PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2 DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I SLEMAN.
PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA
RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2
DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I
SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Tutik Saniatin Zahro
NIM 10103241002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
MOTTO
1. Sebuah kata dapat mengajarkan segalanya dan membantu mengenal dunia.
(Penulis)
2.
“Words are the voice of the heart”:
kata-kata merupakan suara dari hati.
(Confucius 551-479 SM)
3. “
The more that you read, the more things you will know. The more that you
learn, the more places you’ll go”.
Semakin banyak kamu membaca, semakin
banyak hal yang akan kamu ketahui. Semakin banyak kamu belajar, semakin
banyak tempat yang akan kamu kunjungi
. (Dr. Seuss)
.
(6)
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah
subhaanahu Wa Ta’ala,
karya ini
penulis persembahkan sebagai tanda pengabdian yang tulus dan cinta kasih untuk:
1. Kedua orangtuaku, Bapak Ahyat Zawawi dan Mama Sholikhah.
2. Almamaterku.
3. Nusa dan Bangsa.
(7)
PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA
RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2
DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I
SLEMAN
Oleh
Tutik Saniatin Zahro
NIM 10103241002
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata siswa
tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman melalui media rantai huruf.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan
desain penelitian model Kemmis dan McTaggart. Subjek yang digunakan dalam
penelitian yaitu siswa tunarungu kelas 2 berjumlah 3 orang. Objek penelitian ini
adalah penguasaan kosakata benda. Pengumpulan data dilakukan dengan tes
penguasaan kosakata, observasi partisipasi siswa dan dokumentasi. Analisis data
yang digunakan adalah teknik komparatif yaitu membandingkan hasil pra
tindakan dengan setelah dilakukan tindakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan media rantai huruf dapat
meningkatkan penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata
Dharma 1, Sleman. Subjek NP: 65,22 pada tes kemampuan awal, 78,26 pada tes
pasca tindakan siklus I dan 91,30 pada tes pasca tindakan siklus II. Subjek MUN:
47,83 pada tes kemampuan awal, 65,22 pada tes pasca tindakan siklus I dan 86,95
pada tes pasca tindakan siklus II. Subjek WS: 20,29 pada tes kemampuan awal,
34,78 pada tes pasca tindakan siklus I dan 69,57 pada tes pasca tindakan siklus II.
Tindakan pada Siklus I dilakukan dengan memperlihatkan gambar, nama gambar
dan permainan media rantai huruf yaitu siswa pertama menentukan kata benda
pertama dan siswa selanjutnya menentukan kata benda berdasarkan huruf terakhir
pada kata sebelumya. Pada siklus II pembelajaran hampir sama seperti siklus I
tetapi permainan dimodifikasi dengan menempelkan kosakata yang dibentuk
sesuai rantai huruf pada kertas yang telah disiapkan guru dan memilih gambar
yang tepat secara bergantian. Setelah dilaksanakan tindakan, semua siswa
mengalami peningkatan dan mencapai kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
sehingga guru memberikan reward atas hasil belajar, partisipasi, antusias,
keaktifan, motivasi belajar dan perhatian siswa yang baik dalam mengikuti semua
langkah pembelajaran.
(8)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNYa, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Peningkatan Penguasaan
Kosakata Melalui Media Rantai Huruf Pada Siswa Tunarungu Kelas 2 Di Sekolah
Luar Biasa Wiyata Dharma 1 Sleman” dengan lancar untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Rektor
Universitas
Negeri
Yogyakarta,
yang
telah
memberikan
kesempatan dan fasilitas selama menempuh pendidikan di kampus ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang
telah memberikan ijin penelitian.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa, yang telah memberikan ijin
penelitian dan dukungan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Ibu Endang Supartini, M. Pd dan Bapak Drs. Soegito, M. Pd (alm) selaku
Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran memberikan bimbingan serta motivasi selama penyusunan tugas
akhir skripsi.
5. Bapak Dr. Ibnu Syamsi selaku Pembimbing Akademik yang selama ini
selalu memberikan dukungan, pembinaan, dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan studi.
(9)
6. Bapak Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu
Pendidikan,
Universitas
Negeri
Yogyakarta
yang
telah
mendidik,
memberikan ilmu, pengetahuan, pengalaman serta wawasan terkait anak
berkebutuhan khusus.
7. Kepala Sekolah SLB Wiyata Dharma 1 Sleman yang telah memberikan
ijin dan kemudahan selama penelitian.
8. Bapak Edi Surata, S. Pd selaku guru kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1
Sleman yang selalu bersedia membantu dan memberikan saran selama
proses penelitian.
9. Kedua orangtuaku, Bapak Ahyat Zawawi dan mama Sholikhah serta
kakakku (Zainal Arifin, Desy Herliani) dan adikku (Agus wahyudin,
Aslikhatus Syarifah) yang telah memberikan nasehat, motivasi dan
dukungan baik secara spiritual maupun material untuk penyelesaian tugas
akhir.
10. Sahabat terbaikku Akbar Hendra Saputra, yang selalu ada dan sabar di
setiap keadaan, menemani, memberikan semangat, dukungan, doa, dan
segalanya untuk membantu menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Sahabat-sahabatku, Devry Pramesti Putri, Siti Munasiroh, Dewi Pratama
Sari, Fatmawati Agustina, Indah Nontina, Indah Apriyanti, Widia Astuti,
Putri Meilita, Syella Mutiah, Weni Agustina, Vevi Seftiyani tetaplah jadi
sahabat terbaikku yang selalu ada menemani, menyemangati, dan
memberikan dukungan, doa, kebersamaan dan kenangan indah.
(10)
12. Teman-teman Kost Annisa: Eny, Riska, Yanda, Hida, Friska, Luluk yang
tak henti-hentinya memberikan doa, saran, motivasi, semangat, dukungan
untuk segera menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dan semua kenangan
yang tak terlupakan selama ini.
13. Teman seperjuangan Dilla, Lisa, Arum, Nida, Anita yang senantiasa
memberikan
informasi,
saran
serta bantuan
dalam
menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Teman-teman Pendidikan Luar Biasa angkatan
2010 (Deni, Ayik, Zona, Swasti, Mayang, Noef, Ayu, Mila, Damar, Alif,
Nurma, Kia, Dwi, Nina, dsb) yang telah memberikan cerita indah,
pengalaman, pengetahuan, kebersamaan serta kenangan yang kalian
berikan selama kuliah. Semangat Kawan.
14. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran, kritik, dan masukan yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak, bagi pengembangan ilmu Pendidikan Luar Biasa
khususnya pendidikan Anak Tunarungu.
(11)
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL
... i
HALAMAN PERSETUJUAN
... ii
HALAMAN PERNYATAAN
... iii
HALAMAN PENGESAHAN
... iv
HALAMAN MOTTO
... v
HALAMAN PERSEMBAHAN
... vi
ABSTRAK
... vii
KATA PENGANTAR
... viii
DAFTAR ISI
... xi
DAFTAR GAMBAR
... xiv
DAFTAR LAMPIRAN
... xv
DAFTAR TABEL
... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah... 6
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Hasil Penelitian... 7
G. Definisi Operasional... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu ... 10
(12)
1. Pengertian Anak Tunarungu... 10
2. Karakteristik Anak Tunarungu ... 12
3. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu ... 16
4. Dampak Ketunarunguan Terhadap Bahasa Anak Tunarungu ... 18
B. Tinjauan Tentang Penguasaan Kosakata ... 20
1. Pengertian Kosakata ... 20
2. Tujuan Penguasaan Kosakata ... 22
3. Tahap Penguasaan Kosakata ... 23
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Kosakata... 25
5. Ruang Lingkup Kosakata ... 26
6. Ruang Lingkup Kosakata Benda ... 29
C. Tinjauan Tentang Media Pengajaran... 30
1. Pengertian Media Pengajaran ... 30
2. Manfaat Media Pengajaran... 32
3. Jenis Media Pengajaran ... 33
4. Kriteria Memilih Media Pengajaran... 35
D. Tinjauan Tentang Media Rantai Huruf ... 37
1. Pengertian Media Rantai Huruf... 37
2. Kelebihan Media Rantai Huruf ... 38
3. Langkah Penerapan Media Rantai Huruf ... 39
E. Kerangka Pikir ... 41
F. Hipotesis Tindakan ... 43
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ... 44
B. Desain Penelitian ... 45
C. Prosedur Penelitian... 46
D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50
E. Subjek Penelitian ... 51
F. Variabel Penelitian... 52
(13)
I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 59
J. Teknik Analisis Data ... 60
K. Indikator Keberhasilan Tindakan ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 62
B. Deskripsi Subjek Penelitian... 63
C. Deskripsi Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata... 66
D. Hasil Penelitian ... 71
1. Siklus I ... 71
a. Deskripsi Perencanaan Tindakan Siklus I ... 71
b. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 72
c. Deskripsi Data Partisipasi Siswa Pada Siklus I ... 83
d. Deskripsi Data Tindakan Siklus I... 88
e. Hasil Refleksi Tindakan Siklus I ... 94
2. Siklus II ... 97
a. Deskripsi Perencanaan Tindakan Siklus II ... 97
b. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 98
c. Deskripsi Data Partisipasi Siswa Pada Siklus II... 104
d. Deskripsi Data Tindakan Siklus II ... 107
e. Hasil Refleksi Tindakan Siklus II... 109
E. Uji Hipotesis ... 111
F. Pembahasan ... 112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 121
B. Saran ... 122
DAFTAR PUSTAKA
... 124
(14)
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian... ..43
Gambar 2. Model Desain Kemmis dan Mc Taggart ... ..45
Gambar 3. Grafik Histogram Tes Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata.... ..70
Gambar 4. Grafik Histogram Hasil Tes Penguasaan Kosakata Pasca
Tindakan Siklus I ... ..94
Gambar 5. Grafik Histogram Hasil Tes Penguasaan Kosakata Pasca
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Surat - Surat ...127
1.1. Surat Izin Penelitian dari Dekan FIP UNY ...128
1.2 Surat Izin Penelitian dari BPPD Kabupaten Sleman ...129
1.3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...130
1.4 Surat Keterangan Konsultasi Ahli...131
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...132
2.1 RPP Pertemuan 1 s/d 3 Siklus I...133
2.2 RPP Pertemuan 1 dan 2 Siklus II ...147
Lampiran 3. Instrumen Penelitian... ...159
3.1 Instrumen Tes Penguasaan Kosakata... ...160
3.2 Lembar Observasi Partisipasi Siswa dalam Menggunakan
Media Rantai Huruf ... ...169
Lampiran 4. Rekapitulasi Data dan Analisis Data ...171
4.1
Hasil Tes Kemampuan Awal, Pasca Siklus I dan Pasca Siklus II ...172
4.2
Hasil Rekapitulasi Penilaian ...176
4.1
Hasil Tes Pekerjaan Siswa ...177
4.1
Lembar Hasil Observasi...204
(16)
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Waktu Kegiatan Penelitian... 51
Tabel 2.
Kisi-Kisi Tes Penguasaan Kosakata ... 56
Tabel 3.
Kriteria Penilaian Tes Penguasaan Kosakata ... 57
Tabel 4.
Kisi-Kisi Pedoman Observasi Partisipasi Belajar Siswa... 59
Tabel 5. Tes Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata ... 67
Tabel 6.
Hasil Tes Pasca Tindakan Penguasaan Kosakata Siklus I ... 88
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan, manusia memiliki kemampuan, potensi dan
kebutuhan hidup. Untuk mengembangkan kemampuan dan pemenuhan
kebutuhan hidup diperlukan kemampuan dalam mencari, menerima,
mengolah dan mengaplikasikan informasi dalam kehidupan. Semua itu
tidak dapat dilakukan secara langsung dan instan tanpa adanya proses
berpikir dan belajar yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Bahasa
menjadi penting karena merupakan alat yang sangat diperlukan manusia
untuk menunjang kehidupannya sebagai makhluk sosial, yang akan selalu
berusaha berkomunikasi dengan manusia lainnya baik secara lisan
(meliputi berbicara dan menyimak) maupun tulisan (meliputi menulis dan
membaca).
Bahasa sangat diperlukan semua orang termasuk anak tunarungu
dalam komunikasi karena untuk menunjang proses bertukarnya informasi
dari manusia satu ke manusia lainnya secara baik. Komunikasi akan
berjalan lancar dan baik apabila mereka saling memahami, mengerti apa
yang mereka bicarakan dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Hal
ini tergantung pada kemampuan berbahasa yang dimiliki. Kualitas
kemampuan bahasa dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas kosakata yang
dimiliki. Semakin banyak dan baik kosakata yang dimiliki dan dikuasai
seseorang, maka semakin baik pula kualitas keterampilan bahasanya.
(18)
Anak tunarungu sebagai anak yang mengalami hambatan fungsi
pendengaran mendapatkan hambatan dalam perkembangan dan proses
penerimaan informasi bahasa, sehingga berpengaruh terhadap pemahaman
akan bahasa itu sendiri, artinya siswa tunarungu sukar memahami bahasa
atau bicara. Dengan kata lain akibat rusaknya fungsi pendengaran
membuat potensi dan perkembangan bahasanya terhambat. Kemampuan
berbahasa penting untuk berimajinasi, mengemukakan ide atau
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Siswa tunarungu sulit
dalam melakukan aktivitas komunikasi seperti mempersepsikan, mengerti,
memahami atau menirukan ucapan kata atau kalimat yang orang lain.
Keadaan ini dapat diatasi dengan memberikan latihan sejak siswa usia
dini atau saat awal masuk sekolah. Latihan ini dengan mengenalkan
kosakata
–
kosakata benda mulai dari benda yang ada di sekitar siswa.
Untuk memberikan latihan ini perlu adanya persiapan yang matang seperti
tenaga pengajar, metode yang digunakan, serta media yang cocok sesuai
dengan karakteristik dan usia siswa.
Sering dijumpai permasalahan dalam proses belajar mengajar, baik di
sekolah umum maupun di sekolah luar biasa, khususnya dalam hal media
pembelajaran. Pada era modern seperti saat ini, sebenarnya sudah tersedia
berbagai macam media pengajaran yang dapat digunakan guru sesuai
dengan kebutuhan siswa dan kondisi sekolah. Media pengajaran sangat
bervariasi dan memiliki tujuan untuk memudahkan guru dalam
menyampaikan informasi dan pesan pembelajaran kepada siswa. Informasi
(19)
dan pesan ini nantinya akan merangsang pikiran, minat dan perhatian
siswa sehingga proses penyaluran ilmu pengetahuan dapat terjadi.
Media pengajaran yang sudah banyak diketahui seperti foto, kartu
bergambar, gambar, poster, suara,
audio visual
, permainan, dan masih
banyak lagi. Salah satu media untuk melatih kemampuan berbahasa siswa
yaitu media permainan bahasa. Media permainan bahasa yang dimaksud
merupakan
suatu
kegiatan
menyenangkan
untuk
mendapatkan
pengetahuan, keterampilan, kegembiraan, kesenangan, dan kepuasan.
Hasil pengamatan awal di kelas 2 SLB Wiyata Dharma 1, siswa
mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.
Kemampuan siswa khususnya dalam penguasaan kosakata sangatlah
rendah sehingga siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami kata
benda yang terdapat di materi pelajaran. Kurangnya kosakata benda ini
dapat dilihat dari jawaban siswa saat menjawab soal yang diberikan dan
sikap yang ditunjukkan siswa saat tidak mengerti kata
–
kata yang
dimaksud. Dari jawaban itu terlihat siswa kesulitan menuliskan nama dari
gambar yang diberikan dan ditunjukkan. Mereka sering lupa dengan
kosakata yang sudah disampaikan (ajarkan) guru pada pertemuan
sebelumnya.
Secara akademis, kemampuan siswa tunarungu di kelas 2 ini termasuk
normal terbukti dari cepatnya siswa mengikuti dan menerima pelajaran.
Namun untuk tingkat pemahaman dan penguasaan kosakata terutama
kosakata benda yang baru dikenal masih rendah dan perlu ditingkatkan.
(20)
Penguasaan kosakata benda bagi siswa tunarungu kelas 2 sangat perlu
untuk diatasi, ditangani, dan ditingkatkan karena merupakan dasar untuk
memahami materi pelajaran di jenjang selanjutnya dan melakukan
komunikasi untuk mendapatkan informasi. Setelah menguasai kosakata
benda, siswa akan mampu menggunakan kata benda tersebut dan
melanjutkan penguasaan pada kata kerja dan kata sifat untuk membantu
menunjang dalam melakukan komunikasi dan interaksi sosial.
Kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata yang masih rendah ini
dipengaruhi oleh daya ingat siswa yang cepat lupa serta penggunaan media
pembelajaran yang belum optimal. Selain itu pemanfaatan media yang
kurang optimal dan kurang bervariasi juga berpengaruh terhadap
penguasaan kosakata peserta didik. Selama ini guru cenderung masih
menggunakan media konvensional seperti menggambar di papan tulis,
buku pelajaran dan media kartu gambar yang ada di kelas sehingga
terkadang siswa salah mengerti materi pelajaran yang dimaksudkan.
Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
adalah metode demonstrasi. Selama pembelajaran siswa terlihat
melakukan aktivitas lain dikarenakan kurang tertarik untuk mengikuti
pelajaran. Guru dalam pembelajaran sudah melibatkan partisipasi siswa
tetapi belum menggunakan kegiatan bermain, sedangkan siswa tunarungu
kelas 2 termasuk siswa tingkat permulaan yang masih berada pada masa
kanak-kanaknya penuh dengan kegiatan bermain. Dengan menggunakan
permainan untuk mengajarkan kosakata, siswa akan merasa senang,
(21)
gembira dan lebih tertarik untuk mencoba. Sekolah turut andil dalam
perkembangan kemampuan berbahasa siswa. Untuk mengembangkan
kemampuan berbahasa siswa, sekolah memberikan program berupa
pembinaan artikulasi dan BKPBI. Penerapan program ini belum optimal
karena waktu pembinaan artikulasi yang terlalu singkat dan pelatihan
BKPBI masih dilakukan secara klasikal.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata
benda siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman. Peneliti
menggunakan media rantai huruf sebagai media dalam proses
pembelajaran. Media rantai huruf merupakan salah satu jenis dari media
permainan bahasa guna meningkatkan pengetahuan, minat dan motivasi
belajar siswa. Media yang digunakan adalah media bermain dengan
peraturan dan cara sederhana yang mengharuskan siswa untuk membentuk
kata baru dengan menyambungkan huruf terakhir pada kata sebelumnya.
Penerapan media ini dapat dimodifikasi sesuai keinginan dan kebutuhan
pemainnya. Materi permainan juga dibatasi sesuai dengan tema dan
pembelajaran saat itu. Selain itu karena siswa terlibat langsung dalam
proses pembelajaran yang berupa kegiatan bermain, maka siswa akan
lebih mudah memahami dan mengingat konsep dari kosakata benda baik
secara bentuk nyata, gambar, dan tulisannya.
Media permainan bahasa rantai huruf merupakan kegiatan bermain
dengan menyambungkan huruf terakhir pada suatu kata untuk membentuk
kata baru lainnya. Media ini sebagai upaya untuk meningkatkan dan
(22)
membina penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata
Dharma 1, Sleman. Kosakata yang dimaksud yaitu kosakata benda yang
ada di sekitar siswa.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi
masalah penelitian sebagai berikut:
1.
Penguasaan kosakata benda pada siswa tunarungu masih rendah,
sehingga masih sulit dalam memahami materi pelajaran dan
berkomunikasi.
2.
Penggunaan media dan cara belajar dalam pengenalan kosakata benda
belum bervariasi, sehingga prnguasaan kosakata yang dimiliki rendah.
3.
Belum optimalnya penggunaan media di sekitar sekolah untuk
mengenalkan kosakata pada siswa tunarungu.
4.
Belum adanya program pengembangan bahasa secara sistematis,
sehingga kemampuan bahasa siswa rendah terutama kemampuan
kosakata.
C.
Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada penguasaan kosakata benda
pada siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman masih
rendah, sehingga masih sulit dalam memahami materi pelajaran dan
berkomunikasi.
(23)
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut di atas, maka peneliti
merumuskan
masalah
sebagai
berikut:
Bagaimana
peningkatan
penguasaan kosakata benda dengan media rantai huruf pada siswa
tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, Sleman?
E.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang
akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan
kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, Sleman
melalui media rantai huruf.
F.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1.
Secara Teoritis.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan terhadap perkembangan ilmu pendidikan, khususnya
dalam mengajarkan kosakata benda bagi siswa tunarungu dengan
menggunakan media rantai huruf.
2.
Secara Praktis.
a.
Bagi Peneliti.
Memperoleh wawasan dan pengalaman baru terkait cara
mendidik siswa tunarungu yang selanjutnya dapat menjadi acuan
(24)
Bahasa Indonesia, khususnya pengenalan dan pemahaman kosakata
benda.
b.
Bagi Siswa kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1.
Dapat mempermudah dan meningkatkan hasil prestasi belajar
siswa dalam penguasaan kosakata benda. Selain itu juga dapat
meningkatkan motivasi belajar karena kegiatan dilakukan dalam
situasi bermain.
c.
Bagi Guru
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam penggunaan dan
pengoptimalisasian media pembelajaran yang digunakan, dalam
usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran bagi siswa tunarungu
kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, khususnya dalam penguasaan
kosakata benda Bahasa Indonesia.
d.
Bagi Sekolah
Sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan
menentukan atau memilih media pembelajaran untuk meningkatkan
kosakata pada siswa tunarungu.
G.
Batasan Istilah
1.
Siswa Tunarungu
Siswa Tunarungu
dalam penelitian ini adalah siswa tunarungu yang
duduk di kelas 2 SLB Wiyata Dharma 1, Sleman yang mengalami
(25)
hambatan fungsi pendengaran dan keterlambatan dalam perkembangan
bahasa sehingga keterbatasan dalam penguasaan kosakata.
2.
Penguasaan kosakata benda
Penguasaan kosakata benda
adalah kemampuan memahami dan
mengingat sejumlah perbendaharaan kosakata benda Bahasa Indonesia
yang ada di sekitar siswa.
3.
Media rantai huruf
Media rantai huruf
adalah alat permainan bahasa yang dalam
penggunaannya mengharuskan siswa untuk membentuk kata baru
dengan menyambungkan huruf terakhir pada kata sebelumnya sesuai
dengan tema pelajaran yang ditentukan.
(26)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Tinjauan tentang Anak Tunarungu
1.
Pengertian Anak Tunarungu
Ada berbagai macam definisi dari para ahli mengenai pengertian
anak tunarungu, sesuai dengan pandangan dan kepentingan masing
–
masing. Bandi Delphie (2006:102), menyatakan bahwa: “anak
tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar sebagian atau seluruhnya,
diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indera
pendengaran”. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan
oleh
Hallahan & Kauffman (2009:
340), yaitu: “
Hearing impairment is a
broad term that covers individuals with impairments ranging from
mild to profound; it includes those who are deaf or hard of hearing”.
Pendapat ini menyatakan bahwa penyandang gangguan pendengaran
adalah seseorang yang mengalami gangguan pendengaran dengan
rentang dari rendah sampai yang paling berat; yaitu tuli sebagian dan
tuli total. Pendapat ini didukung oleh Somad & Tati (1995:26), yang
mengemukakan bahwa:
Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau
seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari
–
hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara
kompleks.
(27)
Pendapat ini mengisyaratkan bahwa anak tunarungu mengalami
berbagai macam masalah yang sangat kompleks di dalam
kehidupannya sebagai dampak dari ketidakmampuannya mendengar
dan mendapatkan pengetahuan dari lingkungan. Suparno (2001:9),
mengemukakan pendapat lain tentang pengertian anak tunarungu,
sebagai berikut:
Secara pedagogis tunarungu dapat diartikan sebagai suatu
kondisi ketidakmampuan seseorang dalam mendapatkan
informasi secara lisan, sehingga membutuhkan bimbingan dan
pelayanan khusus dalam belajarnya di sekolah. Pengertian ini
lebih menekankan pada upaya pengembangan potensi
penyandang tunarungu, melalui proses pendidikan khusus.
dengan begitu penyandang tunarungu dapat mengembangkan
dirinya secara optimal dan bertanggung jawab dalam
kehidupan sehari
–
hari.
Beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tentang
pengertian tunarungu di atas, dapat disimpulkan bahwa tunarungu
yaitu kondisi ketidakmampuan mendengar yang dialami seseorang
sebagai akibat kekurangan atau kehilangan fungsi pendengarannya
baik
sebagian
atau
seluruhnya.
Kondisi
ini
menyebabkan
terhambatnya proses perolehan
informasi
bahasa
melalui
pendengaran yang berdampak secara kompleks pada kemampuan
berbahasa sebagai alat komunikasi dan membutuhkan penanganan
untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri anak
tunarungu secara optimal.
(28)
2.
Karakteristik Anak Tunarungu
Setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda
–
beda,
terutama pada anak berkebutuhan khusus. Anak tunarungu memiliki
karakteristik yang khas sebagai dampak dari ketunarunguannya.
Karakteristik anak tunarungu yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai
berikut:
a.
Karakteristik Anak Tunarungu dalam Aspek Akademis dan Bahasa
Pada umumnya kemampuan intelegensi sebagian besar anak
tunarungu normal atau rata - rata, tetapi karena kesulitan
memahami bahasa menyebabkan anak tunarungu mempunyai
prestasi yang rendah dibanding anak
–
anak normal. Murni
Winarsih (2007:
34), berpendapat bahwa, “perkembangan kognitif
pada anak tunarungu ditandai dengan keterlambatan perkembangan
yang di
sebabkan terganggunya kemampuan berbahasa mereka”.
Akibat dari terganggunya perkembangan bahasa ini menyebabkan
anak tunarungu mengalami ketertinggalan kemampuan akademis
dari anak normal. Wardani, dkk. (2008:5.18) berpendapat bahwa:
Bahasa merupakan kunci masuknya berbagai ilmu
pengetahuan sehingga keterbatasan dalam kemampuan
berbahasa
menghambat
anak
tunarungu
untuk
memamahami
pengetahuan
lainnya.
Kesulitan
berkomunikasi
yang
dialami
anak
tunarungu,
mengakibatkan mereka memiliki kosakata yang terbatas,
sulit
mengartikan
ungkapan-ungkapan
bahasa
yang
mengandung kiasan, sulit mengartikan kata-kata abstrak,
serta kurang menguasai irama dan bahasa.
(29)
Perkembangan
bahasa
banyak
memerlukan
ketajaman
pendengaran sehingga anak dapat meniru suara
–
suara yang ada di
sekitarnya. Terganggunya fungsi pendengaran yang dialami anak
tunarungu menyebabkan terganggunya pula proses imitasi suara
dan perkembangan bahasanya, sehingga mereka memiliki
keterbatasan dalam kosakata, keterbatasan membentuk ucapan
dengan baik, serta keterbatasan dalam melakukan komunikasi.
Menurut Edja Sadjaah (2005:109), karakteristik segi bahasa anak
tunarungu secara umum yaitu :
1)
miskin dalam perbendaharaan kata
2)
sulit memahami kata
–
kata yang bersifat abstrak
3)
sulit memahami kata
–
kata yang mengandung arti kiasan
4)
irama dan gaya bahasanya monoton
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, kemampuan akademis
anak tunarungu mengalami keterlambatan dibanding anak
mendengar sebagai akibat kesulitannya memahami bahasa, yang
menyebabkan mereka terhambat pula dalam proses memperoleh
pengetahuan melalui berbagai informasi. Kemampuan bahasa yang
rendah pada anak tunarungu ini tentu sangat mengganggu proses
komunikasi dalam rangka memperoleh informasi. Diperlukan
penanganan yang tepat berkaitan dengan pendidikan bahasa
sebagai sarana berkomunikasi untuk memperoleh informasi yang
lebih banyak dari lingkungannya.
(30)
b.
Karakteristik dalam Aspek Sosial Emosional
Keterbatasan dalam mendengar tidak hanya berdampak pada
sulitnya anak dalam memahami bahasa dan melakukan
komunikasi, tetapi juga berdampak pada terganggunya aspek sosial
dan emosinya. Kemampuan sosial dan emosi anak berkembang
karena adanya suatu pengalaman komunikasi yang dilakukannya
dengan lingkungan, baik dengan orangtua maupun dengan anak
–
anak yang lain. Apabila pengalaman ini tidak didapatnya dengan
baik maka akan menyebabkan masalah terhadap kemampuan sosial
dan emosi. Wardani, dkk. (2008:5.19) mengemukakan bahwa:
Kekurangan terhadap bahasa lisan sering menyebabkan
anak tunarungu menafsirkan segala sesuatu dengan negatif,
sehingga membuat anak tunarungu memiliki karakteristik,
seperti: pergaulan terbatas pada sesama tunarungu, sifat
egosentris yang melebihi anak normal, perasaan takut
terhadap lingkungan sekitar, perhatian mereka sukar
dialihkan,
memiliki
sifat
polos
sehingga
mudah
menyampaikan perasaannya kepada orang lain, serta cepat
marah dan tersinggung.
Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan anak
tunarungu juga perlu dikembangkan pada aspek
–
aspek lain seperti
aspek sosial dan emosi. Hal ini dikarenakan aspek sosial dan emosi
sangat diperlukan anak dalam berinteraksi dengan lingkungannya
guna mendapatkan pengalaman, informasi dan mengembangkan
kemampuan
–
kemampuan lainnya. Anak tunarungu perlu dilatih
sejak dini, dimulai dari lingkungan keluarga sehingga mampu
(31)
menyesuaikan diri dan mampu mengelola kemampuan sosial dan
emosinya secara lebih baik.
c.
Karakteristik dalam Aspek Motorik
Motorik pada anak tunarungu secara umum berkembang baik,
terutama motorik kasar. Yuke Siregar dalam Edja Sadjaah
(2005:
112) menyatakan bahwa “perkembangan motorik kasar anak
tunarungu tidak banyak mengalami hambatan, terlihat otot
–
otot
tubuh mereka yang cukup kekar, mereka memperlihatkan gerak
motorik yang kuat dan lincah”. Hal ini
menunjukkan bahwa anak
tunarungu mampu melakukan aktivitas
–
aktivitas yang
membutuhkan kekuatan otot dan gerakan
–
gerakan kasar. Namun,
untuk melakukan aktivitas yang melibatkan motorik halus anak
tunarungu mengalami hambatan. Motorik halus yang dimaksud
yaitu gerakan halus dan lembut seperti gerakan dalam suatu tarian
yang membutuhkan pendengaran yang baik untuk mendengarkan
bunyi musik yang mengiringi tarian. Selain itu, sebagian anak
tunarungu mengalami gangguan dalam keseimbangan yang
dikarenakan adanya kerusakan pada telinga dalam tepatnya pada
organ keseimbangan (
vestibule),
sehingga ketika berjalan atau
berdiri tegak mereka terlihat kaku.
Setelah dilakukan observasi terlihat karakteristik siswa tunarungu
kelas 2 baik dari segi bahasa, emosi, dan motorik. Siswa mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi, memahami materi pelajaran yang
(32)
disebabkan karena terbatasnya kosakata yang dimiliki dan dikuasai
siswa. Dampak lain dari keterbatasan kosakata dan bahasa ini
menyebabkan emosi siswa sering terganggu, siswa mudah tersinggung
karena kesalahan dalam persepsi dan siswa sering tergantung pada
keadaan perasaannya.
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu di atas, pendidik
diharapkan mampu memahami kondisi dan kemampuan peserta didik,
sehingga dapat mengupayakan pengajaran yang sesuai dan tepat
dengan kebutuhannya. Selain itu dengan memahami karakteristik ini
dapat mempererat hubungan antara pendidik dan peserta didik
terutama dalam menjalin interaksi di dalam kelas sehingga
mempermudah proses pengajaran.
3.
Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu
Menurut Salim dalam Tarmansyah (1984:13), pola perkembangan
bahasa bicara anak tunarungu yaitu :
a.
Pada awal masa meraban, anak tunarungu tidak mengalami
hambatan karena hal tersebut merupakan kegiatan alami dari
pernafasan dan pita suara. Pada saat akhir meraban mulailah
terjadi perbedaan bahasa pada tahap meraban sebagai awal
perkembangan bicara terhenti.
b.
Pada masa meniru, anak tunarungu terbatas pada peniruan
visual, yaitu gerak dan isyarat. Oleh karena itu, ada pendapat
yang menyatakan bahwa bahasa isyarat merupakan bahasa ibu
anak tunarungu, sedangkan bahasa bicara merupakan bahasa
asing bagi anak tunarungu.
c.
Perkembangan bahasa dan bicara selanjutnya pada anak
tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif
sesuai dengan taraf ketunarunguan dan kemampuan yang
dimiliki.
(33)
Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda
dengan perkembangan bahasa anak normal. Menurut Somad
(1996:138
–139), “tahap perkembangan bahasa anak tunarungu
yaitu
pada masa awal meraban, anak tunarungu mencapai tahap meraban
sama sepe
rti anak normal lainnya”.
Tahap awal ini merupakan tahapan
alamiah yang akan dialami setiap anak. Anak hanya mengeluarkan
suara yang tidak teratur dan menangis. Memasuki tahap meraban akhir
mulai terjadi perbedaan perkembangan. Pada tahap ini perkembangan
bahasa dan bicara anak tunarungu terhenti. Menurut Efendi (2005:76),
“terhentinya perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu
disebabkan tidak adanya umpan balik atas suara dan perhatian orang di
sekitarnya, sehingga berakhirnya tahap meraban ini tidak diikuti tahap
perkembangan selanjutnya”. Ketidakmampuan dalam mendengar
suara, bunyi, nada, kata sebagai bahasa dari lingkungan sekitar ini
menyebabkan kemampuan kosakata yang dimiliki sedikit.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa tahap
perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda
dengan anak normal lainnya, namun pada tahap akhir meraban mula
menunjukkan perbedaan. Perbedaan pada tahap ini menyebabkan anak
tunarungu tidak dapat meniru informasi di lingkungannya secara utuh
karena hanya terbatas pada peniruan visual. Hal ini menyebabkan
kemampuan anak tunarungu dalam mengetahui dan menguasai
kosakata sangat kurang. Tahap perkembangan bahasa ini perlu
(34)
diketahui oleh guru sebagai pendidik agar dapat memahami kebutuhan
anak tunarungu dan memberikan pengajaran khususnya kosakata
dengan memperhatikan aspek yang diperlukan seperti aspek visual.
4.
Dampak Ketunarunguan Terhadap Bahasa Anak Tunarungu
Kerusakan atau gangguan pendengaran menyebabkan pendengaran
akan kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini mengakibatkan
ketajaman pendengaranpun berkurang sehingga persepsi auditorisnya
kurang berkembang. Edja Sadjaah (2005:121), berpendapat tentang
hambatan anak tunarungu dalam bahasa yaitu “… ketidakmampuan
dan keterbatasan dalam mendengar suara
–
suara, bunyi, nada, kata
–
kata yang disebut bahasa dari lingkungan sekitarnya”.
Ketidakmampuan mendengar suara ini menyebabkan kurangnya
kosakata yang dimiliki anak tunarungu sebagai komponen dasar untuk
berkomunikasi. Sebagai dampaknya anak tunarungu kurang mengerti
kegunaan kata
–
kata, sulit mengekspresikan kehidupan emosi dan
sosialnya, serta sulit menyatakan keinginan ataupun pikiran
–
pikirannya.
Menurut Mohammad Efendi (2005:75), ada dua hal penting yang
menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek
kebahasaannya, yaitu:
Pertama;
konsekuensi
akibat
kelainan
pendengaran
(tunarungu) berdampak pada kesulitan dalam menerima segala
macam rangsang bunyi atau peristiwa bunyi yang ada di
sekitarnya. Kedua; akibat keterbatasannya dalam menerima
rangsang bunyi pada gilirannya penderita akan mengalami
(35)
kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang
ada di sekitarnya.
Kemunculan kedua kondisi di atas secara langsung dapat
mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu. Hal
ini berhubungan dengan kemampuannya dalam menerima rangsang
bunyi. Seseorang dapat berbicara karena memiliki kemampuan bahasa
yang baik. Kemampuan bahasa ini ditunjang dari hasil pengamatannya
terhadap bunyi di lingkungan sekitarnya. Edja Sadjaah dan Dardjo
Sukarja (1995:
55), berpendapat bahwa “selain mempengaruhi
perkembangan bahasa dan bicara, ketunarunguan juga mempunyai
dampak
–
dampak lain seperti hambatan dalam intelegensi,
kemampuan motorik, kemampuan sosial dan kepribadian
”. A
nak
tunarungu juga membutuhkan perhatian, pelayanan dan kesempatan
yang sebaik
–
baiknya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa ketunarunguan memiliki banyak dampak berupa hambatan
perkembangan bahasa, intelegensi, sosial emosi, motorik dan
kepribadian. Hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara anak
tunarungu menjadi prioritas utama untuk diatasi dan ditangani karena
bahasa merupakan kunci untuk mendapatkan informasi dan mengatasi
masalah - masalah yang lain. Apabila perkembangan penguasaan
kosakata terganggu, akibatnya kuantitas dan kualitas kosakata yang
dimiliki kurang baik. Oleh karena itu diperlukan adanya pengajaran
dan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan kosakata
(36)
anak tunarungu, salah satunya dengan menggunakan media yang
menarik seperti media rantai huruf. Dengan media ini diharapkan
kosakata yang dimiliki dan dikuasai anak tunarungu meningkat
sehingga dapat mencari dan mengolah informasi yang berguna serta
berkomunikasi dan berinteraksi sosial di lingkungan.
B.
Tinjauan tentang Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu
1.
Pengertian Kosakata
Kosakata merupakan bagian dari komponen bahasa. Di samping
tata bunyi, tata kalimat, tata makna, kosakata juga memiliki peranan
penting dalam berbahasa. Untuk itu dalam mempelajari bahasa,
seseorang harus menguasai kosakata. Menurut Burhan Nurgiantoro
(2010:
338), “kosakata, perbendaharaan kata atau kata yang disebut
juga dengan leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu
bahasa
”
. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan Kridalaksana
(1984:
98), yang menyatakan bahwa “kosakata sebagai kekayaan kata
yang dimiliki oleh seorang pembaca atau penulis atas suatu bahasa”.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kosakata yang dikuasai oleh
seseorang sangat diperlukan untuk membantu dalam berkomunikasi.
Dengan kata lain bahwa bahasa tidak akan ada tanpa kosakata.
Semakin banyak kosakata yang kita miliki, semakin besar pula
kemungkinan orang terampil berbahasa, (Tarrigan, 1984:3). Seseorang
(37)
dikatakan menguasai kosakata apabila sudah memiliki kualitas dan
kuantitas kata yang cukup serta mampu berkomunikasi dengan baik.
Dalam mencapai penguasaan bahasa seseorang perlu menguasai
kosakata. Penguasaan kosakata perlu diajarkan secara bertahap kepada
peserta didik termasuk anak tunarungu. Pengajaran ini ditujukan untuk
menambah jumlah kosakata yang dimiliki peserta didik. Menurut
Parwo dalam anis Yunisah (2007:
11), “penguasaan kosakata
adalah
ukuran pemahaman seseorang terhadap kosakata suatu bahasa dan
kemampuannya menggunakan kosakata tersebut baik secara lisan
maupun tulisan”.
Seseorang yang menguasai kosakata menunjukkan
bahwa seseorang tersebut mengenal, paham, dan mampu menggunakan
kosakata itu baik secara lisan maupun tulisan. Tingkat bahasa dan
penguasaan kosakata yang digunakan dalam berkomunikasi akan
mempengaruhi seseorang dalam menyampaikan ide, gagasan,
pikirannya kepada orang lain serta tingkat pemahamannya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kosakata merupakan kata
–
kata yang dikuasi seseorang yang memiliki
arti dan makna sehingga dapat dimengerti dan dipahami orang lain.
Penguasaan kosakata sangat penting untuk diajarkan kepada peserta
didik karena
dapat
membantu
mengembangkan kemampuan
berkomunikasi secara lebih baik seperti kemampuan berbicara,
menyimak, menulis dan membaca. Selain itu, dengan menguasai
kosakata seseorang akan lebih mudah memahami suatu informasi baik
(38)
secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu kosakata perlu diajarkan
kepada siswa tunarungu agar mereka dapat memahami dan menguasai
kosakata
sehingga
memungkinkan
siswa
tunarungu
untuk
menggunakannya
dalam
melakukan
komunikasi,
memperoleh
informasi dan mengembangkan kemampuannya.
2.
Tujuan Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu
Kosakata merupakan komponen dan kunci utama untuk
melakukan komunikasi. Tanpa adanya kosakata maka komunikasi
tidak akan berjalan baik karena tidak ada bahasa di dalamnya. Untuk
melakukan komunikasi yang baik ini maka sangat diperlukan
penguasaan kosakata yang memadai. Subyakto dan Nababan
(1992:124) berpendapat bahwa “bahasa adalah segala bentuk
komunikasi ketika pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan
supaya dapat menyampaikan arti kepada
orang lain”. Dari pendapat ini
jelas bahwa bahasa yang disimbolkan dalam kosakata sangat penting
untuk dikuasai semua orang karena berfungsi untuk menyampaikan
pikiran dan membantu dalam melakukan interaksi sosial,
berkomunikasi dengan baik, serta mengekspresikan dirinya.
Dalam menggunakan dan mempelajari suatu bahasa, kemampuan
seseorang akan sangat dipengaruhi oleh jumlah kosakata yang dimiliki.
Untuk itulah pengajaran kosakata perlu diberikan dengan tujuan untuk
menambah perbendaharaan kata yang dimiliki dan dikuasai peserta
didik. Sejalan dengan pendapat ini, Tarrigan (1994:14) menyatakan
(39)
bahwa “
keterampilan berbahasa seseorang meningkat apabila kuantitas
dan kualitas kosakatanya meningkat”.
Hal ini menunjukkan bahwa
ketika kemampuan kosakata seseorang meningkat maka dapat
dikatakan kemampuan berbahasanya pun meningkat. Dari pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa tujuan penguasaan kosakata adalah
untuk meningkatkan kemampuan berbahasa sebagai penunjang untuk
melakukan interaksi sosial, komunikasi dan mengekspresikan diri.
3.
Tahap Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu
Pada dasarnya setiap manusia akan mengikuti pola perkembangan
bahasa yang sama. Sejak dalam kandungan tak jarang janin diajak
berkomunikasi, mulai dengan cara mengelus, mendengarkan musik,
bahkan sampai diajak berbicara. Dengan cara seperti ini secara tidak
sadar orangtua telah memberikan pengajaran bahasa awal kepada
janinnya. Setelah lahir, bayi juga mendapatkan stimulus dari bahasa -
bahasa yang didengarnya dari lingkungan sekitarnya. Hal ini akan
membantu anak dalam perkembangan alami bahasanya.
Perkembangan bahasa dan penguasaan kosakata anak akan
berkembang baik apabila anak sering dilatih dan mendapatkan
stimulus yang baik pula. Hal ini dikarenakan penguasaan kosakata
bukan proses spontan dan keterampilan yang sederhana. Penguasaan
kosakata dapat dicapai melalui tahapan
–
tahapan tertentu yang
mencakup proses pengenalan, pemilihan serta penerapan agar dapat
(40)
berkembang dengan baik dan benar. Keraf (2007:65), menyatakan
bahwa tahapan yang tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Masa kanak-kanak
Pada masa ini seorang anak dalam menguasai kosakata
cenderung ekstensif secara luas tetapi tidak mendalam untuk
mengungkapkan gagasan yang konkret. Pada masa ini anak
ingin mengetahui kata-kata untuk mengungkapkan segala yang
terindera oleh dirinya, terutama yang berkaitan dengan
kebutuhan pokoknya misalnya makan,minum dan sebagainya.
b.
Masa Remaja
Pada masa ini terjadi proses belajar, karena anak mulai belajar
untuk menguasai bahasanya dan memperluas kosakatanya
secara sadar. Pada masa ini proses penguasaan kosakata seperti
masa kanak-kanak tetapi berlangsung secara bersama-sama
dan terus berkembang.
c.
Masa Dewasa
Pada masa ini penguasaan kosakata semakin mantap karena
seorang anak semakin banyak terlibat dalam komunikasi.
Untuk dapat berkomunikasi dalam segala hal, seseorang
dituntut menguasai kosakata secara mantap karena segala
aktivitas dalam masyarakat harus ditanggapi dengan bahasa
.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas disimpulkan bahwa
kosakata yang dikuasai seseorang tergantung dari tingkat keberhasilan
pada setiap tahap perkembangan kosakata yang dilaluinya. Penguasaan
kosakata yang dimiliki akan meningkat apabila anak berhasil melewati
tahapan perkembangan dengan baik dan mendapatkan pengajaran yang
tepat. Pengajaran kosakata yang diberikan dengan sesuai dan baik akan
mempengaruhi kualitas dan kuantitas kosakata yang dimiliki
seseorang. Begitu pula pengajaran kosakata pada anak tunarungu,
apabila diberikan sejak dini mengikuti tahap perkembangan kosakata
maka kuantitas yang dimiliki anak akan lebih banyak dan kualitasnya
pun lebih baik karena tidak asing lagi dengan kosakata yang ada. Pada
(41)
penelitian ini anak tunarungu kelas 2 SD termasuk pada masa kanak
–
kanak yang dalam tahap penguasaan kosakatanya sangat membutuhkan
pengajaran kosakata. Penguasaan kosakata yang baik akan sangat
membantu dalam perkembangan bahasa, cara berkomunikasi dan
interaksi sosial anak di tengah masyarakat.
4.
Faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Kosakata Anak
Tunarungu
Seseorang dapat menguasai bahasa karena ada beberapa faktor
yang mempengaruhinya. Begitu pula dalam mempelajari dan
menguasai kosakata juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Edja Sadjaah (2005:140), beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar
perkembangan bahasa, bicara dan kosakata akan berjalan baik, sebagai
berikut:
a.
Faktor psikologis
–
internal : menyangkut aspek intelegensi,
minat anak terhadap sesuatu yang dilihat, diraba, dirasakan,
diinginkan yang diekspresikan olehnya. Adanya kemampuan
meniru, kemampuan berfikir, dan kemampuan emosional
terhadap sesuatu di lingkungannya.
b.
Faktor fisiologis : menyangkut ketajaman pendengaran
(kemampuan memanfaatkan sisa pendengarannya) untuk
mengindera bunyi yang disebut bahasa atau kata
–
kata.
Kondisi perangkat alat bicara dan susunan syaraf yang
berfungsi baik, mampu mengendalikan otot
–
otot bicara untuk
mengekspresikan tuturan kata dengan baik.
c.
Faktor lingkungan : keberadaan orang - orang sekitarnya yang
mampu berbahasa bicara secara baik dan benar sesuai pola
–
pola linguistis, kemampuan orang
–
orang terdekatnya dalam
mengekspresikan bahasa
–
bicara secara jelas artikulasi sesuai
dengan pola standar ucapan bunyi bahasa, kemampuan orang
terdekatnya dalam memotivasi keberanian mengekspresikan
bahasanya.
(42)
Menurut Murni Winarsi (2007 : 44), ada dua faktor yang dapat
mengganggu perkembangan bahasa, antara lain “faktor medis yaitu
gangguan akibat fungsi otak atau akibat kelainan alat bicara dan
pendengaran. Faktor sosial yaitu gangguan akibat lingkungan kehiduan
manusia yang tidak alamiah, seperti tersisih atau terisolai dari
lingkungan kehidupan masyarakat yang sewajarnya”. Sedangkan
menurut Dardjowidjojo (2008:
258), “ kosakata awal yang diketahui
anak diperoleh dari ujaran di lingk
ungannya”.
Beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa banyak
hal, faktor, dan berbagai kondisi yang turut mempengaruhi penguasaan
kosakata. Faktor tersebut baik secara internal maupun eksternal
individu. Begitu pula pada anak tunarungu terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi kemampuan penguasaan kosakata, seperti organ bicara,
kondisi akibat kelainan fungsi pendengaran, serta lingkungan.
Lingkungan memiliki peranan yang cukup berarti, karena pada
lingkungan tempat anak beradaptasi pemahaman dan penguasaan
kosakatanya berkembang. Selain itu juga harus sesuai dengan
tingkatan umurnya.
5.
Ruang Lingkup Kosakata
Kosakata dalam suatu bahasa ada dalam kelompok masyarakat dan
sering digunakan di kehidupan sehari-hari tidak ada yang tetap.
Kosakata akan terus berubah dan berkembang seiring dengan
perkembangan
zaman.
Henry
G.
Tarrigan
(1985:197
–
198),
(43)
menyatakan bahwa “k
osakata terdiri dari dua, yaitu kosakata dasar dan
kosakata serapan. Kosakata dasar adalah perbendaharaan kata dasar
sesuatu bahasa, tidak mudah berubah dan sedikit sekali kemungkinan
diambil dari bahasa lain. Kosakata serapan adalah kosakata yang dapat
berubah dan merupakan serapan dari bahas
a asing”.
Secara lebih rinci Tarigan (1994:529-533) menyebutkan kosakata
dapat dikategorikan sebagai berikut ini:
a)
Kosakata dasar
Kosakata dasar
(basic vocabularry)
adalah kata-kata yang
tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya
dipungut dari bahasa lain. Di bawah ini yang termasuk ke
dalam kosakata dasar yaitu:
1)
Istilah kekerabatan, misalnya: ayah, anak, nenek, kakek,
paman, bibi, mertua, dan sebagainya;
2) Nama-nama bagian tubuh, misalnya: kepala, rambut, lidah
dan sebagainya;
3)
Kata ganti (diri, petunjuk), misalnya: saya, kamu, dia, kami,
kita, mereka, ini, itu, sana, sini dan sebagainya;
4)
Kata bilangan, misalnya: satu, dua, sepuluh, seratus, sejuta,
dan sebagainya;
5)
Kata kerja, misalnya: makan, minum, tidur, pergi, dan
sebagainya;
6)
Kata keadaan, misalnya: suka, duka, lapar, haus, dan
sebagainya;
7)
Kosakata benda, misalnya: tanah, udara, air, binatang,
matahari, dan sebagainya.
b)
Kosakata aktif dan kosakata pasif
Kosakata aktif ialah kosakata yang sering dipakai dalam
berbicara atau menulis, sedangkan kosakata pasif ialah
kosakata yang jarang bahkan tidak pernah dipakai, tetapi
biasanya digunakan dalam istilah puitisasi. Sebagai contoh
dapat tergambar dalam tabel di bawah ini.
KOSAKATA AKTIF DAN PASIF
Kosakata Aktif
Kosakata Pasif
Bunga, kembang
Matahari
Angin
Hati
Jiwa
Puspa, kusuma
Surya, mentari
Bayu, puwana
Kalbu
Sukma
(44)
(zaman) dahulu
dsb.
Bahari
dsb.
c)
Bentukan kosakata baru
Kosakata baru ini muncul disebabkan adanya sumber dalam
dan sumber luar bahasa. Sumber dalam diartikan sebagai
kosakata swadaya bahasa Indonesia sendiri, sedangkan sumber
luar merupakan sumber yang berasal dari kata-kata bahasa
lain. Kosakata sumber luar ini meliputi pungutan dari bahasa
daerah ataupun juga bahasa asing.
d) Kosakata umum dan khusus
Kosakata umum adalah kosakata yang sudah meluas ruang
lingkup pemakaiannya dan dapat menaungi berbagai hal,
sedangkan kosakata khusus adalah kata tertentu, sempit, dan
terbatas dalam pemakaiannya.
e)
Makna denotasi dan konotasi
Makna denotasi yaitu kata atau kelompok kata yang
didasarkan pada penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar
bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu, sifatnya
objektif. Makna denotasi ini biasa disebut juga dengan makna
sebenarnya; makna yang mengacu pada suatu referen tanpa ada
makna embel-embel lain; bukan juga makna kiasan atau
perumpamaan. Makna denotasi ini tidak menimbulkan
interpretasi dari pendengar atau pembaca.
Makna konotasi adalah makna yang timbul dari pendengar
atau pembaca dalam menstimuli atau meresponnya. Dalam
merespon ini terkandung emosional dan evaluatif yang
mengakibatkan munculnya nilai rasa terhadap penggunaan atau
pemakaian
bahasa
atau
kata-kata
tersebut.
Dalam
pembagiannya, makna konotasi ini terbagi menjadi konotasi
positif dan konotasi negatif. Konotasi positif yaitu konotasi
yang mengandung nilai ras tinggi, baik, halus, sopan dan
sebagainya. Misalnya: suami isteri, jenazah, nenek dan
sebagainya. Sedangkan yang dimaksud konotasi negatif adalah
konotasi yang mengandung nilai rasa rendah, jelek, kasar,
kotor, porno, dan sebagainya. Misal: laki bini, buruh, mayat,
bunting, udik, dan sebagainya.
f)
Kata tugas
Kata tugas dapat bermakna apabila dirangkaikan dengan kata
lain. Kata tugas ini hanya memiliki arti gramatikal seperti ke,
karena, dan, dari, dan sebagainya.
g)
Kata benda (nomina)
Kata benda atau nomina dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
segi, yaitu dari segi semantis, sintaksis, dan segi bentuk.
Secara semantis kata benda adalah kata yang mengacu pada
manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Secara
(45)
„bukan‟. Sedangkan dari segi bentuk morfologinya, kata benda
terdiri atas nomina bentuk dasar dan nomina turunan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kosakata memiliki ruang lingkup yang bermacam
–
macam dan ada
yang berubah seiring perkembangan zaman. Kosakata yang dikuasai
manusia tergantung pada perkembangan bahasanya dan stimulasi yang
didapatnya. Seperti itu pula yang terjadi pada siswa tunarungu.
Kosakata yang dikuasai tergantung pada stimu
6.
Ruang Lingkup Kosakata Benda
Kosakata terdiri dari bermacam
–
macam jenis, salah satunya yaitu
kosakata benda. Menurut Teguh Bharata Adji (2004:
14) “kata benda
atau nomina didefinisikan dengan nama dari semua benda dan segala
yang dibendakan”. Abdul Chaer (2006: 87
-88), mengatakan bahwa
kata benda ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a.
Kata benda yang jumlahnya dapat dihitung, seperti kata-kata
yang menyatakan: orang (termasuk kata yang menyatakan
nama diri, nama kekerabatan, nama pangkat, jabatan atau
pekerjaan, atau nama gelar), menyatakan hewan, tumbuhan,
alat, pekakas atau perabot, benda alam, hal atau proses, dan
yang menyatakan hasil (seperti jawatan atau karangan).
b.
Kata benda yang jumlahnya tidak terhitung. Untuk dapat
dihitung di depan kata benda itu harus diletakkan kata
keterangan ukuran satuan seperti:
gram, ton,cm, km, persegi,
hectare, liter atau kubik
. Kata benda ini termasuk kata-kata
yang menyatakan bahan dan zat.
c.
Kata benda yang menyatakan nama khas. Di muka kata benda
ini tidak dapat diletakkan kata bilangan, seperti: Jakarta, Bali,
Eropa atau Galunggung.
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa kosakata benda
adalah nama dari semua benda yang ada dan segala yang dibendakan.
(46)
Pemilihan jenis kosakata yang tepat sangat diperlukan dalam
pembelajaran, terutama bagi anak tunarungu. Ruang lingkup kosakata
yang dikembangkan dalam penelitian ini sesuai dengan isi standar
kompetensi pada kurikulum yang digunakan sekolah di kelas rendah
yaitu pada penguasaaan kosakata benda karena kosakata benda dirasa
tepat bagi anak tunarungu kelas 2 usia kanak
–
kanak yang masih
memiliki kosakata yang sedikit dan kosakata yang diajarkan harus
berdasarkan yang ada di lingkungan sehingga anak mudah menemui
bentuk konkritnya. Dengan begitu akan semakin mudah bagi anak
untuk belajar dan menguasai kosakata benda. Fokus kosakata yang
dikenalkan meliputi hewan, alat rumah tangga dan buah - buahan.
Kata-kata yang dikenalkan adalah kata-kata ringan yang mudah
dimengerti anak, serta mudah ditemui bentuk konkretnya.
C.
Tinjauan tentang Media Pengajaran
1.
Pengertian Media Pengajaran
Dalam proses belajar mengajar pendidik menggunakan alat bantu
dalam mengajar yang disebut media. Media merupakan bagian dalam
proses belajar mengajar yang bertujuan membantu pendidik untuk
mencapai tujuan pembelajaran di dalam kelas. Arief S. Sadiman, dkk.
(2011:
14), mengatakan bahwa “media
pendidikan sebagai salah satu
sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan sehingga membantu
(47)
minat, intelegensi, keterbatasan gaya indera, cacat tubuh, atau
hambatan jarak geografis dan waktu”.
Dari pengertian ini, dapat
diartikan bahwa alat dan lingkungan sebagai sumber belajar yang
membawa, menyalurkan dan menyampaikan maksud dari pesan
pembelajaran serta mengatasi hambatan belajar disebut media
pembelajaran.
Menurut Azhar Arsyad (2006:6
–
7), ciri
–
ciri umum yang
terkandung dalam batasan media, yaitu:
a.
Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini
dikenal sebagai
hardware
(perangkat keras), yaitu sesuatu
yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan pancaindera.
b.
Media pendidikan memiliki pengertian non fisik yang dikenal
sebagai
software
(perangkat lunak), yaitu kandungan pesan
yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang
ingin disampaikan kepada siswa.
c.
Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.
d.
Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses
belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
e.
Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan
interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
f.
Media pendidikan dapat digunakan secara massal, kelompok
besar maupun kelompok kecil.
g.
Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang
berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.
Beberapa pengertian para ahli di atas disimpulkan bahwa media
pendidikan yaitu segala sesuatu yang menjadi sarana komunikasi
dalam proses belajar mengajar, baik perangkat keras maupun
perangkat lunak untuk membantu proses dan hasil pembelajaran
secara lebih efektif dan efisien. Selain itu juga membantu mengatasi
keterbatasan dalam belajar agar mencapai tujuan pembelajaran
(48)
2.
Manfaat Media Pengajaran
Media pengajaran merupakan salah satu unsur yang penting di
dalam proses belajar mengajar. Fungsi utama media pengajaran yaitu
sebagai alat bantu mengajar untuk keefektifan proses pembelajaran dan
turut mempengaruhi lingkungan serta kondisi yang diciptakan oleh
guru. Azhar Arsyad (2006:26
–
27), menyebutkan berbagai manfaat
praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar
mengajar, sebagai berikut:
a.
Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan
informasi sehingga dapat memperlancar da meningkatkan
proses dan hasil belajar.
b.
Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan
perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar,
interaksi
yang
lebih
langsung
antara
siswa
dan
lingkungannyam dan memungkinkan siswa untuk belajar
sendiri
–
sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
c.
Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera,
ruang, dan waktu.
d.
Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman
kepada siswa tentang peristiwa
–
peristiwa di lingkungan
mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung
dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misal melalui
karyawisata, dan kunjungan.
Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2010:2), manfaat media
pengajaran dalam proses belajar siswa, yaitu :
a.
Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar
b.
Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat
lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa
menguasai tujuan pengajaran lebih baik
c.
Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata
–
mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata
–
kata oleh guru,
sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran
(49)
d.
Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak
hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain
seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain
–
lain.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat media
pengajaran adalah sebagai alat bantu penunjang metode pengajaran
guru dalam proses belajar mengajar. Dengan penggunaan media
pengajaran yang tepat dapat mempertinggi kualitas proses belajar
mengajar yang akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar
siswa. Selain itu juga dapat meningkatkan kualitas interaksi guru -
siswa, serta siswa
–
lingkungan belajarnya.
3.
Jenis Media Pengajaran
Media pengajaran yang ada saat ini sangat bermacam
–
macam,
sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Seiring perkembangan
teknologi, perkembangan media pengajaran juga semakin baik dan
banyak jenisnya. Menurut Azhar Arsyad (2006:29
–
33), ada empat
kelompok media pembelajaran, yaitu:
a.
Media hasil teknologi cetak, yaitu cara untuk menghasilkan
atau menyampaikan materi dalam bentuk salinan cetak, seperti
buku, grafik, foto, atau representtif fotografik.
b.
Media hasil teknologi
audio
–
visual,
yaitu cara dan
penyampaian materi dengan menggunakan mesin
–
mesin
mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan
–
pesan audio
–
visual. Media ini menggunakan perangkat keras seperti
proyektor film, tape recorder dan proyektor visual yang lebar.
c.
Media hasil teknologi yang berdasarkan komputer, yaitu cara
menghasilkan
atau
menyampaikan
materi
dengan
menggunakan sumber
–
sumber yang berbasis mikro
–
prosesor. Informasi yang disajikan dalam teknologi komputer
ini yaitu dalam bentuk digital, bukan dalam bentuk cetakan
atau visual.
(50)
d.
Media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer, yaitu
cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi dengan
menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang
dikendalikan oleh komputer.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002:3
–
4), menyatakan bahwa ada
empat jenis media yang dapat digunakan dalam proses pengajaran,
yaitu :
a.
Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau
diagram, poster, kartun, komik, dan lain
–
lain. Media grafis
sering juga disebut media dua dimensi yaitu media yang
mempunyai ukuran panjang dan lebar.
b.
Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti
model padat (
solid model),
model penampang, model susun,
model kerja,
mock up,
diorama dan lain
–
lain.
c.
Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film,
penggunaan OHP dan lain
–
lain.
d.
Keempat, penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.
Beberapa media di atas tidak hanya dapat dilihat dari kecanggihan
alatnya saja, tetapi penggunaan yang sesuai dengan fungsi serta dapat
membantu mencapai tujuan dalam proses pembelajaran. Semua
tergantung dengan tujuan, bahan ajar, kondisi siswa dan cara
penggunaan yang tepat. Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa anak tunarungu membutuhkan jenis media
pengajaran yang tepat dan dapat menyampaikan informasi secara
visual. Hal ini dikarenakan adanya kehilangan fungsi pendengaran
yang membuat anak tunarungu memanfaatkan fungsi penglihatannya
untuk
mencari,
mendapatkan
dan
mengolah
informasi
di
lingkungannya tersebut. Media pengajaran yang dipilih dapat
(51)
dikombinasikan dengan cara permainan yang dapat melibatkan anak
secara aktif di dalam pembelajaran.
4.
Kriteria Memilih Media Pengajaran
Sebelum menggunakan media sebagai alat bantu dalam proses
mengajar, guru harus memiliki pemahaman tentang media yang dapat
mempertinggi kualitas pengajaran. Untuk mencapai kepentingan
pengajaran itu sebaiknya guru dapat memilih media yang tepat dengan
memperhatikan beberapat kriteria. Menurut Nana Sudjana dan Ahmad
Rivai (2002:4
–
5), kriteria itu adalah sebagai berikut :
a.
Ketepatan dengan tujuan pengajaran
Media pengajaran yang dipilih atas dasar tujuan
–
tujuan
instruksional yang telah ditetapkan.
b.
Dukungan terhadap isi bahan pelajaran
Bahan ajar yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan
generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih
mudah dipahami siswa.
c.
Kemudahan memperoleh media
Media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak
–
tidaknya
mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media grafis
umumnya dapat dibuat guru tanpa biaya yang mahal, di
samping sederhana dan praktis penggunaannya.
d.
Keterampilan guru dalam menggunakannya
Apa pun jenis medianya yang paling penting adalah
kemampuan guru yang dapat menggunakannya dalam proses
pengajaran untuk mempertinggi kualitas pengajaran.
e.
Tersedia waktu untuk menggunakannya
Media yang digunakan dapat bermanfaat bagi siswa selama
pengajaran berlangsung
f.
Sesuai dengan taraf berpikir siswa
Media yang digunakan untuk pendidikan dan pengajaran harus
sesuai dengan taraf berpikir siswa sehingga makna yang
terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para siswa.
Azhar Arsyad (2006:72
–
73) memberikan pendapat mengenai
“berbagai kondisi dan prinsip psikologis yang jug
a perlu
(52)
dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu seperti motivasi,
perbedaan individual, tujuan pembelajaran, organisasi isi, persiapan
sebelum belajar, emosi, partisipasi, umpan balik, penguatan
(
reinforcement), latihan dan penguatan, serta penerapan”.
Pemilihan
media perlu memperhatikan berbagai hal agar dapat sesuai, tepat dan
mencapai tujuan dalam pengajaran. Media merupakan alat bantu atau
pelengkap yang digunakan untuk mempertinggi kualitas belajar
mengajar. Jika penggunaan media pengajaran tidak mempengaruhi
proses dan kualitas pengajaran maka sebaiknya guru tidak
memaksakan penggunaannya dan mencari usaha lain di luar media
pengajaran. Untuk itu pemilihan media yang tepat sangat diperlukan
agar dalam proses belajar mengajar berjalan lancar dan mencapai
tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media
pengajaran yang dipilih harus tepat dan sesuai dengan tujuan
pengajaran, mudah diperoleh, hemat, sesuai dengan taraf berpikir
siswa, guru memiliki keterampilan dalam menggunakannya serta
bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran. Hal ini juga yang menjadi
landasan dalam memilih media pengajaran bagi anak tunarungu.
Pemilihan media juga disesuaikan dengan karakteristik, kebutuhan,
gaya belajar dan usia siswa tunarungu. Media rantai huruf merupakan
salah satu media yang dapat dipilih untuk anak tunarungu karena
menerapkan permainan di dalam pembelajarannya. Selain itu media ini
(53)
juga menerapkan gambar sebagai alat bantu dikarenakan anak
tunarungu akan lebih mudah mendapatkan dan memahami informasi
yang diberikan melalui bentuk visualisasi.
D.
Tinjauan tentang Media Rantai Huruf
1.
Pengertian Media Rantai Huruf
Salah satu jenis media yang banyak digunakan dalam kegiatan
proses belajar mengajar adalah media dalam bentuk permainan.
Permainan merupakan aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan
tertentu dengan cara yang menyenangkan. Menurut Latuheru (dalam
penelitian Wahyuni Imastuti, 2012:37) menyatakan bahwa “permainan
dalam proses pembelajaran
bahasa
dapat
digunakan untuk
mengembangkan
keterampilan
membaca,
ejaan,
tatabahasa,
phonics,perbendaharaan kata dan menulis”. Dalam hal ini permainan
merupakan hal yang wajar untuk diterapkan dalam proses belajar
mengajar, karena sebagai imbalan kepada siswa terhadap rasa jenuh
akibat berada terus
–
menerus di dalam lingkup kelas.
Media permainan yang digunakan untuk mengembangkan
kemampuan bahasa disebut media permainan bahasa. Terdapat
berbagai macam jenis media permainan bahasa seperti yang
dikemukan oleh Soeparno (dalam penelitian Wahyuni Imastuti,
2012:38), sebagai berikut:
(1)
Bisik berantai dan mengeja keras
–
keras untuk melatih
keterampilan menyimak dan berbicara (2) perintah bersyarat
(1)
212
LEMBAR OBSERVASI PARTISIPASI SISWA DALAM MENGGUNAKAN
MEDIA RANTAI HURUF
Hari/tanggal
: Kamis/4 September 2014
Siklus
: II
Pertemuan
: 2
Materi
: Nama hewan, alat rumah tangga, buah
Tuliskan penjelasan pada kolom deskripsi (catatan lapangan) semua partisipasi
siswa yang muncul selama proses pembelajaran.
FOKUS Butir Pengamatan (Partisipasi belajar siswa)
Deskripsi (Catatan Lapangan) Partisipasi
Siswa
Kegiatan Awal
1. Perhatian terhadap gambar yang ditunjukkan guru
2. Mengucapkan nama dari gambar yang ditunjukkan guru
Siswa masih sangat antusias dan aktif memperhatikan gambar dan nama gambar yang ditunjukkan.
Kegiatan Inti
1. Perhatian terhadap penjelasan guru mengenai materi pelajaran tentang benda sekitar
2. Perhatian terhadap penjelasan
guru mengenai cara
menggunakan media rantai huruf terkait materi pelajaran tentang benda sekitar
3. Perhatian terhadap gambar benda sekitar yang ditunjukkan guru 4. Perhatian terhadap tulisan nama
benda sekitar yang ditunjukkan guru
5. Melakukan undian untuk menentukan urutan pemain 6. Menentukan kata benda sekitar 7. Mengambil/menunjuk gambar
sesuai kata yang dipilih.
8. Mengucapkan kata dari gambar benda yang ditunjuk sesuai contoh ucapan guru.
9. Menunjukkan gambar benda yang diucapkan guru
10. Menuliskan kata benda sekitar yang diucapkan guru.
11. Mengisi lembar latihan: menuliskan nama benda sesuai gambar yang ditunjuk guru,
Siswa memperhatikan penjelasan guru mengenai materi pelajaran dan cara menerapkan media dalam pembelajaran.
Siswa memperhatikan dengan antusias semua gambar yang ditunjukkan guru beserta namanya.
Siswa kembali mengambil nomor undian untuk menentukan urutan pemain dalam pembelajaran dengan media rantai huruf.
Siswa pertama antusias melanjutkan membentuk kata baru dari kata hewan (sapi), alat rumah tangga (piring), dan buah (alpukat) yang telah ditentukan guru. Kemudian siswa memilih gambar yang tepat dan menempelkan gambar tersebut sesuai katanya dan jenis kertas yang telah disiapkan guru. Siswa kedua dan ketiga juga aktif melanjutkan pelajaran ini. Siswa yang paling banyak membentuk kata mendapatkan hadiah dari guru.
Siswa menyebutkan nama dari beberapa gambar yang ditunjukkan guru.
Siswa aktif mengerjakan latihan seperti bagian menuliskan nama gambar, menjodohkan dan membentuk kata baru sesuai rantai huruf.
(2)
213 12. Mengisi lembar latihan:
mencocokkan gambar sesuai namanya
13. Mengisi lembar latihan: membentuk 4 kata baru dengan menggunakan huruf terakhir pada kata yang ditentukan guru. 14. Menjawab tes secara lisan:
mengucapkan nama dari gambar benda sekitar yang ditunjukkan guru
Kegiatan Akhir
1. Menunjuk gambar yang diucapkan guru,
2. Mengucapkan kata dari gambar yang ditunjuk
3. Menuliskan kata dari gambar benda yang ditunjuk guru 4. Perhatian terhadap penjelasan
guru tentang kesimpulan pembelajaran
Siswa berhasil aktif, berpartisipasi dan mengikuti semua arahan guru dalam pembelajaran, sehingga semua siswa mendapatkan hadiah dari guru atas sikap dan kemampuan mereka dalam pembelajaran.
(3)
214
LAMPIRAN 5
(4)
215
DOKUMENTASI
Siswa memperhatikan gambar yang ditunjukkan guru
(5)
216
Siswa mencoba membentuk
kata dengan rantai huruf
(6)