Rumusan Masalah Manfaat Penelitian mmolL. Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah puasa Kerangka Konsep Penelitian Variabel dan Defenisi Operasional

pasien diabetes di University Hospital Sao Paulo, Brasil adalah dermatophytosis. Sedangkan menurut Mahajan, Kuranne dan Sharma 2003, infeksi kulit menjadi manifestasi kulit yang sering muncul diikuti oleh acne vulgaris di Suchetha Kripalani Hospital, New Delhi, India. Bervariasinya jenis manifestasi kulit di setiap tempat dan juga masih sedikitnya penelitian mengenai manifestasi kulit pada penderita DM di Indonesia membuat hal ini menarik untuk diteliti.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apa sajakah manifestasi penyakit kulit pada penderita diabetes melitus di RSUP H. Adam Malik Medan?”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui jenis-jenis penyakit kulit apa saja yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus di RSUP H. Adam Malik Medan dari Juni 2008 sampai Juni 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik sampel yang menderita diabetes melitus disertai penyakit kulit berdasarkan jenis kelamin dan usia. b. Mengetahui karakteristik sampel yang menderita diabetes melitus disertai penyakit kulit berdasarkan tipe diabetes melitus yang diderita. c. Memperoleh data lamanya pasien menderita diabetes melitus hingga timbulnya manifestasi pada kulit. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara d. Mengetahui kisaran besar kadar glukosa darah pada awal timbulnya manifestasi kulit.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain : a. Sebagai sumber data bagi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, mengenai jenis penyakit kulit apa saja yang sering muncul pada penderita diabetes melitus. b. Bagi peneliti, yaitu untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit diabetes melitus serta manifestasi kulit yang sering muncul pada penderita diabetes melitus. c. Bagi peneliti lain, yaitu sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang sama atau terkait. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Defenisi

Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya Purnamasari, 2009.

2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA American Diabetes Association 2009 yaitu : a. Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Tipe ini menjurus ke defisiensi insulin absolut. Proses destruksi ini dapat terjadi karena proses imunologik maupun idiopatik. b. Diabetes Melitus Tipe 2 Tipe ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. c. Diabetes Melitus Tipe Lain 1. Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi di : a kromosom 12, HNF- α dahulu MODY 3 b kromosom 7, glukokinase dahulu MODY 2 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara c kromosom 20, HNF- α dahulu MODY 1 d kromosom 13, insulin promoter factor dahulu MODY 4 e kromosom 17, HNF-1β dahulu MODY 5 f kromosom 2, Neuro D1 dahulu MODY 6 DNA mitokondria 2. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, eprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya. 3. Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, traumapankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemikromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya. 4. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme, somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya. 5. Karena obatzat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, lainnya. 6. Infeksi : rubella kongenital, CMV. 7. Imunologi jarang : sindrom Stiffman, antibody antireseptor insulin. 8. Sindrom genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolfram’s ataksia Friedreich’s, chorea Huntington, porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya. d. Diabetes Kehamilan

2.1.3. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes melitus tipe 2 menurut ADA dengan modifikasi terdiri atas : a. Faktor risiko mayor : 1 Riwayat keluarga DM. 2 Obesitas. 3 Kurang aktivitas fisik. 4 RasEtnik. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 5 Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG. 6 Hipertensi. 7 Tidak terkontrol kolesterol dan HDL. 8 Riwayat DM pada Kehamilan. 9 Sindroma polikistik ovarium. b. Faktor risiko lainnya : 1 Faktor nutrisi. 2 Konsumsi alkohol. 3 Kebiasaan mendengkur. 4 Faktor stress. 5 Kebiasaan merokok. 6 Jenis kelamin. 7 Lama tidur. 8 Intake zat besi. 9 Konsumsi kopi dan kafein. 10 Paritas. 11 Intake zat besi ADA, 2007

2.1.4. Patofisiologi

Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu : a. Rusaknya sel- sel β pankreas karena pengaruh dari luar virus, zat kimia tertentu, dll. b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas. c. Desensitasikerusakan reseptor insulin down regulation di jaringan perifer Manaf, 2009. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan ; a. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis, yakni terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel - “kelaparan di lumbung padi”. b. Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi akan menyebabkan glukosa muncul pada urin, keadaan ini dinamakan glukosuria. c. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H 2 O bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria sering berkemih. d. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan dehidrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena penurunan aliran darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat. e. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul polidipsia rasa haus berlebihan sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi. f. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan “sel kelaparan” akibatnya nafsu makan appetite meningkat sehingga timbul polifagia pemasukan makanan yang berlebihan. g. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan penurunan sintesis trigliserida dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sebagai sumber energi alternatif karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. h. Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto kearah katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan melemah sehingga terjadi penurunan berat badan Sherwood, 2001.

2.1.5. Gejala dan Tanda-Tanda Diabetes Melitus

Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik. a. Gejala Akut Penyakit Diabetes melitus Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. 1 Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak Poli, yaitu: a. Banyak makan poliphagia. b. Banyak minum polidipsia. c. Banyak kencing poliuria. 2 Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala: a. Banyak minum. b. Banyak kencing. c. Nafsu makan mulai berkurang berat badan turun dengan cepat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu. d. Mudah lelah. e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara b. Gejala Kronik Diabetes melitus Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes melitus adalah sebagai berikut: 1 Kesemutan. 2 Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum. 3 Rasa tebal di kulit. 4 Kram. 5 Capai. 6 Mudah mengantuk. 7 Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata 8 Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita. 9 Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun,bahkan impotensi. 10 Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar glukosa darah. Untuk penentuan Diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh whole blood, vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO, sedangkan untuk pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Kriteria diagnosis DM menurut ADA tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Kriteria diagnosis DM a. Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg dl

11.1 mmolL. Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat

pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik adalah: poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan turun tanpa sebab. b. Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg dl 7.0 mmolL. Puasa adalah pasien tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.

c. Kadar glukosa darah 2 jam PP

≥ 200 mg dl 11,1 mmolL TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDTP tergantung dari hasil yang diperoleh : TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mgdl 7,8-11,0 mmolL GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mgdl 5,6-6,9 mmolL

2.1.7. Patogenesis Komplikasi pada Diabetes Melitus

Banyak mekanisme yang mengaitkan hiperglikemia dengan komplikasi jangka panjang diabetes. Saat ini, terdapat 2 mekanisme yang dianggap penting : a. Glikosilasi Non Enzimatik. Glikosilasi non enzimatik adalah proses perlekatan glukosa secara kimiawi ke gugus amino bebas pada protein tanpa bantuan enzim. Produk glikosilasi kolagen dan protein lain yang berumur panjang dalam jaringan interstisium dan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dinding pembuluh darah mengalami serangkaian tata ulang kimiawi yang berlangsung lambat untuk membentuk irreversible advanced glycosylation end products AGE, yang terus menumpuk di dinding pembuluh. AGE memiliki sejumlah sifat kimiawi dan biologik yang berpotensi patogenik : 1 Pembentukan AGE pada protein, seperti kolagen, menyebabkan pembentukan ikatan-silang diantara berbagai polipeptida ; hal ini kemudian dapat menyebabkan terperangkapnya protein interstisium dan plasma yang tidak terglikosilasi. Terperangkapnya lipoprotein densitas rendah LDL sebagai contoh, menyebabkan protein ini tidak dapat keluar dari dinding pembuluh dan mendorong pengendapan kolesterol di intima sehingga erjadi percepatan aterogenesis. AGE juga dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kapiler, termasuk kapiler di glomerulus ginjal , yang mengalami penebalan membrane basal dan menjadi bocor. 2 AGE berikatan dengan reseptor pada banyak tipe sel, seperti sel endotel, monosit, makrofag, limfosit, dan sel mesangium. Pengikatan ini menimbulkan beragam aktivitas biologis, termasuk emigrasi monosit, pengeluaran sitokin dan faktor pertumbuhan dari makrofag, peningkatan permeabilitas endotel, dan peningkatan proliferasi fibroblast serta sel otot polos serta sintesis matriks ekstrasel. Semua efek ini berpotensi menyebabkan komplikasi diabetes. b. Hiperglikemia intrasel disertai gangguan pada jalur-jalur poliol. Hiperglikemia intrasel disertai gangguan pada jalur-jalur poliol merupakan mekanisme utama kedua yang diperkirakan berperan dalam timbulnya komplikasi yang berkaitan dengan hiperglikemia. Pada sebagian jaringan yang tidak memerlukan insulin untuk transpor glukosa misal, saraf, lensa, ginjal, pembuluh darah, hiperglikemia menyebabkan peningkatan glukosa intrasel, yang kemudian dimetabolisme oleh aldosa reduktase menjadi sorbitol, suatu poliol, dan akhirnya Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara menjadi fruktosa. Perubahan ini menimbulkan beberapa efek yang tidak diinginkan. Penimbunan sorbitol dan fruktosa menyebabkan peningkatan osmolaritas intrasel dan influks air, dan akhirnya menyebabkan cedera sel osmotik Kumar, Salzler Crawford, 2007.

2.2. Manifestasi Kulit Pada Diabetes Melitus

2.2.1. Patofisiologi

Patofisiologi timbulnya manifestasi penyakit kulit pada penderita diabetes melitus belum sepenuhnya diketahui. Menurut Djuanda 2007, kadar gula kulit glukosa kulit merupakan 55 kadar gula darah glukosa darah pada orang biasa. Pada penderita diabetes, rasio meningkat sampai 69-71 dari glukosa darah yang sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio melebihi 55 . Gula kulit berkonsentrasi tinggi di daerah intertriginosa dan interdigitalis. Hal tersebut mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bakterial terutama furunkel, dan infeksi jamur terutama kandidosis. Keadaan-keadaan ini dinamakan diabetes kulit. Kondisi hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme sistem imunoregulasi. Hal ini menyebabkan menurunnya daya kemotaksis, fagositosis dan kemampuan bakterisidal sel leukosit sehingga kulit lebih rentan terkena infeksi. Pada penderita DM juga terjadi disregulasi metabolisme lipid sehingga terjadi hipertrigliserida yang memberikan manifestasi kulit berupa Xantoma eruptif. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin sehingga sering terjadi hiperinsulinemia yang menyebabkan abnormalitas pada proliferasi epidermal dan bermanifestasi sebagai Akantosis nigrikan Tin, 2009 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Jenis Manifestasi Kulit pada Diabetes Melitus

Manifestasi kulit tersebut mencakup : a. Dermatopati Diabetika Nama dermatopatia sejajar dengan nama-nama retinopati, neuropati, dan nefropati pada sindrom diabetes melitus. Pada dermatopatia tampak papul-papul miliar bulat, tersusun secara linier dan terdapat di bagian ekstensor ekstremitas. Lesi menyembuh sebagai sikatriks dengan lekukan sentral. Lesi primer terlihat pada penderita yang berusia 30 tahun ke atas Djuanda, 2007. Patogenesis dermatopati diabetika diduga terjadinya kelainan mikrovaskular akibat gangguan sistem kolagen berupa mikroangiopati. b. Xantoma Eruptif XE Xantoma diabetikorum tampak sebagai papul bulat yang berwarna kuning kemerah-merahan dan kadang-kadang disertai teleangiektasis. Tempat predileksi ialah bokong, siku dan lutut. Xantoma terutama terlihat pada wanita berusia 20-50 tahun dengan obesitas. Trauma merupakan faktor predisposisi. Mekanisme xantoma eruptif pada penderita DM diduga akibat disregulasi metabolism lipid sehingga menyebabkan terjadinya hipertrigliserid. Adanya hipertrigliserid akan menyebabkan lipoprotein berakumulasi pada sel makrofag di dermis kulit yang bermanifestasi sebagai papul eruptif Tin, 2009. Gambar 2.1. Xantoma eruptif Fitzpatrick, 1997 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara c. Nekrobiosis Lipoidika Diabetikorum NLD NLD terdiri atas bercak numular atau plak merah dengan sentrum kuning. Biasanya NLD berlokalisasi di kedua tungkai, jarang sekali di badan. Histologik terdapat degenerasi jaringan ikat dengan focus nekrobiotik di korium. Kolagen dan elastin berubah menjadi lipid, oleh karena itu NLD juga dinamakan dermatitis atrophicans diabetic. NLD dikenal sebagai cutaneous marker dari diabetes melitus. Baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2 dapat bermanifestasi sebagai lesi NLD. Insidensi NLD berkisar 3- 7 per 1000 penderita diabetes melitus Flórez, Cruces Jimėnez, 2003. Patogenesis NLD diduga akibat adanya hiperglikemia yang menyebabkan disregulasi protein seperti kolagen, sehingga terjadi disgradasi protein non- enzymatic glycosylation NEG dan penumpukan protein Advanced Glycosylation End Products AGEs. Sebagai akibatnya terjadi penurunan solubilitas asam dan enzimatik di dalam kolagen kulit, salah satunya menyebabkan gangguan mikrovaskuler. Gangguan mikrovaskular ini berupa perubahan arteriolar pada area yang mengalami nekrobiosis kolagen kulit akibat agregasi platelet. Reaksi inflamasi ini menghasilkan granulomatosa inflamasi pada arteriolar yang bermanifestasi sebagai papul atau plak di kulit. Gambar 2.2. Nekrobiosis lipoidika diabetikorum Fitzpatrick, 1997 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara d. Akantosis Nigrikan Akantosis nigrikan adalah penyakit kulit yang ditandai penebalan pada kulit dengan tekstur seperti beludru di area lipatan, terutama daerah leher, axial atau paha, disertai hiperpigmentasi, kesan kulit kotor dan asimptomatik. Penyakit ini dapat terjadi karena factor herediter, obesitas, berhubungan dengan gangguan endokrin, obat ataupun malignansi. Pada penderita DM telah terjadi gangguan endokrin, pada DM tipe 2 resistensi terhadap insulin predisposisi terjadi hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia ini memicu abnormalitas pada proliferasi epidermal sehingga terjadi penebalan kulit disertai hiperpigmentasi yang disebut akantosis nigrikan Tin, 2009. Gambar 2.3. Akantosis nigrikan Fitzpatrick, 1997 e. Ulkus Diabetika Patogenesis ulkus diabetika meliputi berbagai mekanisme yaitu akumulasi protein Advanced Glycosylation End Products AGEs yanh menyebabkan gangguan pada kaskade wound healing yang menyebabkan lambatnya penyembuhan luka. Selain itu menurunnya inervasi sensori kutaneous menyebabkan gangguan pada signaling neuroinflamatory melalui sel keratinosit, fibroblast, sel endothelial maupun sel inflamatori yang menyebabkan vaskulopati dan neuropati. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara f. Infeksi Kulit Kemudahan infeksi pada penderita DM disebabkan kondisi hiperglikemia atau asidosis yang menyebabkan menurunnya fungsi sel T kutaneus dan berakibat melambatnya gerakan kemotaksis, fagositosis, dan menurunnya kemampuan bakterisidal sel leukosit. Jenis bakterial dan fungal yang sering terlibat meliputi : Streptokokus grup A, Streptokokus grup B, Stafilokokus dan Kandida. g. Bercak Tibial shin spot Makula-makula hiperpigmentasi tampak pada daerah anterolateral tungkai bawah. Bercak-bercak tersebut berkorelasi dengan neuropatia dolenta dan arefleksi. h. Pigmented Pretibial Patches PPP Nama PPP mencakup bercak-bercak tibial shin spot dan lesi-lsei bulat, atrofik, dan dengan lekukan depresi. Lesi-lesi terakhir ini terdapat di bagian ekstensor tungkai bawah, terutama didaerah maleolus internus dan pretibial. i. Malum Perforans Pedis Ulkus perforans disebabkan oleh perubahan degeneratif pada saraf dan terdapat pada penderita yang lemah, terutama pada tabes dorsalis, lepra, dan diabetes melitus. j. Granuloma Anulare GA Granuloma anulare GA adalah peradangan kulit kronis yang ditandai dengan adanya papul eritema anuler tepi polisiklik dengan sentral datar dan kesan menyembuh. Biasanya terdapat di area punggung tangan, siku, lutut dan dapat menyebar ke seluruh badan. Patogenesis GA terjadi apabila di sekitar pembuluh darah kecil terjadi reaksi inflamasi yang mengakibatkan gangguan sistem kolagen dan jaringan elastik di kulit sehingga memberikan gambaran sebagai vaskulitis. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4. Granuloma anulare Fitzpatrick, 1997 k. Bula Diabetika Bula diabetika adalah kelainan berupa bula berisi cairan bening, tanpa tanda inflamasi di sekitar bula, dan tidak disertai gejala nyeri atau gatal. Bula dapat membesar dan bila terkena trauma mudah pecah, meninggalkan area erosi tertutup krusta. Bula diabetika ini muncul spontan, mendadak dan tidak disertai tanda inflamasi, lebih sering terjadi di akral dan sering terjadi pada penderita DM yan g kronik dengan neuropati perifer Flórez, Cruces Jimėnez, 2003. Gambar 2.5 Bulla diabetika Fitzpatrick, 1997 l. Komplikasi Dermatologik Akibat Pengobatan Diabetes Melitus Komplikasi dermatologic dapat timbul pada pemberian 3 jenis obat yaitu : sulfonylurea yang hipoglikemik, senyawa biguanidin, dan insulin. Sulfonylurea yang hipoglikemik dapat menimbulkan reaksi alergik, misalnya pruritus, eritema, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dermatitis generalisata dengan febris. Biasanya reaksi timbul sesudah 1-3 pekan. Kadang-kadang timbul foto-sensitisasi atau purpura. Senyawa biguanidin dapat menyebabkan reaksi-reaksi dermatologic, tetapi jauh lebih jarang daripada reaksi- reaksi dalam alat cerna. Insulin dapat menimbulkan lipodistrofi, obesitas, reaksi- reaksi alergik biasanya urtika, atau kadang-kadang juga keloid. Lipodistrofi hipertrofik menimbulkan penonjolan yang menyerupai lipoma dan tidak nyeri. Lipodistrofi atrofik tampak sebagai kulit yang lekuk dan atrofik Djuanda, 2008. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel-variabel yang diteliti mencakup : 1. Diabetes Melitus DM, yaitu suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya Purnamasari, 2009. Kriteria diagnosa DM menurut ADA 2007 adalah : a. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mgdL. atau b. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mgdL. c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mgdL. Gejala klasik DM meliputi poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Diabetes melitus Kelainan kulit Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Klasifikasi Diabetes Melitus ADA 2009 : a. Diabetes Melitus Tipe 1 Tipe ini menjurus ke defisiensi insulin absolut. b. Diabetes Melitus Tipe 2 Tipe ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. c. Diabetes Melitus Tipe Lain d. Diabetes Kehamilan Adanya diabetes melitus dinilaidiukur dengan melihat data rekam medik pasien yang dibuat oleh dokter spesialis penyakit dalam. Hasil dari pengukuran berupa ada atau tidaknya diagnosa diabetes melitus. Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai ada atau tidaknya diabetes melitus adalah skala pengukuran nominal. 2. Manifestasi penyakit kulit, yaitu setiap kelainan kulit yang dialami pasien penderita diabetes melitus akibat hiperglikemia kronik yang diderita. Kelainan kulit tersebut dapat disebabkan karena proses infeksi bakteri, jamur, virus, komplikasi DM diabetic neuropathy, diabetic ulcer, kelainan kulit karena proses pengobatan DM Sulphonylurea-related skin lesions, insulin lipo-atrophy, maupun kelainan kulit yang memiliki kaitan erat dengan DM diabetic dermopathy, acanthosis nigricans, xanthoma, necrobiosis lipoidica, dll. Adanya manifestasi penyakit kulit dinilaidiukur dengan melihat data rekam medik pasien yang dibuat oleh dokter spesialis kulit dan kelamin. Hasil pengukuran berupa ada atau tidaknya manifestasi penyakit kulit beserta jenis manifestasinya. Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai ada atau tidaknya manifestasi penyakit kulit adalah skala pengukuran nominal. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian