HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI DIET DIABETES MELITUS DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI DIET DIABETES MELITUS DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PADA

PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG BANDAR

LAMPUNG

Skripsi

Oleh

LEWI MARTHA FURI 0918011056

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI DIET DIABETES MELITUS DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PADA

PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG BANDAR

LAMPUNG

Oleh

LEWI MARTHA FURI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(7)

Judul Skripsi : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP

MENGENAI DIET DIABETES MELITUS DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : LEWI MARTHA FURI

NPM : 0918011056

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

dr. Sahab Sibuea, M.Sc dr. Diana Mayasari

NIP 140106162 NIP 198409262009122002

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP : 195704241987031001


(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Sahab Sibuea M.Sc. __________________

Sekretaris : dr. Diana Mayasari __________________

Penguji : dr. T.A. Larasati, M.Kes __________________

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP : 195704241987031001


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 13 Oktober 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Ari Heru Sulistianto dan Ibu Raspita Saragih

Pendidikan diawali dengan bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK) Andreas BPK Penabur KPS Cimahi. Dilanjutkan di Sekolah Dasar (SD) BPK Penabur Cimahi. Penulis meneruskan jenjang pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Cimahi dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Cimahi. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan terdaftar sebagai mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dalam Organisasi PAKIS sebagai anggota periode 2009-2011, Permako Medis sebagai anggota sie. Persekutuan Umum periode 2009-2010 dan sebagai coordinator sie. Persekutuan Umum periode 2010-2011.


(10)

Matius 28:20b

“…Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa

sampai kepada akhir zaman.”

Amsal 1:7a

“ Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan ”

Roma 12:12

“ Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam

kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! “

Tak ku tau kan hari esok, namun langkahku tegap.

Bukan surya kuharapkan, karna surya kan lenyap. Tiada

ku gelisah akan masa menjelang, ku berjalan serta Yesus

maka hatiku tenang. Banyak hal tak kupahami akan

masa menjelang. Tapi terang bagiku ini, tangan Tuhan


(11)

Kupanjatkan Syukur pada Allah Tritunggal, Allah

Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus. Terima

kasih buat penyertaan dan kasih setiaMu.

Skripsi ini kupersembahkan teruntuk kedua

orangtuaku,Bapa dan Mamih, saudaraku Lewi Frans

Setiawan dan Lewi Michael Setiadi, kekasihku

Aventus Pande Samosir.


(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi berjudul “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Mengenai Diet Diabetes Melitus Dengan Tingkat Konsumsi Energi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poli Penyakit Dalam Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung” ini merupakan syarat bagi Penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Dalam kesempatan baik ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membimbing, membantu dan memberikan dorongan dalam proses penyelesaian skripsi ini :

1. Dr. Sutyarso, M. Biomed selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 2. dr. Sahab Sibuea, M.Sc. selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh kasih

meluangkan waktu, memberikan ide, saran, kritikan, sabar dalam memberikan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(13)

3. dr. Diana Mayasari selaku Pembimbing Pendamping yang dengan ikhlas meluangkan waktu untuk membimbing penulis meskipun dalam keadaan sibuk diawal-awal kelahiran anak pertamanya;

4. dr. T.A. Larasati, M.Kes selaku Penguji atas waktu, saran, dan ilmu telah diberikan kepada penulis selama ini;

5. Semua staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang membantu dalam proses pembelajaran semasa kuliah dan penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Putu, Ibu Endang, Ibu Dwi, Bapak Yo, Mas Mardiyanto selaku perawat dan staf di poli Penyakit Dalam RSUD Abdul Moeloek atas izin yang diberikan pada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

7. Semua Bapak dan Ibu pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli Penyakit Dalam RSUD Abdul Moeloek yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sebagai responden.

8. Bapak dan Mamih sayang yang selalu mendukung, tak henti menyemangati dan mendorong dari jauh lewat setiap doa yang dipanjatkan untuk penulis.

9. Untuk Mas ku sayang yang selalu mau mendengarkan keluh kesah, memberikan saran, semangat dan nasihat, buat Maikel ku sayang yang selalu mendoakan penulis.

10.Aventus Pande Samosir terima kasih atas kasih, kesabaran, saran, nasihat yang diberikan kepada penulis, segala yang sulit terasa lebih mudah.

11.Untuk Heni dan Marlia yang meskipun ga ngerti curhatanku tapi tetap menjadi pendengar yang setia.

12.Teman-teman yang secara langsung membantu penelitian, Nadya dan Mega, bersama kita bisa!


(14)

13.Sahabat-sahabatku, Debora Febrina (Cuk), Yeni Octaria Bukit, Hema Meliny P., dan Ranintha Surbakti, terima kasih buat semangat dan doanya.

14.Teman-teman di Permako Medis yang tiada hentinya memberikan semangat dan doa. 15.Terima kasih kepada teman-teman sejawat dan seperjuangan, Dorlan, bersama kalian

saya dapat lalui ini semua dan juga kepada kakak dan adik tingkat 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, 2011, 2012.

Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Akhir kata, saran dan kritik yang membangun selalu diharapkan penulis untuk menyempurnakan penulisan-penulisan selanjutnya.

Bandar Lampung, 01 Februari 2013 Penulis,


(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan salah satu dari sekian banyak masalah kesehatan yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus diseluruh dunia antara 1- 5% dari total penduduk dunia (Susztak et al., 2006). Jumlah total pasien diabetes di dunia meningkat dari 171 juta di tahun 2000 menjadi 177 juta di tahun 2002 dan menjadi 334 juta di tahun 2003 (Wild et al., 2004). Pada tahun 2011 tercatat di seluruh dunia terdapat peningkatan yang tinggi hingga mencapai 366 juta orang, pada tahun 2012 meningkat kembali menjadi lebih dari 371 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2030 meningkat menjadi 552 juta orang (IDF, 2012). Sedikitnya 350 juta orang di seluruh dunia akan menderita diabetes melitus tipe 2 pada tahun 2030 (Perkeni, 2011). Pada tahun 2011 diabetes menyebabkan kematian pada 4,6 juta orang di seluruh dunia dan pada tahun 2012 meningkat menjadi lebih dari 4,8 juta orang. Tingginya angka kejadian diabetes di dunia menghabiskan biaya sekitar 465 juta USD di tahun 2011 dan meningkat hingga 471 juta USD di tahun 2012 untuk pengobatan dan perawatan (IDF, 2012).


(23)

2

Indonesia pada tahun 2011 merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes melitus ke-10 terbanyak di dunia setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Jepang, Mexico, Bangladesh dan Mesir yaitu sebesar 7,3 juta orang dan di tahun 2012 naik peringkat menjadi negara dengan jumlah penderita diabetes ke-7 setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Mexico yaitu sebesar 7,6 juta orang. Diperkirakan pada tahun 2030 Indonesia menempati peringkat ke-9 di dunia dengan jumlah penderita sebanyak 11,8 juta orang (IDF, 2012). Menurut WHO, Indonesia akan menduduki peringkat ke-3 pada tahun 2030 dengan jumlah penderita sebanyak 21,3 juta. Prevalensi nasional Diabetes Melitus (berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk umur > 15 tahun bertempat tinggal di perkotaan) adalah 5,7% (Riskesdas, 2007).

Provinsi Lampung memiliki angka prevalensi diabetes melitus diatas angka prevalensi nasional yaitu 6,2% (Riskesdas, 2007). Provinsi lain sebagai perbandingan yang memiliki angka prevalensi diatas angka prevalensi nasional adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Riau (Riskesdas, 2007). Sementara itu Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mencatat bahwa pada tahun 2005-2006 jumlah penderita diabetes melitus mengalami peningkatan 12% dari periode sebelumnya yaitu sebanyak 6.256 penderita (Dinkes Lampung, 2008). Angka kejadian diabetes melitus di provinsi Lampung untuk rawat jalan pada tahun 2009 per bulan rata-rata


(24)

3

mencapai 365 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 1103 orang (Dinkes Lampung, 2011).

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2007 menunjukkan prevalensi diabetes di Provinsi Lampung paling tinggi terjadi di Kota Bandar Lampung sebesar 0,9% dan terendah di Lampung Utara 0,1%, baik berdasarkan diagnosis maupun gejala.

Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Abdul Moeloek adalah rumah sakit yang menerima rujukan dari berbagai daerah di Provinsi Lampung. Setiap bulannya jumlah pasien yang berkunjung ke RSUD Abdul Moeloek khususnya di Laboratorium Rawat Jalan kurang lebih mencapai 1000 orang yang terdiri dari pasien askes dan umum. Hasil dari survey pendahuluan didapatkan penderita diabetes melitus pada poli penyakit dalam pada tahun 2010 tercatat terdapat 18453 orang dan meningkat di tahun 2011 penderita diabetes melitus pada poli penyakit dalam mencapai 19750 orang. Pada tahun 2012 sampai bulan September didapatkan penderita diabetes mencapai 18201 orang yang tidak menutup kemungkinan sampai akhir tahun akan melebihi tahun sebelumnya.

Total kematian karena diabetes diperhitungkan akan meningkat lebih dari 50% di 10 tahun yang akan datang (WHO, 2011). Diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang paling sering dijumpai. Jumlah penderita diabetes tipe 2 tercatat sekitar 90% dari total keseluruhan penderita diabetes di seluruh


(25)

4

dunia. Pada tahun 2004, di kalkulasikan 3,4 juta orang meninggal akibat tingginya kadar gula darah. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 juga menyatakan bahwa proporsi penyebab kematian akibat diabetes pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki peringkat ke-2 yaitu 14,7%. Dan di daerah pedesaan, Diabetes melitus menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

Tingginya angka penderita diabetes disebabkan karena kegagalan pasien dalam mempertahankan kadar glukosa darah tetap dalam keadaan terkontrol. Pengendalian kadar glukosa dapat dilakukan dengan menjalani pilar-pilar pengelolaan Diabetes Melitus. Pilar pengelolaan Diabetes Melitus terdiri dari 4 pilar, yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan makan, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis (Yunir,2006).

Hal yang terpenting dari penyakit Diabetes Melitus adalah memperhatikan bahan makanan yang dianjurkan oleh dokter. Selain bahan makanan yang dianjurkan harus juga memperhatikan bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi dan dihindari (Almatsier, 2004). Berdasarkan penelitian Rusmina (2010) di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat, menyatakan bahwa dari 26 orang (86,67%) dalam menjalankan terapi diet yang tidak patuh menunjukkan kadar gula diatas normal (200mg/dl) dan sebagian responden yaitu sebanyak 19 orang (63,34%) memiliki kadar gula darah puasa terkendali.


(26)

5

Hasil penelitian dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian Diabetes Melitus yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik Diabetes Melitus antara 20-30%. Namun dari penelitian ini didapatkan 75% respondennya tidak patuh dalam hal mengatur dietnya. Padahal tujuan utama dari terapi gizi ini adalah untuk membantu penyandang Diabetes Melitus memperbaiki kebiasaan gizi dalam rangka mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik (Sukardji, 2005). Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh rendahnya pengetahuan pasien mengenai diet diabetes melitus dan rendahnya pengetahuan akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap perubahan hidup sehat (Notoadmojo, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Febriyanti (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan sikap kepatuhan pasien dalam menjalani terapi diet diabetes melitus.

Sehubungan dengan tingginya jumlah penderita diabetes melitus setiap tahun, tingginya angka ketidakpatuhan terhadap diet, dan adanya hubungan signifikan antara pengetahuan dengan sikap dari peneliti terdahulu maka penulis tertarik melakukan suatu penelitian untuk mengetahui adakah hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet diabetes melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan Penyakit Dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.


(27)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan: adakah hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran pengetahuan mengenai diet Diabetes Melitus pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.


(28)

7

b. Mengetahui gambaran sikap pasien mengenai diet Diabetes Melitus pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

c. Mengetahui gambaran tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

d. Mengetahui hubungan pengetahuan pasien tentang diet Diabetes Melitus terhadap tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

e. Mengetahui hubungan sikap pasien tentang diet Diabetes Melitus terhadap tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Menambahkan pengetahuan dan informasi bagi peneliti tentang hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus.


(29)

8

2. Bagi klinisi

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan kepada para tenaga kesehatan untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang diet Diabetes Melitus pada pasien, mengubah sikap pasien dan turut serta memantau tindakan pasien mengenai diet sehingga pasien-pasien tersebut mampu mengontrol kadar gula sesuai target.

3. Bagi Pasien

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sumber bacaan pasien sebagai sumber ilmu pengetahuan.

4. Bagi Peneliti lain

Sebagai data dasar dan informasi tambahan penelitian tentang tentang hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teori

Penelitian ini dilakukan berdasarkan teori dari Lawrence Green dimana perilaku dibentuk dari 3 faktor yaitu faktor penguat, faktor pendukung dan faktor pendorong.


(30)

9

Gambar 1. Kerangka Teori berdasarkan Teori Precede Proceed (Lawrence Green, 1991)

Perilaku kesehatan ditentukan oleh faktor predisposing factors, terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,keyakinan, nilai enabling factors, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas, reinforcing factors, terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau dari kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Faktor Penguat

(Predisposing Factors): -Pengetahuan

-Sikap

-Kepercayaan -Keyakinan -dll

Faktor Pendukung (Enabling Factors):

-Ketersediaan fasilitas atau sarana-sarana kesehatan seperti puskesmas, obat- obatan, peralatan kesehatan.

Faktor Pendorong (Reinforce Factors):

-Sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat


(31)

10

2. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2. Kerangka Konsep

F. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pengetahuan tentang diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

2. Ada hubungan antara sikap tentang diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

Faktor Penguat (Predisposing Factors): - Pengetahuan

- Sikap

Tingkat Konsumsi Energi


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikimia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja insulin,atau keduanya (ADA, 2005). Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan kronik pada metabolisme ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut (Inzuchi, 2003).

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis, yang terjadi apabila pankreas tidak menghasilkan insulin yang adekuat atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang diproduksinya. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah yang dikenal dengan istilah hiperglikemia (WHO, 2011). Seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126


(33)

12

mg/dL dan pada waktu 2 jam selepas makan (postprandial) >200 mg/dL (PERKENI, 2011).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes mellitus menurut American Diabetes Association pada tahun 2005, yaitu :

1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

a. Melalui proses imunologik

Bentuk diabetes ini merupakan diabetes tergantung insulin, biasanya disebut sebagai juvenile onset diabetes. Hal ini disebabkan karena adanya destruksi sel beta pankreas karena autoimun. Kerusakan sel beta pankreas bervariasi, kadang-kadang cepat pada suatu individu dan kadang-kadang-kadang-kadang lambat pada individu yang lain. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah terjadi ketoasidosis. Pada diabetes tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Sebagai marker terjadinya destruksi sel beta pankreas adalah autoantibodi sel pulau langerhans dan atau aoutoantibodi insulin dan autoantibodi asam glutamate dekarboksilase sekitar 85-90 %


(34)

13

terdeteksi pada diabetes tipe ini. Diabetes melitus autoimun ini terjadi akibat pengaruh genetik dan faktor lingkungan.

b. Idiopatik

Terdapat beberapa diabetes tipe 1 yang etiologinya tidak diketahui. Hanya beberapa pasien yang diketahui mengalami insulinopenia dan cenderung untuk terjadinya ketoasidosis tetapi bukan dikarenakan autoimun. Diabetes tipe ini biasanya dialami oleh individu asal Afrika dan Asia.

2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Melitus

Pada penderita Diabetes Melitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk kedalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin ( reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah ) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset diabetes tipe ini perlahan-lahan karena itu gejalanya tidak terlihat (asimtomatik). Adanya resistensi yang terjadi


(35)

14

perlahan-lahan akan mengakibatkan pula kesensitifan akan glukosa perlahan-lahan berkurang. Oleh karena itu, diabetes tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.

3. Diabetes Melitus Tipe Lain a. Defek genetik fungsi sel beta :

1. Kromosom 12, HNF-1α 2. Kromosom 7, glukokinase 3. Kromosom 20,HNF-4 α

4. Kromosom 13, insulin promoter factor 5. Kromosom `17, HNF-1β

6. Kromosom 2, Neuro D1

b. DNA Mitokondria. Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A, leprechaunism, Sindrom Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik

c. Penyakit Eksokrin Pankreas yaitu : 1. Pankreatitis (radang pada pankreas)

2. Trauma/pankreatektomi (pankreas telah diangkat) 3. Neoplasma

4. Fibrosis kistik 5. Hemokromatosis 6. Pankreatopati

7. Fibro kalkulus (adanya jaringan ikat dan batu pada pankreas)


(36)

15

d. Endokrinopati :

1. Akromegali (terlampau banyak hormon pertumbuhan) 2. Sindrom cushing (terlampau banyak produksi

kortikosteroid dalam tubuh)

3. Feokromositma (tumor anbak ginjal) 4. Hipertiroidisme

5. Somasostatinoma 6. Aldostreroma

e. Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa

f. Infeksi : Rubella Kongenital

g. Sebab imunologi yang jarang : antibodi, antiinsulin (tubuh menghasilkan zat anti terhadap insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja memasukkan glukosa ke dalam sel)

h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes Melitus : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolfram’s.

4. Diabetes Melitus Gestasional

Pada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara selama masa kehamilan. Artinya kondisi intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. Diabetes Melitus Gestasional berhubungan dengan


(37)

16

meningkatnya komplikasi perinatal (sekitar waktu melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk menderita penyakit Diabetes Melitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. Diabetes tipe ini merupakan intoleransi karbohidrat akibat terjadinya hiperglikemia dengan berbagai keparahan dengan serangan atau pengenalan awal selama masa kehamilan.

Pada wanita hamil, jumlah hormon estrogen yang dimiliki lebih banyak daripada wanita normal karena plasenta juga menghasilkan estrogen yang bekerja secara simpatis sehingga secara tidak langsung menghambat pengeluaran insulin, mengakibatkan aktivasi glukagon untuk memecah glikogen yang menyebabkan kadar gula darah pada wanita hamil meningkat.

3. Faktor Resiko

Menurut PERKENI (2011), yang termasuk dalam faktor risiko Diabetes Melitus yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi : 1) Ras dan etnik

2) Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes) 3) Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat

seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan Diabetes Melitus.


(38)

17

4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita Diabetes Melitus gestasional (DMG). 5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi

yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi; 1) Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2). 2) Kurangnya aktivitas fisik.

3) Hipertensi (> 140/90 mmHg).

4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)

4. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis Diabetes Melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan kurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk (Price & Wilson, 2006).


(39)

18

5. Diagnosis Diabetes Melitus

Kriteria diagnostic diabetes menurut PERKENI tahun 2011 atau yang dianjurkan ADA (American Diabetes Association) yaitu bila terdapat salah satu atau lebih hasil pemeriksaan gula darah dibawah ini:

1. Kadar gula darah sewaktu (plasma vena) lebih atau sama dengan 200 mg/dl

2. Kadar gula darah puasa (plasma vena) lebih atau sama dengan 126 mg/dl

3. Kadar glukosa plasma lebih atau sama dengan 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral.

Diagnosis Diabetes Melitus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah menurut PDSPDI tahun 2006.

Tabel 1. Diagnosis Diabetes Melitus

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)

Plasma vena < 110 110-199 ≥ 200 Darah kapiler < 90 90-199 ≥200 Kadar glukosa darah

puasa (mg/dl)

Plasma vena < 110 110-125 ≥ 126 Darah kapiler < 90 90-109 ≥ 110 Sumber : PDSPDI, 2006.

6. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Modalitas utama dalam penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan


(40)

19

pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani, dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit Diabetes Melitus yang dilakukan secara terus menerus (Waspadji, 2007).

Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik. Tujuan pengelolaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penderita diabetes. Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar utama pengelolaan Diabetes Melitus, yang meliputi : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Pengelolaan diabetes dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (PERKENI, 2011).


(41)

20

7. Tingkat Konsumsi Energi Pasien Diabetes

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetisi). Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual (PDSPDI, 2006).

Berdasarkan WHO (2006), tujuan dari terapi gizi medis yang diterapkan pada semua orang dengan Diabetes Melitus adalah:

1) Untuk mencapai dan mempertahankan hasil metabolisme yang optimal yaitu: kadar gula darah normal, profil lipoprotein dan lipid yang dapat mengurangi resiko komplikasi makrovaskular dan tekanan darah yang dapat mengurangi penyakit vaskular.

2) Untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik dari diabetes

3) Untuk meningkatkan status kesehatan dengan pemilihan makanan yang sehat dan aktivitas fisik

4) Untuk dapat mengatur kebutuhan nutrisi individu berdasarkan pertimbangan personal, kebudayaan dan gaya hidup dengan menghormati keinginan individu dan keinginan untuk berubah.

Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi, bergantung pada kebutuhan apakah untuk


(42)

21

mempertahankan, menurunkan, atau meningkatkan berat tubuh (Price & Wilson, 2006).

Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat (PDSPDI, 2006).

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal kabohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik dimana kabohidrat dikonsumsi sebesar 60 – 70%, protein dikonsumsi sebesar 10 – 15% dan lemak sebesar 20 – 25 % dari total kalori. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati ideal (PERKENI, 2011).


(43)

22

Menurut PERKENI (2011), komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

1) Karbohidrat

a) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 60-70% total asupan energi. b) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

c) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

d) Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain

e) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

f) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake) g) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat

dalam sehari. Jika diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. 2) Lemak

a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. b) Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. c) Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

d) Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

e) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).


(44)

23

f) Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. 3) Protein

a) Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

b) Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.

c) Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

4) Natrium

a) Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.

b) Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.

c) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

5) Serat

a) Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. b) Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.


(45)

24

6) Pemanis alternatif

a) Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.

b) Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

c) Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. d) Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes

karena efek samping pada lemak darah.

e) Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, neotame.

f) Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI ).

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Depdiknas, 2001).

Pengaturan makan merupakan pilar utama dalam pengelolaan diabetes melitus, namun penderita diabetes melitus sering memperoleh sumber informasi yang kurang tepat yang dapat merugikan penderita tersebut,


(46)

25

seperti penderita tidak lagi menikmati makanan kesukaan mereka. Sebenarnya anjuran makan pada penderita diabetes melitus sama dengan anjuran makan sehat umumnya yaitu makan menu seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing penderita diabetes melitus.

Pengaturan diet pada penderita diabetes melitus merupakan pengobatan yang utama pada penatalaksanaan diabetes melitus yaitu mencakup pengaturan dalam:

1. Jumlah Makanan

Syarat kebutuhan kalori untuk penderita diabetes melitus harus sesuai untuk mencapai kadar glukosa normal dan mempertahankan berat badan normal. Komposisi energi adalah 60-70 % dari karbohidrat, 10-15 % dari protein, 20–25 % dari lemak.

Memakan aneka ragam makanan yang mengandung sumber zat tenaga, sumber zat pembangun serta zat pengatur.

a. Makanan sumber zat tenaga mengandung zat gizi karbohidrat, lemak dan protein yang bersumber dari nasi serta penggantinya seperti: roti, mie, kentang dan lain-lain.

b. Makanan sumber zat pembangun mengandung zat gizi protein dan mineral. Makanan sumber zat pembangun seperti kacang-kacangan, tempe, tahu, telur, ikan, ayam, daging, susu, keju dan lain-lain.


(47)

26

c. Makanan sumber zat pengatur mengandung vitamin dan mineral. Makanan sumber zat pengatur antara lain: sayuran dan buah-buahan.

Ada beberapa jenis diet dan jumlah kalori untuk penderita diabetes melitus menurut kandungan energi, karbohidrat, protein dan lemak.

Tabel 2. Jenis Diet Diabetes Melitus Menurut Kandungan Energi, Karbohidrat, Protein dan Lemak

Jenis diet Energi (kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g)

I 1100 172 43 30

II 1300 192 45 35

III 1500 235 51,5 36,5

IV 1700 275 55,5 36,5

V 1900 299 60 48

VI 2100 319 62 53

VII 2300 369 73 59

VIII 2500 396 80 62

Sumber: Almatsier, 2006 Keterangan:

- Jenis diet I s/d III diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.

- Jenis diet IV s/d V diberikan kepada penderita diabetes tanpa komplikasi. - Jenis diet VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja


(48)

27

Penentuan Jumlah Kalori Diet Diabetes berdasarkan persentase Relative Weight Body (RWB) atau Berat Badan Relatif (BBR) dengan rumus sebagai berikut :

BBR = x 100%

Gambar 3. Rumus Berat Badan Relatif (Tjokroprawiro, 2006)

Keterangan :

BB= Berat badan (kg) TB= Tinggi Badan (cm)

Tabel 3. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan BBR

Klasifikasi Status Gizi Berat Badan Relatif

1. Undernutrition 2. Underweight 3. Ideal

4. Overweight 5. Obesitas

BBR < 80% BBR < 90% BBR 90%-110% BBR > 110%

BBR 120% (Ringan), BBR 140% (Berat)


(49)

28

Tabel 4. Jumlah Kalori Sehari berdasarkan Status Gizi menurut BBR Klasifikasi Status Gizi Jumlah Kalori Sehari

1. Undernutrition 2. Underweight 3. Ideal

4. Overweight 5. Obesitas

1. BB x 60 kal 2. BB x 40 kal 3. BB x 30 kal 4. BB x 20 kal

5. BB x 15 kal (Ringan), BB x 10 kal (Berat)

Sumber: Tjokroprawiro, 2006

2. Jenis Bahan Makanan

Banyak yang beranggapan bahwa penderita diabetes melitus harus makan makanan khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya adalah menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu sangat penting bagi kita terutama penderita diabetes melitus untuk mengetahui efek dari makanan pada glukosa darah. Jenis makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus adalah makanan yang kaya serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan segar. Hal yang terpenting adalah jangan terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah (hipoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak makan makanan yang memperparah penyakit diabetes melitus.


(50)

29

Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi penderita diabetes melitus yaitu:

a. Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus adalah:

1). Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, kentang, singkong, ubi dan sagu.

2). Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulitnya, susu skim, tempe, tahu dan kacang-kacangan. 3). Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama mudah diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus dan dibakar.

b. Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk penderita diabetes melitus adalah:

1). Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir, gula jawa, sirup, jelly, buah-buahan yang diawetkan, susu kental manis, soft drink, es krim, kue-kue manis, dodol, cake dan tarcis.

2). Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji (fastfood), goreng-gorengan.

3). Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur asin dan makanan yang diawetkan (Almatsier, 2006).


(51)

30

3. Interval Makan Penderita Diabetes Melitus

Makanan porsi kecil dalam waktu tertentu akan membantu mengontrol kadar gula darah. Makanan porsi besar menyebabkan peningkatan gula darah mendadak dan bila berulang-ulang dalam jangka panjang, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi diabetes melitus. Oleh karena itu makanlah sebelum lapar karena makan disaat lapar sering tidak terkendali dan berlebihan. Agar kadar gula darah lebih stabil, perlu pengaturan jadwal makan yang teratur. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar yaitu makan pagi (20 %), siang (30 %), sore (25 %) serta 2-3 kali porsi kecil untuk makanan selingan masing-masing (10-15 %).

Tabel 5. Contoh Menu Sehari dengan Jenis Diet DM 1900 Kalori

Jenis makanan Berat (g) URT

Makan Pagi Nasi/penukar Lauk hewani Lauk nabati Sayuran A Buah Minyak Gula 100 50 25 100 0 10 0 1 gls 1 ptg ½ ptg 1 gls 0 ptg 1 sdm 0 sdm Jam 10.00

Buah 100 1 ptg

Makan Siang Nasi/penukar Lauk hewani Lauk nabati Sayuran B Buah Minyak Gula 200 50 50 100 100 10 0

1 ½ gls 1 ptg 1 ptg 1 gls 1 ptg 1 sdm 0 sdm


(52)

31

Jam 16.00

Buah 100 1 ptg

Makan Malam Nasi/penukar Lauk hewani Lauk nabati Sayuran B Buah Minyak Gula 150 50 25 100 100 10 0 1 gls 1 ptg ½ gls 1 gls 1 ptg 1 sdm 0 sdm Sumber : Depkes RI, 2009

Keterangan: - Gls : gelas

- Sdm : sendok makan - Ptg : potong - Sdg : sedang Nilai Gizi :

- Energi : 1912 kkal

- Protein : 60 g (12,5 % energi total) - Lemak : 48 g (22,5 % energi total - Karbohidrat : 299 g (62,5 % energi total) - Kolestrol : 303 mg


(53)

32

8. Komplikasi

1. Komplikasi Vaskuler

- Mata : Retinopati Neurophati (non poliferatif/ poliferatif), Macular edema, Katarak, Glaukoma

- Neuropati : sensorik dan motorik (mononeuropati dan polineuropati)

- Autonomik

2. Komplikasi nonvaskuler

- Gastrointestinal: diare, gastroparesis

- Genitourinary: disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde - manifestasi dermatologik

3. Ulkus Diabetikum (Alvin, 2008)

B. Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).


(54)

33

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Selain pengalaman, kita juga menjadi tahu karena kita diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dengan segala bentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Arikunto,2006). Sedangkan menurut Mundiri (2001) dalam Rahman (2003) pengetahuan adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu: tahu (know), memahami (comprehention), aplikasi (application), analisis (analilysis), sintesis (sintesis) dan evaluasi (evaluation). (Notoadmojo, 2005)

Notoadmojo, (2007) mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang. Perilaku yang di dasari oleh pengetahuan dan sikap positif, akan berlangsung langgeng. Pengetahuan penderita mengenai diabetes melitus merupakan sarana yang membantu penderita menjalankan penanganan diabetes selama hidupnya. Dengan demikian semakin banyak dan semakin baik penderita mengerti mengenai penyakitnya, maka


(55)

34

semakin mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya dan mengapa hal itu diperlukan (Waspadji, 2007).

2. Cara Mendapatkan Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

a. Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan

Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini dilakukan sebelum ditemukan metode ilmiah, yang meliputi :

1) Cara Coba Salah (Trial And Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila tidak berhasil, maka akan dicoba kemungkinan yang lain lagi sampai didapatkan hasil mencapai kebenaran.

2) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut


(56)

35

orang dapat memecahkan masalah yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut.

4) Melalui Jalan Pikiran

Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikiran.

b. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah (Notoatmodjo, 2005).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Umur

Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat beberapa tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya daripada orang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa (Nursalam, 2001).


(57)

36

Singgih D. Gunarso (1990) mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses–proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses perkembangan ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun.

Abu Ahmadi (1997) juga mengemukakan bahwa memori atau daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, tetapi pada umur–umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau pengingatan suatu pengetahuan akan berkurang.

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu (Sarwono, 1992). Pendidikan adalah salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi (Notoatmodjo, 2007).

Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media masa,


(58)

37

sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap (Koentjaraningrat, 1997).

Ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan yang rendah, seseorang dengan tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit menerima pesan, mencerna pesan, dan informasi yang disampaikan (Effendi, 1998). Seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan Wiet Hary dalam Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.

c. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik, pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pemngalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2002).


(59)

38

4. Tingkat Pengetahuan

Dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan karena didasari oleh kesadaran, rasa tertarik, dan adanya pertimbangan dan sikap positif. Tingkatan pengetahuan terdiri atas 6 tingkat yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang khusus dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, “Tahu“ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah gunanya untuk mengukur bahwa orang tahu yang dipelajari seperti: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan secara benar tentang objek yang diketahui, dapat menjelaskan materi tersebut dengan benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.


(60)

39

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada ditentukan (Notoatmodjo, 2005).

5. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. Pengukuran tingkat pengetahuan dimaksudkan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2005).


(61)

40

C. Sikap

1. Definisi Sikap

Mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang. Sikap manusia, atau untuk singkatnya disebut sikap, telah didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli (Azwar, 2007).

Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negative terhadap suatu objek psikologis (Azwar, 2007). Sikap atau Attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. Tidak ada sikap tanpa adanya objek (Gerungan, 2004). LaPierre mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.


(62)

41

Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu (Azwar, 2007).

Menurut Fishben & Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadiankejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (Dayakisni & Hudaniah, 2003).

Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran yaitu :

1. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

2. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan


(63)

42

kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

3. Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.

2. Komponen Sikap

Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu: a. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara


(64)

43

umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

3. Karakteristik Sikap

Menurut Brigham (Dayakisni dan Hudiah, 2003) ada beberapa ciri atau karakteristik dasar dari sikap, yaitu :

a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.

b. Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan.

c. Sikap dipelajari.

d. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang mengarah pada suatu objek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada objek itu dengan suatu cara tertentu.


(65)

44

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Azwar (2007) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

a. Pengalaman pribadi

Middlebrook mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas (Azwar, 2007).

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.


(66)

45

c. Pengaruh Kebudayaan

Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement) yang kita alami. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah (Azwar, 2007).

d. Media Massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri


(67)

46

individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.

f. Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

Menurut Bimo Walgito, pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :


(68)

47

a. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

b. Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap (Dayakisni & Hudaniah, 2003).

Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

a. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan. b. Karakter kepribadian individu

c. Informasi yang selama ini diterima individu (Dayakisni & Hudaniah, 2003).

D. Tindakan

1. Definisi tindakan

Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terbentuknya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga


(69)

48

diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo, 2007).

Green (1980) mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat untuk membuat perencanaan dan evaluasi kesehatan yang dikenal sebagai kerangka PRECEDE (predisposing, reinforcing and enabling causes in Educational Diagnosis ang Evaluation). Kemudian disempurnakan pada tahun 1991 menjadi PRECEDE-PROCEED (Policy, Regulatory Organizational Construct in Ediucational and Environmental Development) yang dilakukan bersama-sama dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan serta implementasi dan evaluasi ( Notoatmodjo, 2007).

Ada 3 ( tiga ) factor yang dapat berpengaruh atau menjadi sebab terjadinya masalah perilaku :

a. Faktor predisposisi (Predisposing) yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk kelompok predisposisi ini adalah :

1) Pengetahuan 2) Sikap


(70)

49

4) Kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu tersebut.

5) Beberapa karakteristik individu, misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan.

b. Faktor pemungkin (Enabling) yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut, terdiri atas :

1) Ketersediaan pelayanan kesehatan

2) Ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun biaya dan sosial.

3) Adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tertentu tersebut.

c. Faktor penguat (Reinforcing) yaitu faktor yang memperkuat atau kadang- kadang justru dapat memperlunak untuk terjadinya perilaku tersebut. Yang termasuk faktor penguat antara lain : pendapat, dukungan, kritik baik dari keluarga, teman-teman sekerja atau lingkungannya, bahkan juga dari petugas kesehatan sendiri.

2. Tingkatan Tindakan


(71)

50

a. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek yang akan dilakukan.

b. Respon terpimpin yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

c. Mekanisme yaitu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis d. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang yang sudah

berkembang dan dilakukan dengan baik (Notoatmodjo, 2007).

Menurut HBM (Health Belief Model) kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian.

Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian ketidakkekebalan mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. Keseriusan yang dirasakan orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani.

Penilaian kedua yang dibuat adalah antara keuntungan dan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan tindakan pencegahan atau tidak


(72)

51

yang berkaitan dengan dunia medis dan mencakup berbagai ancaman, seperti check up untuk pemeriksaan awal dan imunisasi. Penilaian ketiga yaitu petunjuk berperilaku sehat. Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan, misalnya media massa, promosi kesehatan dan nasihat orang lain atau teman (Maulana, 2009).

Sebagai kesimpulan, apabila individu bertindak untuk melakukan pengobatan dan pencegahan penyakitnya ada 3 hal yang berpengaruh terhadap upaya yang akan diambil yaitu :

1. Kerentanan yang Dirasakan

Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasa bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Keseriusan yang Dirasakan

Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakitnya akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat.

3. Manfaat dan Rintangan yang Dirasakan

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat atau serius, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan tersebut tergantung pada manfaat dan rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut.


(73)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu sebuah studi pada sekelompok orang pada satu titik waktu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Abdul Moeloek.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan 22 November – 22 Desember 2012.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.


(74)

53

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Melitus tipe 2 yang berobat di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

2. Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling dimana pengambilan responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data.

Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini meliputi: a. Bersedia menjadi subjek penelitian.

b. Pasien rawat jalan

c. Pasien DM tanpa komplikasi d. Pasien usia ≤ 70 tahun

D. Identifikasi Variabel

Adapun variabel pada penelitian ini adalah:

a. Variabel independen : pengetahuan pasien tentang diet Diabetes Melitus b. Variabel independen : sikap pasien tentang diet Diabetes Melitus


(75)

54

c. Variabel dependen : Tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus

E. Definisi Operasional

Tabel 6. Definisi Operasional Variabel Defenisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala

Keterangan Pengetahuan tentang diet Diabetes Melitus Kemampuan responden untuk menjawab kuesioner tentang diet Diabetes Melitus

Wawancara Kuesioner

Ordinal

Jika menjawab benar mendapat skor 1, jika menjawab salah mendapat skor 0 dengan jumlah 20 pertanyaan.

Dengan kriteria: 1. Baik bila >80

% pertanyaan dijawab benar oleh

responden. 2. Sedang bila

60 – 80 % pertanyaan dijawab benar oleh

responden. 3. Kurang bila

<60 % pertanyaan dijawab benar oleh responden Sikap tentang diet Diabetes Melitus Pandangan responden mengenai diet diabetes

Wawancara Kuesioner Ordinal

Terdapat 10 pernyataan dengan 3 pilihan jawaban, bila memilih jawaban setuju mendapat skor 2, bila


(76)

55

memilih kurang setuju mendapat skor 1, dan tidak setuju mendapat skor 0.

Dengan kriteria: 4. Baik (≥ nilai

median) 5. Kurang (< nilai

median) Tingkat konsumsi energi pasien Diabetes Melitus Respon pasien terwujud dalam bentuk tingkat konsumsi makanan yang sesuai dengan anjuran dilihat dari kesesuaian asupan energinya.

Wawancara Food recall

Ordinal Hasil pembagian konsumsi energi dengan kebutuhan energi dikalikan 100%. Hasil dalam % dikategorikan menjadi

1.Baik : 80 – 110 % AKG.

2.Kurang : < 80% AKG.

3.Lebih : > 110% AKG

(WNPG,2004)

F. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menggunakan data primer yaitu wawancara langsung menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan sikapnya, serta menggunakan food recall 24 jam untuk mengetahui pola makan pasien dilihat dari asupan energi total pasien sebelum berobat, jika pasien tidak mengetahui energi kalori dalam sehari


(77)

56

dilakukan perhitungan total energi kalori sehari menggunakan rumus BBR (Terlampir, yang merupakan rumus pengukuran khusus penderita Diabetes Melitus).

G. Pelaksanaan Penelitian

a. Tahap Awal

Pelaksanaan penelitian diawali dengan meminta izin kepada pihak pimpinan di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung untuk melakukan penelitian.

b. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahapan ini kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:

1) Meminta kesediaan responden untuk mengisi kuesioner dengan informed consent.

2) Mengumpulkan data dengan wawancara langsung oleh peneliti. 3) Melakukan pengisian kuesioner

4) Melakukan pengisian food recall 24 jam

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data diperoleh dengan cara menilai data primer berupa pengisian kuesioner dan food recall 24 jam oleh pasien Diabetes Melitus di bangsal penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar


(78)

57

Lampung. Data yang diperoleh dari food recall diolah terlebih dahulu secara manual ataupun dengan bantuan aplikasi nutrisi terkomputerisasi yaitu NutriSurvey. Setelah diketahui energi totalnya kemudian diolah menggunakan perangkat lunak SPSS 16,0 for Windows. Selanjutnya, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:

a. Coding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis

b. Data Entry, memasukkan data ke dalam komputer

c. Verifying, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer

d. Computer Output, hasil analisis yang telah dilakukan oleh komputer kemudian dicetak

2. Analisis Data

Dengan melihat data yang diperoleh dari hasil kuesioner dan food recall 24 jam data akan diolah dengan alat bantu perangkat lunak SPSS 16,0 for Windows. Untuk analisis data digunakan analisis data univariat & analisis bivariat.

a. Analisis data univariat adalah analisis data untuk mengetahui gambaran masing-masing variabel yaitu pengetahuan tentang diet Diabetes Melitus; sikap tentang diet Diabetes Melitus; tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit


(79)

58

dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

b. Analisis data bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pasien mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pasien; hubungan antara sikap pasien mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi Square yaitu:

Keterangan: x2 = Kai kuadrat

fo = Frekuensi hasil observasi dari sampel penelitian

fh = Frekuensi yang diharapkan pada populasi penelitian dengan α=0,05

Tetapi bila tidak memenuhi syarat uji chi square, maka digunakan uji alternatifnya yaitu Kolmogorov-Smirnov (untuk tabel 2x3) dan Pengabungan sel (untuk tabel 3x3) (Priyatno, 2008).


(1)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta.

Depdiknas. 2001. Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Pusat Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.

Depkes RI. 1994. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta

Depkes RI., 2008. Diabetes Mellitus Ancaman Umat Manusia di Dunia. http://www.depkes.go.id/indeks/

Dinas Kesehatan Bandar Lampung. 2008. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Bandar Lampung

Dinas Kesehatan Bandar Lampung. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Dini, A. 2011. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Diabetes Melitus Dan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung. Bandar Lampung: Program Studi Kedokteran

Universitas Lampung.

Efendi, N. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi II.Jakarta: EGC

Elnovriza, D. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Status Gizi USILA di Kota Padang Tahun 2006. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol 1, No 1.

Evelien, H. 2001. Tinjauan Sosial Ekonomi Konsumsi Pangan dan Status Gizi anak bawah Dua Tahun di Kawasan Taman Nasional Bunaken Propinsi Sulawesi Utara Bogor. Bogor: Program Pascasarjana Institut pertanian Bogor.


(2)

Febriyanti. 2007. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Kepatuhan Pasien Diabetes mellitus dalam Menjalankan Terapi Diet Diabetes Melitus. Surakarta : Program Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fox, C. 2010. Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Depok: Penebar Plus.

Hadisaputro, S. 2007. Epidemiologi dan factor-faktorrisiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Diabetes Melitus ditinjau dari berbagai Aspek penyakit. 2007;133-53.

IDF (International Diabetes Federation). 2012. IDF Diabetes Atlas, [online]. Available from : http//www.idf.org/diabetesatlas/what-is-diabetes [Accessed 12 November 2012]

Inzuchi, S. 2003. Classification and Diagnosis of Diabetes Mallitus. In Editor Porte D Jr et al. Ellenberg & Rifkin’s. Diabetes Mellitus, Sixth Edition McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York. P. 265-275.

Ismayadi. 2004. Proses Menua( Aging Process). Sumatera Utara: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Isniati. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus dengan Keterkendalian Gula Darah di Poliklinik RS Perjan Dr. M. Djamil Padang Tahun 2003: Jurnal Penelitian: UNPAD.

George J. Mouly. 1973. Psichology for effective teaching, New York : Holt Renehart and Winston, Inc, h. 413

Gerungan, 2004. Psikologi Sosial. Bandung : Refika Aditama.

Gunarso, D. 1990. Psikologis Praktis Anak Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Agung Mulia.

Gunarso, D. 2000. Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta: PT.Gunung Mulia.

Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Bermasyarakat, Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.


(3)

Maemun, S. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Menjalankan Terapi Diet Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Puskesmas Mranggen I Kabupaten Demak. Semarang: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

Maulana, HDJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. 2006. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus FKUI.

Mihardja, L. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Mundiri. 2001. Logika. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ningsih, R. 2008. Analisis Perilaku Sadar Gizi Ibu Serta Hubungannya Dengan Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Balita Di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Bogor : Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka cipta.

Notoatmodjo, S. 2003. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Nuraeni, S. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Tubuh Ideal dengna Tingkat Konsumsi Energi dan Protein. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang.


(4)

Nurhayati, Y. 2009. Obesitas pada Anak. Tulung Agung: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hutama Abdi Husada Tulungagung

Nursalam. 2001. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PDSPDI). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.

Pramudiarja, U. 2011. Ukuran Tubuh Manusia 100 Tahun Mendatang Bakal Menyusut.http://www.detikhealth.com/read/2011/06/16/092859/1661459/

763/ukuran-tubuh-manusia-100-tahun-mendatang-bakal-menyusut?ld991103763 [Diakses pada tanggal 12 Desember 2012].

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta : EGC.

Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.

Ramadhan, 2008. Seberapa Sehatkah Hidup Anda. Jogjakarta : Penerbit Think.

Rahmadiliyani, N. 2008. Hubungan Pengetahuan tentang Penyakit dan Komplikasi pada Penderita Diabetes melitus dengan Tindakan Mongontrol Kadar Gula Darah di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Gatak Sukoharjo. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. I, No. 2 , 63-68.

Rahman, Maman. 2003. Filsafat Ilmu. UPT UNNES Press : UPT MKU Universitas Negeri Semarang

Rahmawati. 2009. Pengaruh Status Gizi Terhadap Kejadian Hiperglikemia Pada Pegawai Negeri Sipil: Studi Kasus Di Kota Depok Tahun 2009. Gizi Indon 2009, 32(2):163-177


(5)

Rusimah. 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi dengan Kepatuhan Diet pada Penderita Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2010. Banjarmasin: Program Studi S1 Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo.

Rusmina, D. 2010. Hubungan Kepatuhan dalam Menjalankan Diet dengan Gula Darah Terkontrol pada pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RS AL dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. Jakarta: Program studi ilmu keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Sarwono, S. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia

Santoso, S. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Sholikhati, A. 2002. Jenis-jenis Pengetahuan. Semarang: Program Magister Teknik Kimia Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang

Sukardji, K. 2005. Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Mellitus dalam Penatalaksanaan Diet Diabetes Mellitus Terpadu. Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta : FKUI

Susztak K, Raff AC, Schiffer M. 2006. Glucose-induced reactive oxygen species cause apoptosis of podocytes and podocyte depletion at the onset of diabetic nephropathy. Diabetes 55: 225-33.

Suyono, S. 2002. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suyono, S., S. Djauzi. 2006. Penyakit Degeneratif dan Gizi Lebih. Widiya Karya Pangan dan Gizi. Jakarta : LIPl

Tedjapranata M, 2009. Diabetes Mellitus, http://www.gbimawarsaron.com (diakses pada: 3 Desember 2012).


(6)

Tjokroprawiro, A. 2006. Hidup Sehat & Bahagia Bersama Diabetes Melitus. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Waspadji, S. 2007. Pedoman Diet Diabetes Melitus. FKUI. Jakarta.

Wild, S. 2004. Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and

projections for 2030.

http://care.diabetesjournals.org/content/27/5/1047.full?sid=8cbb76e6-4e73-404e-a105-7299c55ff078

WHO (World Health Organization). Definition and diagnosis of Diabetes mellitus and intermediate Hyperglycemic. Geneva, Switzerland, IDF; 2006:5

WHO (World Health Organization). 2011. Guidelines for the Prevention,

Management and Care of Diabetes Mellitu.Series 33. EMRO Technical

Publications Series

WHO (World Health Organization). 2011. Ten Facts About Diabetes. http://www.who.int/features/factfiles/diabetes/facts/en/index.html.

Yumuk, V.D., et al., 2005. High Prevalence of Obesity and diabetes Mellitus in Konya, a Central Anatolian City in Turkey. Diabetes research and Clinical Practise 70: 151-58.

Yunir E, Soebardi S. Terapi non farmakologis pada diabetes mellitus. Dalam Sudoyo AW, dkk (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2009.