terdapat angka kematian tertinggi. Studi pendahuluan telah dilakukan penulis yang memperoleh hasil angka kematian di Kabupaten Kudus periode bulan Januari sampai
bulan Nopember 2014 telah mencapai 25 kasus. Hal ini terjadi peningkatan dibanding tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2013 sebanyak 21 kasus, dan pada tahun 2012
sebanyak 15 kasus. Penyebab penyumbang kematian ibu dibagi menjadi dua yaitu penyebab langsung perdarahan, infeksi, dan preeklampsia dan penyebab tidak
langsung penyakit penyerta. Pada tahun 2014, preeklampsia menyumbangkan 25 penyebab angka kematian ibu di Kabupaten Kudus.
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus merupakan salah satu rumah sakit swasta yang berada di Kabupaten Kudus. Pelayanan terkait kegawatdaruratan obstetrik dan
ginekologi dapat dilakukan di sini, serta sebagai pelayanan rujukan bagi fasilitas kesehatan yang belum memadai. Salah satu kasus yang ditangani adalah preeklampsia.
Berdasarkan studi pendahuluan di RSI Sunan Kudus angka kejadian preeklampsia periode bulan Januari sampai bulan Nopember 2014 sebesar 71 kasus rawat inap dan
dua kali lipat pada pasien rawat jalan serta semuanya tidak dilakukan pengukuran depresi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui hubungan antara kejadian preeklampsia
dan risiko depresi antenatal di Kudus dan sekitarnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu : Apakah ada hubungan antara kejadian preeklampsia dan risiko depresi antenatal serta
faktor-faktor yang mempengaruhi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kejadian preeklampsia dan risiko depresi antenatal.
commit to user
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis faktor fisik yang mempengaruhi, meliputi :
1 Untuk menganalisis hubungan umur dan risiko depresi antenatal.
2 Untuk menganalisis hubungan paritas dan risiko depresi antenatal.
b. Untuk menganalisis faktor psikososial yang mempengaruhi, meliputi :
1 Untuk menganalisis hubungan pendidikan dan risiko depresi antenatal.
2 Untuk menganalisis hubungan pendapatan dan risiko depresi antenatal.
3 Untuk menganalisis hubungan dukungan sosial dan risiko depresi antenatal.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan memberikan masukan ilmiah atau referensi mengenai hubungan antara kejadian preeklampsia dan risiko depresi antenatal.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi responden
Diharapkan bagi
responden dengan
preeklampsia senantiasa
memperhatikan kondisinya, baik fisik maupun psikososial. Apabila mengalami hal-hal yang tidak diketahui segera menghubungi tenaga kesehatan terdekat.
Bagi responden dengan kehamilan normal diharapkan tetap menjaga kondisi agar kesehatan ibu dan bayi tetap terjaga.
b. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan dapat dijadikan informasi dan selanjutnya sebagai bahan pertimbangan ketika memberikan pelayanan antenatal, tidak hanya fisik saja
yang menjadi perhatian, tetapi juga memperhatikan kondisi psikososial pasien. c.
Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait
dengan kejadian preeklampsia dan risiko depresi antenatal serta faktor yang mempengaruhi.
commit to user
5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Preeklampsia
a. Pengertian
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
oedema
akibat kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan Mansjoer, 2007; Milne
et al.
, 2005. Menurut Cunningham
et al.
2005, preeklampsia adalah sindrom spesifik yang terjadi pada kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Preteinuria atau terdapatnya 30mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam merupakan tanda yang pasti untuk
ditegakkan diagnosis preeklampsia. b.
Klasifikasi Menurut Mansjoer 2007, preeklampsia dibedakan menjadi dua
berdasarkan tanda dan gejala sebagai berikut : 1
Preeklampsia ringan Tanda dan gejala yang muncul pada preeklampsia ringan adalah
sebagai berikut : a
Tekanan darah 14090 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak periksa satu jam, sebaiknya 6 jam.
b
Oedema
umum, kaki jari tangan, dan muka atau kenaikan berat badan satu kilogram atau lebih per minggu.
c Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kualitatif +1 atau
+2 pada urin
midstream
. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
2 Preeklampsia berat
Tanda dan gejala yang muncul pada preeklampsia berat adalah sebagai berikut :
a Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110mmHg. b
Proteinuria + ≥ 5 g24 jam atau ≥ 3 pada tes celup. c Oliguria 400 ml dalam 24 jam. d Sakit kepala yang hebat atau gangguan
penglihatan. e Nyeri epigastrum dan ikterus. f
Oedema
paru. g Trombositopenia. h Pertumbuhan janin terhambat.
c. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba
menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan Wiknjosastro, 2007.
Menurut Robson dan Waugh 2011, etiologi pasti penyebab gangguan ini masih belum jelas. Kecurigaan pada masalah plasentasi serta
endothelium ibu, akan tetapi mekanisme yang menyebabkan disfungsi endotel dan hubungannnya dengan plasenta masih tidak jelas.
d. Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor risiko yang mempredisposisi terjadinya preeklampsia. Terdapat kecenderungan bahwa memiliki lebih banyak
faktor risiko umumnya menunjukkan keadaan yang lebih buruk. Berikut ini adalah beberapa faktor risiko yang terkait :
1 Umur ibu
Menurut Ghojazadeh
et al.
2013, usia ibu merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan erat dengan preeklampsia. Menurut
Robson dan Waugh 2011, usia lebih dari 40 tahun meningkatkan resiko sebesar dua kali lipat. Hal serupa juga diungkapkan oleh
Bothamley dan Boyle 2011 bahwa usia di atas 40 tahun merupakan faktor risiko, sedangkan menurut Morgan dan Hamilton 2009 apabila
usia ibu 17 tahun atau 35 tahun. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
2 Paritas
Menurut Allenwilcox 2010, insidensi preeklampsia pada primigravida sebesar 3-5 kemudian menurun menjadi 2 pada
kehamilan berikutnya. Risiko lebih besar pada primigravida telah banyak diketahui, tapi tidak diketahui penyebabnya. Menurut
Bothamley dan Boyle 2011, primigravida dan atau lebih dari 10 tahun sejak kelahiran terakhir juga meningkatkan risiko. Menurut
Morgan dan Hamilton 2009 dan Guerrier
et al.
2013, juga menyebutkan bahwa primigravida sebagai faktor risiko. Menurut
Robson dan Waugh 2011 dan Reeder
et al.
2011, pada nulliparitas meningkatkan risiko terjadi preeklampsia sebesar tiga kali lipat.
3 Pendidikan
Menurut Silva
et al.
2014, tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu faktor yang terkait dengan preeklampsia.
Ghojazadeh
et al.
2013 juga menyebutkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah meningkatkan risiko preeklampsia.
4 Pendapatan
Menurut Ramesh
et al.
2014, pendapatan keluarga per bulan di bawah rata-rata merupakan salah satu faktor risiko yang signifikan
untuk terjadinya preeklampsia. Menurut Silva
et al.
2014, pendapatan yang rendah terkait dengan kejadian preeklampsia.
e. Patofisiologi
Menurut Mochtar 2007, pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan
spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha-usaha untuk mengatasi kenaikan
tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi, sedangkan perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
kenaikan berat badan dan oedema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus.
Menurut Bothamley dan Boyle 2011, adapun patofisiologi terjadinya preeklampsia dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.1 Patofisiologi terjadinya preeklampsia
Kegagalan invasi sel trofoblast untuk memaksimalkan modifikasi arteri spiralis uterus
Penurunan aliran darah uterus Penurunan ekspansi plasma
Iskemia plasenta relatif
Reaksi inflamasi intravaskuler umum
Disfungsi endothelial Komplikasi janin : hambatan
pertumbuhan, penurunan cairan amnion, penurunan
aliran darah umbilikalis
Vasokonstriksi arteriola pada organ tubuh mayor
Kelainan pada sistem kardiovaskuler, hematologi, ginjal, hati, dan sistem saraf
commit to user
f. Diagnosis
Menurut Mochtar 2007, diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan :
1 Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema,
hipertensi, dan timbul proteinuria. Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrum,
gangguan visus penglihatan kabur, skotoma, diplopia, mual dan muntah.
Gangguan serebral lainnya :
sempoyongan,
refleks meningkat, dan tidak tenang.
2 Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria
pada pemeriksaan laboratorium.
g. Komplikasi
Komplikasi yang kemungkinan terjadi pada kasus preeklampsia antara lain atonia uteri, sindrom HELLP
hemolysis, elevated liver enzimes, low platelet count
, ablasi retina, KID koagulasi intravascular diseminata, gagal ginjal, perdarahan otak,
oedema
paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian. Adapun komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau
kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas Mansjoer, 2000.
Menurut Robson dan Waugh 2011, terdapat berbagai komplikasi preeklampsia, diantaranya adalah abrupsio plasenta,
intra uterine growth retardation
IUGR, sindrom HELLP, koagulasi intravaskuler diseminata, gagal ginjal, kelahiran prematur, kegagalan multiorgan, eklampsia, dan
bahkan kematian.
h. Penatalaksanaan
1 Preeklampsia Ringan
commit to user
Menurut Saifuddin 2008, di bawah ini adalah beberapa penatalaksanaan pada ibu hamil dengan preeklampsia ringan :
a Usia kehamilan kurang dari 37 minggu
1 Rawat Jalan
a Memantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi janin. b Lebih banyak istirahat. c Diit biasa. d Tidak
perlu diberikan obat-obatan. e Apabila rawat jalan tidak memungkinkan, maka dilakukan perawatan di rumah sakit.
2 Rawat Inap
a Diit biasa
b Memantau tekanan darah dua kali dalam sehari dan
proteinuria satu kali dalam sehari. c
Tidak perlu obat-obatan. d
Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut.
e Apabila tekanan diastolik turun sampai normal, ibu dapat
dipulangkan dengan memberikan nasihat untuk istirahat, munculnya gejala preeklampsia berat, dan kontrol dua
kali dalam seminggu. f
Apabila proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.
g Apabila terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin
terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan. b
Usia kehamilan lebih dari 37 minggu 1
Apabila serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500mL dekstrose IV 10 tetesmenit atau dengan
prostaglandin. 2
Apabila serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley, atau terminasi dengan seksio
sesarea. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
2 Preeklampsia Berat
a Penanganan Umum
Di bawah ini adalah penanganan awal yang dapat diberikan kepada pasien dengan preeklampsia berat menurut Saifuddin
2008 : 1
Apabila tekanan diastolik lebih dari 110mmHg, berikan terapi antihipertensi sampai tekanan diastolik di antara 90-
100mmHg. 2
Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar ukuran 16 gauge atau lebih.
3 Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload.
4 Kateterisasi urine untuk pengeluaran volume dan proteinuria.
Apabila jumlah urine 30mL per jam, infus cairan diperhatikan 1 18 jam dan pantau kemungkinan edema paru.
5 Jangan tinggalkan pasien sendirian karena kejang disertai
aspirasi dapat terjadi sewaktu-waktu. 6
Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap jam.
7
Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop
pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena.
8
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat
koagulapati
b Asuhan Intranatal
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada eklampsia dalam 12 jam sejak gejala timbul.
Apabila terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam pada preeklampsia, maka dilakukan seksio caesarea.
commit to user
Apabila seksio caesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak ada koagulopati dan memilih anestesia umum. Apabila anestesia
umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil, maka dilakukan persalinan pervaginam. Jika serviks matang, induksi
dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500mL dekstrose 10 tetesmenit atau dengan prostaglandin Saifuddin, 2008.
c Asuhan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir, lalu diteruskan dengan terapi antihipertensi
apabila tekanan diastolik masih lebih 110 mmHg dan mamantau urine Saifuddin, 2008.
d Rujukan
Menurut Saifuddin 2008, rujukan dilakukan ke fasilitas yang lebih lengkap dilakukan apabila oliguria kurang dari 400mL24
jam, terdapat sindrom HELLP, dan terjadi koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang.
commit to user
Di bawah ini adalah diagram penatalaksanaan pada ibu hamil dengan preeklampsia berat menurut Morgan dan Hamilton 2009 :
Gambar 2.2 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat PREEKLAMPSIA BERATEKLAMPSIA
Sindrom HELLP
1. Memperburuk prognosis
a. Gangguan pembekuan
darah b.
Gangguan hati 2.
Gejala klinis a.
Nyeri epigastrium b.
Mual, muntah c.
Ikterus d.
Cenderung berdarah lambung, gusi, kulit,
hematuria.
Pengobatan
1. Memperbaiki
trombositopenia dengan transfusi trombosit bila
sekitar 50.000mL 2.
Evaluasi kecenderungan berdarah
Pengobatan aktif dengan
pertimbangan klinis
1. Pecah ketuban
2. Induksi persalinan
3. Seksio sesarea
Konservatif
1. Isolasi dengan pasang
kateter 2.
Obat a.
Infus 5-10 glukosa b.
Valium 120mg24 jam
c. MgSO4 IV, IM
dosis awal 18 g IM, dosis medium 4 g
dalam 6 jam d.
Litik koktil 3.
Observasi a.
Konvulsi-koma b.
Refleks patella c.
Kriteria Eden d.
Sindrom HELLP 4.
Reaksi pengobatan a.
Kesadaran membaik b.
Dieresis meningkat c.
Lamanya 24 jam 5.
Konsultasi laboratorium a.
Penyakit dalam b.
Penyakit mata c.
Kardiovaskuler d.
Penyakit anak e.
Anesthesia
Komplikasi Tindakan
1. Cenderung berdarah
2. AKI dan AKP tinggi
Pengobatan Berhasil
1. ANC intensif tunggu sampai
atermmasa viable di atas 2.
Persalinan pervaginam, lahir spontanlainnya.
Terminasi Kehamilan
1. Kala dua
dipercepat 2.
Seksio sesarea
commit to user
2. Depresi Antenatal
a. Pengertian
Menurut
American Psychological Association
2000, memberikan definisi depresi sebagai perasaan sedih atau kosong yang disertai dengan
penurunan minat terhadap aktivitas yang menyenangkan, gangguan tidur dan pola makan, penurunan kemampuan berkonsentrasi, perasaan bersalah
yang berlebihan, dan munculnya pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Depresi adalah gangguan alam perasaan
mood
yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan
sehingga menyebabkan hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas
Reality Testing AbilityRTA
masih baik, kepribadian yang utuh tidak mengalami keretakan kepribadian
spliting of personality
, perilaku dapat mengganggu tetapi masih dalam batas-batas normal Hawari, 2008.
b. Tanda dan gejala
Menurut
National Institute of Mental Health
2009, wanita dengan depresi akan mempunyai tanda dan gejala yang berbeda-beda, selain itu,
tingkat keparahan dan frekuensi gejala, serta berapa lama gejala itu terakhir muncul juga akan bervariasi tergantung pada individu dan penyakit
tertentu. Berikut ini tanda dan gejala depresi meliputi : 1
Kesedihan yang menetap, cemas atau ada perasaan kosong. 2
Merasa putus asa dan atau pesimis. 3
Mudah tersinggung dan gelisah. 4
Perasaan bersalah, tidak berharga dan atau merasa tidak berdaya. 5
Penurunan ketertarikan pada aktifitas atau hobi yang menyenangkan, termasuk hubungan intim.
6 Kelelahan dan penurunan energi.
7 Kesulitan berkonsentrasi, mengingat, dan pengambilan keputusan.
8 Insomnia dan atau hipersomnia.
commit to user
9 Makan berlebihan atau kehilangan nafsu makan.
10 Pikiran tentang bunuh diri atau usaha untuk bunuh diri.
11 Nyeri yang menetap, sakit kepala, kram, atau masalah pencernaan
meskipun telah mendapat pengobatan.
c. Klasifikasi
Menurut
American Psychiatric Association
APA 1994, diagnosis depresi mayor dapat ditegakkan apabila seseorang mengalami lima atau
lebih dari tanda dan gejala berikut minimal dalam kurun waktu dua minggu. Setidaknya salah satu gejala harus muncul yaitu merasa depresi
atau anhedonia kesenangan berkurang pada kegiatan yang sebelumnya menyenangkan dan muncul beberapa gangguan dalam kehidupan.
Menurut Akiskal 1999, seseorang yang memiliki dua tetapi tidak lebih dari lima gejala selama dua minggu dengan satu gejala merasa depresi atau
anhedonia yang muncul dapat ditegakkan diagnosis sebagai depresi minor. Sedangkan untuk tanda dan gejala untuk depresi antenatal yang muncul
sama dengan tanda dan gejala depresi lainnya Cox dan Holden, 2003.
d. Mekanisme terjadinya depresi
Seseorang yang mengalami
stressor
psikososial perkawinan, orang tua,
antar pribadi,
pekerjaan, lingkungan,
keuangan, hukum,
perkembangan, penyakit fisik, faktor keluarga, dan trauma yang ditangkap melalui panca inderanya, melalui sistem saraf panca indera akan diteruskan
ke susunan saraf pusat otak, yaitu bagian saraf otak yang disebut
lymbic system
, melalui transmisi saraf
neurotransmitter
sinyal penghantar saraf. Dan selanjutnya stimulus atau rangsangan psikososial tadi melalui susunan
saraf autonom simpatisparasimpatis akan diteruskan ke kelenjar-kelenjar hormonal endokrin yang merupakan sistem imunitas tubuh dan organ-
organ tubuh yang dipersarafinya Hawari, 2008. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
e. Faktor Risiko
1 Umur Ibu
Menurut penelitian Räisänen
et al.
2014, selama kurun waktu 2002- 2010 di Finlandia, faktor yang terkait dengan terjadinya depresi pada
ibu hamil diantaranya adalah usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua. Senada dengan hal di atas, Pearson
et al.
2013 juga mengungkapkan bahwa usia muda pada ibu terkait erat dengan
kejadian depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Patel
et al.
2010, usia remaja dan dewasa awal sebelum usia 25 tahun serta rentang
umur 30-50 tahun pada wanita berhubungan erat dengan kejadian depresi.
2 Paritas
Menurut Dibaba
et al.
2010 dan da Silva 2010 menyebutkan hasil yang sama yaitu multiparitas meningkatkan risiko terjadinya depresi
pada ibu. 3
Pendidikan Menurut juga Pearson
et al.
2013, da Silva 2010 dan Fall
et al.
2013 menyatakan bahwa pendidikan terkait erat dengan kejadian depresi. Pendidikan yang rendah merupakan faktor risiko yang terkait
dengan depresi antenatal. 4
Pendapatan Menurut Räisänen
et al.
2014, Fall
et al.
2013 dan Patel
et al.
2010, status ekonomi rendah secara signifikan terkait dengan gejala depresi mayor. Berbeda dengan Saleh
et al.
2012, status sosial ekonomi hanya mempunyai hubungan yang lemah terhadap kejadian
depresi. Fall
et al.
2013 juga membandingkan antara status pekerjaan ibu hamil dengan gejala depresi memperoleh hasil yang signifikan
pada ibu yang telah berhenti bekerja, ibu rumah tangga, tetapi tidak untuk mahasiswa. Ibu hamil yang bekerja memperoleh proporsi gejala
depresi terendah dibanding lainnya. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
5 Dukungan Sosial
Menurut Fall
et al.
2013, dukungan sosial yang rendah secara signifikan terkait dengan munculnya gejala depresi mayor. Saleh
et al.
2012 mengungkapkan hal yang sama, dukungan sosial yang rendah mempunyai hubungan yang kuat dengan kejadian depresi pada wanita
di Mesir. Peer
et al.
2013 mengungkapkan 17 dari sampel penelitiaannya yaitu imigran asal Kanada yang mempunyai dukungan
sosial yang rendah menunjukkan banyak gejala depresi antenatal.
f. Komplikasi
1 Pada Ibu
Depresi yang tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan psikosis, prevalensi psikosis pada kehamilan tidak dilaporkan akan
tetapi hal ini diyakini sebagai kasus yang langka Kornstein dan Clayton, 2002. Marinescu
et al.
2014 mengungkapkan bahwa komplikasi terkait dengan adanya stres dan depresi antenatal pada ibu
diantaranya adalah
perdarahan, terjadinya
abortus spontan,
ditemukannya kelainan pada plasenta dan adanya nekrosis pada villi dan desidua, serta disfungsi endothelial.
Ibu dengan depresi antenatal dapat menyebabkan kegagalan inisiasi menyusu dan berkurangnya durasi laktasi. Akan tetapi, sifat
kausal belum jelas, hal ini kemungkinan terkait dengan neuroendokrin pada ibu Meltzer-Brody dan Stuebe, 2014.
2 Pada Bayi
Bayi yang ibunya mengalami stres, cemas, atau bahkan depresi antenatal mempunyai peningkatan risiko untuk terjadi kelahiran
prematur Loomans
et al.
, 2013, menyebabkan berat bayi lahir rendah Wado
et al.
, 2014; Loomans
et al.
, 2013, serta dapat mengganggu sirkulasi maternal-fetal Fu
et al.
, 2014. Stres dan adanya depresi selama kehamilan erat kaitannya dengan munculnya gangguan
commit to user
perkembangan saraf janin, kelainan plasenta, abortus yang spontan, dan kelahiran preterm Marinescu
et al.
, 2014. Anak-anak yang lahir dari ibu yang mengalami depresi antenatal
lebih mungkin mengalami penyimpangan perilaku dan masalah psikologis misalnya depresi serta gangguan pertumbuhan dan
perkembangan Weissman
et al.
, 2014.
3. Hubungan antara Kejadian Preeklampsia dan Risiko Depresi Antenatal
Menurut Bothamley dan Boyle 2011, keadaan preeklampsia merupakan keadaan yang sangat tidak diharapkan dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Hal ini sangatlah berpotensi besar menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan jiwa, dapat berupa kecemasan dan depresi. Ghosh dan Goswami 2011
memaparkan hasil penelitiannya di Kolkata, India bahwa riwayat obstetri yang buruk atau adanya komplikasi selama kehamilan dan riwayat gangguan
kesehatan jiwa erat kaitannya dengan munculnya depresi pada ibu. Hasil yang sama juga diperoleh Ajinkya
et al.
2013 dalam penelitiannya. Menurut Fall
et al.
2013, ibu yang mempunyai masalah terkait dengan kesehatannya juga terkait dengan munculnya gejala depresi mayor.
Pratt dan Brody 2014, hampir 90 dari orang-orang dengan gejala depresi parah dilaporkan ada kesulitan dengan pekerjaan, rumah, atau kegiatan
sosial yang berhubungan. Tingkat kesulitan dengan pekerjaan, rumah, atau kegiatan sosial yang berhubungan dengan gejala depresi meningkat sebagai
meningkatnya gejala-gejala, dari 45.7 di kalangan orang-orang dengan gejala- gejala depresi ringan 88.0 antara orang-orang dengan gejala depresi parah.
Tingkat kesulitan serius dengan pekerjaan, rumah, atau kegiatan sosial yang berhubungan dengan gejala depresi juga meningkat sebagai keparahan gejala
meningkat, dari 3,9 antara orang-orang dengan gejala-gejala depresi ringan 15,8 di kalangan orang-orang dengan gejala moderat, dan 42.8 di kalangan
orang-orang dengan gejala yang parah. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Katon
et al.
2012 menyebutkan hasil penelitiannya di klinik obstetri pada 2398 ibu hamil yang melakukan
antenatal care
didapatkan hasil bahwa ibu hamil yang mempunyai riwayat hipertensi sebelum hamil dan kondisi
kehamilan yang beresiko mempunyai hubungan yang erat dengan terjadinya depresi, baik itu minor maupun mayor.
B. Kerangka Berpikir
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
Depresi Antenatal
Ibu Hamil
Kejadian Preeklampsia
stressor
Panca indera Neurotransmitter
sinyal penghantar
Sistem saraf pusat
Sistem saraf otonom simpatisparasimpatis
Kelenjar hormonal endokrin
Organ-organ yang dipersarafi
Kegagalan invasi sel trofoblas
Penurunan aliran darah uterus Penurunan ekspansi plasma
Iskemia plasenta relatif
Reaksi inflamasi intravaskuler umum
Disfungsi endothelial
Vasokonstriksi arteriola
Faktor fisik dan psikososial yang
mempengaruhi : 1.
Umur 2.
Paritas 3.
Pendidikan 4.
Pendapatan 5.
Dukungan sosial
Keterangan : : tidak diteliti
: diteliti perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
C. Hipotesis