Kajian Tentang Anak Tunarungu
16
6 Lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
Selain karakteristik di atas, Telford dan Sawrey 1982 dalam Frieda Mangunsong, 2009:85 juga menjelaskan beberapa karakteristik
ketunarunguan yaitu: a.
Ketidakmampuan memusatkan perhatian yang sifatnya kronis. b.
Kegagalan berespon apabila diajak berbicara. c.
Terlambat berbicara atau melakukan kesalahan artikulasi. d.
Mengalami keterbelakangan di sekolah.
3. Hambatan Perkembangan Anak Tunarungu
Anak tunarungu yang memiliki keterbatasan dalam hal mendengar sehingga membuat mereka mengalami hambatan pada beberapa aspek
perkembangan. Menurut Murni Winarsih 2007:33-34 ada beberapa hambatan dalam aspek perkembangan motorik, kognitif, dan
emosional dan sosial. a.
Perkembangan motorik Pertumbuhan motorik pada anak tunarungu mengalami
kesulitan dalam keseimbangan dan koordinasi, dan dalam tugas yang membutuhkan gerakan yang cepat atau kompleks.
b. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif anak tunarungu ditandai dengan keterlambatan perkembangan yang disebabkan terganggunya
kemampuan berbahasa mereka.
17
c. Perkembangan emosional dan sosial
Perkembangan sosial dan emosi pada anak tunarungu dipengaruhi oleh kemampuan pendengarannya. Segala sesuatu
yang terjadi di sekitar siswa secara tiba-tiba membuat siswa memiliki perasaan bingung sehingga mereka cenderung
mengembangkan perasaan curiga. Akibat dari hambatan pendengaran yang dimiliki oleh anak
tunarungu sehingga membuat mereka mengalami hambatan dalam berkomunikasi dan membuat mereka memiliki ciri khas emosional
berupa sifat egosentris, sifat impulsif, sifat kaku, sifat lekas marah atau tersinggung, dan perasaan ragu-ragu dan khawatir. Kurangnya
kemampuan dalam berbahasa membuat anak tunarunggu memiliki keterbatasan dalam mengintegrasikan pengalaman sehingga sulit untuk
menempatkan diri pada cara berpikir orang lain dan perasaan orang lain serta kurang menyadari efek perilakunya terhadap orang lain.
4. Permasalahan Pembelajaran Anak Tunarungu
Berbicara mengenai pendidikan tentu tidak dapat dipisahkan dengan intellegensi yang dimiliki oleh peserta didik tunarungu.
Menurut Suparno 2001:11 mengemukakan bahwa perkembangan inteligensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga
hambatan perkembangan bahasa pada anak tunarungu mengakibatkan intelegensinya juga terhambat.
18
Dari pendapat tersebut, tunarungu memiliki hambatan dalam menerima informasi dalam bentuk lisan. Hal ini sangat mengangu
perkembangan bahasa yang kemudian berpengaruh terhadap kemampuan intelegensi anak tunarungu. Rendahannya kemampuan
intelegensi anak tunarungu bukan disebabkan oleh kemampuan intelegensi yang rendah , namun disebabkan karena kemampuan
intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang secara optimal karena hambatan yang dimiliki.
Menurut Suparno 2001:11 aspek yang mengalami hambatan dalam perkembangan anak tunarungu adalah aspek yang berkenaan
dengan kemampuan verbal, seperti merumuskan pengertian,
mengasosiasikan, menarik kesimpulan dan meramalkan kejadian. Dari pernyataan tersebut anak tunarungu cenderung mengalami berbagai
hambatan dalam pendidikan karena disebabkan oleh minimnya kosa kata
yang pernah
didengarnya, semakin
tinggi derajat
ketunarunguannya semakin sedikit kata yang pernah ia dengar yang menyebabkan semakin sedikitnya pengalaman serta pengetahuan
berbahsa yang didapatnya. Akibatnya ketunarunguan pada seseorang menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dimaknai bahwa siswa tunarungu memiliki permasalahan belajar dalam hal kemampuan
verbal, sehingga mereka tidak mampu merumuskan sebuah pengertian, mengasosiasikan, dan menarik kesimpulan dari materi yang terlalu
19
banyak. Hal ini dikarenakan perkembangan intelegensi mereka dipengaruhi oleh perkembangan bahasanya.
Permasalahan dalam pembelajaran anak tunarungu tersebut dapat diatasi dengan mengoptimalkan kemampuan indera visual dan
kinestetik. Menurut Muhamad Efendi 2006: 74 fungsi penglihatan bagi anak tuarungu selain sebagai sarana memperoleh pengalaman
persepsi visual, sekaligus sebagai ganti persepsi auditif. Selain itu menurut Haenudin 2013: 109 menyatakan bahwa guru perlu
menggunakan kata-kata petunjuk, garis besar materi dan tugas yang harus di tulis di papan tulis.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa indera penglihatan memiliki peran penting bagi siswa
tunarungu dalam proses belajar karena siswa tunarungu bergantung pada indera penglihatan dalam memperoleh informasi terutama dalam
menangkap materi secara visual, selain itu guru juga perlu menulis dan menjelaskan materi secara ringkas dan bermakna.