pemilik perusahaan. Hasil dari penelitian juga ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sihombing 2014, Soliman et al. 2012, dan Ulya 2014
yang membuktikan secara empiris bahwa kepemilikan manajerial tidak mampu mempengaruhi kinerja lingkungan perusahaan. Hal ini dikarenakan proporsi
kepemilikan manajerial dalam perusahaan tergolong pada kategori rendah.
4.2.2. Pengaruh Efektivitas Pengawaan terhadap Kinerja Lingkungan
Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh yang signifikan dari hubungan efektivitas pengawasan EP terhadap kinerja
lingkungan KL. Berdasarkan hasil dari pengolahan data, nilai CR dari hubungan efektivitas pengawasan terhadap kinerja lingkungan sebesar 1,140. Nilai tersebut
lebih rendah dari nilai t-tabel untuk alpha 0,05 yaitu 1,9749. Dengan demikian, secara statistik efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh komisaris independen
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan sehingga hipotesis kedua dalam penelitian ini tidak dapat diterima.
Penemuan ini menunjukan ketidaksesuaian dengan teori yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa seharusnya semakin tinggi ukuran komisaris
independen akan meningkatkan efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dan meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, terdapat indikasi kemungkinan pemilihan dan pengangkatan dewan komisaris yang kurang efektif dimana
komisaris independen tidak dapat menunjukan independensinya Rohmah 2015:250 karena pengangkatan dan penambahan anggota dewan komisaris
independen memungkinkan hanya sebagai bentuk formalitas untuk memenuhi
regulasi yang telah ditentukan Yusnita 2010. Restuningdiah 2010 dan Rohmah 2015 menyatakan bahwa kompetensi memegang peran penting dalam
pengambilan keputusan, sehingga bukan hanya komposisi dewan komisaris independen yang dipertimbangkan, namun juga pengetahuan dan latar belakang
pendidikan sehingga dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan pada tingkat komisaris terkait dengan CSR. Kedua, keputusan Ketua Bapepam Nomor
Kep-45PM2004 yang telah diperbaharui oleh Peraturan OJK No.33PJOK.04 2014 manyatakan bahwa jumlah komisaris independen minimal 30 dari total
dewan komisaris yang dimiliki perusahaan. Akan tetapi, dari hasil penelitian masih terdapat perusahaan yang memiliki komisaris independen dibawah
ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai minimum variabel efektivitas pengawasan yang menunjukan angka 0,222 yang artinya masih
dibawah 30. Rendahnya jumlah komisaris independen yang menjadikan kegiatan pengawasan yang dilakukan menjadi kurang efektif. Ratnasari 2011
menyatakan bahwa proporsi komisaris independen dalam dewan komisaris pada perusahaan sampel masih rendah, sehingga perannya dalam memantau perilaku
direksi manajemen belum maksimal. Ketiga, hasil survei dari Asian Dovelopment Bank dalam Handayani 2013:196 menyatakan bahwa kuatnya
kendali pendiri perusahaan dan kepemilikan saham mayoritas menjadikan dewan komisaris tidak independen. Keempat, menurut Restuningdiah 2010 dan Aniktia
2015 meskipun terdapat dewan komisaris independen, namun apabila dewan komisaris independen tidak memiliki waktu untuk perusahaan karena
kesibukannya yang lain, maka keberadaan dewan komisaris independen tidak
akan efektif. Oleh karena itu, adanya komisaris independen tidak dapat meningkatkan efektivitas pengawasan yang merupakan tugas dari dewan
komisaris. Hasil penilitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh
Yusnita 2010, Ratnasari dan Andri 2011, Suhardjoto 2010, dan Yesika Chariri 2013 bahwa adanya komisaris independen tidak mampu berpengaruh
signifikan terhadap kinerja lingkungan yang dilakukan perusahaan dan tidak sejalan dengan teori agensi. Masih rendahnya jumlah komisaris independen
membuat aktivitas pengawasan yang dilakukan menjadi belum maksimal.
4.2.3. Pengaruh Biaya Sosial terhadap Kinerja Lingkungan