menjadi fruktosa. Perubahan ini menimbulkan beberapa efek yang tidak diinginkan. Penimbunan sorbitol dan fruktosa menyebabkan peningkatan
osmolaritas intrasel dan influks air, dan akhirnya menyebabkan cedera sel osmotik Kumar, Salzler Crawford, 2007.
2.2. Manifestasi Kulit Pada Diabetes Melitus
2.2.1. Patofisiologi
Patofisiologi timbulnya manifestasi penyakit kulit pada penderita diabetes melitus belum sepenuhnya diketahui. Menurut Djuanda 2007, kadar gula kulit
glukosa kulit merupakan 55 kadar gula darah glukosa darah pada orang biasa. Pada penderita diabetes, rasio meningkat sampai 69-71 dari glukosa darah
yang sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio melebihi 55 . Gula kulit berkonsentrasi tinggi di daerah intertriginosa dan interdigitalis. Hal
tersebut mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bakterial terutama furunkel, dan infeksi jamur terutama kandidosis. Keadaan-keadaan ini
dinamakan diabetes kulit.
Kondisi hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme sistem imunoregulasi. Hal ini menyebabkan menurunnya daya kemotaksis,
fagositosis dan kemampuan bakterisidal sel leukosit sehingga kulit lebih rentan terkena infeksi. Pada penderita DM juga terjadi disregulasi metabolisme lipid
sehingga terjadi hipertrigliserida yang memberikan manifestasi kulit berupa Xantoma eruptif. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin sehingga sering terjadi
hiperinsulinemia yang menyebabkan abnormalitas pada proliferasi epidermal dan bermanifestasi sebagai Akantosis nigrikan Tin, 2009
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Jenis Manifestasi Kulit pada Diabetes Melitus
Manifestasi kulit tersebut mencakup :
a. Dermatopati Diabetika Nama dermatopatia sejajar dengan nama-nama retinopati, neuropati, dan
nefropati pada sindrom diabetes melitus. Pada dermatopatia tampak papul-papul miliar bulat, tersusun secara linier dan terdapat di bagian ekstensor ekstremitas.
Lesi menyembuh sebagai sikatriks dengan lekukan sentral. Lesi primer terlihat pada penderita yang berusia 30 tahun ke atas Djuanda, 2007. Patogenesis
dermatopati diabetika diduga terjadinya kelainan mikrovaskular akibat gangguan sistem kolagen berupa mikroangiopati.
b. Xantoma Eruptif XE Xantoma diabetikorum tampak sebagai papul bulat yang berwarna kuning
kemerah-merahan dan kadang-kadang disertai teleangiektasis. Tempat predileksi ialah bokong, siku dan lutut. Xantoma terutama terlihat pada wanita berusia 20-50
tahun dengan obesitas. Trauma merupakan faktor predisposisi.
Mekanisme xantoma eruptif pada penderita DM diduga akibat disregulasi metabolism lipid sehingga menyebabkan terjadinya hipertrigliserid. Adanya
hipertrigliserid akan menyebabkan lipoprotein berakumulasi pada sel makrofag di dermis kulit yang bermanifestasi sebagai papul eruptif Tin, 2009.
Gambar 2.1. Xantoma eruptif Fitzpatrick, 1997
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
c. Nekrobiosis Lipoidika Diabetikorum NLD NLD terdiri atas bercak numular atau plak merah dengan sentrum kuning.
Biasanya NLD berlokalisasi di kedua tungkai, jarang sekali di badan. Histologik terdapat degenerasi jaringan ikat dengan focus nekrobiotik di korium. Kolagen
dan elastin berubah menjadi lipid, oleh karena itu NLD juga dinamakan dermatitis atrophicans diabetic.
NLD dikenal sebagai cutaneous marker dari diabetes melitus. Baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2 dapat bermanifestasi sebagai lesi NLD. Insidensi NLD
berkisar 3- 7 per 1000 penderita diabetes melitus Flórez, Cruces Jimėnez,
2003.
Patogenesis NLD diduga akibat adanya hiperglikemia yang menyebabkan disregulasi protein seperti kolagen, sehingga terjadi disgradasi protein non-
enzymatic glycosylation NEG dan penumpukan protein Advanced Glycosylation End Products AGEs. Sebagai akibatnya terjadi penurunan solubilitas asam dan
enzimatik di dalam kolagen kulit, salah satunya menyebabkan gangguan mikrovaskuler. Gangguan mikrovaskular ini berupa perubahan arteriolar pada area
yang mengalami nekrobiosis kolagen kulit akibat agregasi platelet. Reaksi inflamasi ini menghasilkan granulomatosa inflamasi pada arteriolar yang
bermanifestasi sebagai papul atau plak di kulit.
Gambar 2.2. Nekrobiosis lipoidika diabetikorum Fitzpatrick, 1997
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
d. Akantosis Nigrikan Akantosis nigrikan adalah penyakit kulit yang ditandai penebalan pada
kulit dengan tekstur seperti beludru di area lipatan, terutama daerah leher, axial atau paha, disertai hiperpigmentasi, kesan kulit kotor dan asimptomatik. Penyakit
ini dapat terjadi karena factor herediter, obesitas, berhubungan dengan gangguan endokrin, obat ataupun malignansi.
Pada penderita DM telah terjadi gangguan endokrin, pada DM tipe 2 resistensi terhadap insulin predisposisi terjadi hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia
ini memicu abnormalitas pada proliferasi epidermal sehingga terjadi penebalan kulit disertai hiperpigmentasi yang disebut akantosis nigrikan Tin, 2009.
Gambar 2.3. Akantosis nigrikan Fitzpatrick, 1997
e. Ulkus Diabetika Patogenesis ulkus diabetika meliputi berbagai mekanisme yaitu akumulasi
protein Advanced Glycosylation End Products AGEs yanh menyebabkan gangguan pada kaskade wound healing yang menyebabkan lambatnya
penyembuhan luka. Selain itu menurunnya inervasi sensori kutaneous menyebabkan gangguan pada signaling neuroinflamatory melalui sel keratinosit,
fibroblast, sel endothelial maupun sel inflamatori yang menyebabkan vaskulopati dan neuropati.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
f. Infeksi Kulit Kemudahan infeksi pada penderita DM disebabkan kondisi hiperglikemia
atau asidosis yang menyebabkan menurunnya fungsi sel T kutaneus dan berakibat melambatnya gerakan kemotaksis, fagositosis, dan menurunnya kemampuan
bakterisidal sel leukosit. Jenis bakterial dan fungal yang sering terlibat meliputi : Streptokokus grup A, Streptokokus grup B, Stafilokokus dan Kandida.
g. Bercak Tibial shin spot Makula-makula hiperpigmentasi tampak pada daerah anterolateral tungkai
bawah. Bercak-bercak tersebut berkorelasi dengan neuropatia dolenta dan arefleksi.
h. Pigmented Pretibial Patches PPP Nama PPP mencakup bercak-bercak tibial shin spot dan lesi-lsei bulat,
atrofik, dan dengan lekukan depresi. Lesi-lesi terakhir ini terdapat di bagian ekstensor tungkai bawah, terutama didaerah maleolus internus dan pretibial.
i. Malum Perforans Pedis Ulkus perforans disebabkan oleh perubahan degeneratif pada saraf dan
terdapat pada penderita yang lemah, terutama pada tabes dorsalis, lepra, dan diabetes melitus.
j. Granuloma Anulare GA Granuloma anulare GA adalah peradangan kulit kronis yang ditandai
dengan adanya papul eritema anuler tepi polisiklik dengan sentral datar dan kesan menyembuh. Biasanya terdapat di area punggung tangan, siku, lutut dan dapat
menyebar ke seluruh badan. Patogenesis GA terjadi apabila di sekitar pembuluh darah kecil terjadi
reaksi inflamasi yang mengakibatkan gangguan sistem kolagen dan jaringan elastik di kulit sehingga memberikan gambaran sebagai vaskulitis.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Granuloma anulare Fitzpatrick, 1997
k. Bula Diabetika Bula diabetika adalah kelainan berupa bula berisi cairan bening, tanpa
tanda inflamasi di sekitar bula, dan tidak disertai gejala nyeri atau gatal. Bula dapat membesar dan bila terkena trauma mudah pecah, meninggalkan area erosi
tertutup krusta. Bula diabetika ini muncul spontan, mendadak dan tidak disertai tanda inflamasi, lebih sering terjadi di akral dan sering terjadi pada penderita DM
yan g kronik dengan neuropati perifer Flórez, Cruces Jimėnez, 2003.
Gambar 2.5 Bulla diabetika Fitzpatrick, 1997
l. Komplikasi Dermatologik Akibat Pengobatan Diabetes Melitus Komplikasi dermatologic dapat timbul pada pemberian 3 jenis obat yaitu :
sulfonylurea yang hipoglikemik, senyawa biguanidin, dan insulin. Sulfonylurea yang hipoglikemik dapat menimbulkan reaksi alergik, misalnya pruritus, eritema,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dermatitis generalisata dengan febris. Biasanya reaksi timbul sesudah 1-3 pekan. Kadang-kadang timbul foto-sensitisasi atau purpura. Senyawa biguanidin dapat
menyebabkan reaksi-reaksi dermatologic, tetapi jauh lebih jarang daripada reaksi- reaksi dalam alat cerna. Insulin dapat menimbulkan lipodistrofi, obesitas, reaksi-
reaksi alergik biasanya urtika, atau kadang-kadang juga keloid. Lipodistrofi hipertrofik menimbulkan penonjolan yang menyerupai lipoma dan tidak nyeri.
Lipodistrofi atrofik tampak sebagai kulit yang lekuk dan atrofik Djuanda, 2008.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian