diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan; sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan
kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam
pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan,
keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kcnonnatifan, keahlian, ahli tangan, dan tut wuri handayani Prayitno, 1987.
I. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak
boleh atau tidak layak diketahui orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar
dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak; terutama penerima bimbingan klien schingga
mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas
kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien dan para calon klien;
mereka takut untuk meminta bantuan, sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah
riwayat pelayanan bimbingan dan konseling di tangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.
2. Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling hams berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak si terbimbing atau klien, maupun dari pihak konselor. Klien
diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta,
data, dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor; dan konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau
dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
3. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien.
Keterbukaan ini bukan hanya sekadar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih dari itu, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan
bersedia membuka din untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan
berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan si terbimbing
dapat dilaksanakan. Keterusterangan dan kejujuran si terbimbing akan terjadi jika si terbimbing
tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan; maksudnya, si terbimbing telah betul-betul mempercayai konselomya dan benar-benar
mengharapkan bantuan dari konselomya. Lebih jauh, keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa konselomya oun terbuka.
Keterbukaan di sini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama- tama mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat
diketahui oleh orang lain dalam hal ini konselor, dan kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari
pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu
memang dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti itu, masing-masing pihak bersifat transparan terbuka terhadap pihak lainnya.
4. Asas Kekinian