C. Mekanisme Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dan Hubungannya Dalam Mendukung Iklim Usaha Dan Investasi
Dalam pelaksanaan suatu hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, sepertihalnya yang telah dibahas pada uraian sebelumnya, bahwa pelaksanaan
hubungan kerja dimaksud tidak menutup kemungkinan terlepas dari suatu konflik antara pekerja dengan pengusaha atau yang dalam hal ini disebut juga sebagai
perselisihan hubungan industrial. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, ada tiga mekanisme
penyelesaian perselisihan di luar pengadilan yaitu, mediasi
149
, konsiliasi
150
dan arbitrase
151
. Sementara penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan berada pada yurisdiksi peradilan umum yakni dapat diajukan pada
Pengadilan Hubungan Industrial PHI, yang berada pada naungan pengadilan negeri setempat atau yang berdasarkan pada masing-masing domisili objek perselisihan
hubungan industrial tersebut.
152
149
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 1 ankga 11.
150
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 1 ankga 13.
151
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 1angka 15.
`
152
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 14 ayat 1 dan 2. Selanjutnya pada Pasal 57 Undang-undang ini
menyatakan bahwa : Hukum Acara yang berlaku pada pengadilan hubungan industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur
secara khusus dalam Undang-undang ini.
Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, tentang Penyelesian
Universitas Sumatera Utara
Hubungan Industrial pada penelitian ini akan di uraikan satu-persatu mekanisme penyelesaiannya. Yaitu sebagai berikut :
1. Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Diluar Pengadilan
Non Litigasi
Para pihak yang berselisih pada tahap pertama wajib berupaya menyelesaikannya melalui cara-cara damai atau secara musyawarah untuk mufakat
negotiation tanpa melibatkan pihak ketiga, selanjutnya jika upaya penyelesaian
melalui musyawarah untuk mufakat ini mengalami kegagalan, maka berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, para pihak
yang berselisih dapat meminta jasa pegawai perantara, yakni pada pegawai Departemen Tenaga Kerja yang akan bertindak sebagai juru penengah compulsary
mediator , atau sebagai juru damai compulsary consiliator atau jurudewan pemisah
yang bertindak sebagai arbiter sukarela voluntary arbitration atau panitia penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berperan sebagai arbitrasi wajib
compulsary arbitration .
153
a. Penyelesaian Melalui Perundingan Bipartit.
Selanjutnya mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial diluar pengadilan non litigasi, ini akan dibedakan pula berdasarkan bentuknya yaitu :
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui perundingan bipartit adalah wajib dengan cara musyawarah untuk mufakat. Dikatakan perundingan
153
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 2 ayat 1. Bandingkan juga dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
Kep 297MEN85, tentang Pedoman Kerja Pegawai Perantara.
Universitas Sumatera Utara
bipartit oleh karena pihak yang berunding adalah pihak yang berselisih yaitu antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerjaserikat buruh
atau antara serikat pekerjaserikat buruh dengan pekerjaserikat buruh lain didalam suatu perusahaan yang berselisih pendapat, tanpa campur tangan pihak ketiga. hal ini
juga disebut dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara demokratis.
154
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui musyawarah dibatasi waktunya 30 tiga hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan sehingga dalam
setiap perundingan yang dilakukan harus dibuat risalah perundingan yang ditandatangai oleh para pihak, adapun hal-hal yang terdapat dalam isi risalah tersebut
ialah :
155
1. Nama lengkap dan alamat para pihak.
2. Tanggal dan tempat perundingan.
3. Pokok masalah atau alasan perselisihan.
4. Pendapat para pihak.
5. Kesimpulan atau hasil perundingan.
6. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan
Apabila penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui bipartit
mencapai kesepakatan maka langkah yang ditempuh adalah :
156
154
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 8 Jo Penjelasan Pasal 3 ayat 1
155
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 4
156
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Penjelasan Pasal 3 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
a Hasil tersebut dituangkan dalam perjanjian bersama yang ditandatangani
oleh masing-masing pihak, yang sifatnya adalah mengikat dan menjadi hukum, wajib dilaksanakan oleh para pihak.
b Perjanjian bersama tersebut wajib didaftatkan oleh para pihak yang
melakukan perjanjian pada pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama.
c Perjanjian
bersama yang telah didaftarkan, diberikan akte bukti pendaftaran perjanjian bersama dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam perjanjian bersama. d
Apabila salah satu pihak tidak melakukan perjanjian bersama yang telah didaftarkan, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan
eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah perjanjian bersama didaftarkan untuk mendapat penetapan
eksekusi. e
Terhadap pemohon eksekusi berdo misili diluar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan
eksekusi melalui Pengadilan Negeri diwilayah domisili eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial ada Pengadilan Negeri
yang berkompeten melakukan eksekusi. Jika perundingan tidak mencapai kesepakatan maka salah satu atau kedua
belah pihak mencatatkan perselisihannya ke pada instansi yang bertanggung jawab di
Universitas Sumatera Utara
bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
b. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Konsiliasi.
Selanjutnya salah satu mekanisme lain dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial ialah melalui konsiliasi, yang dimaksud penyelesaian perselsihan
hubungan industrial melalui konsiliasi, seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 15 dan Pasal
116, adalah :
157
Mekanisme penyelesaian melalui konsiliator dengan mediator tidak ada bedanya dalam pengaturannya, bahwa perbedaannya antara konsiliator dengan
“Penyelesaian perselisihan kepentingan, penyelesaian pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antara serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral, dimana konsiliator adalah orang yang memenuhi syarat
sebagai konsiliator yang ditetapkan oleh Menteri dan terdaftar pada kantor instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan dan tidak berstatus
sebagai pegawai negeri”.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi ini dapat dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagai penengah yang
disebut konsiliator yang memberikan fasilitas kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator secara aktif
memberikan solusi terhadap objek permasalahan yang diperselisihkan.
157
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 13 dan Pasal 14
Universitas Sumatera Utara
mediator adalah didasarkan pada statusnya yaitu bahwa konsiliator adalah swasta, sementara mediator adalah pegawai negeri sipil pada instansi yang bertangung jawab
dibidang ketenagakerjaan. Namun untuk dapat ditetapkan sebagai konsiliator harus terdaftar pada instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan
kabupatenkota dan diberi legitimasi oleh Menteri. Konsiliator sebagaimana dimaksud harus memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang dimaksud pada
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 19, yaitu :
1. Beriman dan bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa ;
2. Warga Negera Indonesia ;
3. Berumur sekurang-kurangnya 45 empat puluh lima Tahun ;
4. Berbadan sehat menurut surat keteranga dokter ;
5. Berwibawa, jujur dan berkelakuan baik ;
6. Memiliki pengalaman dibidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5
lima Tahun ; 7.
Menguasai Peraturan Perundang-Undangan dibidang Ketenagakerjaan dan 8.
Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri. Seorang konsiliator dalam melakasanakan tugasnya, berhak mendapat
honorariumimbalan jasa berdasarkan penyelesaian perselisihan dan besarnya honorarium ditetapkan oleh Menteri yang dibebankan kepada Negara.
158
c. Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Arbitrase.
Secara umum penyelesaian melalui arbitrase diatur lebih khusus dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
158
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 26.
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian Sengketa.
159
Sehingga sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut Peraturan Perundang-Undangan tidak dapat diadakan
perdamaian. Pasal 1 angka 10, Undang-Undang tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian sengketa dimaksud, memberi defenisi pengertian arbitrase adalah : “Cara penyelesaian suatu perkara perdata diluar peradilan umum yang
didasarkan atas suatu perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”
Arbitrase meupakan penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak yang dilakukan pihak ketiga yang disebut arbiter dan pihak
menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbtiter. Mekanisme penyelesaian melalui arbitrase hanya digunakan bagi sengketa dibidang perdagangan
dan mengenai hak yang menurut hukum dan Peraturan Perundang-Undangan, daikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
160
159
Mekanisme penyelesaian melalui arbitrase sudah sejak lama dikenal dalam sistem hukum di Indonesia, yaitu : pada awalnya arbitrase dikenal mulai ada sejak berlakunya Hukum Acara Perdata
Belanda. Lahir melalui RV Reglemenet of de Burgerlijike Rechtdering, Stb 1847 Nomor 52. Seiring Perkembangan sistem hukum di Indonesia, kemudian arbitrase tersebut oleh pemerintah Indonesia
dibentuk menjadi suatu wadah atau dijadikan sebagai salah satu lembaga penyelesian perselisihan khusus menengahi masalah perdagangan atau sekarang populer disebut hukum bisnis, lembaga ini
dikenal dengan nama “Badan Arbitrase Nasional Indonesia” BANI, berdiri sejak Tanggal 3 Desember Tahun 1957 yang kemudian dirumuskan kembali pengaturannya sejak diundangkannya
Undag-Undang Nomor 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase dan Alternatif Penyeslesaian Sengketa.
160
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 5
Dalamhal sengketa hubungan industrial, mekanisme penyelesaian perselisihan melalui arbitrase ini pernah dilakukan. Dahulu pengaturan arbitrase
diatur oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957, namun Undang-undang
Universitas Sumatera Utara
dimaksud tidak dapat berfungsi seperti yang diharapkan. Adapun penyelesaian yang pernah di selesaikan oleh Undang-undang dimaksud ialah, perselisihan antara :
“Serikat Buruh A Cabang Jakarta melawan PT. Tomato disebut juga pengusaha.” berdomisili di Jakarta. Penyelesaian tersebut mendapatkan pengesahan dari Panitia
Penyelesaian Perburuhan Pusat.
161
161
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Aneka Putusan P4P, Pradya Paramita, Jakarta, 1978
Pada waktu itu Serikat Buruh menuntut kepada pengusaha agar, 56 lima puluh enam orang buruh yang dipecat oleh pengusaha, dapat dipekerjakan kembali.
Namun Dewan Pemeriksa Perkara Penyelesaian pada waktu itu, membuat putusan yang menolak tuntutan serikat buruh A cabang Jakarta, dan terhadap putusan dewan
pemisah tersebut. Hal ini diperkuat oleh Panitia Penyelesaian perelisihan perburuhan pusat dengan putusannya Tanggal 19 Mei Nomor. 4759II 08q, yang memutuskan :
“mengesahkan putusan dewan pemisah perselishan serikat buruh A lawan PT. Tomato, pada Tanggal 29 Maret 1959, sehingga penggunaan institusi atau mekanisme
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melaluli lembaga arbitrase, pada saat itu melahirkan putusan yang kompromistis, sehingga tidak dapat diterima oleh kedua
pihak yang bersengketa. Peneliti merasa pengaturan mengenai tata cara dan mekanisme arbitrase
didalam Undang-Undang No.2 Tahun 2004, lebih lengkap dan baik jika dibandingkan dengan pengaturan arbitrase didalam Undang-Undang No.22 Tahun 1957. Salah satu
pertimbangan yang menjadi dasar ialah :
Universitas Sumatera Utara
1. Bahwa dengan menggunakan penyelesaian melalui arbitrase menurut
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 pihak yang barselisih diwajibkan membuat surat perjanjian kesepakatan terhadap putusan arbitrase, tidak
sampai pada kesepakatan saja, tetapi para pihak masih diberi kebebasan menunjuk arbiter yang disepakati para pihak untuk dipilih, dapat dilakukan
arbiter tunggal ataupun beberapa arbiter majelis dalam jumlah sebanyak- banyaknya 3 tiga orang. Masing-masing pihak memilih seorang arbiter,
sedangkan arbiter ketiga ditentukan oleh para pihak untuk diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase.
162
2. Sedangkan menurut Undang-Undang 22 Tahun 1957, berdasarkan analisis
peneliti terhadap perselisihan, diawali dengan permohonan terlebih dahulu, kepada kepada P4D P4P dengan alasan alasan setelah segala upaya untuk
pencegahan PHK serta dilakukan perundingan dengan serikat buruh atau buruhnya sendiri Pasal 2.
Hal ini yang menjadi dasar perbedaan antara kedua Peraturan Perundang-Undangan tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial seperti disebut diatas.
162
Mekanisme penyelesaiaan oleh arbiter seperti diatas ialah : dimana pihak ketiga adalah seorang arbiter yang telah dipercayai dan diberikan kewenangan oleh para pihak untuk menetapkan
putusan yang bersifat mengikat final and binding, kewenagnan arbiter untuk menetapkan putusan yang bersifat mengikat, adalah didasarkan pada rangkaian kesepakatan para pihak yang berselisih
tanpa ada paksaan dari siapapun. ; Penunjukan Arbiter seperti dimaksud, masih dituntut untuk memuat beberapa ketentuan ; yakni, Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang
Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 34 ; Selanjutnya bandingkan, bahwa : Arbiter yang berwenang menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial adalah seorang yang telah direkomendasi
oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan Pasal 30 Undang-Undang No 2 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
3. Selanjutnya Perselisihan mengenai hak seperti, Pemutusan Hubungan Kerja
telah ditentukan jumlah dan sifat masing-masing dari perorangan kurang dari 10 orang dengan mengajukan izin kepada P4D, sedangkan kalau
masal 1ebih dari 10 orang permintaan izin langsung kepada P4 Pusat. Secara yuridis buruh tidak dapat mengajukan permasalahan PHK kepada
P4D P4P, sebab UU ini hanya mengatur izin PHK dari Pengusaha. Apabita Pengusaha melakukan PHK tanpa izin maka upaya yang dapat
dilakukan adalah melakukan pengaduan kepada Pengawas. Dalam praktek P4DP4P menerima pengaduan buruh tentang PHK untuk diperiksa dan
diputus.hal ini sama seperti contoh kasus diatas. Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitsase dan Altematif
Penyelesaian Sengketa yang mengatur batasan waktu untuk pendaftaran yaitu dalam waktu 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal putusan kepada Panitera Pengadilan
Negeri, apabila putusan arbiter tersebut tidak didaftarakan berakibat putusan arbiter tidak dapat dilaksanakan.
Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak tanggal menerima permohonan pembatalan, apabila permohonan
dikabulkan, maka Mahkamah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase.
163
163
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 52
Universitas Sumatera Utara
Namun patut diperhatikan dengan cermat bahwa hanya perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh saja yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase, perselisihan perburuhan yang diawali dengan hukum ini, juga dapat disebabkan oleh terjadinya perbedaan perlakuan yang tercermin dalam
tindakan pengusaha yang bersifat diskriminatif, misalnya meskipun jabatan, pendidikan, masa kerja, prestasi kerja dan produktifitas kerjanya sama. Dapat
dicontohkan disuatu perusahaan, misalnya : A adalah seorang laki-laki, selanjutnya pengusaha membayarkan upah kepada A lebih besar dari B. Perbedaan upah antara A
dan B disini bersifat diskriminatif. Karena dalam hal ini didasarkan pada perbedaan jender, bukan berdasarkan hasil kerja atau penghargaan atas jasa pekerja. Hal
demikian dapat diperluas ruang lingkupnya hingga mencakup diskrimnasi berdasarkan suku, ras atau agama yang berbeda. Sehingga memicu konflik atau
perselisihan yang mungkin terjadi. d.
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi Penyelesaian melalui mediasi mediation dilakukan melalui seorang
penengah yang disebut mediator. Mediator adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan bersifat netral serta
membantu para pihak yang berselisih untuk mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan, dalam Blacks Law Dictionary disebutkan
pengertian mediasi, bahwa : “a private, the mediator helps disputuing partiesto reach an agreement the mediator has no power to impose a decision on the parties”.
Artinya bahwa : penyelesaian perselisihan hubungan industrial menyebutkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian hak, perselisihan kepentingan, perselisihan hubungan kerja dan perselisihan antara
serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam suatu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator.
164
Selanjutnya tahapan-tahapan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasai adalah :
Penyelesaian sengketa melaluli mediasi dilakukan tanpa ada paksaan antar para pihak dan mediator, para pihak meminta secara sukarela kepada mediator untuk
membantu penyelesaian konflik yang terjadi, oleh karena itu mediator hanya berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya
dapat diputuskan oleh para yang berselisih.
165
1 apabila perundingan bipartit gagal, salah satu atau kedua belah pihak dapat
mencantumkan perselisihannya
kepada instansi setempat yang
bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan, dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian secara bipartit sudah dilakukan.
2 setelah menerima pencatatan, instansi sebagai mana dimaksud wajib
menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase.
`
164
Lulu Husni SH, M.Hum, Penyelesaian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Diluar Pengadilan.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 30. Bandingkan dengan Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 1
angka 11
165
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 4
Universitas Sumatera Utara
3 apabila dalam 7 tujuh hari para pihak tidak menetapkan pilihan, instans i
yang bertanggungjawab dibidang
ketenagakerjaan melimpahkan
penyelesaian kepada mediator. Jika mekanisme melalui mediasi terwujud, selanjutnya hasil kesepakatan
mediasi dituangkan dalam bentuk perjanjian bersama dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dengan maksud mendapatkan akta
bukti pendaftaran dan merupkan bagian yang tidak terpisahkan dari perianjian bersama. Para pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada
Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah perjanjian bersama didaftarkan untuk mendapatkan penetapan dan apabila permohonan eksekusi diluar wilayah hukum
Pengadilan Hubungan Industrial tempat perianjian bersama, maka permohonan eksekusi dapat diajukan melalu Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri yang berkompeten melakukan eksekusi. Dalam memberikan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat,
maka penyelesain melalui mediasi dibatasi waktunya 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan, penyelesaian perselisihan mediator dapat
dikenakan sanksi adminstratif jika tidak dapat menyelesaikan perselisihan hubungan Industrial sesuai waktuu yang ditentukan.
166
166
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 5 dan Pasal 116
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka selanjutnya mediator melakukan beberapa hal
seperti dibawah ini :
167
1. mediator mengeluarkan anjuran tertulis ;
2. anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 sepuluh hari sejak sidang
mediasi pertama harus disampaikan kepada para pihak ; 3.
para pihak dalam tempo 10 sepuluh hari sejak menerima anjuran tersebut sudah harus memberikan jawaban kepada mediator yang isinya menyetujui
atau menolak anjuran yang dibuat mediator ; 4.
jika para pihak tidak memberikan pendapatnya maka mereka dianggap menolak anjuran tertulis ;
5. jika anjuran tertulis disetujui, dalam waktu selambat-lambatnya tiga har i
sejak anjuran tertulis disetujui, maka mediator sudah selesai membantu para pihak dalam membuat perjanjian bersama untuk kemudian didafrarkan
di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah hukum para pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan
akta bukti pendaftaran. Penyelesaian sengketa melalui mediasi merupakan salah satu bentuk dari ADR
Alternative Dispute Resolution dengan menggunakan pihak ketiga Mediator
sebagai juru runding. Menurut Gunawan Widjaya mediasi adalah suatu proses
167
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 13
Universitas Sumatera Utara
penyelesaian sengketa alternatif dimana pihak ketiga yang dimintakan bantuannya untuk membantu proses penyelesian sengketa yang bersifat pasif dan sama sekali
tidak berhak atau berwenang untuk memberikan suatu masukan, terlebih lagi untuk memutuskan perselisihan yang terjadi.
168
Pengertian dan pandangan mediasi seperti disebut diatas tentunya akan memberikan keuntungan bagi para pihak yang berselisih. Selanjutnya keuntungan
menggunakan mediasi ini menurut Dr. Surya Perdana, SH dalam disertasinya ialah : “para pihak biasanya mampu mencapai kesepakatan di antara mereka, sehingga
manfaat mediasi sangat dirasakan. Bahkan dalam mediasi yang gagal, meskipun belum ada penyelesaian yang dicapai, proses mediasi yang sebelumnya berlangsung
telah mampu mengklarifikasi persoalan dan mempersempit perselisihan seperti apa yang dapat mereka terima dari pada mengejar hal-hal lain yang tidak jelas”.
169
Surya Perdana dalam hal ini menambahkan bahwa untuk menyelesaikan sengketa memang sulit, namun mediasi dapat memberikan beberapa keuntungan
dalam penyelesaian suatu perselisihan. Adapun beberapa keuntungan yang dapat diperoleh melalui mediasi, sebagai berikut :
170
a. Mediasi memberi kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara lang-
sung atau secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
168
Gunawan Widjaya, Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Jakarta, hal. 2
169
Surya Perdana, Mediasi Merupakan Salah Satu Cara Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Pada Perusahaan di Sumatera
, Disertasi, 2008, Program Pascasarjana Univerisatas Sumatera Utara Medan, hal 180
170
Ibid, hal. 180-181
Universitas Sumatera Utara
b. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan relatif
murah dibandingkan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau arbitrase.
c. Mediasi akan memfokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara
nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, jadi bukan hanya pada hak-hak hukumnya.
d. Mediasi memberi para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol
terhadap proses dan hasilnya. e.
Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi, dengan suatu kepastian melalui konsensus.
f. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan
saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.
g. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir
selalu mengiringi setiap keputusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada arbitrase.
2. Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui
Pengadilan. Litigasi
Perselisihan hubungan industrial yang tidak mencapai kesepakatan penyelesaiannya melalui mediasi atau konsiliasi salah satu pihak dapat mengajukan
penyelesaiannya kepada Pengadilan Hubungan Industrial dengan mengajukan
Universitas Sumatera Utara
gugatan dan melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi seperti
yang telah diuraikan pada bab terdahulu.
Apabila gugatan melibatkan lebih dari satu penggugat, gugatan dapat diajukan secara koleltif dengan memberikan kuasa khusus, penggugat sewaktu-waktu dapat
mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban dan apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan, maka pencabutan gugatan oleh penggugat
hanya akan dapat dikabulkan Pengadilan Hubungan Industrial apabila telah disetujui
penggugat.
171
Khusus mengenai gugatan pekerja buruh atas pemutusan hubungan kerja, hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 1 satu tahun sejak diterimanya atau
diberitahukan keputusan pemutusan hubungan kerja dari pihak pengusaha secara umum, bahwa pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan
pekerjaburuh setelah memperoleh penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
172
dalam hal ini adalah Pengadilan Hubungan Industrial. Sehingga apabila penguasaha mengadakan pemutusan hubungan kerja tanpa
mendapatkan penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial, maka pemutusan hubungan kerja tersebut adalah batal demi hukum.
173
171
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 84
172
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 85
173
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, Pasal 155 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
Namun pengaturan mengenai pemutusan hubungan kerja dilakukan penyimpangan, dimana penguasaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
tanpa melalui penetapan Pengadilan Hubungan Industrial dalam hal :
174
1. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerjaburuh telah melakukan
salah berat; 2.
Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerjaburuh telah 6 enam bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam
proses perkara pidana bukan atasa pengaduan penggugat; 3.
Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerjaburuh mengundurkan diri atas kemauan sendiri.
Disamping ketiga alasan tersebut, apabila diteliti UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebenarnya ada 1 satu lagi alasan pemutusan hubungan
keraja yang tidak memerlukan penetapan Pengadilan Hubungan Industrial, yaitu pemutusan hubungan kerja sesuai dengan putusan pengadilan pidana sebelum 6
enam bulan yang menyatakan buruhpekerjia bersalah, bukan atas pengaduan pengusaha.
Pengadilan Hubungan Industrial Merupakan pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan Pengadilan Negeri berwenang memeriksa, mengadili memberi putusan
terhadap perselisihan hubungan industrial, dan berada di setiap Ibukota Propinsi yang daerah kerjanya meliputi propinsi yang bersangkutan.
174
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, Pasal 171
Universitas Sumatera Utara
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial, pada Pengadilan Negeri terdiri dari:
175
a. Hakim
b. Hakim Ad-Hoc.
c. Panitera Muda dan
d. Panitera Pengganti,
Sementara susunan pada Mahkamah Agung adalah:
1. Hakim Agung.
2. Hakim Ad-Hoc pada Mahkama Agung.
3. Panitera.
Adapun institusi dan mekanisme dari penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan Hubungan Industaial adalah tidak mengenal adanya upaya hukum
Banding, sehingga tidak ada Pengadilan Tinggi Hubungan Indudrial, dan upaya hukum yang dapat dilakukan adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Pengadilan
Hubungan Industrial sebagai lembaga pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum, mempunyai tugas dan bertanggung jawab memeriksa
dan memutus perselisihan hubungan industial dengan ketentuan sebagai berikut : 1
ditingkat pertama mengenai perselisihan hak. 2
ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan. 3
ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja. 4
ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat
pekerjaserikat buruh dalam satu perusahaan.
175
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Pasal 60 ayat 1 dan ayat 2
Universitas Sumatera Utara
Hubungan mekanisme penyelesaian hubungan industrial seperti uraian diatas, diharapkan mampu mendukung kegiatan peningkatan iklim usaha dan investasi,
yakni dalam rangka memberikan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah, penyelesaian perselisihan melalui institusi dan
mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial dibatasi proses waktu dan tahapannya dengan tidak mengenal Pengadilan Tinggi. Hubungan Industrial sebagai upaya
Banding, sehingga putusan Pengadilan Hubungan Industrial terhadap perelisihan hak dari perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat langsung dimintakan kasasi ke
Mahkamah Agung sebagai upaya hukum, apabila para pihak tidak dapat menerima putusan Pengadilan Hubungan Industrial tersebut.
Selanjutnya pembatasan proses terhadap penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut diberi jangka waktu selambat-lambatnya 50 lima puluh hari kerja
terhitung sejak sidang pertama, dan pada tingkat Mahkamah Agung selambat- lambatnya 30 tiga puluh hari kerja, terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan
Kasasi. Sistem Peradilan Umum yang diterapkan dalam melakukan proses penyelesaian melalui pengadilan negeri seperti dimaksud diatas, secara otomatis akan
tunduk pada ketentuan beracara yang diatur dalam hukum perdata. Pada dasarnya hukum perdata meletakkan pengaturan pada kebebasan individu yang akan
menempatkan para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perselisihan atas kehendaknya pribadi.
176
176
Salim H.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis BW, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
Konflik atau perselisihan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha, sebaiknya diselesaikan dengan cara musyawarah, dengan cara demikian diharapkan
dapat menghasilkan suatu perdamaian. Penyelesaian seperti dimaksud ialah suatu pola penyelesaian yang harmonis, adapun ciri-ciri penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang harmonis ialah, sebagai berikut :
177
1. Para pihak diberi kebebasan untuk menentukan berbagai ketentuan
perburuhanketenagakerjaan. Pemerintah tidak boleh campur tangan dalam menangani masalah perburuhanketenagakerjaan.
2. Konsensus yang dicapai merupakan hasil dari konflik yang terjadi antara
pekerja dan pengusaha. Dalam hal ini tidak ada konsensus tanpa didahului oleh konflik.
3. Adanya jaminan penuh atas hak untuk melakukan mogok bagi kaum
buruh yang tidak berhasil menyelesaikan perselisihan perburuhan secara damai. Namun para pihak dapat menggunakan mekanisme paksaan tanpa
harus didahului mekanisme penyelesaian secara damai.
Bandingkan dengan Sudikno Mertaokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2002, hal. l0-18, yakni : Oleh karena itu hukum acara perdata mempunyai asas-asas
tersendiri yang menunjukkan karakteristiknya, diantaranya ialah : 1 hakim bersifat menunggu ; 2 hakim pasif ; 3 sifat terbukanya persidangan ; 4mendengar kedua belah pihak ; 5 putusan harus
disertai alasan-alasan ; 6 beracara dikenakan biaya ; dan 7 tidak ada keharusan mewakilkan.
177
H.P. Rajagukguk, Op Cit, hal. 29. Bandingkan dengan Republik Indonesia, Undang- Undang No. 21 Tahun 2000, tentang Serikat PekerjaSerikat Buruh, Pasal 4 ayat 2 huruf c, yakni :
“untuk mencapai satu tujuan dari pada serikat pekerjaserikat buruh SPSB, maka SPSB memiliki fungsi, yang salah satunya adalah sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis,
dinanis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
.
Universitas Sumatera Utara
Hakim dalam memutuskan perkara, yang dalam hal ini terkait permasalahan penyelesian hubungan industrial memegang peranan penting dalam menegakkan
hukum dan keadilan. Peran hakim juga sangat besar dalam memberikan suatu kepastian hukum. Dalam suatu perkara, hakim dapat memutuskan hal-hal bagi kedua
belah pihak dengan melihat dari pembuktian. Setelah terbukti, hakim menemukan hukum dalam perkara yang disengketakan tersebut. Pada hakekatnya, hakim harus
memecahkan atau menyelesaikan setiap peristiwa konkrit, kasus atau konflik yang dihadapinya. Ia harus tahu, mencari atau menemukan hukumnya untuk diterapkan
pada kasusnya.
178
Selanjutnya dasar hukum positif dalam penemuan hukum, seperti termuat dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman,
ditentukan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara hukum RI. Merdeka disini berarti bebas. Jadi kekuasaan kehakiman adalah bebas untuk menyelenggarakan
peradilan. Asas kebebasan peradilan ialah bebas untuk mengadili dan bebas dari campur tangan dari pihak ekstra yudisial.
179
178
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2006, hal. 39.
179
Lihat Republik Indonesia, Penjelasan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2004, tentang Kekuasan Kehakiman, Pasal 1
Kebebasan hakim ini memberi wewenang kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum secara leluasa.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karenanya berbagai institusi dan penegak hukum terkait, dalam menentukan, melaksanakan, dan memutuskan suatu meknisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, wajib bersifat adil dan proporsional. Halmana berguna untuk menciptakan suasana yang kondusif dalam mendukung kegiatan atau
“program pembangunan yang direncanakan pemerintah”. Salah satu program dimaksud ialah, program pemerintah dalam pembangunan bidang ekonomi, dengan
suasana kondusif maka akan terpelihara iklim usaha dan investasi yang baik, terciptanya hubungan suasana demikianlah yang mendorong pertumbuhan ekonomi
dimaksud.
180
Dimana pada saat ini pembangunan Indonesia telah memasuki “era industrialisasi dan perdagangan bebas”, hal ini akan meningkatkan masalah
180
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Pelaksanaan Agenda 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu ; yang kemudian dilanjutkan pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan II
;
“Program Pembangunan yang direncanakan Pemerintah” dimaksud ialah : seperti yang dimuat dalam Poin III RPJMN, Dengan Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat : “bahwa strategi
pembangunan ekonomi mengarah pada pertumbuhan yang berkualitas, yaitu pertumbuhan yang tidak saja cukup tinggi, tetapi mampu menyerap pekerja, mengurangi kemiskinan dalam jumlah yang lebih
besar jika dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan mengurangi kesenjangan antar kelompok pendapatan antar daerah” ; Untuk itu, tumpuan pertumbuhan akan dilakukan melalui upaya
“peningkatan investasi” dan ekspor, didukung oleh pembangunan infrastruktur yang memadai dan stabilitas ekonomi yang mantap ; lebih lanjut dalam RPJMN diuraikan sebagai berikut :
1.
Poin III RPJMN, Huruf A angka 1 Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran untuk Tahun
2004-2009 selanjutnya 2010-2015 ; diantaranya mengurikan langkah penting dan terkait erat untuk mengurangi kemiskinan adalah : mengatasi masalah ketenagakerjaan, yaitu terutama untuk
mengurangi pengangguran, melalui penciptaan lapangan kerja, yang dilakukan dengan memperbaiki iklim ketenagakerjaan dengan menerapkan kebijakan pasar kerja yang luwes.
2. Poin III RPJMN, Huruf A angka 2, Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
untuk Tahun 2004-2009 selanjutnya 2010-2015 ; diantaranya mulai dari menguraikan bentuk perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja, yakni dengan melaksanakan persiapan UU
No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial PPHI, antara lain dengan a sosialisasi pelaksanaan UU PPHI dan penyusunan PP dan Kepmen, b mempersiapkan hakim
ad-hoc
, sarana dan prasarana peradilan. Dialog sosial melalui berbagai media atau forum tripartit antara pekerja, pengusaha, dan Pemerintah, serta mendorong harmonisasi antara pekerja dan
pengusaha melalui forum bipartit semakin ditingkatkan.
Universitas Sumatera Utara
“perselisihan hubungan industrial yang semangkin kompleks”.
181
Mengingat hal tersebut, pemerintah juga perlu melakukan pembenahan terhadap mekanisme,
struktur pelayanan, fasilitas, dan sebuah institusi, yang berkaitan dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
182
181
Ibid RPJMN Poin III, Huruf B Angka 1, Peningkatan Investasi dan Ekspor Nonmigas serta Penguatan Daya Saing
. “Era industrialisasi dan perdagangan bebas” dimaksud adalah : 1 Periode
2001-2003 “investasi” berupa pembentukan modal tetap bruto, dalam hal ini hanya tumbuh sekitar 4,1 persentahun. Angka pertumbuhan “investasi” semester pertama 2005 menunjukkan peningkatan
sebesar 13,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, hal ini merupakan indikasi menguatnya sumber pertumbuhan ekonomi berkesinambungan; 2 Selanjutnya peran ekspor. Ekspor
Nasional pada tahun 2004 meningkat 11,7 persen dari tahun 2003 sehingga nilainya mencapai US 71,5 miliar, namun melihat negara asia lainnya Indonesia masih labih rendah dalam Pasar
International; 3 Peran BUMN, dalam hal ini BUMN juga belum berperan maksimal, sebagai contoh, dari keseluruhan laba sekitar Rp 29 triliun yang dihasilkan kelompok BUMN, sekitar 70 persen laba
tersebut hanya dihasilkan oleh lima BUMN, sedangkan sekitar 30 persen sisanya dihasilkan oleh 122 BUMN yang lain. dengan demikian dirasakan BUMN belum terlihat peningkatan yang
berkesinambungan Angka return on assetROA misalnya, dari tahun ke tahun perkembangannya tidak berlangsung secara konsisten; 4 Pada sektor, usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM dan
koperasi berperan strategis dalam kehidupan ekonomi nasional, serta mampu menyerap sebagian besar angkatan kerja. Namun, kenyataan produktivitas tenaga kerja usaha kecil hanya mencapai Rp11,6
jutatenaga kerjatahunnya, sedangkan usaha menengah mencapai Rp38,7 jutatenaga kerjatahun. Angka ini sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja usaha besar yang mencapai
Rp2,2 miliar per tenaga kerjatahun. “Perselisihan hubungan industrial yang semangkin kompleks” seperti maksud diatas adalah : 1
Beberapa permasalahan utama masih rendahnya daya saing produk Indonesia di banyak pasar internasional, masih besarnya andalan produk ekspor yang berbasis bahan mentah dan bernilai tambah
rendah, masih belum beroperasinya perjanjian perdagangan regional yang potensial, seperti dengan Cina dan Jepang, masih lemahnya struktur kebijakan fasilitasi perdagangan akibat buruknya pelayanan
dan kapasitas infrastruktur fisik dan penunjang kegiatan perdagangan, dan masih belum dirumuskannya sistem distribusi nasional yang bisa secara efektif meningkatkan efisiensi perdagangan
dalam negeri untuk mendorong peningkatan ekspor; 2 Di sisi lain, iklim usaha belum kondusif, termasuk kondisi pasar tenaga kerja sehingga turut memengaruhi posisi daya saing industri, terutama
dalam menghadapi pasar bebas. Kondisi ini bertambah kompleks dengan belum maksimalnya dukungan perbankan nasional dan pasar modal, yang mempngaruhi kemudahan akses pada
permodalan yang murah.
182
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN Tahun 2005-2025, Poin E : Arah Pembangunan Jangka Panjang,
angka 15, Peran Pemerintah : menyatakan “efektif dan optimal sebagai fasilitator, regulator, sekaligus sebagai katalisator pembangunan di berbagai tingkat guna
efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, terciptanya lingkungan usaha yang kondusif dan berdaya saing, dan terjaganya keberlangsungan mekanisme pasar.
Pembenahan penyelesaian perselisihan hubungan
Universitas Sumatera Utara
industrial tersebut, diharapkan dapat lebih efisien dalam hal waktu yang cepat, tepat, adil dan murah.
183
Untuk mewujudkan kepastian hukum seperti dimaksud diatas, oleh karenanya menurut pakar hukum Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, kebebasan hakim dalam
menemukan hukum untuk memutuskan suatu perkara yang ditanganinya hendaknya dibatasi oleh kehendak pihak-pihak yang bersangkutan, Pancasila, UUD 1945,
Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Hakim terutama dalam perkara Kepastian hukum dalam berusaha pada suatu bidang usaha seperti dimaksud,
juga diharapkan dapat mendorong dalam terciptanya suatu iklim usaha yang kondusif dan berkesinambungan. Terciptanya kondisi dalam berusaha sebagaimana dimaksud,
pada akhirnya akan memberi suatu manfaat atau hal yang positif dalam rangkaian usaha pemerintah meningkatkan pembangunan dibidang ekonomi. Misalnya saja
dengan terciptanya suatu kepastian hukum dalam pelaksanaan atau mekanisme penyelesaian hubungan industrial sebagaimana telah diuraikan diatas dapat dijadikan
suatu metode oleh pemerintah melaui beberapa instansi terkait, untuk mengundang lebih banyak lagi para investor, baik itu investor dari dalam negeri maupun investor
dari luar negeri yang berkeinginan menanamkan modalnya untuk berusaha disuatu daerah yang ada di Indonesia.
183
Derasnya arus globalisasi membawa efek positif sekaligus negatif. Globalisasi membawa perubahan paradigma yang mendasar pada sistem dan mekanisme pemerintahan. Dalam kaitan dengan
globalisasi telah terjadi revolusi teknologi dan informasi yang akan mempengaruhi terjadinya perubahan dalam bidang aparatur negara. Pemanfaatan TI dalam bentuk e-government, e-procurement,
e-business dan cyber law untuk menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih
murah, perlu untuk segera dibangun dan dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
perdata pada dasarnya terikat pada apa yang dikemukakan oleh para pihak. Ia tidak dapat memutuskan lebih atau kurang dari yang dituntut oleh yang bersangkutan.
184
184
Sudikno Mertakusumo, Op Cit, hal. 47
Oleh karenya Hakim PHI Perselisihan Hubungan Industrial harus berpedoman pada hal seperti dimaksud diatas, yaitu hakim berusaha menemukan
hukum dan tidak dapat memutuskan lebih atau kurang dari yang dituntut oleh pihak yang bersengketa dan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 serta perundang-undangan lain yang relevan dengan perkara yang diselesaikannya terkait hubungan industrial.
Melihat uraian dari mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatas, kiranya dapat memberi dukungan dan membantu pemerintah dalam usaha
meningkatkan pembangunan dengan program-program yang telah dicanagkan seperti uraian sebelumnya diatas, yakni khususnya pembangunan dibidang ekonomi.
Menurut hasil penelitian ini, maka peneliti berkeyakinan bahwa salah satu bahagian dalam membantu usaha pemerintah dalam bidang ekonomi tersebut ialah dengan
terciptanya suatu kepastian hukum yang ditemukan dalam pelaksanaan atau mekanisme penyelesaian dalam hubungan industrial.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN