Berdasarkan tipologi korban yang diidentifikasi menurut keadaan dan status korban, yaitu:
35
a. Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali
dengan pelaku. b.
Provocative victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya menjadi korban.
c. Participating victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat, akan tetapi
dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban. d.
Biologically weak victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan yang menyebabkan ia menjadi korban.
e. Socially weak victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang
lemah yang menyebabkan ia menjadi korban. f.
Self victimizing victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri.
Pecandu narkotika merupakan “self victimizing victims”, karena pecandu narkotika menderita sindroma ketergantungan akibat dari penyalahgunaan
narkotika yang dilakukannya sendiri.
35
Moh. Taufik Makarao, Suhasril, dan Moh. Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005, h. 49-50
B. Rehabilitasi 1.
Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah restorasi perbaikan, pemulihan pada normalitas, atau pemulihan menuju status yang paling memuaskan terhadap individu yang pernah
menderita penyakit mental.
36
Adapun pengertian lainnya mengatakan bahwa rehabilitasi adalah usaha untuk memulihkan untuk menjadikan pecandu Narkotika hidup sehat jasmani dan
rohaniah sehingga dapat menyesuaikan dan meningkatkan kembali ketrampilan, pengetahuannya, serta kepandaiannya dalam lingkungan hidup.
37
Penanganan kasus Narkotika dengan praktek rehabilitasi dilakukan agar keadilan hukum dapat
terlaksana sebagaimana mestinya.
38
Mengingat bahwa dalam tindak pidana ini pelaku juga sekaligus menjadi korban, maka praktik pemulihan ini diberikan kepada pecandu Narkotika bukan
hanya sebagai bentuk pemidanaan. Asas-asas perlindungan korban juga salah satu dari beberapa hal yang mendorong lahirnya pemidanaan dalam bentuk
rehabilitasi.
39
Rehabilitasi dalam hukum pidana Islam bagi pengguna sekaligus korban belum didapat dalam sejarah hukum pidana Islam. Dalam hukum pidana Islam
pelaku penyalahgunaan Narkotika dihukum 4080 jilid. Namun walaupun demikian bukan berarti praktik pemidanaan dalam bentuk rehabilitasi tersebut
36
J.P. Caplin, kamus lengkap psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, h.425.
37
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, h. 87.
38
O.C. Kaligis, Narkoba dan peradilannya di Indonesia, Bandung: Alumni, 2002, h.8.
39
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2004, h.90.
bertentangan dalam hukum pidana Islam karena jika dilihat dari tujuan dan manfaat antara tindak pidana dengan sanksinya, maka rehabilitasi merupakan
pemidanaan yang tepat untuk sanksi bagi para pelaku atau korban penyalahgunaan Narkotika. Pada hakikatnya segala yang telah digariskan oleh agama terutama
agama Islam selalu baik dengan tujuan tunggal yakni, membimbing umat manusia menentukan jalan yang baik dan benar secara vertical maupun horizontal.
40
Berdasarkan masing-masing definisi, penulis memiliki pandangan subtansi antara rehabilitasi menurut hukum pidana di Indonesia positif maupun hukum
pidana Islam. kepada definisi rehabilitasi yaitu suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik secara fisik, mental maupun sosial agar mantan pecandu
Narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Pemberian sanksi dalam bentuk ini dimaksudkan agar para pelaku
yang juga bisa dikatakan korban harus bisa menghilangkan ketergantungan mereka atas Narkoba agar tidak terulang lagi. Dalam hukum pidana Islam juga
dapat dikaitkan dengan Al-Q ur’an surat Al Bayyinah ayat 5.
Artinya: “Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat”.Al-Quran Surat Al Bayyinah ayat: 5
Dapat disimpulkan rehabilitasi memiliki arti ialah untuk memperbaiki diri si pengguna atau korban penyalahgunaan Narkotika agar tidak kembali untuk
40
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, h.91.