Pemanfaatan Ampas Sisa Jagung Pipilan Sebagai Bahan Produk Serat Pangan Tidak Larut
SKRIPSI
PEMANFAATAN AMPAS SISA JAGUNG PIPILAN SEBAGAI BAHAN
PRODUK SERAT PANGAN TIDAK LARUT
OLEH: YA’QUB ALFIN NIM : 040804030
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
PEMANFAATAN AMPAS SISA JAGUNG PIPILAN SEBAGAI BAHAN
PRODUK SERAT PANGAN TIDAK LARUT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NIM : YA’QUB ALFIN NIM : 040804030
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
PEMANFAATAN AMPAS SISA JAGUNG PIPILAN SEBAGAI BAHAN
PRODUK SERAT PANGAN TIDAK LARUT
OLEH: YA’QUB ALFIN NIM : 040804030
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Mei 2009
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt Dr. Ginda Haro, M. Sc.,Apt. NIP : 130535837 NIP: 131872282
Pembimbing II,
Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP : 130535837
Drs. Syahrial Yoenoes, SU., Apt.
NIP : 131286001 Drs.Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP: 130535839
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP: 131126695
Dekan,
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan penulis kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih tidak terhingga kepadah Ayahnda Muhammad Ramlan, Ibunda Hj. Mardiah Lubis, Kakanda Yasir Arfan dan Adinda Mukhlis Trinop Saputra yang memberikan do’a dan dorongan demi suksesnya penulis.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. dan Bapak Drs. Syahrial Yoenoes, SU, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dan nasehat selama melakukan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Kemudian terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dekan beserta staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Kasmirul Ramlan, M.Si, Apt., selaku penasehat akademik yang telah memperhatikan dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.
3. Bapak Dr. Ginda Haro, M. Sc.,Apt., Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si, Apt.,selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Kakak, Abang dan Adik-adik di Fakultas Farmasi, serta teman-teman se-angkatan Farmasi angkatan 2004.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan segala kerendahan hati bersedia menerima kritikan dan saran yang membangun dari kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Mei 2009
(5)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian, pemanfaatan ampas sisa jagung pipilan sebagai bahan produk serat pangan. Produk serat pangan yang dibuat berupa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan penambahan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 200 g, 400 g dan 500 g. Dilakukan penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan dan kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan metode analisis Neutral Detergen Fiber (NDF) serta uji organoleptik rasa kerupuk kerupuk ampas sisa jagung pipilan yang disajikan kepada panelis.
Hasil penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan dan kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan metode analisis NDF diperoleh: dalam ampas sisa jagung pipilan kadar serat tak larut sebanyak 18,2736%<μ<19,0724%, kerupuk ampas sisa jagung pipilan 200 g ,400 g dan 500 g berturut-turut sebanyak 5,1979%<μ<5,9109%, 7,6901%<μ<7,8473% dan 8,6910%<μ<8,7806%.
Perlakuan terhadap nilai kesukaan rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan menunjukkan nilai kesukaan yang paling tinggi terdapat pada produk I, dari hasil penilaian dengan sekala hedonik yang menunjukkan rataan tertinggi yaitu 3,60 ini disukai oleh panelis dibandingkan produk II dan III. Hasil analisis statistik dari data uji organoleptik dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf α 0,05 dimana nilai F hitung = 2,80 lebih kecil dari F tabel = 3,07 , di dapati tidak ada perbedaan yang berpengaruh secara nyata terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan penambahan berbagai variasi ampas sisa jagung pipilan.
Ditinjau dari hasil penelitian diatas ampas sisa jagung pipilan dapat dimanfaatkan sebagai bahan produk serat pangan.
(6)
ABSTRACK
A research is already done about the use of shelled corn waste as material for fiber food product. The food fiber product made is shelled corn waste chip by addition of 200 g (product I), 400 g (product II) and 500 g (product III) shelled corn waste. Determination of insoluble fiber concentration is made in shelled corn waste and shelled corn waste chip by Neutral Detergent Fiber (NDF) method analysis also organoleptic test on taste of shelled corn waste chips presented to writer.
The result indicated that concentration of insoluble fiber in shelled corn waste and shelled corn waste chip with method of NDF analysis : grained, insoluble fiber shelled corn waste of concentration 18,2736% < μ < 19,0724%, shelled corn waste chip 200 g, 400 g and 500 g respectively 5,1979% < μ < 5,9109%, 7,6901% < μ < 7,8473% dan 8,6910% < μ < 8,7806%.
The treatment on shelled corn waste chips preference indicated the highest preference value is found in product I, from the result of evaluation by hedonic scale indicating highest average is 3,60 , this is liked by writer compared with product II and III. The result of statistical analysis of α 0,05 in which the F-count= 2,80smaller than F tabel = 3,07. This means that there is no significant differrence on taste of mustard chips by addition of several variations of shelled corn waste from writer evaluation.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ... 6
2.1 Karbohidrat... 6
2.2 Polisakarida ... 6
2.3 Serat Makanan ... 7
2.4 Komponen Serat Makanan ... 8
2.5 Peranan Serat Makanan Bagi Tubuh ... 10
(8)
Halaman
2.7 Analisis Serat Pangan ... 13
2.7.1 Metode Analisi Serat Kasar (crude fiber) ... 13
2.7.2 Metode Deterjen ... 13
2.7.3 Metode Enzimatis ... 14
2.7.4 Metode Englyst ... 14
2.8 Penilaian Organoleptik ... 14
2.8.1 Panel... 15
2.8.2 Seleksi Panel Hedonik ... 17
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18
2.1 Alat-alat ... 18
2.2 Bahan Pereaksi ... 18
2.3 Pembuatan Larutan Pereaksi Neutral Detergent Fiber (NDF) .... 18
2.4 Lokasi Pengambilan Sampel ... 19
2.5 Pembutan Ampas Sisa Jagung Pipilan ... 19
2.6 Pembuatan Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan... 19
2.7 Penetapan Kadar Serat Tak Larut Dalam Ampas Sisa Jagung Pipilan ... 20
2.8 Penetapan Kadar Serat tak Larut Dalam Kerupuk Ampas Sisa Jagung pipilan... 21
2.9 Pengorengan Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan... 21
(9)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
3.1 Penetapan Kadar Serat Tak Larut Dalam Ampas Sisa Jagung Pipilan Dan Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan Dengan Metode Analisis NDF ... 23
3.2 Hasil Penetapan Kadar Serat Tak Larut Dalam Ampas Sisa Jagung Pipilan ... 23
3.3 Hasil Penetapan Kadar Serat Tak Larut Dalam Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan ... 24
3.4 Hasil Uji Organoleptik ... 25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 26
4.1 Kesimpulan ... 26
4.2 Saran ... 26
DAFTAR PUSTAKA ... 28
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kadar Serat Tak Larut Dalam Ampas Sisa Jagung Pipilan ... 32
Tabel 2. Data penimbangan ampas sisa jagung pipilan ... 32
Tabel 3. Data penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan ... 32
Tabel 4. Data penimbangan kerupuk ampas sisa jagung pipilan 20% ... 34
Tabel 5. Data penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk ampas sisa jagung pipilan 20% ... 34
Tabel 6. Data penimbangan kerupuk ampas sisa jagung pipilan 40% ... 36
Tabel 7. Data penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk ampas sisa jagung pipilan 40% ... 36
Tabel 8. Data penimbangan kerupuk ampas sisa jagung pipilan 50% ... 36
Tabel 10.Hasil Uji Organoleptik ... 53
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Histogram nilai kesukaan rasa
kerupuk ampas sisa jagung pipilan ... 25 Gambar 2. Ruangan uji organoleptik ... 51 Gambar 3. Penyajian uji organoleptik. ... 51 Gambar 4. Panelis sedang memberikan penilaian
(12)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian, pemanfaatan ampas sisa jagung pipilan sebagai bahan produk serat pangan. Produk serat pangan yang dibuat berupa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan penambahan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 200 g, 400 g dan 500 g. Dilakukan penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan dan kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan metode analisis Neutral Detergen Fiber (NDF) serta uji organoleptik rasa kerupuk kerupuk ampas sisa jagung pipilan yang disajikan kepada panelis.
Hasil penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan dan kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan metode analisis NDF diperoleh: dalam ampas sisa jagung pipilan kadar serat tak larut sebanyak 18,2736%<μ<19,0724%, kerupuk ampas sisa jagung pipilan 200 g ,400 g dan 500 g berturut-turut sebanyak 5,1979%<μ<5,9109%, 7,6901%<μ<7,8473% dan 8,6910%<μ<8,7806%.
Perlakuan terhadap nilai kesukaan rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan menunjukkan nilai kesukaan yang paling tinggi terdapat pada produk I, dari hasil penilaian dengan sekala hedonik yang menunjukkan rataan tertinggi yaitu 3,60 ini disukai oleh panelis dibandingkan produk II dan III. Hasil analisis statistik dari data uji organoleptik dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf α 0,05 dimana nilai F hitung = 2,80 lebih kecil dari F tabel = 3,07 , di dapati tidak ada perbedaan yang berpengaruh secara nyata terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan penambahan berbagai variasi ampas sisa jagung pipilan.
Ditinjau dari hasil penelitian diatas ampas sisa jagung pipilan dapat dimanfaatkan sebagai bahan produk serat pangan.
(13)
ABSTRACK
A research is already done about the use of shelled corn waste as material for fiber food product. The food fiber product made is shelled corn waste chip by addition of 200 g (product I), 400 g (product II) and 500 g (product III) shelled corn waste. Determination of insoluble fiber concentration is made in shelled corn waste and shelled corn waste chip by Neutral Detergent Fiber (NDF) method analysis also organoleptic test on taste of shelled corn waste chips presented to writer.
The result indicated that concentration of insoluble fiber in shelled corn waste and shelled corn waste chip with method of NDF analysis : grained, insoluble fiber shelled corn waste of concentration 18,2736% < μ < 19,0724%, shelled corn waste chip 200 g, 400 g and 500 g respectively 5,1979% < μ < 5,9109%, 7,6901% < μ < 7,8473% dan 8,6910% < μ < 8,7806%.
The treatment on shelled corn waste chips preference indicated the highest preference value is found in product I, from the result of evaluation by hedonic scale indicating highest average is 3,60 , this is liked by writer compared with product II and III. The result of statistical analysis of α 0,05 in which the F-count= 2,80smaller than F tabel = 3,07. This means that there is no significant differrence on taste of mustard chips by addition of several variations of shelled corn waste from writer evaluation.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sesuai dengan trend global, saat ini banyak produk pangan yang berlabel kesehatan. Salah satu produk pangan kesehatan yang muncul di pasaran adalah makanan yang mengandung serat, dalam ilmu pangan dikenal sebagai dietary fibre. Salah satu pesan yang muncul dalam produk pangan berserat adalah kemampuannya untuk mengurangi kesulitan buang air besar (constipation).
Serat pangan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia, sehingga tidak digolongkan sebagai sumber zat gizi. Serat pangan meliputi selulosa, hemiselulosa, pelitin, gum dan lignin. Meskipun tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, tetapi bakteri flora saluran pencernaan terutama dalam kolon, dapat merombak serat tersebut. Sumber utama serat pangan adalah sayuran dan buah-buahan, serta biji-bijian dan kacang-kacangan. Jumlah serat pangan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20 – 35 g/hari.
Berdasarkan sifat fisik-kimia dan manfaat nutrisinya, serat dalam makanan dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu larut (soluble) dan tak larut (insoluble) dalam air. Serat larut terdiri dari: pektin, gum, dan alga. Serat tak larut terdiri dari: selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selain sifat fisik-kimia yang khas sehingga secara teknologi amat menarik bagi industri pangan untuk mengembangkan jenis dan bentuk produk pangan baru. Selain itu terbuka peluang pemanfaatan produk maupun limbah pertanian berserat sebagai bahan pangan.
(15)
Pemanfaatan limbah tongkol jagung pipilan masih sangat terbatas. Kebanyakan limbah tongkol jagung pipilan hanya digunakan untuk bahan tambahan makanan ternak, dan sebagai pengganti kayu bakar. Dilihat dari kandungan tongkol jagung pipilan merupakan bahan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber bahan serat pangan. Hal ini dikarenakan tongkol jagung pipilan banyak mengandung senyawa jenis selulosa. Komponen tongkol jagung pipilan terdiri dari air 7,68 %, serat kasar 38,99%, selulosa 19,49%, hemiselulosa 12,4%, lignin 9,1% (Richana
dkk. 2004). Melihat komposisi selulosa dan hemiselulosa yang cukup besar seperti yang tertera
di atas, tongkol jagung pipilan sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi sumber bahan serat pangan yang dapat diolah kembali untuk dibuat menjadi produk serat misalnya sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk berserat.
Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan dibawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng. Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk berbagai makanan Indonesia seperti nasi goreng, gado-gado dan juga makanan ringan yang sangat digemari sebagai cemilan dalam menemani waktu luang maupun lauk makanan sehari-hari. Namun tidak semua kerupuk mampu memenuhi kebutuhan nutrisi yang seimbang didalam tubuh. Oleh sebab itu kerupuk dapat dimanfaatkan sebagai produk alternatif makanan berserat dengan penambahan bahan serat pangan sebagai tambahan nutrisi.
Beberapa metode analisis serat yaitu metode serat kasar (crude fiber), metode deterjen
Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergen Fiber (NDF), metode enzimatis (Joseph,
2002). Dalam hal ini peneliti memilih metode analisis NDF, karena analisis NDF lebih mencerminkan kandungan serat tak larut dalam makanan (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).
(16)
Pada metode analisis ADF hanya diperoleh komponen serat selulosa dan lignin, sedangkan NDF diperoleh selulosa, hemiselulosa dan lignin (Birch,1987).
Nurlidia (2003) telah melakukan penelitian penetapan kadar serat tak larut pada beberapa sayuran dan suplemen serat dengan metode analisis NDF. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar serat tak larut dari sayur-sayuran yaitu: Daun ubi kayu, Kacang panjang, Pakis, Kangkung dan Bayam berturut-turut, 2,4526% < µ < 3,4192%, 2,1920% < µ < 2,5846%, 2,2566% < µ < 2,6846%, 1,7954% < µ < 1,8246%, dan 1,2364% < µ < 1,4494%. Kadar serat yang diperoleh dari suplemen serat yaitu: Vegeta, Slimmy dan Fiber berturut-turut, 39,4539% < µ < 64,3305%, 24,4100% < µ < 3,8749% dan 16,9478% < µ < 21,3516%.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ampas sisa jagung pipilan dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan dalam bahan pembuatan kerupuk
2. Apakah penambahan ampas sisa jagung pipilan dengan berbagai variasi berpengaruh terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dari penilaian panelis
3. Berapakah kadar serat tak larut pada ampas sisa jagung pipilan dan kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan berbagai variasi.
4. Apakah panelis suka mengkonsumsi kerupuk yang ditambah dengan penambahan ampas sisa jagung pipilan sebagai sumber serat pangan.
(17)
1.3 Hipotesis
Dalam penelitian ini diduga bahwa :
1. Ampas sisa jagung pipilan dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan dalam bahan pembuatan kerupuk
2. Penambahan ampas sisa jagung pipilan dengan berbagai variasi dalam kerupuk ampas sisa jagung pipilan tidak memberikan pengaruh rasa dari penilaian panelis
3. Terdapat serat tak larut pada ampas sisa jagung pipilan dan kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan berbagai variasi
4. Panelis suka mengkonsumsi kerupuk ampas sisa jagung pipilan sebagai sumber serat pangan
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk memanfaatkan ampas sisa jagung pipilan sebagai sumber serat pangan dalam bahan pembuatan kerupuk
2. Untuk mengamati pengaruh penambahan ampas sisa jagung pipilan dengan berbagai variasi terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dari penilaian panelis
3. Untuk mengetahui kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan dan kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan berbagai variasi
4. Untuk mengetahui, apakah panelis suka mengkonsumsi kerupuk ampas sisa jagung pipilan sebagai sumber serat pangan
(18)
1.5 Manfaat Penelitian
1. Pemanfaatan ampas sisa jagung pipilan sebagai sumber serat pangan 2. Sebagai alternatif produk pangan berserat yang dikonsumsi masyarakat
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karbohidrat
Susunan kimia karbohidrat terdiri dari atom karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Tanaman merupakan sumber karbohidrat yang utama, melalui proses fotosintesis senyawa air dari tanah dan karbon dioksida dari udara bereaksi dengan sinar matahari dan pigmen klorofil menghasilkan glukosa dan oksigen. Energi yang terbentuk disimpan dalam daun, batang, akar, biji, maupun buah yang akan dilepaskan melalui proses oksidasi makanan dalam tubuh (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007).
Karbohidrat diklasifikasikan sebagai monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida (gula sederhana) tidak dapat dihidrolisa untuk menjadi bentuk yang lebih sederhana. Disakarida dapat dihidrolisa dan memberikan dua molekul monosakarida. Oligosakarida menghasilkan 3 sampai 10 unit monosakarida. Polisakarida menghasilkan lebih dari 10 sampai 10.000 unit lebih (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).
2.2 Polisakarida
Beberapa polisakarida utama, pati, dekstrin, selulosa dan glikogen adalah merupakan kumpulan unit-unit glukosa. Daya kelarutan polisakarida lebih rendah daripada monosakarida, tapi lebih stabil dari monosakarida. Pati dan glikogen dapat dicerna sempurna, tetapi beberapa polisakarida lain tidak dapat dicerna dengan sempurna (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).
Klasifikasi polisakarida berdasarkan jenis monosakarida pembentuknya :
a. Homopolisakarida yaitu golongan polisakarida yang apabila dihidrolisa hanya menghasilkan satu macam monosakarida saja.
(20)
b. Heteropolisakarida yaitu golongan polisakarida yang apabila dihidrolisa menghasilkan lebih dari satu macam jenis monosakarida atau turunannya.
(Iswari S, Retno, 2006) 2.3 Serat Pangan
Serat pangan merupakan salah satu komponen penting makanan yang sebaiknya ada dalam susunan diet sehari-hari. Serat telah diketahui mempunyai banyak manfaat bagi tubuh terutama dalam mencegah berbagai penyakit, meskipun komponen ini belum dimasukkan sebagai zat gizi (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).
Serat pangan dapat didefinisikan sebagai seluruh komponen makanan yang tidak rusak oleh enzim pencernaan manusia (Pomeranz and Meloan, 1987). Defenisi terbaru serat makanan yang disampaikan oleh the American Assosiation of Ceral Chemist adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau kabohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada husus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar (Joseph, 2002).
Saat ini di masyarakat terutama yang di perkotaan terjadi pergeseran pola konsumsi pangan, yaitu cenderung memakan makanan jadi dan siap saji, disamping miskin serat, umumnya mempunyai kandungaan lemak dan protein tinggi (Sulistijani, 2001). Kurangnya asupan serat dalam waktu lama menyebabkan resiko terserang penyakit degeneratif seperti kanker kolon, diabetes melitus dan jantung koroner. Kanker kolon yang selama ini menjadi masalah kesehatan di negara Barat ternyata termasuk kasus kanker yang terbanyak juga di Indonesia. Risiko kanker ini dapat diturunkan dengan meningkatkan asupan serat, terutama serat tak larut (Suyono, 2001).
(21)
Hasil penelitian menunjukan bahwa serat yang larut dapat menurunkan kadar kolestrol darah, sedangkan serat yang tidak larut hanya sedikit berpengaruh. Hal ini diduga karena serat yang larut mengikat asam dan garam empedu sehingga reabsorpsinya dapat dicegah. Dengan demikian, garam empedu dibuang dari sirkulasi usus-hati (entero-hepatic circulation) dan hanya sedikit yang tersedia untuk absorpsi lipida di usus. Produk fermentasi serat pangan oleh mikroflora di dalam kolon (Bifidobacteria), yang juga disebut probiotik, mungkin juga berpengaruh terhadap metabolisme lipida (Silalahi, 2006).
2.4 Komponen Serat Pangan
Komponen serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya. Serat makanan berdasarkan kelarutan terdiri atas serat larut dan serat tidak larut, tergantung kelarutan komponen serat tersebut di dalam air atau larutan bufer. Contoh serat tak larut, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin, serat larut, yaitu pektin, gum, musilase, glukan dan alga (Almatsier, 2001).
2.5 Serat Dalam Makanan
Serat dalam makanan (dietary fibre) bukanlah suatu kelompok bahan pangan yang memiliki sifat kimia yang mirip. Meskipun umumnya tergolong karbohidrat yang komplek, namun berdasarkan sifat kimiawi sebenarnya mereka sangat heterogen. Ada yang berasal dari polisakarida penyusun dinding sel tumbuhan (struktural), yaitu selulosa, hemiselulosa dan pektin. Adapula yang termasuk polisakarida nonstruktural, yaitu getah (secreted & reserve
gums). Kelompok lain adalah polisakarida asal rumput laut (agar, carrageenans & alginates).
Salah satu definisi yang paling banyak disepakati adalah “semua oligosakarida, polisakarida dan derivatnya yang tak dapat diubah menjadi komponen terserap oleh ensim pencernaan di saluran pencernaan bagian atas (usus halus) manusia”.
(22)
Berdasarkan sifat fisik-kimia dan manfaat nutrisinya, serat dalam makanan dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu: larut (soluble) dan tak larut (insoluble) dalam air. Serat yang soluble cenderung bercampur dengan air dengan membentuk jarigan gel (seperti agar-agar) atau jariangan yang pekat. Sedangkan serat insoluble umumnya bersifat higroskopis: mampu menahan air 20 kali dari beratnya. Serat yang berasal dari biji-bijian (cereals) umumnya bersifat
insoluble, sedangkan serat dari sayur, buah dan kacang-kacangan cenderung bersifat soluble.
Manfaat nutrisi merupakan salah satu manfaat serat dalam produk pangan, selain sifat fisik-kimia yang khas sehingga secara teknologi sangat sesuai bagi industri pangan untuk mengembangkan jenis dan bentuk produk pangan baru dan terbentuknya peluang pemanfaatan produk maupun limbah pertanian berserat sebagai bahan pangan (Widianarko, 2000). Limbah pertanian yang mengandung serat masih belum dimanfaatkan sebagai bahan serat pangan diantaranya limbah yang dihasilkan dari usaha tani jagung yaitu tongkol jagung. Pemanfaatan tongkol jagung masih sangat terbatas. Kebanyakan limbah tongkol jagung hanya digunakan untuk bahan tambahan makanan ternak, dan sebagai pengganti kayu bakar.
Limbah jagung meliputi jerami dan tongkol. Penggunaan jerami jagung semakin populer untuk makanan ternak, sedangkan untuk tongkol jagung belum ada pemanfaatan yang bernilai ekonomi. Limbah jagung sebagian besar adalah bahan berlignoselulosa yang memiliki potensi untuk pengembangan produk masa depan. Seringkali limbah yang tidak tertangani akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Pada dasarnya limbah tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan mungkin bernilai negatif karena memerlukan biaya penanganan.
Limbah lignoselulosa sebagai bahan organik memiliki potensi besar sebagai bahan baku industri pangan, minuman, pakan, kertas, tekstil, dan kompos. Di samping itu, fraksinasi limbah ini menjadi komponen penyusun yang akan meningkatkan daya gunanya dalam berbagai
(23)
industri. Lignoselulosa terdiri atas tiga komponen fraksi serat, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Komponen tongkol jagung terdiri dari Air 7,68 %, Serat kasar 38,99%, Selulosa 19,49%, Hemiselulosa 12,4%, Lignin 9,1% (Richana dkk. 2004).
2.6 Analisis Serat Pangan
Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat kasar (crude
fiber). Metode deterjen, metode enzimatis (Joseph, 2002) dan metode Englyst (Ferguson dan
Philip, 1999).
2.6.1. Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)
Serat kasar dari lignin dan selulosa, merupakan bahan yang tertinggal setelah bahan makanan mengalami proses pemanasan dengan asam dan basa kuat selama 30 menit berturut-turut dalam prosedur yang dilakukan dalam prosedur yang dilakukan dilaboratorium (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).
2.6.2. Metode Deterjen
Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral
Detergent Fiber (NDF). Kedua metode ini hanya dapat menentukan kadar total serat yang tak
larut dalam larutan deterjen digunakan (Meloan and Pomeranz, 1987). a. Acid Detergent Fiber (ADF)
ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan lignin. Metode ini digunakan pada AOAC (Association of Offical Analytical chemist). Prosedurnya sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah CTAB (Cetyl Trimethyl Amonium Bromida) dan H-2SO4 0,5 M (Meloan and Pomeranz, 1987).
(24)
b. Neutral Detergent Fiber (NDF)
Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap jumlah kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen-komponen lainnya (selain selulosa, hemiselulosa dan lignin) pada metode deterjen ini (Meloan and Pomeranz, 1987).
2.6.3 Metode Enzimatis
Metode enzimatis dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh manusia. Metode yang dikembangkan adalah fraksinasi enzimatis yaitu menggunakan enzim amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode ini dapat mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara terpisah (Joseph, 2002). Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas lebih yang bisa saja merusak komponen serat. Kemudian kemungkinan protein yang tidak terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Meloan and Pomeranz, 1987).
2.6.4 Metode Englyst
Pada metode Englyst, serat makanan ditentukan sebagai polisakarida non pati dengan menentukan bagian monosakarida penyusunnya. Tapi bukan hanya polisakarida sebagai penyusun dinding sel tumbuh-tumbuhan. Kelemahan metode ini menetapkan kadar serat dengan menggunakan kromatografi cair-gas, HPLC atau alat spektrofotometer (Ferguson dan Philip, 1999).
2.7 Penilaian Organoleptik
Penilaian dengan indera atau penilaian organoleptik atau pennilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian sensorik pada manusia adalah mulanya sebagai kegiatan seni (art) dan tetap berkembang sebagai seni sampai memasuki dunia industri.
(25)
Baru pada tahun 1950-an bidang seni ini mulai berkembang menjadi bidang ilmu. Penilaian dengan indera menjadi ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan dan dihubungkan dengan penilaian secara objektitif (Soekarto, 1981).
2.7.1 Panel
Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Alat ini terdiri dari orang atau kelompok orang yang disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Jadi, penilaian makanan secara panel berdasarkan kesan subjektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu yang harus dituruti (Soekarto, 1981).
Pengunaan panel ini dapat dibedakan tergantung dari tujuan. Menurut Soekarto (1981) terdapat 6 macam panel yang biasa digunakan dalam penelitian organoleptik yaitu :
a. Panel pencicip perorangan
Pencicip perorangan juga disebut pencicip tradisional digunakan dalam industri-industri makanan seperti pencicip teh, kopi, anggur, es krim atau penguji bau pada industri minyak wangi (parfum). Pencicip ini mempunyai kepekaan yang sangat tinggi jauh melebihi kepekaan rata-rata manusia.
b. Panel pencicip terbatas
Untuk menghindari ketergantungan pada pencicip perorangan maka industri menggunakan 3-5 orang penilai yang mempunyai kepekaan tinggi yang disebut panel pencicip terbatas. Biasanya panel ini diambil dari personal laboratorium yang sudah mempunyai pengalaman luas akan komoditi tertentu.
(26)
Anggota panel ini lebih besar dari panel diatas yaitu 15-25 orang. Untuk menjadi panel ini perlu diseleksi dan dipilih dan terlatih.
d. Panel tak terlatih
Jika panel terlatih biasanya untuk menguji perbedaan (difference test), maka panel tak terlatih umumnya untuk menguji kesukaan (preference test). Anggota panel tak terlatih tidak tetap.
e. Panel agak terlatih
Panelis dalam katagori ini mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan. Tetapi latihan-latihan yang diterima tidak cukup intensif dan tidak teratur, karena itu belum mencapai tingkat sebagai panel terlatih. Jumlah untuk panel agak terlatih jumlahnya terletak di antara panelis terlatih dan tidak terlatih. Jumlah itu berkisar antara 15-25 orang. Makin kurang terlatih makin besar jumlah panelis yang diperlukan.
f. Panel konsumen
Panel ini biasanya mempunyai anggota yang besar jumlahnya, dari 30 sampai 1000 orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji kesukaan (preference test) dan dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji kesukaan dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu jenis makanan dapat diterima oleh masyarakat. Anggota panel konsumen dapat diambil dari sejumlah orang yang ada dipasar atau dapat pula dilakukan dengan mendatangi rumah konsumen, dalam hal kelompok pertama pengujian dapat diselenggarakan sekaligus, sedangkan dalam hal yang kedua diselenggarakan dengan mendatangi rumah-rumah.
2.7.2 Seleksi Panelis Hedonik
Calon panelis dapat diambil dari orang awam atau dari luar instansi, dapat diambil dari tamu yang berkunjung. Orang yang sudah terlanjur ahli atau kenal betul dengan komoditi itu
(27)
tidak boleh dijadikan anggota panel hedonik. Jumlah panel hedonik makin besar semakin baik, sebaiknya jumlah itu melebihi 30 orang. Jumlah lebih besar tentu menghasilkan kesimpulan yang dapat diandalkan. Tetapi biaya penyelenggaraanya terlalu tinggi karena itu biasanya ada kompromi antara jumlah anggota dan biaya penyelenggaraan.
Kriteria panelis (Soekarto, 1981):
1. Memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi
2. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil secara acak. Jumlah anggota penelis hedonik semakin besar semakin baik
3. Berbadan sehat
4. Tidak dalam keadaan tertekan
5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik 2.7.3 Laboratorium Penilaian Organoleptik
Suatu laboratorium yang menggunakan manusia sebagai alat ukur berdasarkan kemampuan pengindraanya, yang paling utama dalam laboratorium penilaian organoleptik adalah ruang pencicipan, tempat para anggota panelis dapat melakukan penilaian. Kepada panelis diberikan format evaluasi dimana ada banyak jenisnya. Salah satunya mempunyai kolom untuk sampel dengan penilaian seperti sangat suka, agak suka, tidak suka, agak tidak suka dan sangat tidak suka. Panelis memberi pendapat untuk setiap sampel dan dapat memberikan komentar tambahan. Penilaian diberikan peringkat angka oleh pemimpin uji panel, seperti 5 untuk amat sangat suka menurun hingga 1 untuk tidak suka. Setelah semua format evaluasi lengkap, pemimpin uji panel mentabulasikan dan merata-ratakan hasilnya. Skala peringkat angka untuk rasa dan faktor kualitas yang lain dikenal sebagai skala hedonik (Soekarto, 1981).
(28)
Contoh skala hedonik yang umum digunakan: Skala hedonik Skala numerik Amat sangat suka
Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka
5 4 3 2 1
(29)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan terdiri dari: labu alas bulat 500 ml, pendingin bola, elektromantel, corong Buchner, vakum, statif dan klem, cawan porselen, kertas saring, indikator universal, alat tanur (Philips Haris Ltd), desikator, oven, neraca analitis, mortir dan stemper, dan alat-alat gelas laboratorium lainnya.
3.2 Bahan-bahan
Bahan pereaksi bila tidak dinyatakan lain adalah berkualiatas pro analisis (E.Merck), air suling, natrium lauril sulfat, dinatrium etilenadiaminatetraasetat, natrium borat dekahidrat, dinatrium fosfat anhidrat, aseton dan 2-etoksietanol. Bahan pembuatan kerupuk yang digunakan adalah tepung tapioka, tepung gandum, garam, penyedap rasa, bawang putih dan terasi.
3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi Neutral Detergent Fiber (NDF)
Sebanyak 18,61 gram dinatrium etilenadiaminatetraasetat dan 6,81 gram natrium borat dekahidrat dimasukkan ke gelas beaker, ditambah air suling secukupnya hingga larut, kemudian ditambahkan 30 gram natrium lauril sulfat dan 10 ml 2-etoksietanol (larutan I). Sebanyak 4,56 gram dinatrium fosfat anhidrat dilarutkan dalam air suling secukupnya hingga larut (larutan II). Campur larutan I dan II, hingga pH 7 diatur dengan larutan NaOH atau HCl. Larutan dipindahkan ke labu tentukur dan ditambah air suling
(30)
3.4 Lokasi Pengambilan Sampel
Sebagai sampel digunakan yaitu ampas sisa jagung pipilan yang dibuat dari tongkol jagung pipilan yang diambil dari Desa Namo Suro Baru, Dusun 3 Namo Pecawir, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang.
3.5 Pembuatan Ampas Sisa Jagung Pipilan
Tongkol jagung pipilan sebanyak 7 kg dicuci, kemudian dimasukkan kedalam panci, ditambahkan air secukupnya dan direbus selama 20 menit sampai mendidih. Setelah dingin bagian atas sisa dari jagung pipilan diambil dengan cara dikikis dan bagian yang keras dari tongkol jagung dibuang. Kemudian dihaluskan. Lalu diperas untuk mengurangi airnya dan diperoleh ampas sebanyak 1,4 kg.
3.6 Pembuatan Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan
Pembuatan kerupuk menggunakan 1 kg tepung tapioka, 200 gram tepung gandum, ditambahkan bumbu penyedap yang terdiri dari bawang putih, terasi, dan garam secukupnya. Terakhir tambahkan air hingga adonan mengental. Kemudian ditambahkan ampas sisa jagung pipilan dengan variasi 200 gram, 400 gram dan 500 gram. Kemudian dimasukkan kedalam loyang dengan ukuran 30 x 20 cm, dikukus selama 20 menit sampai bagian tengah adonan matang, kemudian dinginkan dan dipotong dengan ukuran 5 x 3 cm. Kerupuk ampas sisa jagung pipilan basah dijemur sampai kering di bawah sinar matahari. Kerupuk yang sudah kering mudah dipatahkan.
(31)
3.7 Penetapan Kadar Serat Tak Larut Dalam Ampas Sisa Jagung Pipilan
Penentuan kadar serat tak larut dengan metode analisis NDF ini berdasarkan Birch, 1987.
Ditimbang 15,0170 gram ampas sisa jagung pipilan dan dikeringkan dioven pada suhu 50°C sampai berat konstan, didapat berat kering ampas sisa jagung pipilan sebanyak 3,4530 gram. Kemudian ditimbang seksama 0,5 gram ampas sisa jagung pipilan kering, dimasukkan kedalam labu alas bulat 500 ml, ditambah pereaksi NDF sebanyak 100 ml. Dipanaskan dengan elektromantel, menggunakan pendingin bola. Setelah mendidih selama 5 menit, pemanasan dihentikan hingga busa habis. Kemudian dilakukan pemanasan kembali selama 60 menit, terhitung sejak campuran mulai mendidih. Campuran diaduk, kemudian disaring dengan corong Buchner. Residu dicuci dengan air suling panas (80 - 90 °C) , Lalu dicuci dengan aseton, masing-masing. Hasil penyaringan dikeringkan pada suhu 105 °C selama 9 jam, dinginkan dalam desikator lalu ditimbang kembali. Pengeringan ulang ini dilakukan hingga diperoleh berat konstan (W1). Hasil penimbangan diabukan pada suhu 800 °C selama 3 jam. Didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Pengabuan dilakukan lagi selama 1 jam, didinginkan dalam desikator lalu ditimbang kembali. Pengabuan ulang ini dilakukan hingga diperoleh berat konstan (W2 ). Data penimbangan dan penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 31.
(32)
3.8 Penetapan Kadar Serat Tak Larut Dalam Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan Penentuan kadar serat tak larut dengan metode analisis NDF ini berdasarkan Birch, 1987.
Ditimbang seksama 0,5 gram kerupuk yang telah dihaluskan, dimasukkan kedalam labu alas bulat 500 ml, ditambah pereaksi NDF sebanyak 100 ml. Dipanaskan dengan elektromantel, menggunakan pendingin bola. Setelah mendidih selama 5 menit, pemanasan dihentikan hingga busa habis. Kemudian dilakukan pemanasan kembali selama 60 menit, terhitung sejak campuran mulai mendidih. Campuran diaduk, kemudian disaring dengan corong Buchner. Residu dicuci dengan air suling panas (80 - 90 °C) , Lalu dicuci dengan aseton, masing-masing. Hasil penyaringan dikeringkan pada suhu 105 °C selama 9 jam, dinginkan dalam desikator lalu ditimbang kembali. Pengeringan ulang ini dilakukan hingga diperoleh berat konstan (W1). Hasil penimbangan diabukan pada suhu 800 °C selama 3 jam. Didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Pengabuan dilakukan lagi selama 1 jam, didinginkan dalam desikator lalu ditimbang kembali. Pengabuan ulang ini dilakukan hingga diperoleh berat konstan (W2 ).
Data penimbangan dan penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk ampas sisa jagung pipilan dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 33
3.9 Pengorengan Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan
Kerupuk ampas sisa jagung pipilan digoreng dengan minyak panas, sambil dibalik-balik sampai matang dan kembang.
(33)
3.10 Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan dengan metode hedonik (Soekarto, 1981), yaitu analisis
menurut uji kesukaan terhadap rasa. Panelis diharapkan dapat mengemukakan penilaian suka atau tingkat kesukaan.
Kriteria panelis :
1. Panelis yang digunakan adalah panelis konsumen yang diambil secara acak dengan jumlah anggota penelis seluruhnya 40 orang
2. Tidak dalam keadaan sakit (dilihat bahwa panelis tidak sedang demam, flu dan batuk). 3. Panelis yang digunakan adalah mahasiswa.
Langkah-langkah uji organoleptik:
1. Pengujian dilakukan didalan ruangan yang bersih
Gambar ruangan uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 13 gambar 3 halaman 50
2. Kerupuk yang sudah digoreng, masing-masing diberi kode produk I, II dan III dengan variasi ampas sisa jagung pipilan berturut-turut 200 gram, 400 gram dan 500 gram.
3. Kepada panelis disajikan kerupuk untuk dicicipi, air putih dan formulir pertanyaan. Sebelumnya panelis diberikan penjelasan singkat mengenai produk yang diperiksa dan cara penilaian
Formulir pertanyaan dan gambar penyajian dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13 halaman 49 dan 50.
(34)
Penjelasan yang diberikan kepada panelis:
i. Produk yang diperiksa adalah kerupuk ampas sisa jagung pipilan
ii. Setiap melakuakan pencicipan panelis dianjurkan untuk minum, agar panelis dapat menilai secara objektif terhadap setiap produk
iii. Setelah panelis selesai mencicipi produk yang diperiksa, panelis diminta untuk memberi penilaian berdasarkan tingkat kesukaan sesuai dengan penilaian mereka masing-masing. Gambar panelis sedang memberikan penilaian terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dapat dilihat pada Lampiran 13 gambar 4 halaman 50
4. Untuk penganalisaan, skala hedonik ditarnsformasi menjadi skala numerik dengan angka menaik sesuai tingkat kesukaan. Dengan data numerik dilakukan analisa satistik
5. Skala hedonik dan skala numerik yang digunakan sebagai berikut: Skala hedonik Skala numerik
Amat sangat suka Sangat suka
Suka Agak suka Tidak suka
5 4 3 2 1
(35)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penetapan Kadar Serat Tak Larut Dalam Ampas Sisa Jagung Pipilan Dan Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan Dengan Metode Analisis NDF
Penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan, suhu yang digunakan untuk pengeringan ampas sisa jagung pipilan menggunakan oven adalah 50°C. Ini merupakan suhu maksimal yang bisa digunakan karena protein dan kabohidrat dapat membentuk komponen tak larut pada suhu yang lebih tinggi (Mertens, 1992). Sampel terlebih dahulu dihaluskan untuk memperbesar interaksi partikel sampel dengan larutan NDF. Dalam mengerjakan tiap sampel, waktu refluks benar-benar harus diperhatikan, yaitu 1 jam sejak mulai mendidih. Bertambahnya waktu refluks akan mengurangi jumlah serat (Mertens, 1992).
Penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk ampas sisa jagung pipilan, kerupuk menjadi gel ketika penyaringan, karena itu pencucian residu serat dengan air suling panas menggunakan volume air suling yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama untuk menghasilkan ekstraksi komponen larut yang lebih sempurna. Volume air suling panas adalah 400 ml. Begitu pula halnya pencucian dengan aseton yang berguna untuk menghilangkan sisa lemak pada residu serat adalah 50 ml aseton tiap pencucian. Aseton juga digunakan untuk membilas kertas saring. Residu serat dan kertas saring harus benar-benar bersih dari larutan NDF karena jika tidak, sisa larutan akan melekat pada residu serat dan kertas saring. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada residu serat dan kertas saring saat temperatur 100º C, sehingga ada senyawa organik yang hilang. Keadaan ini
(36)
mengurangi berat dan dengan demikian akan mempengaruhi kadar serat yang diperoleh (Mertens, 1992).
Menurut Birch (1987), suhu yang digunakan untuk pengabuan adalah 550° C selama 3 jam. Kertas saring yang digunakan harus tidak bersisa agar tidak terikut dalam penetapan kadar. Ternyata pada suhu 550° C selama 3 jam, kertas saring yang digunakan masih meninggalkan sisa, padahal seharusnya pada suhu tersebut kertas saring telah habis karena terbuat dari senyawa selulosa. Ternyata dari percobaan, kertas saring baru habis tak bersisa setelah pengabuan pada suhu 800° C selama 3 jam.
4.2 Hasil Penetapan Kadar Serat Tak Larut Dalam Ampas Sisa Jagung Pipilan Dari penetapan kadar serat tak larut pada ampas sisa jagung pipilan diperoleh: 18,2736 % < μ < 19,0724 %. Menurut Richana dkk. 2004, komponen tongkol jagung terdiri dari: selulosa 19,49%, hemiselulosa 12,4% dan lignin 9,1%. Dapat dikatakan keduanya sesuai karena serat tak larut terdiri dari: selulosa, hemiselulosa dan lignin. Perhitungan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 37.
(37)
4.3 Hasil Penetapan Kadar Serat Tak Larut Dalam Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan
Hasil penetapan kadar serat tak larut pada kerupuk, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar Serat Tak Larut Dalam Kerupuk Ampas Sisa Jagung Pipilan Produk Jumlah Ampas Sisa Jagung Pipilan yang
ditambahkan dalam Kerupuk (gram)
Kadar Serat Tak Larut (%)
I 200 5,1979 % < μ < 5,9109 %
II 400 7,6901 % < μ < 7,8473 %
III 500 8,6910 % < μ < 8,7806 %
Ampas sisa jagung pipilan dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan dalam pembuatan kerupuk dan sebagai alternatif masyarakat untuk memenuhi kebutuhan serat setiap harinya. Serat makanan yang dianjurkan untuk konsumsi orang dewasa adalah 20-35 gram setiap hari, US Departement of Agriculture and Health dalam Dietary
Guidelines for American dan US National Center Institue menyarankan dari 20-35 gram
serat yang dianjurkan, hanya 8 gram serat larut (sekitar sepertiganya), selebihnya adalah serat tak larut. Perhitungan kadar serat tak larut dalam kerupuk ampas sisa jagung pipilan 200 gram, 400 gram dan 500 gram dapat dilihat pada Lampiran 9, 10 dan 11 halaman 40, 43 dan 46.
(38)
4.4 Hasil Uji Organoleptik
Hasil analisis statistik dari data Uji organoleptik dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf α 0,05 dimana nilai F hitung = 2,80 lebih kecil dari F tabel = 3,07 , ini berarti tidak ada perbedaan yang berpengaruh secara nyata terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan penambahan berbagai variasi ampas sisa jagung pipilan dari penilaian panelis.Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 15 Tabel 11, halaman 54.
Dari histogram dapat dilihat bahwa nilai kesukaan terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan menunjukkan nilai kesukaan yang paling tinggi terdapat pada produk I, dari hasil penilaian dengan sekala hedonik yang menunjukkan rataan tertinggi yaitu 3,60 ini disukai oleh panelis dibandingkan produk II dan III. Histogram nilai kesukaan terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dapat dilihat pada Gambar 1.
0.50 1.50 2.50 3.50 4.50
R
at
aan
k
e
su
k
aan
I II III
Produk
(39)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan adalah 18,2736 % < μ < 19,0724 %.
2. Kadar serat tak larut dalam kerupuk ampas sisa jagung pipilan 200 gram, 400 gram dan 500 gram berturut-turut sebanyak 5,1979% < μ < 5,9109%, 7,6901% < μ < 7,8473% , dan 8,6910% < μ < 8,7806%.
3. Penambahan ampas sisa jagung pipilan dengan berbagai variasi tidak memberikan pengaruh terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan dari penilaian panelis 4. Panelis suka mengkonsumsi kerupuk ampas sisa jagung pipilan
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat produk serat pangan lain misalnya sareal, biskuit dan roti dengan memanfaatkan ampas sisa jagung pipilan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk serat pangan.
(40)
DAFTAR PUSTAKA
Birch, G.G. (1985). Analysis of Food Carbohydrate. New York: Elsevier Applied Science Publishers. Hal.278-279
Departermen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. (2007). Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Hal 29
Ferguson,L.R, and Philip J.H.(1999). Wheat Bran and Cancer: The Role of Dietary Fiber. Asia Pasific J Clin Nurt.8 (suppl): S42-43
Iswari S, Retno. (2006). Biokimia. Semarang: Penerbit Graha Ilmu. Hal 17. Joseph, G. (2002). Manfaat Serat Bagi Kesehatan Kita.
ipb.com/users/rudyct/PPs702/DEDIN_FR.htm. Tanggal Akses 18 April 2008
Meloan,C and Pomeranz, Y. (1987). Food analysis : Theory and Practice. Second Edition, New York: Van Nostrand Reinhold Company. Hal, 25,679-680. Mertens, D.R (1992), Critical Conditions in Determining Detergent Fibers.
Nurlidia, (2003). Penetapan Kadar Serat Tak Larut pada Beberapa Sayuran dan Suplemen Serat dengan Metode Analisis NDF. Skripsi. Jurusan farmasi FMIPA USU
Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj. (1996). Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke- 2. UI-Press. Jakarta. Hal 195
Richana N dan Suarni. (2004). Teknologi Pengolahan Jagung.Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. Bogor
Silalahi, J. (2001). Kabohidrat, Kimia dan Analisa. Medan: FMIPA-USU. Hal.22-23 Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Cetakan ke-1.Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 73-74
Soekarto. (1981). Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, Bogor. Hal 45
Sulistijani, D.A (2001). Sehat dengan Menu Berserat. Cetakan III. Jakarta : Trubus Agriwidya. Hal 4,5,27
(41)
Suyono, H.A (2001). Serat, benteng terhadap aneka penyakit,
Wardlaw, G.M and M.W. Kessel, (2000). Perspectives in Nutrition. Fifth edition, New York: Mc Graw Hill. Hal.167,178
Widianarko B. A. Rika Pratiwi, dan Ch. Retnaningsih (2000). Seri Iptek Pangan. Volume 1: Teknologi, Produk, Nutrisi & Keamanan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan-Unika Soegijapranata. Semarang.
(42)
Lampiran 1. Bagan pembuatan ampas sisa jagung pipilan
Dicuci
Direbus selama 20 menit sampai mendidih Didinginkan
Bagian atas sisa dari jagung pipilan diambil dan bagian yang keras dari tongkol dibuang
Dihaluskan
Diperas untuk mengurangi airnya
7 kg Tongkol jagung
Ampas Sisa Jagung
(43)
Lampiran 2. Bagan pembuatan kerupuk ampas sisa jagung pipilan
Ditambahkan 200 gr tepung gandum
Ditambahkan bumbu penyedap yang terdiri dari bawang putih, terasi dan garam secukupnya Ditambahkan air hingga adonan mengental
Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan Dimasukkan kedalam loyang dengan ukuran 30 x 20 cm
Dikukus selama 20 menit, sampai bagian tengah adonan matang
Didinginkan
Dipotong dengan ukuran 5 x 3 cm
Dijemur samapai kering di bawah sinar matahari
1 kg Tepung tapioka
Adonan kental
Adonan matang
Kerupuk Amaps Sisa Jagung Pipilan
(44)
Lampiran 3. Bagan penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan dan kerupuk ampas sisa jagung pipilan dengan metode analisis NDF
Ditambahkan 100 ml larutan NDF
Direfluks hingga mendidih selama 5 menit Pemanasan dihentikan hingga busa habis Dididihkan kembali selama 60 menit Disaring dengan corong Buchner
Dicuci dengan air suling panas (80-90° C) Dicuci dengan Aseton
Dikeringkan di oven pada suhu 105° C (hingga berat konstan) Didinginkan dalam desikator
Ditimbang
Diabukan pada suhu 800°C selama 3 jam (hingga berat konstan) Ditimbang dihitung berat yang hilang
0,5 g Sampel
Residu Filtrat
(45)
Lampiran 4. Data penimbangan dan penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan dengan metode analisis NDF
Tabel 2. Data penimbangan ampas sisa jagung pipilan
No Berat sampel
Berat kertas saring
Berat keretas saring + Sampel setelah di
keringkan
Berat krusibel
Berat krusibel + Sampel setelah diabukan
1 0,5001 0,6221 1,0381 51,3332 51,3371
2 0,5000 0,6132 1,0132 53,7234 53,7278
3 0,5004 0,6201 1,0322 60,2364 60,2389
4 0,5007 0,6170 1,0228 52,3632 52,3663
5 0,5005 0,6110 1,0382 53,4472 53,4497
6 0,5002 0,6166 1,0221 52,3534 52,3380
Tabel 3. Data penetapan kadar serat tak larut dalam ampas sisa jagung pipilan
No Berat sampel (g)
W1 (g)
W2
(g) Kadar serat tak larut (%)
1 0,5001 0,4160 0,0039 18,9478
2 0,5000 0,4000 0,0044 18,1928
3 0,5004 0,4121 0,0025 18,8215
4 0,5007 0,4058 0,0031 18,4934
5 0,5005 0,4272 0,0025 19,5115
6 0,5002 0,4055 0,0046 18,4291
W1= Berat kertas saring ditambah sampel setelah dikeringkan – Berat kertas saring W2= Berat krusibel ditambah sampel setelah diabukan – Berat krusibel
(46)
Keterangan : W1 = Berat residu serat (g) W2= Berat abu (g)
Keterangan : a = Berat sampel kering b = Berat sampel basah
Berat ampas tongkol jagung basah : 15,0170 g Berat ampas tongkol jagung kering : 3,4530 g Contoh perhitungan sampel nomor 1
%NDF = 0,4160g-0,0039g x 100% = 82,4035% 0,5001
Kadar serat tak larut pada sampel = 3,4530 / 15,0170 x 82,4035% = 18,9478%
Dengan cara yang sama diperoleh kadar serat tak larut untuk sampel nomor 2 sampai nomor 6.
%NDF= W1-W2 x 100% Berat sampel
(47)
Lampiran 5. Data penimbangan dan penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 200 gram dengan metode analisis NDF
Tabel 4. Data penimbangan kerupuk yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 200 gram
No Berat sampel
Berat kertas saring
Berat keretas saring + Sampel setelah di
keringkan
Berat krusibel
Berat Krusibel + Sampel setelah diabukan
1 0,5001 0,5715 0,7611 57,1429 57,1632
2 0,5000 0,5732 0,7490 50,0587 50,0801
3 0,5000 0,5762 0,7700 60,1702 60,1915
4 0,5002 0,5710 0,7631 58,1635 58,1902
5 0,5001 0,5737 0,7590 49,7440 49,7703
6 0,5001 0,5720 0,7485 52,5561 52,5780
Tabel 5. Data penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 200 gram
No Berat sampel (g)
W1 (g)
W2
(g) Kadar serat tak larut (%)
1 0,5001 0,1896 0,0203 5,8023
2 0,5000 0,1758 0,0214 5,2790
3 0,5000 0,1938 0,0213 5,9131
4 0,5002 0,1921 0,0267 5,6675
5 0,5001 0,1853 0,0263 5,4493
6 0,5001 0,1765 0,0219 5,2985
W1 = Berat kertas saring ditambah sampel setelah dikeringkan – Berat kertas saring W2 = Berat krusibel ditambah sampel setelah diabukan – Berat krusibel
(48)
Keterangan : W1 = Berat residu serat (g) W2= Berat abu (g)
Keterangan : a = Berat 1 kerupuk b = Berat 6 kerupuk Berat 6 kerupuk : 16,7817g Berat 1 kerupuk : 2,8763 g
Contoh perhitungan sampel nomor 1
%NDF = 0,1896g-0,0203g x 100% = 33,8532% 0,5001
Kadar serat tak larut dalam kerupuk = 2,8763g / 16,7817g x 33,8532% = 5,8023%
Dengan cara yang sama diperoleh kadar serat tak larut untuk sampel nomor 2 sampai nomor 6 dan perhitungan yang sama untuk penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk ampas sisa jagung pipilan 400 gram dan 500 gram.
% NDF pada kerupuk = W1-W2 x 100% Berat sampel
(49)
Lampiran 6. Data penimbangan dan penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 400 gram dengan metode analisis NDF
Tabel 6. Data penimbangan kerupuk yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 400 gram
No Berat sampel
Berat kertas saring
Berat keretas saring + Sampel setelah
dikeringkan
Berat krusibel
Berat krusibel + Sampel setelah diabukan
1 0,5000 0,5762 0,9256 60,1702 60,2853
2 0,5000 0,5737 0,9237 58,1803 58,2965
3 0,5000 0,5709 0,9291 49,7700 49,8889
4 0,5000 0,5737 0,9011 52,5611 52,6573
5 0,5000 0,5740 0,9200 52,3315 52,4424
6 0,5000 0,5711 0,9232 52,4400 52,5612
Tabel 7. Data penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk yang Ditambahkan yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 400 gram
No Berat Sampel (g)
W1 (g)
W2
(g) Kadar serat tak larut (%)
1 0,5000 0,3494 0,1151 7,8101
2 0,5000 0,3500 0,1162 7,7934
3 0,5000 0,3582 0,1189 7,9767
4 0,5000 0,3274 0,0962 7,7067
5 0,5000 0,3460 0,1109 7,8367
6 0,5000 0,3521 0,1212 7,6967
Berat 6 kerupuk : 22,7686 g Berat 1 kerupuk : 3,7948
(50)
Lampiran 7. Data penimbangan dan penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 500 gram dengan metode analisis NDF
Tabel 8. Data penimbangan kerupuk ampas sisa jagung pipilan 500 gram No Berat sampel
Berat kertas saring
Berat kertas saring + Sampel setelah
dikeringkan
Berat krusibel
Berat krusibel + Sampel setelah diabukan
1 0,5000 0,6200 1,0397 57,1428 57,2974
2 0,5000 0,6215 1,0355 51,0827 51,2343
3 0,5000 0,6157 1,0235 50,7854 50,9322
4 0,5000 0,6172 1,0313 50,0587 50,2109
5 0,5000 0,6162 1,0215 51,0711 51,2134
6 0,5000 0,6330 1,0511 51,0661 51,2256
Tabel 9. Data penetapan kadar serat tak larut dalam kerupuk yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 500 gram
No Berat sampel (g)
W1 (g)
W2
(g) Kadar serat tak larut (%)
1 0,5000 0,4197 0,1546 8,8366
2 0,5000 0,4140 0,1516 8,7466
3 0,5000 0,4078 0,1468 8,7000
4 0,5000 0,4141 0,1522 8,7300
5 0,5000 0,4053 0,1423 8,7666
6 0,5000 0,4181 0,1595 8,6200
Berat 6 kerupuk : 23,6035 g Berat 1 kerupuk : 3,9339 g
(51)
Lampiran 8. Perhitungan kadar serat tak larut sebenarnya dalam ampas tongkol jagung
No. Kadar Serat Tak
Larut (%) Xi -X (Xi −X )
2
1. 18,9478 0,2151 0,0463
2. 18,1928 -0,5399 0,2915
3. 18,8215 0,0888 0,0079
4. 18,4934 -0,2393 0,0573
5. 19,5115 0,7788 0,6065
6. 18,4291 -0,3036 0,0922
X = 18,7327 Σ = 1,1016
SD =
( )
1 2 − −
∑
n x xi = 1 6 1016 , 1− = 0,4694
Pada Tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, dk 6-1 diperoleh t-tabel = 2,57 Data diterima jika t-hitung < t tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
6 4694 , 0 7327 , 18 9478 , 18 − = 1,1225 t-hitung data 2 =
6 4694 , 0 7327 , 18 1928 , 18 − = -2,8175...ditolak
t-hitung data 3 =
6 4694 , 0 7327 , 18 8215 , 18 − = 0,4634
t-hitung data 4 =
6 4694 , 0 7327 , 18 4934 , 18 − = -1,2488
(52)
t-hitung data 5 = 6 4694 , 0 7327 , 18 5115 , 19 − = 4,0642...ditolak
t-hitung data 6 =
6 4694 , 0 7327 , 18 4291 , 18 − = -1,5843
Data 5 dan 2 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data 1,3,4 dan 6
No. Kadar Serat Tak
Larut (%) Xi -X (Xi −X)
2
1. 18,9478 0,2748 0,0755
2. 18,8215 0,1485 0,0221
3. 18,4934 -0,1796 0,0323
5. 18,4291 -0,2439 0,0595
X = 18,6730 Σ = 0,1893
SD =
( )
1 2 − −
∑
n x xi = 1 4 1893 , 0− = 0,2512
Pada Tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 4-1 diperoleh t-tabel = 3,18 Data diterima jika t-hitung < t-tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
4 2512 , 0 6730 , 18 9478 , 18 − = 2,1879
t-hitung data 2 =
4 2512 , 0 6730 , 18 8215 , 18 − = 1,1823
(53)
t-hitung data 3 =
4 2512 , 0
6730 , 18 4934 ,
18 −
= -1,4299
t-hitung data 4 =
4 2512 , 0
6730 , 18 4291 ,
18 −
= -1,9419
μ = x ± t
n SD
×
μ = 18,6730 % ± 0,3994%
Kadar serat tak larut sebenarnya dalam ampas sisa jagung pipilan adalah 18,2736 %< μ < 19,0724 %
(54)
Lampiran 9. Perhitungan kadar serat tak larut sebenarnya dalam kerupuk yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 200 gram
No. Kadar Serat (%) Xi -X (Xi −X)2
1. 5,8023 0,2340 0,0547
2. 5,2790 -0,2893 0,0837
3. 5,9131 0,3448 0,1189
4. 5,6675 0,0992 0,0098
5. 5,4493 -0,1190 0,0142
6. 5,2985 -0,2698 0,0728
X = 5,5683 Σ = 0,3542
SD =
( )
1 2 − −
∑
n x xi = 1 6 3542 , 0− = 0,2661
Pada Tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 6-1 diperoleh t-tabel = 2,57 Data diterima jika t-hitung < t-tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
6 2661 , 0 5683 , 5 8023 , 5 − = 2,1537
t-hitung data 2 =
6 2661 , 0 5683 , 5 2790 , 5 − = -2,6634...ditolak
t-hitung data 3 =
6 2661 , 0 5683 , 5 9131 , 5 −
= 3,1742...ditolak
t-hitung data 4 =
6 2661 , 0 5683 , 5 6675 , 5 − = 0,9129
(55)
t-hitung data 5 = 6 2661 , 0 5683 , 5 4493 , 5 − = -1,0957
t-hitung data 6 =
6 2661 , 0 5683 , 5 2985 , 5 − = -2,4838
Data 2 dan 3 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data 1,4,5 dan 6
No. Kadar Serat Tak
Larut (%) Xi -X (Xi −X )
2
1. 5,8023 0,2340 0,0548
2. 5,6675 0,0992 0,0098
3. 5,4493 -0,1190 0,0142
4. 5,2985 -0,2698 0,0728
X= 5,5544 Σ = 0,1515
SD =
( )
1 2 − −
∑
n x xi = 1 4 1515 , 0− = 0,2242
Pada Tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 4-1 diperoleh t-tabel = 3,18 Data diterima jika t-hitung < t-tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
4 2242 , 0 5544 , 5 8023 , 5 − = 2,0874
t-hitung data 2 =
4 2242 , 0 5544 , 5 6675 , 5 − = 0,8849
(56)
t-hitung data 3 =
4 2242 , 0
5544 , 5 4493 ,
5 −
= -1,0616
t-hitung data 4 =
4 2242 , 0
5544 , 5 2983 ,
5 −
= -2,4068
μ = x ± t
n SD
×
μ = 5,5544 ± 0,3565
Kadar serat tak larut sebenarnya dalam kerupuk yang ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 200 gram adalah 5,1979 % < μ < 5,9109 %
(57)
Lampiran 10. Perhitungan kadar serat tak larut sebenarnya dalam yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 400 gram
No. Kadar Serat Tak
Larut(%) Xi -X (Xi −X )
2
1. 7,8101 0,0067 0,0000
2. 7,7934 -0,0100 0,0001
3. 7,9767 0,1733 0,0300
4. 7,7067 -0,0967 0,0093
5. 7,8367 0,0333 0,0011
6. 7,6967 -0,1067 0,0114
X = 7,8034 Σ = 0,0520
SD =
( )
1 2 − −
∑
n x xi = 1 6 0520 , 0− = 0,1020
Pada Tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 6-1 diperoleh t-tabel = 2,57 Data diterima jika t-hitung < t-tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
6 1020 , 0 8034 , 7 8101 , 7 − = 0,1601
t-hitung data 2 =
6 1020 , 0 8034 , 7 7934 , 7 − = -0,2401
(58)
t-hitung data 3 = 6 1020 , 0 8034 , 7 9767 , 7 −
= 4,1626...ditolak
t-hitung data 4 =
6 1020 , 0 8034 , 7 7067 , 7 − = -2,3214
t-hitung data 5 =
6 1020 , 0 8034 , 7 8367 , 7 −
= 0,8005
t-hitung data 6 =
6 1020 , 0 8034 , 7 6967 , 7 −
= -2,5616
Data 3 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data 1,2,4,5 dan 6
No. Kadar Serat Tak
Larut (%) Xi -X (Xi −X)
2
1. 7,8101 0,0414 0,0017
2. 7,7934 0,0247 0,0006
3. 7,7067 -0,0620 0,0038
4. 7,8367 0,0680 0,0046
5. 7,6967 -0,0720 0,0052
X = 7,7687 Σ = 0,0160
SD =
( )
1 2 − −
∑
n x xi = 1 5 0160 , 0− = 0,0102
Pada Tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 5-1 diperoleh t-tabel = 2,78 Data diterima jika t-hitung < t-tabel
(59)
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
5 0102 , 0 7687 , 7 8101 , 7 − = 1,4641
t-hitung data 2 =
5 0102 , 0 7687 , 7 7934 , 7 − = 0,8732
t-hitung data 3 =
5 0102 , 0 7687 , 7 7067 , 7 − = -2,1943
t-hitung data 4 =
5 0102 , 0 7687 , 7 8367 , 7 − = 2,4052
t-hitung data 5 =
5 0102 , 0 7687 , 7 6967 , 7 − = -2,5481
μ = x ± t
n SD
×
μ = 7,7687 % ± 0,0786%
Kadar serat tak larut sebenarnya dalam kerupuk yang ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 400 gram adalah 7,6901% < μ <7,8473%
(60)
Lampiran 11. Perhitungan kadar serat tak larut sebenarnya dalam kerupuk yang Ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 500 gram
No. Kadar Serat Tak
Larut (%) Xi -X (Xi −X)
2
1. 8,8366 0,1033 0,0107
2. 8,7466 0,0133 0,0002
3. 8,7000 -0,0333 0,0011
4. 8,7300 -0,0033 0,0000
5. 8,7666 0,0333 0,0011
6. 8,6200 -0,1133 0,0128
X = 8,7333 Σ = 0,0259
SD =
( )
1 2 − −
∑
n x xi = 1 6 0259 , 0− = 0,0720
Pada Tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 6-1 diperoleh t-tabel = 2,57 Data diterima jika t-hitung < t-tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
6 0720 , 0 7333 , 8 8366 , 8 − = 3,5155...ditolak
t-hitung data 2 =
6 0720 , 0 7333 , 8 7466 , 8 − = 0,4536
t-hitung data 3 =
6 0720 , 0 7333 , 8 7000 , 8 − = -1,1340
(61)
t-hitung data 4 = 6 0720 , 0 7333 , 8 7300 , 8 − = -0,1134
t-hitung data 5 =
6 0720 , 0 7333 , 8 7666 , 8 − = 1,1340
t-hitung data 6 =
6 0720 , 0 7333 , 8 6200 , 8 − = -3,8557………ditolak
Data 1 dan 6 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data 2,3,4 dan 5
SD =
( )
1 2 − −
∑
n x xi = 1 4 0024 , 0− = 0,0282
Pada Tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 4-1 diperoleh t-tabel = 3,18 Data diterima jika t-hitung < t-tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
4 0282 , 0 7358 , 8 7466 , 8 − = 0,7660 No. Kadar Serat Tak
Larut(%) Xi -X (Xi −X)
2
1. 8,7466 0,0108 0,0001
2. 8,7000 -0,0358 0,0013
3. 8,7300 -0,0058 0,0000
4. 8,7666 0,0308 0,0009
(62)
t-hitung data 2 = 4 0282 , 0 7358 , 8 7000 , 8 − = -2,5390
t-hitung data 3 =
4 0282 , 0 7358 , 8 7300 , 8 − = -0,4113
t-hitung data 4 =
4 0282 , 0 7358 , 8 7666 , 8 − = 2,1844
μ = x ± t
n SD
×
μ = 8,7358 % ± 0,0448%
Kadar serat tak larut sebenarnya dalam kerupuk yang ditambahkan ampas sisa jagung pipilan sebanyak 500 gram adalah 8,6910% < μ < 8,7806%
(63)
Lampira 12. Formulir uji organoleptik
Nama panelis : ……… Tanggal : ……… Nim : ……… Produk : Kerupuk
Berilah tanda dalam kotak di bawah ini sesuai dengan kesan anda setelah mencicip kerupuk
Produk : I II III Amat sangat suka :
Sangat suka :
Suka :
Agak suka :
Tidak suka :
(64)
Lampiran 13. Gambar uji organoleptik
Gambar 2. Ruangan uji organoleptik
Gambar 3. Penyajian uji organolpetik
Gambar 4. Panelis sedang memberikan penilaian terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan
(65)
Lampiran 14. Tabel 10. Hasil Uji Organoleptik
Ulangan (r) Produk (t) Total (Y)
I II III
1 3 2 5 10
2 4 4 1 9
3 5 4 5 14
4 3 4 5 12
5 2 3 4 9
6 3 1 1 5
7 3 3 4 10
8 4 4 5 13
9 4 3 2 9
10 5 4 5 14
11 3 4 3 10
12 4 4 5 13
13 2 3 3 8
14 3 4 2 9
15 5 3 3 11
16 4 3 3 10
17 5 3 2 10
18 4 3 1 8
19 5 4 4 13
20 4 3 3 10
21 3 3 3 9
22 3 4 2 9
23 3 2 2 7
24 4 4 3 11
25 4 4 3 11
26 3 4 5 12
27 5 4 3 12
28 2 4 3 9
29 5 3 2 10
30 4 2 2 8
31 2 4 3 9
32 3 4 3 10
33 3 3 3 9
34 3 4 3 10
35 3 4 5 12
36 3 4 3 10
37 4 3 2 9
38 4 4 4 12
39 4 2 1 7
40 4 3 2 9
(66)
Nilai numerik organoleptik 1 = Tidak suka
2 = Agak suka 3 = Suka 4 = Sangat suka 5 = Amat sangat suka
Perhitungan analisis sidik ragam Fk ( Faktor koreksi) = (Y)2/ t x r = (402)2/ 40 x 3 = 1346,7
JK total (Jumlah Kuadrat Total) =
∑
∑
= =r
j t
i 1 1
( Y ij )2 – Fk
= [(32 + 42 + 52 …) + (22 + 42 + 42…) + (52 + 12 + 52…)] – 1346,7 = 121,3
JK perlakuan (Jumlah Kuadrat Perlakuan) = (
∑
=t
i 1
Yi 2 ) / r – Fk = (1442 + 1352 + 1232 ) / 40 – 1346,7
= 5,55
JK galat = JK total – JK perlakuan = 121,7 – 5,55
(67)
Db (Derajat bebas) Db perlakuan = t – 1 = 3 – 1 = 2 Db galat = t (r-1) = 3 (40 – 1 ) = 117 Db total = (t)(r) – 1
= (3)(40) – 1 = 119
KT perlakuan (kuadrat tengah perlakuan) = JK perlakuan / t -1 = 5,55 / 3 – 1
= 2,775
KT galat = JK galat / t (r-1) = 115,75 / 3 (40 – 1)
= 0,9893
F hitung = KT perlakuan / KT galat = 2,775 / 0,9893
= 2,80 Keterangan : Y = Total
t = Perlakuan r = Ulangan
(68)
Lampiran 15. Tabel 11. Daftar Analisis Sidik Ragam
Sumber
keragaman Db JK KT Fhit F 0.05
Perlakuan 2 5,55 2,775 2,80 3,07
Galat 117 115,75 0,9893
(1)
Lampira 12. Formulir uji organoleptik
Nama panelis : ……… Tanggal : ……… Nim : ……… Produk : Kerupuk
Berilah tanda dalam kotak di bawah ini sesuai dengan kesan anda setelah mencicip kerupuk
Produk : I II III Amat sangat suka :
Sangat suka :
Suka :
Agak suka :
Tidak suka :
(2)
Lampiran 13. Gambar uji organoleptik
Gambar 2. Ruangan uji organoleptik
Gambar 3. Penyajian uji organolpetik
Gambar 4. Panelis sedang memberikan penilaian terhadap rasa kerupuk ampas sisa jagung pipilan
(3)
Lampiran 14. Tabel 10. Hasil Uji Organoleptik
Ulangan (r) Produk (t) Total (Y)
I II III
1 3 2 5 10
2 4 4 1 9
3 5 4 5 14
4 3 4 5 12
5 2 3 4 9
6 3 1 1 5
7 3 3 4 10
8 4 4 5 13
9 4 3 2 9
10 5 4 5 14
11 3 4 3 10
12 4 4 5 13
13 2 3 3 8
14 3 4 2 9
15 5 3 3 11
16 4 3 3 10
17 5 3 2 10
18 4 3 1 8
19 5 4 4 13
20 4 3 3 10
21 3 3 3 9
22 3 4 2 9
23 3 2 2 7
24 4 4 3 11
25 4 4 3 11
26 3 4 5 12
27 5 4 3 12
28 2 4 3 9
29 5 3 2 10
30 4 2 2 8
31 2 4 3 9
32 3 4 3 10
33 3 3 3 9
34 3 4 3 10
35 3 4 5 12
36 3 4 3 10
37 4 3 2 9
38 4 4 4 12
39 4 2 1 7
40 4 3 2 9
(4)
Nilai numerik organoleptik 1 = Tidak suka
2 = Agak suka 3 = Suka 4 = Sangat suka 5 = Amat sangat suka
Perhitungan analisis sidik ragam Fk ( Faktor koreksi) = (Y)2/ t x r = (402)2/ 40 x 3 = 1346,7
JK total (Jumlah Kuadrat Total) =
∑
∑
= =
r
j t
i 1 1
( Y ij )2 – Fk
= [(32 + 42 + 52 …) + (22 + 42 + 42…) + (52 + 12 + 52…)] – 1346,7 = 121,3
JK perlakuan (Jumlah Kuadrat Perlakuan) = (
∑
= t
i 1
Yi 2 ) / r – Fk = (1442 + 1352 + 1232 ) / 40 – 1346,7
= 5,55
JK galat = JK total – JK perlakuan = 121,7 – 5,55
(5)
Db (Derajat bebas) Db perlakuan = t – 1 = 3 – 1 = 2 Db galat = t (r-1) = 3 (40 – 1 ) = 117 Db total = (t)(r) – 1
= (3)(40) – 1 = 119
KT perlakuan (kuadrat tengah perlakuan) = JK perlakuan / t -1 = 5,55 / 3 – 1
= 2,775
KT galat = JK galat / t (r-1) = 115,75 / 3 (40 – 1)
= 0,9893
F hitung = KT perlakuan / KT galat = 2,775 / 0,9893
= 2,80 Keterangan : Y = Total
t = Perlakuan r = Ulangan
(6)
Lampiran 15. Tabel 11. Daftar Analisis Sidik Ragam
Sumber
keragaman Db JK KT Fhit F 0.05
Perlakuan 2 5,55 2,775 2,80 3,07
Galat 117 115,75 0,9893