Pemasangan Implan Gigi Pada Pasien Diabetes Melitus.

(1)

PEMASANGAN IMPLAN GIGI PADA PASIEN DIABETES

MELITUS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

RADHADEVI KUPPUSAMY NIM: 070600169

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Bedah Mulut

Tahun 2010

Radhadevi Kuppusamy

Pemasangan Implan Gigi Pada Pasien Diabetes Melitus viii+ 40 halaman

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang dijangka meningkat kepada 180 juta penduduk pada tahun 2030 menurut World Health Organization(WHO). Dahulu pemasangan implan merupakan kontra indikasi pada pasien diabetes melitus karena ia dihubungkan dengan berbagai kelainan, termasuk peningkatan resiko infeksi, gangguan penyembuhan luka dan periodontitis. Sejak implan gigi dan teknik pengontrolan diabetes melitus telah berkembang, terapi implan telah menjadi sangat lazim dikalangan penderita diabetes melitus.

Penggunaan implan tipe Branemark Titanium Implant sangat sesuai untuk penderita diabetes melitus dan ini telah terbukti dalam beberapa studi. Keberhasilan pemasangan implan sangat bergantung kepada tindakan-tindakan yang dilakukan sebelum, semasa dan sesudah perawatannya. Pemberian antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin dan penisilin serta obat kumur chlorhexidine gluconate 0.12% akan membantu mengurangkan infeksi dan perkembangan bakteri yang akan menunjang kepada penyembuhan luka yang lama. Kadar gula darah pasien harus


(3)

Pada penderita diabetes melitus terkontrol yang menjalani terapi implan kini menunjukkan keberhasilan yang tinggi dan tidak mengalami persentase kegagalan yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan populasi yang sehat apabila kadar gula darah penderita diabetes berada pada kadar yang terkontrol.


(4)

PEMASANGAN IMPLAN GIGI PADA PASIEN DIABETES

MELITUS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

RADHADEVI KUPPUSAMY NIM: 070600169

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 7 Januari 2011

Pembimbing : Tanda tangan

Olivia Avriyanti Hanafiah ,drg., Sp.BM ... NIP : 19730422 199802 2001


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 7 Januari 2011

TIM PENGUJI KETUA : Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Abdullah, drg

2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan, atas berkat rahmatNya yang diberikan kepada penulis, sehingga sehingga skripsi ini telah selesai disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Olivia Avriyanti H,.drg,.Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Eddy.A. Ketaren,.drg,.Sp.BM selaku kepala Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Nevi Yanti,.drg,.MKes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

4. Seluruh staf pengajar FKG USU khususnya Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial yang telah memberi ilmu dan bimbingan di bidang Kedokteran Gigi.


(8)

5. Teristimewa buat ibu tercinta, Parvathy yang telah memberikan kasih sayang, didikan, doa dan dukungan baik moril maupun materi dan hanya Tuhan saja yang dapat membalasnya.

6. Abang Superemaneyam, Mariappan, dan Yogeswaran serta kakak Uma dan Usha yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan moral. 7. Teman-teman terdekat penulis yaitu Slye, Akila, Alicia, Cecilia, Yoges,

Chankar, Sam dan teman yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini kurang sempurna, tetapi penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat.

Medan, 7 Januari 2011

Penulis

(Radhadevi Kuppusamy)


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

BAB 2 IMPLAN GIGI

2.1 Definisi Implan Gigi 4

2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemasangan Implan 5

2.3 Klasifikasi Implan Gigi 6

2.3.1 Berdasarkan Bahan yang Digunakan 6 2.3.2 Berdasarkan Penempatannya Dalam Jaringan 7 2.3.3 Berdasarkan Pilihan Perawatan 11 2.4 Penatalaksanaan Faktor Resiko Dalam Pemasangan

Implan 12

2.4.1 Rencana Perawatan 12

2.4.1.1 Kondisi Sistemik Pasien 13

2.4.1.2 Kondisi Daerah Implan 14

2.4.1.3 Persetujuan Tindakan Medis 14

2.4.2 Pembuatan Protesa 14

BAB 3 DIABETES MELITUS

3.1 Pengertian Diabetes Melitus 15

3.2 Klasifikasi Diabetes Melitus 17

3.2.1 Diabetes Melitus Tipe I: Insulin Dependent

Diabetes Melitus (IDDM) 17

3.2.2 Diabetes Melitus Tipe II : Non Insulin Dependent


(10)

3.2.3 Diabetes Melitus Tipe Gestasional (GDM) 18 3.2.4 Diabetes Melitus Tipe Tipe Spesifik Lain 18

3.3 Komplikasi Diabetes Melitus 18

3.3.1 Komplikasi Sistemik 19

3.3.2 Komplikasi Oral 19

3.4 Pertimbangan Khusus Untuk Terapi Implan Pada Pasien

Diabetes Melitus 22

3.4.1 Penyembuhan Dan Resiko Infeksi Pasca Operasi 22

3.4.2 Penilaian Peri-operatif 22

BAB 4 PROSEDUR PEMASANGAN IMPLAN DAN PASCA BEDAH

4.1 Persiapan Pre-operatif 24

4.2 Pemasangan Implan Gigi 24

4.3 Tindakan Bedah 25

4.3.1 Bentuk Flep 25

4.3.2 Penempatan Implan Dalam Tulang Rahang 25

4.3.3 Osseointegrasi 27

4.3.4 Pemasangan Abutment Connection 28

4.3.5 Pembuatan Protesa 29

4.4 Pasca Bedah 31

4.4.1 Perawatan Pasca Bedah 31

4.4.2 Evaluasi Subjektif Dan Evaluasi Objektif 32

4.5 Komplikasi 33

BAB 5 KESIMPULAN 34

DAFTAR PUSTAKA 36


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar implan gigi menyerupai gigi asli 4 2. Gambar implan subperiostal yang pertama dikenalkan 8

3. Gambar implan subperiostal 9

4. Gambar implan endosteal 10

5. Gambar implan transosteal 11

6. Gambar penyakit periodontal pada pasien diabetes melitus 21

7. Gambar kandidiasis oral 21

8. Gambar tahap pemasangan implan 26

9. Gambar proses osseointegrasi 27

10.Gambar pemasangan abutment connection 29

11.Gambar pembuatan protesa 30


(12)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Bedah Mulut

Tahun 2010

Radhadevi Kuppusamy

Pemasangan Implan Gigi Pada Pasien Diabetes Melitus viii+ 40 halaman

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang dijangka meningkat kepada 180 juta penduduk pada tahun 2030 menurut World Health Organization(WHO). Dahulu pemasangan implan merupakan kontra indikasi pada pasien diabetes melitus karena ia dihubungkan dengan berbagai kelainan, termasuk peningkatan resiko infeksi, gangguan penyembuhan luka dan periodontitis. Sejak implan gigi dan teknik pengontrolan diabetes melitus telah berkembang, terapi implan telah menjadi sangat lazim dikalangan penderita diabetes melitus.

Penggunaan implan tipe Branemark Titanium Implant sangat sesuai untuk penderita diabetes melitus dan ini telah terbukti dalam beberapa studi. Keberhasilan pemasangan implan sangat bergantung kepada tindakan-tindakan yang dilakukan sebelum, semasa dan sesudah perawatannya. Pemberian antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin dan penisilin serta obat kumur chlorhexidine gluconate 0.12% akan membantu mengurangkan infeksi dan perkembangan bakteri yang akan menunjang kepada penyembuhan luka yang lama. Kadar gula darah pasien harus


(13)

Pada penderita diabetes melitus terkontrol yang menjalani terapi implan kini menunjukkan keberhasilan yang tinggi dan tidak mengalami persentase kegagalan yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan populasi yang sehat apabila kadar gula darah penderita diabetes berada pada kadar yang terkontrol.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization, lebih dari 180 juta orang menderita diabetes melitus, salah satu masalah kesehatan yang paling sering di dunia, dimana jumlah penderita diabetes melitus diperkirakan meningkat dua kali lipat menjelang tahun 2030.(1) Diabetes melitus adalah salah satu penyakit metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah akibat dari kekurangan sekresi insulin, atau fungsi insulin, ataupun keduanya.(2) Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah agar tetap normal. Insulin berfungsi untuk memasukkan gula dari dalam otot ke dalam jaringan sehingga tubuh dapat menghasilkan energi. Diabetes melitus dikarakteristikan kepada dua yaitu; hiperglikemia dan intoleransi glukosa.(3)

Hiperglikemia digunakan untuk menyatakan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah sedangkan intoleransi glukosa berhubungan dengan resistensi insulin. Terdapat dua jenis diabetes idiopatik, diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1, dikenali sebagai insulin dependent atau childhood-onset diabetes, dimana terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.(4,5,6) Diabetes tipe 2, dikenali dengan


(15)

penggunaan insulin oleh tubuh. Paling sering disebabkan karena kelebihan berat badan dan ketidak aktifan secara fisikal.(2,7)

Implan gigi adalah salah satu metode yang digunakan untuk menggantikan gigi yang hilang. Implan secara langsung di tanam ke dalam tulang, ia memberikan stabilitas pada gigi baru, penampilan lebih alami, dan meminimalkan resiko resorpsi tulang dan atrofi, berbeda dengan metode tradisional lainnya.(1,8,9) Oleh karena ini, implan gigi menjadi semakin populer sejak belakangan ini. Dalam implan gigi terjadi proses osseointegrasi dimana pada proses ini terjadinya kontak langsung antara implan dan tulang rahang.(10) Ada studi yang menyatakan penyembuhan luka pada pasien diabetes adalah agak lambat setelah operasi, maka karena hal itu lebih cenderung menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan.(11,12) Proses penyembuhan luka melibatkan migrasi, adhesi, profilerasi dan diferensiasi berbagai tipe sel.(13) Diabetes melitus mengakibatkan penyembuhan luka yang agak lama karena pengurangan pasokan vaskular akibat mikroangiopati, penurunan pertahanan host, formasi AGE’s

(advanced glycation end products), penurunan produksi kolagen dan peningkatan

aktivitas kolagen.(1,2)

Di saat yang sama, pada saat teknik penatalaksanaan diabetes melitus telah berkembang, banyak bukti yang menunjukkan bahawa pasien-pasien diabetes melitus yang terkontrol kadar gula darahnya secara efektif memiliki resiko yang lebih rendah untuk mengalami berbagai komplikasi kesehatan dibanding pasien yang tidak terkontrol. Sebagai contoh, telah terbukti bahwa pasien diabetes melitus yang terkontrol dengan baik mempunyai respon yang baik terhadap terapi periodontal dan


(16)

memiliki komplikasi sistemik yang lebih kecil dibanding pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol.(11) Demikian juga, tingkat infeksi terlihat lebih buruk pada pasien yang tidak terkontrol. Kesadaran akan perbedaan seperti ini telah menghasilkan keterbukaan yang lebih besar terhadap gagasan bahwa pasien diabetes melitus bisa menjadi kandidat yang baik untuk pemasangan implan gigi.

Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai teknik pemasangan implan pada pasien diabetes melitus dan pertimbangan khusus yang diambil sebelum operasi.

 


(17)

BAB 2 IMPLAN GIGI

2.1 Definisi Implan Gigi

Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah suatu alat yang ditanam secara bedah ke dalam jaringan lunak atau tulang rahang sehingga dapat berfungsi sebagai akar pengganti untuk menahan gigi tiruan maupun jembatan.(9,14)

Keuntungan implan gigi adalah restorasi tersebut sangat menyerupai gigi asli karena tertanam di dalam jaringan sehingga dapat mendukung dalam hal estetik, perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

 

Gambar 1. Implan menyerupai gigi asli.(Taylor T. D,and Laney. W.R. Dental Implant.<http://dentalimplants.uchc.edu/about/index. html> ) 


(18)

Pada prinsipnya implan gigi memerlukan bahan yang dapat diterima jaringan tubuh, cukup kuat dan dapat berfungsi bersama-sama dengan restorasi protesa di atasnya. Menurut Boskar (1986) dan Reuther (1993), syarat implan gigi adalah sebagai berikut : (8,9,14,15,16)

1. Biokompatibel

Yang dimaksud dengan biokompatibel adalah non toksik, non alergik, non karsinogenik, tidak merusak dan mengganggu penyembuhan jaringan sekitar serta tidak korosif.

2. Cukup kuat untuk menahan beban pengunyahan 3. Resistensi tinggi terhadap termal dan korosi

4. Elastisitasnya sama atau hampir sama dengan jaringan sekitar 5. Dapat dibuat dalam berbagai bentuk

2.2 Indikasi Dan Kontra indikasi Pemasangan Implan

Indikasi pemasangan implan gigi adalah : (8,9,14,16)

1. Pada pasien dengan ketebalan tulang rahang yang cukup. 2. Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang baik.

3. Pasien yang kehilangan semua atau sebagian gigi geliginya, akan tetapi sulit memakai gigi tiruan konvensional akibat adanya koordinasi otot mulut yang kurang sehingga stabilitas gigi tiruan sulit tercapai atau adanya refleks muntah sehingga sulit memakai gigi tiruan.


(19)

Kontra indikasi pemasangan implan gigi : (8,9,14,16)

1. Pada pasien dengan keadaan patologi pada jaringan lunak dan keras. 2. Luka ekstraksi yang baru.

3. Pasien dengan penyakit sistemik.

4. Pasien yang hipersensitif terhadap salah satu komponen implan.

5. Pasien dengan kebiasaan buruk seperti bruksism, merokok dan alkohol. 6. Pasien dengan kebersihan mulut yang jelek.

2.3 Klasifikasi Implan Gigi

Implan dapat diklasifikasikan kepada tiga kategori, antara lain : 1. Berdasarkan bahan yang digunakan.

2. Berdasarkan penempatannya dalam jaringan. 3. Berdasarkan pilihan perawatan.

2.3.1 Berdasarkan bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan untuk implan gigi, antara lain : (8,9)

1. Logam

Terdiri dari Stainless Steel, Vitallium, Titanium dan logam. Pemakaian Stainless Steel merupakan kontra indikasi bagi pasien yang alergi terhadap nikel, pemakaiannya juga dapat menyebabkan arus listrik galvanik jika berkontak dengan logam campuran atau logam murni. Vitallium paling sering digunakan untuk


(20)

kerangka implan subperiosteal. Titanium terdiri dari titanium murni dan logam campuran titanium yang tahan terhadap korosi. Implan yang dibuat dari logam dengan lapisan pada permukaan adalah implan yang menggunakan titanium yang telah diselubungi dengan lapisan tipis keramik kalsium fosfat pada bagian strukturnya.

2. Keramik

Keramik terdiri keramik bioaktif dan bio-inert. Bioaktif berarti bahan yang memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan tulang baru disekitar implan, contoh dari bahan ini adalah hidroksiapatit dan bioglass. Bio-inert adalah bahan yang bertolenrasi baik dengan tulang tetapi tidak terjadi formasi tulang.

3. Polimer dan komposit

Polimer dibuat dalam bentuk porus dan padat, digunakan untuk peninggian dan penggantian tulang. Ia merupakan suatu bahan yang sukar dibersihkan pada bagian yang terkontaminasi dan pada partikel porusnya karena sifatnya yang sensitif terhadap formasi sterilisasi.

2.3.2 Berdasarkan penempatannya dalam jaringan.

Menurut lokasi tempat implan ditanam, maka implan gigi terdiri dari :

a) Implan subperiosteal(8,9,17,18)


(21)

dalam tulang, melainkan diletakkan diatas tulang alveolar dan dibawah periosteum. Terutama digunakan pada kondisi rahang yang mengalami atrofi yang hebat, apabila pasien telah mengalami kegagalan berkali-kali dalam pemakaian protesa atau pada kasus dimana proses atrofi menimbulkan rasa sakit pada daerah mentalis.(18) Implan ini memerlukan teknik insersi dua tahap.(17) Penggunaan implan subperiosteal pada rahang atas telah dibatasi karena dilaporkan bahwa keberhasilannya dalam lima tahun tidak mencapai 75%. Implan ini juga tidak dianjurkan untuk ditempatkan pada tempat yang antagonisnya merupakan gigi asli.

Gambar 2. Implan subperiosteal yang pertama diperkenalkan oleh Muller dan Dahl pada tahun 1948 (Booth P.W, Schendel S.

Maxillofacial Surgery : Advanced Oral Implanthology. 2nd ed. Germany : Elsevier, 2007 : 1572-88)


(22)

 

Gambar 3. Implan subperiosteal. (Taylor T. D,and Laney. W. R. Dental Implant. <http://dentalimplants.uchc.edu/images/about_implants/image_page20_subperio steal.jpg >)

 

b) Implan endosteal

Implan endosteal ditanam ke dalam tulang rahang melalui gusi dan periosteum, sebagian tertanam dan terkait dalam tulang. Implan ini mempunyai tiga desain dasar yaitu blade, cylinder dan screw.(8,17)Dalam implan endosteal diharapkan terjadi osseointegrasi yaitu penyatuan tulang dengan implan tanpa diperantarai jaringan lunak. Popularitas implan endosteal semakin meningkat, terlihat dari banyaknya pilihan desain yang dapat digunakan. Laporan-laporan menyebutkan bahwa tingkat keberhasilannya dapat melebihi 15 tahun apabila teknik bedah dan perawatan pasca bedah dilakukan dengan baik.(18) Ditinjau dari teknik bedahnya, implan endosteal terdiri dari teknik insersi satu tahap dan insersi dua tahap.(17,18) Pada teknik satu tahap, pembedahan hanya dilakukan sekali sehingga tonggak abutment


(23)

menonjol keluar mukosa setelah operasi selesai. Sedangkan pada teknik dua tahap, operasi dilakukan dua kali yaitu operasi pertama untuk meletakkan implan pada tulang rahang. Setelah masa penyembuhan, dilakukan operasi kedua untuk pemasangan abutment.

Gambar 4. Implan endosteal. (Taylor T. D,and Laney. W. R. Dental Implant. <http://dentalimplants.uchc.edu/about/types.html> )

 

c) Implan transosteal atau transosseous(8,10)

Merupakan implan gigi yang menembus tulang rahang dan hanya digunakan pada rahang bawah. Implan jenis ini jarang dipakai dan dilaporkan memiliki tingkat keberhasilan yang rendah.


(24)

Gambar 5. Implan transosteal. (Taylor T. D,and Laney. W. R.

Dental

Implant.<http://dentalimplants.uchc.edu/images/about_implants/im age_page21_transosteal.jpg>)

 

2.3.3 Berdasarkan pilihan perawatan

Pada tahun 1989, Misch melaporkan bahwa terdapat lima pilihan perawatan berdasarkan prostetik pada implan. Dari kelima pemilihan perawatan tersebut tiga yang pertama merupakan protesa cekat (FP), dimana ia boleh disekrupkan atau disemenkan. Protesa cekat diklasifikasikan berdasarkan jumlah struktur jaringan keras dan lunak yang diganti.(8)

Dua lagi merupakan protesa lepasan (RP) yang diklasifikasikan berdasarkan kekuatannya.(8)

 FP-1 : Protesa cekat, hanya mahkota gigi yang diganti; tampak seperti gigi asli

 FP-2 : Protesa cekat; mahkota dan sebagaian dari akarnya tampak normal pada sebagian oklusal tetapi mengalami elongasi pada sebagian gingiva.


(25)

 FP-3 : Protesa cekat; menggantikan mahkota yang hilang dan warna gingiva sebagian dari ruang edentulus; protesa yang paling sering digunakan adalah gigi palsu dan gingiva akrilik, tetapi boleh dibuat dari porselen atau logam

 RP-4 : Protesa lepasan; dukungan overdenture sepenuhnya oleh implan.

 RP-5 : Protesa lepasan; dukungan overdenture oleh jaringan lunak dan implan.

2.4 Penatalaksanaan Faktor Resiko Dalam Pemasangan Implan

2.4.1 Rencana perawatan

Dokter gigi harus memahami dan berkomunikasi dengan pasien bahwa pemasangan implan tidak selamanya sukses. Faktor yang bisa mempengaruhi keberhasilan perawatan implan ini harus dipertimbangkan sejak tahap rencana perawatan, termasuk resiko operasi, potensi kegagalan dan desain protesa pada restorasi akhir. (15,17,19)

2.4.1.1 Kondisi sistemik pasien

Kondisi medis dan terapi dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan implan gigi, dan melalui pemeriksaan secara menyeluruh kondisi medis pasien sebelum pemasangan implan sangat penting untuk dipertimbangkan. (8,20) Misalnya, diabetes melitus bukan merupakan kontra indikasi pemasangan implan, tetapi diabetes melitus harus berada dalam keadaan terkawal dan pasien harus memahami bahwa tahap keberhasilan pada pasien diabetes melitus mempunyai persentase sedikit


(26)

lebih rendah jika dibandingkan pada pasien non diabetes.(11,19,21) Osteoporosis merupakan satu lagi kondisi yang bisa mempengaruhi pada pemasangan implan. Kualitas tulang pada daerah implan harus dievaluasi secara teliti pada pasien ini.

Kondisi kardiovaskular, kelainan pendarahan, dan kondisi sistemik lain yang bisa mempengaruhi mekanisme penyembuhan tubuh juga harus diteliti terlebih dahulu. Infeksi HIV, leukemia, sindroma Sjogren’s dan penyakit autoimun lain yang memerlukan penggunaan kortikosteroid untuk jangka waktu yang lama akan menghambat proses penyembuhan dan mempengaruhi infeksi bakteri.(7,22,23) Pasien yang mempunyai dua atau lebih kondisi sistemik ini memiliki resiko kegagalan yang lebih tinggi. Adalah sangat penting untuk meninjau kondisi medis pasien secara hati-hati sebelum mempertimbangkan perawatan implan dan menjelaskan kepada pasien bagaimana kondisi sistemik dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan.

2.4.1.2 Kondisi daerah implan

Pertimbangan yang paling penting dalam pemasangan implan ini adalah kualitas dan kuantitas tulang serta bentuk alveolar ridge pada daerah implan.(8) Pemeriksaan radiografi dan klinis juga merupakan sesuatu yang penting dalam melakukan penilaian dan untuk menemukan daerah implan dengan dukungan tulang yang optimal.(9) Dokter gigi juga harus hati-hati dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan apakah pemasangan implan dapat dilakukan segera setelah ekstraksi.(24)


(27)

2.4.1.3 Persetujuan tindakan medis

Setelah melakukan penilaian apakah pasien tersebut sudah memenuhi kriteria untuk dapat dilakukan perawatan implan, persetujuan tindakan medis harus diperoleh dari pasien sebelum perawatan dimulai. Suatu persetujuan tindakan medis harus mencakup: (15,19)

1. Jumlah dan lokasi implan yang telah direncanakan 2. Operasi tambahan jika perlu

3. Prosedur anastesi

4. Potensi resiko dari operasi dan anastesi 5. Desain protesa dan restorasi akhir.

2.4.2 Pembuatan protesa

Pembuatan implan protesa memerlukan teknik keahlian yang khusus yang berbeda dengan pembuatan protesa konvensional. Tujuan utama adalah untuk mencapai fungsi dan estetik wajah dan gigi, maka perhatian yang khusus harus diberikan dalam pemeliharaan implan dan restorasi akhir dalam mencapai keberhasilan jangka panjang. (8,20)


(28)

BAB 3

DIABETES MELITUS

3.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah akibat dari kekurangan sekresi insulin, atau fungsi insulin, ataupun keduanya.(4) Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah agar tetap normal. Insulin berfungsi untuk memasukkan gula dari dalam otot ke dalam jaringan sehingga tubuh dapat menghasilkan energi.

Menurut WHO (World Health Organization), diabetes melitus merupakan penyakit kronis, yang terjadi apabila pankreas tidak menghasilkan insulin yang adekuat, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang diproduksinya. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah yang dikenal dengan istilah hiperglikemia.

Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) pada tahun 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan kadar gula darah postprandial >200 mg/dL. Kadar gula darah bervariasi pada setiap individu setiap hari dimana kandungan gula darah akan meningkat jumlahnya setelah individu tersebut makan dan akan kembali normal dalam waktu dua jam setelah makan.(5)


(29)

menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak.(23) Semua proses metabolik terganggu pada penderita diabetes melitus karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa ke dalam sel menurun dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.(25)

Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg/100 ml di dalam tubuh sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak dapat menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar apabila konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, akibatnya glukosa tersebut diekskresikan melalui urin (glukosuria).(25,26) Ekskresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut dengan diuresis osmotik. Akibat hal ini, penderita akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan merasa haus (polidipsi).(4,27)

3.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association (1997) dan yang sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:

1. Diabetes melitus tipe I: Insulin Dependent DiabetesMellitus (IDDM) 2. Diabetes melitus tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM

3. Diabetes melitus gestasional (GDM) 4. Diabetes melitus tipe spesifik lain.


(30)

3.2.1 Diabetes melitus tipe I: Insulin Dependent DiabetesMellitus (IDDM) Diabetes melitus tipe I adalah ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Kondisi ini menyebabkan tubuh kekurangan insulin. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial. Diabetes melitus tipe I lebih cenderung terjadi pada usia muda, biasanya sebelum usia 30 tahun. Pasien dengan diabetes melitus tipe I harus bergantung pada insulin.(25,28,29)

3.2.2 Diabetes melitus tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM)

Diabetes melitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Resistensi insulin adalah berkurangnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Dalam hal ini, sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya, sehingga terjadi defisiensi relatif insulin. Kondisi ini menyebebkan sel mengalami desensitisasi terhadap glukosa.(25,26,28)

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan


(31)

tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.(25,26)

3.2.3 Diabetes melitus gestasional (GDM)

Diabetes melitus gestasional adalah intoleransi glukosa yang terjadi pada saat kehamilan. Diabetes ini terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada perempuan yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Anak-anak dari ibu dengan GDM memiliki risiko lebih besar mengalami obesitas dan diabetes pada usia dewasa muda.(25,26,28)

3.2.4 Diabetes melitus tipe spesifik lain.

Diabetes yang terkait dengan penyakit lain, seperti pankreatitis atau penggunaan narkoba tergolong di dalam tipe ini. (25,26,28)

3.3 Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga mengakibatkan kerusakan pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya di dalam tubuh. Zat kompleks yang terdiri dari glukosa di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,


(32)

terutama yang menuju kulit dan saraf yang juga diistilahkan sebagai parestesia nervus perifer.(26,29,30)

3.3.1 Komplikasi sistemik

Komplikasi sistemik diabetes melitus berhubungan dengan deposisi advanced

glycation endproducts(AGE) pada berbagai jaringan terutama sistem vaskularisasi

dan sistem saraf perifer.(4,25,29) Perubahan sistem vaskularisasi meliputi angiopati dan pembentukan ateroma. Perubahan mikroskopis antara lain deposisi lipid, proliferasi endotelial dan pembesaran tunica intima kepiler di seluruh tubuh.(27,29)

Perubahan makropatologis yang dapat diamati pada sistem sirkulasi secara esensial berkaitan dengan pembentukan ateroma (aterosklerosis). Komplikasi paling parah ateroma adalah adanya miokard infark, hipertensi, stroke, insufisiensi koroner dan gagal ginjal.(25,27,30)

Komplikasi mikrovaskular yang terjadi melalui akibat diabetes melitus adalah retinopati (yang mungkin menyebabkan kebutaan), nefropati (mungkin menyebabkan gagal ginjal) dan neuropati. Beberapa manifestasi klinis yang berhubungan dengan neuropati antara lain nyeri terbakar, dan rasa baal terutama pada ekstremitas tubuh, kelemahan otot, dan timbulnya parestesia pada rongga mulut.(4,25,26)

Retina dan mikrosirkulasi glomerulus ginjal adalah organ yang paling terpengaruh. Retinopati diabetik merupakan penemuan umum pada pasien diabetes tipe I dan kurang terlihat pada pasien diabetes tipe II. Nefropati diabetes adalah


(33)

penyebab utama pasien diabetes tipe I akibat gagal ginjal. Pasien diabetes tipe II juga dapat mengalami penyakit ginjal akan tetapi prevalensinya lebih rendah.(4,25,26)

3.3.2 Komplikasi oral

Komplikasi oral yang dapat terjadi pada penderita diabetes tipe I maupun II dapat dilihat pada penderita diabetes melitus tidak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika kadar gula darah pada penderita terkontrol baik, maka manifestasi penyakit ini terhadap rongga mulut minimal bahkan hilang.(28)

Manifestasi oral antara lain adalah penyakit periodontal, serostomia, burning

mouth syndrome (BMS), kandidiasis, penyembuhan luka yang lama dan abnormal,

peningkatan infeksi, penurunan aliran saliva dan pembesaran glandula saliva.(5,25,26)

Beberapa komplikasi ini dapat secara langsung berhubungan dengan peningkatan cairan yang berkaitan dengan urinasi berlebihan pada penderita diabetes melitus tidak terkontrol sedangkan kondisi lainnya, terutama serostomia, dapat dipengaruhi atau secara langsung tergantung pada tipe perawatan yang diperoleh penderita. Serostomia, yang merupakan kondisi penurunan aliran saliva yang dapat memicu

burning mouth syndrome (BMS) dan karies, yang dapat mengakibatkan

perkembangan bakteri patogen seperti kandidiasis.(5,6,25,26)


(34)

       

Gambar 6. Penyakit periodontal pada pasien diabetes melitus. (Carranza'z: Clinical Periodontology. <http://www. australianprescriber.com/upload/issue_ files/2702_diabetes03.jpg>)

Gambar 7. Kandidiasis oral. (http://indiahealthtour. com treatments/pediatric-surgery/candidiasis-conditions-india.html)

Perkembangan karies dapat dipengaruhi oleh peninggian tingkat glukosa pada sekresi saliva, terutama pada penderita diabetes tidak terkontrol, sedangkan pada penderita yang terkontrol hal tersebut kurang terjadi karena asupan karbohidratnya yang rendah. Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes melitus merupakan salah satu faktor predisposisi perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi gingiva,


(35)

meskipun dengan kadar plak yang rendah, lebih beresiko pada penderita diabetes melitus tidak terkontrol dibandingkan dengan penderita diabetes melitus terkontrol.(6)

3.4 Pertimbangan Khusus Untuk Terapi Implan Pada Pasien Diabetes Melitus.

3.4.1 Penyembuhan dan resiko infeksi pasca operasi.

Dampak daripada diabetes melitus terhadap penyembuhan jaringan lunak bergantung pada tingkat kontrol kadar gula darah pada periode peri-operatif ada timbulnya komplikasi vaskular kronis.(19,31)

Pasien dengan kontrol metabolik yang rendah mengalami gangguan sistem imun, granulosit merubah fungsinya dengan memodifikasi gerakan menuju area infeksi dan penurunan aktivitas mikrobisida, dengan kecenderungannya yang lebih besar terhadap infeksi luka.(32) Selain itu, konsentrasi gula darah dan cairan tubuh yang tinggi mendorong kepada perkembangan patogen mikotik seperti kandida.(11)

Mikroangiopati yang timbul sebagai komplikasi diabetes melitus dapat mengganggu vaskularisasi flep, sehingga memperlambatkan penyembuhan dan bertindak sebagai jalan masuk infeksi ke jaringan lunak.(12,31)

3.4.2 Penilaian peri-operatif

Kadar tinggi glukosa dalam plasma mempunyai pengaruh negatif terhadap penyembuhan dan proses remodeling tulang. Untuk mengukur status kadar glukosa dalam darah 6-8 minggu sebelumnya, harus diketahui nilai HbA1c. HbA1c yang kurang dari 7% dianggap tahap kadar gula darah yang terkontrol.(33)


(36)

Dalam operasi implan, Streptokokus, anerobik cocci Gram positif dan anaerobik rod Gram negatif adalah patogen yang menyebabkan terjadinya masalah penyembuhan luka pasca bedah. Oleh karena itu, antibiotik yang menjadi pilihan adalah amoksisilin atau penisilin. Bagi pasien yang alergi kepada penisilin, klindamisin dapat dijadikan pilihan alternatif.(19,33) Jika antibiotik yang diberikan untuk profilaksis infeksi luka pasca bedah, maka dosis pertama diberikan sebelum operasi, supaya konsentrasi antibiotik di dalam jaringan dapat dicapai selama operasi. Selain dari antibiotik profilaksis telah dilaporkan penggunaan obat kumur

chlorhexidine gluconate 0.12% saat pemasangan implan menunjukkan pengurangan

tingkat kegagalan dari 13.5% ke 4.4% pada pasien diabetes melitus.(11,32)


(37)

BAB 4

PROSEDUR PEMASANGAN IMPLAN GIGI DAN PASCA BEDAH

4.1 Persiapan Pre-operatif

Sebelum pemasangan implan gigi, persiapan pre-operatif dilakukan. Gambaran radiografi konvensional dan panoramik dilakukan untuk mengamati ketinggian tulang alveolar dan kepadatan tulang.(1,8) Syarat dukungan implan yang baik harus mempunyai tulang yang cukup baik dari segi lebar maupun tinggi tanpa mencederai ataupun mengganggu struktur vital. Tinggi tulang rahang minimal harus ditempati implan ukuran 7 mm di mandibula dan 10 mm di maksila, sedangkan ketebalan harus cukup dengan diameter 3-4 mm.

Sehari sebelum operasi, pasien diberikan antibiotik profilaksis secara oral untuk mencegah inflamasi yang disebabkan oleh bakteri patogenik.(19,33) Beberapa menit sebelum operasi dimulai, pasien diminta berkumur dengan chlorhexidine gluconate 0.12% selama tiga kali.(11,32) Kadar gula darah pasien harus dalam kadar terkontrol optimal. Operasi diteruskan hanya apabila tahap diabetes pasien dalam keadaan terkontrol, jika tidak terkontrol operasi harus ditunda.(11,32,33)

4.2 Pemasangan Implan Gigi

Tipe implan yang menjadi pilihan adalah tipe Branemark Titanium

Implant. Ini adalah karena Branemark Titanium Implant mempunyai tingkat

ketahanan yang tinggi dan hal ini telah terbukti dalam beberapa studi bahwa implan tipe Branemark Titanium Implant ini adalah paling cocok untuk penderita diabetes


(38)

melitus. Panjang implan haruslah relevan, implan yang pendek mengalami tingkat kegagalan yang lebih tinggi.(11,32,34)

Operasi dijalankan dibawah anastesi lokal. Anastesi lokal yang menjadi pilihan adalah xylestein-A 2%.(1) Kandungan dari xylestein-A 2% ini adalah

lidocaine hydrochloride 2% dengan 1:80000 adrenalin dalam 7 ml Ampoule.

4.3 Tindakan Bedah

4.3.1 Bentuk flep

Flep yang biasanya dipakai adalah flep mukoperiosteal yang direfleksikan dari insisi memanjang, terletak setengah ketinggian tulang alveolar bagian bukal.(32) Insisi dapat dilakukan sampai dekat dengan gigi tetangga termasuk elevasi interdental papil, tetapi beberapa ahli biasanya menghindari hal ini supaya tidak mengganggu estetik di kemudian hari. Flep harus meliputi daerah tempat implan yang akan ditanam.(19,32)

4.3.2 Penempatan implan dalam tulang rahang.

Dalam penempatan implan, seluruh preparasi tulang dilakukan dalam aliran cairan saline, dengan kecepatan bur maksimal 2000 rpm. Hal tersebut penting untuk menghindari terjadinya pemanasan tulang diatas 47°C yang dapat mengakibatkan kematian sel-sel tulang dan mengganggu osseointegrasi. Penempatan implan dimulai dengan menandai tempat insersi implan mengunakan bur bulat. Rongga (lubang) kemudian diperbesar sampai sesuai dengan ukuran implan yang digunakan dengan bur fisur. Penyesuaian akhir dilakukan dengan titanium screw cap


(39)

kecepatan bur 15 rpm disertai aliran cairan saline. Cover screw diperlukan untuk mencegah pertumbuhan tulang di bagian atas implan selama masa penyembuhan. Setelah implan berada pada tempatnya maka flep dikembalikan pada posisinya dan dijahit.(3,15,18,35)

Gambar 8. Tahap pemasangan implan. NYC Cosmetic & Specialty Dental

Group. Pictures of Dentistry and Dental Procedures.

<http://www.nycdentist.com/dental-photo-detail/1691/116/110/single-tooth-dental-implant-osseointegration-osseointegrated>)

Setelah operasi, pasien diberi terapi antibiotik dan analgetik untuk mencegah infeksi bakteri dan untuk mengurangi sakit untuk satu minggu. Pasien


(40)

diberi juga obat kumur chlorohexidine gluconate 0.12% untuk mencegah pertumbuhan bakteri selama 14 hari.(11,32) Pasien diinstruksikan untuk terus mengkonsumsi obat diabetesnya seperti biasa untuk memastikan kadar gula darahnya dalam keadaan terkontrol. Daerah implan tidak boleh dikenakan tekanan yang tinggi sehingga terjadi penyembuhan yang sempurna.(11,32,33) Penyembuhan akan mengambil masa lebih kurang 6-8 minggu. Dua minggu kemudian, pasien diperbolehkan memakai gigi tiruan modifikasi yang direbasing dengan akrilik lunak. Pasien diminta untuk mengkonsumsi diet lunak untuk dua bulan.(1,3,7)

4.3.3 Osseointegrasi

Bila implan gigi telah dipasang dengan baik dalam rahang , kemudian terjadi proses osseointegrasi. Proses osseointegrasi adalah histologi yang menggambarkan terjadinya pelekatan langsung antara tulang dengan struktur implan.(8,10,11,31) Bahan implan yang ditempatkan dalam rahang, kemudian tulang akan melekat dengan sendrinya pada implan, berkembang disekitarnya dan mendukungnya dengan kuat.(8,10,18,31)

Gambar 9. Proses osseointegrasi. (Taylor T. D,and Laney. W. R. Dental Implant


(41)

4.3.4 Pemasangan abutment connection

Setelah masa penyembuhan pasca operasi tahap pertama selesai, dilakukan pembedahan tahap kedua untuk memasang abutment connection. Kemudian dilakukan pengambilan gambaran radiografi untuk melihat apakah proses osseointegrasi sudah tercapai. Pada tahap ini, implan diperiksa apakah terdapat kegoyangan. Apabila ternyata implan mengalami mobiliti, maka harus dikeluarkan saat itu juga.(18,31)

Jika keadaan implan baik maka eksisi dilakukan tepat diatas gingiva yang menutupi implan. Cover screw dikeluarkan, jaringan keras dan lunak yang menutupi implan dibersihkan, lalu abutment dengan tinggi yang sesuai dipasangkan pada implan. Abutment harus menembus mukosa dan menonjol kira-kira 1-2 mm. Mukosa dijahit melingkari abutment, dan selama dua minggu pertama mukosa disekitar

abutment ditutupi pembalut periodontal untuk mencegah trauma. Pembalut

periodontal ini dihubungkan pada implan dengan menggunakan healing cap. Jahitan dibuka seminggu setelah operasi.(14,15,18) Dalam 4-6 minggu setelah pemasangan implan dapat dilakukan pemasangan protesa. Penyembuhan sempurna pada pasien diabetes melitus terkontrol mengambil masa lebih kurang 12-16 minggu.(32)


(42)

a)

b)

Gambar 10 a) Pemasangan abutment connection b) Mukosa sekitar abutment ditutupi dengan pembalut periodontal yang dihubungkan melalui protective cap.

(Taylor T. D,and Laney. W. R. Dental Implant. <http://dentalimplants.uchc.edu/ about/surgery_stage2.html>)

4.3.5 Pembuatan protesa

Kira-kira empat bulan setelah pemasangan implan barulah dapat dilanjutkan dengan restorasinya.(25,33) Partama sekali cetakan gigi pasien diambil dan kemudian disediakan model dari plaster of paris. Model ini akan digunakan sebagai pedoman untuk membuat protesa.

Jika pasien tidak mempunya gigi asli, gigitan kerja dilakukan pada basis gigi tiruan sementara dengan wax rim. Gigi tiruan disusun pada basis tadi supaya memperoleh susunan gigi yang tepat dan sebagai pedoman sebelum dipasang pada mulut. Sebuah kerangka logam kemudian dibuat, dan gigi tiruan dilekatkan pada


(43)

kerangka ini dalam posisi yang telah ditentukan sebelumnya. Kerangka logam dan gigi dipasang coba pada mulut apakah sudah cocok dengan wajah dan nyaman untuk dipakai. Akhirnya, protesa akhir ini distabilkan pada abutment dengan sekrup kecil. Protesa akhir dipasang pada mulut. Perhatikan posisi abutment yang tidak boleh terlihat saat tersenyum.(8,10,36)

Gambar 11. Pembuatan protesa.Taylor T. D,and Laney. W. R. Dental Implant


(44)

4.4 Pasca Bedah

4.4.1 Perawatan pasca bedah

Untuk menghasilkan implan yang berfungsi baik dan tahan lama diperlukan perawatan pasca bedah yang optimal oleh pasien. Tujuan utama dari perawatan ini adalah untuk mencegah penimbunan plak disekitar abutment. Untuk menjaga kebersihan dapat digunakan sikat gigi kecil atau interdental. Di samping itu, penggunaan dental floss dapat membantu.(8,11,24)

Kontrol berkala merupakan hal yang wajib untuk pasien diabetes melitus. Kontrol dilakukan setiap minggu selama satu bulan setelah operasi, lalu tiga bulan sekali pada tahun pertama. Setelah itu, kontrol dilakukan sekali setiap tahun. Pada kontrol dilakukan pemeriksaan oklusi dan stabilisasi implan, status kebersihan rongga mulut dan keadaan gingiva serta dilakukan perbaikan bila diperlukan. Pemeriksaan radiografi dilakukan setiap tiga bulan setelah operasi untuk menghindari terganggunya tahap awal osseointegrasi.(24,32,36)

Pasien harus terus mengkonsumsi semua obat diabetes pada hari-hari selama pembedahan dan mempertahankan kadar gula dalam darah selama periode penyembuhan. Pemberian antibiotik spektrum luas selama 10 hari dan obat kumur

chlorhexidine gluconate 0.12% selama 14 hari setelah selesai operasi bertujuan untuk mencegah pembiakan bakteri pada tempat infeksi akibat masa penyembuhan yang lebih lama dari pasien normal.(32,35,36)


(45)

4.4.2 Evaluasi subjektif dan evaluasi Objektif

Untuk mengetahui apakah implan dapat berfungsi dengan baik secara subjektif maupun objektif. Kriteria yang dipakai adalah keberhasilan implan menurut Konsensus Harvard.

Kriteria keberhasilan evaluasi subjektif adalah menurut pendapat pasien sendiri. Kriteria subjektif keberhasilan implan adalah: (15,18)

1. Berfungsi dengan baik. 2. Nyaman dipakai. 3. Meningkatkan estetik.

4. Meningkatkan status psikis dan mental

Evaluasi objektif diperoleh melalui pemeriksaan klinis oleh dokter gigi. Kriteria objektif menurut Konsensus Harvard 1978 adalah: (15,18)

1. Kerusakan tulang tidak melebihi sepertiga ketinggian vertikal protesa. 2. Keseimbangan oklusal dan dimensi vertikal yang baik.

3. Keradangan gingiva yang bisa dirawat.

4. Mobilitas tidak melebihi 1mm dari segala arah 5. Tidak adanya gejala infeksi.

6. Tidak terjadi kerusakan pada gigi tetangga.

7. Tidak terjadi parastesi pada kanalis mandibularis, sinus maksilaris atau dasar rongga hidung.


(46)

4.5 Komplikasi

Komplikasi terdiri dari komplikasi pasca bedah dan komplikasi pasca prostetik. Komplikasi pasca bedah adalah komplikasi yang terjadi beberapa hari pertama setelah penempatan implan, biasanya berupa pembengkakan, rasa sakit, nausea, perdarahan, infeksi dan kebas.(33,37)

Inflamasi biasanya disebabkan adanya akumulasi plak, yang terjadi karena

abutment yang pendek ataupun longgar. Pada keadaan seperti ini dilakukan

penggantian abutment dengan ukuran dan panjang yang lebih sesuai.(9,17)

Dry socket dapat terjadi penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol.

Sebaiknya diberikan obat-obatan seperti antibiotika, vitamin, dan obat kumur.(32,38) Penyembuhan akan mengambil waktu yang lebih lama disebabkan oleh ketidak efektifan pembuluh darah perifer sehingga suplai darah yang diperlukan untuk penyembuhan luka tidak maksimal.(12,17)


(47)

BAB 5

KESIMPULAN

Dahulu diabetes melitus merupakan kontra indikasi untuk dilakukan pemasangan implan, tetapi kini telah terbukti bahwa implan boleh dipasang pada pasien dengan kondisi ini. Keberhasilan perawatan dapat dicapai sewaktu memasang implan pada pasien diabetes melitus, dengan melakukan beberapa penilaian. Hanya pasien dengan kondisi kadar gula darah dalam keadaan terkontrol dapat dipertimbangkan untuk perawatan.

Pasien diabetes melitus harus diberikan antibiotika yang cocok untuk menghindari perkembangan bakteri yang memperlama proses penyembuhan. Pemberian antibiotika dan obat kumur chlorhexidine gluconate 0.12% yang diberikan sebelum dan sesudah operasi akan membantu meningkatkan keberhasilan perawatan setelah operasi. Pasien diedukasi supaya tidak memberi beban yang tinggi pada daerah implan misalnya dengan makan makanan keras selama dua bulan setelah operasi. Usaha-usaha pencegahan peningkatan kadar gula perlu diperhatikan seperti memilih bahan anastesi yang cocok, membuat trauma sekecil mungkin dan mencegah timbulnya komplikasi setelah pemasangan implan.

Walaupun terdapat resiko tinggi untuk terjadinya kegagalan pada pada pasien diabetes melitus, penelitian telah membuktikan bahwa kontrol kadar gula darah yang optimal meningkatkan derajat proses osseointegrasi pada implan. Telah terbukti melalui beberapa penelitian bahwa pasien dangan kadar gula darah yang terkontrol


(48)

mempunyai tingkat keberhasilan perawatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak terkontrol diabetesnya maka pemasangan implan bukanlah suatu kontra indikasi pada pasien diabetes yang terkontrol diabetesnya.


(49)

DAFTAR RUJUKAN

1. Loo WTY, Jin LJ, Cheung MNB, Wang M. The impact of diabetes on the success of dental implants and periodontal healing. J Biotechnol 2009 ; 8(19) : 5122-7

2. Pereira RF, Franz MJ. Prevention and treatment of cardiovascular disease inpeople with diabetes through lifestyle modification. Daibetes Spectrum 2008 ; 21(3) : 189-98.

3. Fonseca VA. Early identification and treatment of insulin resistance: Impact

on subsequent prediabetes and type 2 diabetes. Clinical Cornerstone 2007 ;

8(Suppl 7) : S7-S18.

4. Lamster IB, Lalla E, Borgnakke WS, Taylor JW. The relationship between

oral health and diabetes mellitus. J Am Dent Assoc2008; 139 : 19S-24S.

5. Pratiwi AD. Epidemiologi,Program Penanggulagan, dan Isu Mutakhir

kDiabetes Melitus, 2007. Universitas Hasanuddin,Makassar

6. Ayu LS, Indirawati T. Pengaruh Kadar Glukosa Darah Yang Terkontrol Terhadap Penurunan Derajat Kegoyahan Gigi Penderita Diabetes Mellitus

Di RS Persahabatan Jakarta. 2004. <www.media.litbang.depkes.go.id/data/

glukosa.pdf >. (4 Oktober 2010).

7. Park JB. Bone healing at a failed implant site in a type II diabetic patient

clinical and histologic evaluation: a case report. J Oral Implantol 2007 ;


(50)

8. Nallaswamy D. Dental implanthology. Textbook of Prosthodontics: Maxillofacial Prosthetics. 1st ed. New Delhi : Jaypee Brothers 2007 : 720-42. 9. Srinivasan B. Introduction to dental implanthology. Textbook of Oral and

Maxillofacial Surgery. 2nd ed. Elsevier: Churchill Livingstone 2005 : 472-86. 10.Taylor TD, Laney WR. Implant and reconstructive dentistry.

<http://dentalimplants.uchc.edu/about/index.html> (20 November 2010). 11.Anonymous. Top Reference. Pemasangan implan gigi pada pasien diabetes:

Sebuah penelitian retrospektif. 5 April 2010. < http://www.topreference.co.tv /2010/04/pemasangan-implant-gigi-pada-pasien.html> ( 29 November 2010). 12.Pickett M. Health Topics: Diabetes. High blood sugar and slow healing

wounds. Harvard Health Publications : Harvard Medical School. 18 Juni

2009.<http://dev.mm-health.com/diabetes/high-blood-sugar-and-slow-healing-wounds> (9 November 2010).

13.Grzesik A, Wojciech J, Narayanan S. Cementum and periodontal wound

healing and regeneration. Crit Rev Oral Biol Med 2000 ; 13 : 474-84.

14.Kapoor V. Implants in dentistry. Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery. 2nd ed. New Delhi : Arya Publishers House 2002 : 586-602.

15.McGlumphy EA, Larsen PE. Contemporary implant dentistry. In : Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, eds. Contemporary oral and maxillofacial

surgery: Preprosthetic surgery and implant surgery. 4th ed. Missouri :


(51)

16.Martha Mozartha. Menuju Indonesia Sehat. Implan di bidang kedokteran gigi. <http://gigi.klikdokter.com/subpage.php?id=3&sub=116> (28 November 2010).

17.Dover MS. Advanced oral implanthology. In : Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE, eds. Maxillofacial surgery: Oral surgery. 2nd ed. Missouri : Churchill Livingstone 2007 : 1572-90.

18.Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996 : 140-46.

19.Cheung WWM. Risk management in implant dentistry. Hong Kong Dent J 2005 ; 2(1) : 58-60.

20.Beikler T, Flemmig TF. Implants in the medically compromised patient. Crit Rev Oral Bio Med 2003 ; 14(4) : 305-16.

21.Anonymous. Dental implants.

<http://www.pramodclinic.com/dental_implants.html > (20 Oktober 2010). 22.Ali MK, Narayanan KMV, Tandon N. Diabetes & coronary heart disease:

current perspective. Ind J Med Res 2010 : 584-97.

23.Watkins PJ. Cardiovaskular disease, hypertension, and lipid. 19 April 2003. <www.bmjbooks.com> . (10 November 2010).

24.Balshi TW, Wolfinger GJ. Dental implants in the diabetic patient: a retrospective study. Imp Dent 1999 ; 8(4) : 355.

25.Carranza,FA, Newman FG, Takei,HH. Carranza’s Clinical Periodontology 9th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 2002 : 698-701.


(52)

26.Mealey BL, Oates TW. Diabetes Mellitus and Periodontal Diseases. J Periodontol 2006; 77 : 1289-1303.

27.Rose LF, Genco RC, Cohen DW, Mealey BL. Periodontal Medicine. 2000 : Hamilton.

28.Maria Emanuel Ryan, Oana Carnu And Angela Kamer. The influence of diabetes on the periodontal tissues. J Am Dent Assoc2003 ; 134 : 34S-40S. 29.Mealey BL, Rees TD, Rose LF, Grossi SG: Systemic factors impacting the

periodontium. In: Rose LF; Mealey BL; Genco RJ; Cohen DW. eds.

Periodontics: Medicine, Surgery, and Implants. Elsevier – Mosby; St. Louis

2004 : 235-45.

30.Eley BM, Soory M, Manson JD. Periodontics. 6th ed. Elsevier : Churchill Livingstone 2010 : 299-315.

31.Valero AM, Garcia JCF, Balledter AH, Reuda CL. Effects of diabetes in the osseointegration. Med Oral Pat Oral Cir Bucal 2007 ; 12 : E38-43.

32.Mahdi K, Parviz T, Fatemah M, Maryam R, Hojjat Y. Immediate dental implants placed in fresh extraction socket for type II diabetic. Res J Bio Sci 2010 ; 5(4) : 334-9.

33.Courtney MW, Snider TN, Cottrell DA. Dental implant in type II diabetics: a review of the literature. J Massa Dent Soc 2010 ; 59(1) : 12-4.

34.Michaeli E, Weinberg I, Nablieli O. Dental implants in the diabetic patient: Systemic and rehabilitive consideration. Quintessence Int 2009 ; 40(8) : 639-45.


(53)

35.Dowell S, Oates TW, Robinson M. Implant success in people type 2 diabetes mellitus with varying glycemic control. JADA 2007 ; 138(3) : 355-61.

36.Hidayat H. Getting started in dental implants: a guide from Drg. Hendra Hidayat. Ed Bahasa Indonesia. Jakarta : Voxa 2003 : 43-67.

37.Carpenter JF. Management of a patient who developed uncontrolled diabetes after implant placement: a case report. J Imp & Adv Clin Dent 2010 ; 2(5) : 81-7.

38.Abdazhiev M, Balcheva M. Diabetes and implant treatment: a case report. 23 Maret 2009. <www.diagnosisp.com/dp> (28 Oktober 2010).


(54)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Radhadevi Kuppusamy

Tempat/ Tanggal Lahir : Ipoh / 26 Agustus 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Dr. Mansur Gang Sehat

No.26 Medan

Orangtua

Ibu : Parvathy Palainappan

Ayah : Kuppusamy Arunasalam

Riwayat Pendidikan

1. 1994 : St. Joseph Kindergarden

2. 1995-2000 : SK St. Bernadette’s Convent Batu Gajah

3. 2001-2005 : SMK St. Bernadette’s Convent Batu Gajah

4. 2006-2007 : Nirwana College Kuala Lumpur

5. 2007-2010 : Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan


(1)

DAFTAR RUJUKAN

1. Loo WTY, Jin LJ, Cheung MNB, Wang M. The impact of diabetes on the success of dental implants and periodontal healing. J Biotechnol 2009 ; 8(19) : 5122-7

2. Pereira RF, Franz MJ. Prevention and treatment of cardiovascular disease inpeople with diabetes through lifestyle modification. Daibetes Spectrum 2008 ; 21(3) : 189-98.

3. Fonseca VA. Early identification and treatment of insulin resistance: Impact on subsequent prediabetes and type 2 diabetes. Clinical Cornerstone 2007 ; 8(Suppl 7) : S7-S18.

4. Lamster IB, Lalla E, Borgnakke WS, Taylor JW. The relationship between oral health and diabetes mellitus. J Am Dent Assoc 2008; 139 : 19S-24S. 5. Pratiwi AD. Epidemiologi,Program Penanggulagan, dan Isu Mutakhir

kDiabetes Melitus, 2007. Universitas Hasanuddin,Makassar

6. Ayu LS, Indirawati T. Pengaruh Kadar Glukosa Darah Yang Terkontrol Terhadap Penurunan Derajat Kegoyahan Gigi Penderita Diabetes Mellitus Di RS Persahabatan Jakarta. 2004. <www.media.litbang.depkes.go.id/data/ glukosa.pdf >. (4 Oktober 2010).


(2)

8. Nallaswamy D. Dental implanthology. Textbook of Prosthodontics: Maxillofacial Prosthetics. 1st ed. New Delhi : Jaypee Brothers 2007 : 720-42. 9. Srinivasan B. Introduction to dental implanthology. Textbook of Oral and

Maxillofacial Surgery. 2nd ed. Elsevier: Churchill Livingstone 2005 : 472-86. 10.Taylor TD, Laney WR. Implant and reconstructive dentistry.

<http://dentalimplants.uchc.edu/about/index.html> (20 November 2010). 11.Anonymous. Top Reference. Pemasangan implan gigi pada pasien diabetes:

Sebuah penelitian retrospektif. 5 April 2010. < http://www.topreference.co.tv /2010/04/pemasangan-implant-gigi-pada-pasien.html> ( 29 November 2010). 12.Pickett M. Health Topics: Diabetes. High blood sugar and slow healing

wounds. Harvard Health Publications : Harvard Medical School. 18 Juni

2009.<http://dev.mm-health.com/diabetes/high-blood-sugar-and-slow-healing-wounds> (9 November 2010).

13.Grzesik A, Wojciech J, Narayanan S. Cementum and periodontal wound healing and regeneration. Crit Rev Oral Biol Med 2000 ; 13 : 474-84.

14.Kapoor V. Implants in dentistry. Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery. 2nd ed. New Delhi : Arya Publishers House 2002 : 586-602.

15.McGlumphy EA, Larsen PE. Contemporary implant dentistry. In : Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, eds. Contemporary oral and maxillofacial surgery: Preprosthetic surgery and implant surgery. 4th ed. Missouri : Elsevier 2003 ; 14 : 305-42.


(3)

16.Martha Mozartha. Menuju Indonesia Sehat. Implan di bidang kedokteran gigi. <http://gigi.klikdokter.com/subpage.php?id=3&sub=116> (28 November 2010).

17.Dover MS. Advanced oral implanthology. In : Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE, eds. Maxillofacial surgery: Oral surgery. 2nd ed. Missouri : Churchill Livingstone 2007 : 1572-90.

18.Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996 : 140-46.

19.Cheung WWM. Risk management in implant dentistry. Hong Kong Dent J 2005 ; 2(1) : 58-60.

20.Beikler T, Flemmig TF. Implants in the medically compromised patient. Crit Rev Oral Bio Med 2003 ; 14(4) : 305-16.

21.Anonymous. Dental implants.

<http://www.pramodclinic.com/dental_implants.html > (20 Oktober 2010). 22.Ali MK, Narayanan KMV, Tandon N. Diabetes & coronary heart disease:

current perspective. Ind J Med Res 2010 : 584-97.

23.Watkins PJ. Cardiovaskular disease, hypertension, and lipid. 19 April 2003. <www.bmjbooks.com> . (10 November 2010).

24.Balshi TW, Wolfinger GJ. Dental implants in the diabetic patient: a retrospective study. Imp Dent 1999 ; 8(4) : 355.


(4)

26.Mealey BL, Oates TW. Diabetes Mellitus and Periodontal Diseases. J Periodontol 2006; 77 : 1289-1303.

27.Rose LF, Genco RC, Cohen DW, Mealey BL. Periodontal Medicine. 2000 : Hamilton.

28.Maria Emanuel Ryan, Oana Carnu And Angela Kamer. The influence of diabetes on the periodontal tissues. J Am Dent Assoc 2003 ; 134 : 34S-40S. 29.Mealey BL, Rees TD, Rose LF, Grossi SG: Systemic factors impacting the

periodontium. In: Rose LF; Mealey BL; Genco RJ; Cohen DW. eds. Periodontics: Medicine, Surgery, and Implants. Elsevier – Mosby; St. Louis 2004 : 235-45.

30.Eley BM, Soory M, Manson JD. Periodontics. 6th ed. Elsevier : Churchill Livingstone 2010 : 299-315.

31.Valero AM, Garcia JCF, Balledter AH, Reuda CL. Effects of diabetes in the osseointegration. Med Oral Pat Oral Cir Bucal 2007 ; 12 : E38-43.

32.Mahdi K, Parviz T, Fatemah M, Maryam R, Hojjat Y. Immediate dental implants placed in fresh extraction socket for type II diabetic. Res J Bio Sci 2010 ; 5(4) : 334-9.

33.Courtney MW, Snider TN, Cottrell DA. Dental implant in type II diabetics: a review of the literature. J Massa Dent Soc 2010 ; 59(1) : 12-4.

34.Michaeli E, Weinberg I, Nablieli O. Dental implants in the diabetic patient: Systemic and rehabilitive consideration. Quintessence Int 2009 ; 40(8) : 639-45.


(5)

35.Dowell S, Oates TW, Robinson M. Implant success in people type 2 diabetes mellitus with varying glycemic control. JADA 2007 ; 138(3) : 355-61.

36.Hidayat H. Getting started in dental implants: a guide from Drg. Hendra Hidayat. Ed Bahasa Indonesia. Jakarta : Voxa 2003 : 43-67.

37.Carpenter JF. Management of a patient who developed uncontrolled diabetes after implant placement: a case report. J Imp & Adv Clin Dent 2010 ; 2(5) : 81-7.

38.Abdazhiev M, Balcheva M. Diabetes and implant treatment: a case report. 23 Maret 2009. <www.diagnosisp.com/dp> (28 Oktober 2010).


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Radhadevi Kuppusamy

Tempat/ Tanggal Lahir : Ipoh / 26 Agustus 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Dr. Mansur Gang Sehat

No.26 Medan

Orangtua

Ibu : Parvathy Palainappan

Ayah : Kuppusamy Arunasalam

Riwayat Pendidikan

1. 1994 : St. Joseph Kindergarden

2. 1995-2000 : SK St. Bernadette’s Convent Batu Gajah

3. 2001-2005 : SMK St. Bernadette’s Convent Batu Gajah

4. 2006-2007 : Nirwana College Kuala Lumpur

5. 2007-2010 : Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan