memperluasnya. Mengacu pada Hjelmslev, Barthes sependapat bahwa bahasa dapat
dipilih menjadi dua sudut artikulasi demikian Barthes, 1983, dalam Kurniawan, 2001:67.
Barthes mengatakan suatu karya atau teks merupakan sebuah bentuk konstruksi belaka, maka seseorang harus melakukan rekonstruksi dan bahan-bahan yang
tersedia, yang tak lain adalah teks itu sendiri apabila ingin menemukan makna didalamnya. Yang dilakukan Barthes dalam proyek rekonstruksi, paling awal adalah
teks atau wacana naratif yang terdiri dari atas penanda-penanda tersebut dipilah-pilah terlebih dahulu menjadi serangkaian fragmen ringkas dan beruntun yang disebut
dengan Leksia, yaitu satuan bacaan dengan panjang pendek bervariasi. Sebuah leksia dapat berupa satu-dua kata, kelompok kata, beberapa kalimat atau beberapa
paragraph. Kurniawan 2001:93.
2.2. Kerangka Berfikir
Hubungan karya sastra dengan masyarakat merupakan kompleksitas hubungan yang bermakna, antar hubungan yang bertujuan saling menjelaskan fungsi social yang
terjadi pada saat tertentu. Novel merupakan bentuk karya sastra paling popular didunia, novel mampu
membuat pembaca atau individu ikut larut dalam isi dari cerita novel tersebut. Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda terhadap novel tersebut
tentang peristiwa atau obyek. Seorang penulis novel menyampaikan pesan komunikasinya melalui sebuah teks dari novel itu sendiri.
Dalam penelitian ini, melalui novel masyarakat dapat membangun model mengenai suatu dunia social, model personalitas individual dan model hubungan
masyarakat. Selain itu novel juga dijabarkan dan digali maknanya dengan menggunakan pendekatan semiologi, tanda yang berupa indeks yang paling banyak
dicari, yaitu tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat. Peneliti harus menemukan konfensi-konfensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai
suatu makna. Dalam hubungannya dengan penggambaran kesedihan pada Rosid dan Delia
dalam novel dengan menggunakan leksia dan lima kode pembacaan. Penggambaran kekerasan psikis dalam novel “ Balada Rosid dan Delia” akan diinterpretasikan
melaui dua tahap yaitu, pertama peneliti akan memilih penanda-penandanya kedalam