Hasil penelitian menunjukan bahwa serat yang larut dapat menurunkan kadar kolestrol darah, sedangkan serat yang tidak larut hanya sedikit berpengaruh. Hal ini diduga karena serat
yang larut mengikat asam dan garam empedu sehingga reabsorpsinya dapat dicegah. Dengan demikian, garam empedu dibuang dari sirkulasi usus-hati entero-hepatic circulation dan hanya
sedikit yang tersedia untuk absorpsi lipida di usus. Produk fermentasi serat pangan oleh mikroflora di dalam kolon Bifidobacteria, yang juga disebut probiotik, mungkin juga
berpengaruh terhadap metabolisme lipida Silalahi, 2006.
2.4 Komponen Serat Pangan
Komponen serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya. Serat makanan berdasarkan kelarutan terdiri atas serat larut dan serat tidak larut,
tergantung kelarutan komponen serat tersebut di dalam air atau larutan bufer. Contoh serat tak larut, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin, serat larut, yaitu pektin, gum, musilase, glukan dan
alga Almatsier, 2001.
2.5 Serat Dalam Makanan
Serat dalam makanan dietary fibre bukanlah suatu kelompok bahan pangan yang memiliki sifat kimia yang mirip. Meskipun umumnya tergolong karbohidrat yang komplek,
namun berdasarkan sifat kimiawi sebenarnya mereka sangat heterogen. Ada yang berasal dari polisakarida penyusun dinding sel tumbuhan struktural, yaitu selulosa, hemiselulosa dan
pektin. Adapula yang termasuk polisakarida nonstruktural, yaitu getah secreted reserve gums. Kelompok lain adalah polisakarida asal rumput laut agar, carrageenans alginates.
Salah satu definisi yang paling banyak disepakati adalah “semua oligosakarida, polisakarida dan derivatnya yang tak dapat diubah menjadi komponen terserap oleh ensim
pencernaan di saluran pencernaan bagian atas usus halus manusia”.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan sifat fisik-kimia dan manfaat nutrisinya, serat dalam makanan dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu: larut soluble dan tak larut insoluble dalam air. Serat
yang soluble cenderung bercampur dengan air dengan membentuk jarigan gel seperti agar-agar atau jariangan yang pekat. Sedangkan serat insoluble umumnya bersifat higroskopis: mampu
menahan air 20 kali dari beratnya. Serat yang berasal dari biji-bijian cereals umumnya bersifat insoluble, sedangkan serat dari sayur, buah dan kacang-kacangan cenderung bersifat soluble.
Manfaat nutrisi merupakan salah satu manfaat serat dalam produk pangan, selain sifat fisik-kimia yang khas sehingga secara teknologi sangat sesuai bagi industri pangan untuk
mengembangkan jenis dan bentuk produk pangan baru dan terbentuknya peluang pemanfaatan produk maupun limbah pertanian berserat sebagai bahan pangan Widianarko, 2000. Limbah
pertanian yang mengandung serat masih belum dimanfaatkan sebagai bahan serat pangan diantaranya limbah yang dihasilkan dari usaha tani jagung yaitu tongkol jagung. Pemanfaatan
tongkol jagung masih sangat terbatas. Kebanyakan limbah tongkol jagung hanya digunakan untuk bahan tambahan makanan ternak, dan sebagai pengganti kayu bakar.
Limbah jagung meliputi jerami dan tongkol. Penggunaan jerami jagung semakin populer untuk makanan ternak, sedangkan untuk tongkol jagung belum ada pemanfaatan yang bernilai
ekonomi. Limbah jagung sebagian besar adalah bahan berlignoselulosa yang memiliki potensi untuk pengembangan produk masa depan. Seringkali limbah yang tidak tertangani akan
menimbulkan pencemaran lingkungan. Pada dasarnya limbah tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan mungkin bernilai negatif karena memerlukan biaya penanganan.
Limbah lignoselulosa sebagai bahan organik memiliki potensi besar sebagai bahan baku industri pangan, minuman, pakan, kertas, tekstil, dan kompos. Di samping itu, fraksinasi limbah
ini menjadi komponen penyusun yang akan meningkatkan daya gunanya dalam berbagai
Universitas Sumatera Utara
industri. Lignoselulosa terdiri atas tiga komponen fraksi serat, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Komponen tongkol jagung terdiri dari Air 7,68 , Serat kasar 38,99, Selulosa 19,49,
Hemiselulosa 12,4, Lignin 9,1 Richana dkk. 2004.
2.6 Analisis Serat Pangan